Anda di halaman 1dari 4

Advokat – Konsultan Hukum

……
Di Gedung Sumit Mas Jalan Jendral Soedirman, Senayan, Jakarta Selatan
Telp/Fax (021) 8824669 email : ……..

Jakarta, 12 Januari 2019

Hal : Surat Kesaksian Tertulis Ahli Hukum Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945

Dalam perkembangan kehidupan manusia segala aspek pasti akan mengalami perubahan.
Tidak ada suatu manusia atau kelompok manusia yang tidak mengalami perubahan. Dalam situasi
hukum perundang-undangan yang demikian, maka apabila penerapan hukum perundang-
undangan dilakukan dengan menggunakan konsep hukum sebagaimana yang dipahami dalam
tradisi berpikir legal-positivism; yang memandang hukum hanya sebatas pada lingkaran peraturan
perundang-undangan dan yang melakukan pemaknaan perundang-undangan secara formal-
tekstual; dengan mengabaikan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, maka yang akan terjadi adalah
hukum akan mengalami ketertinggalan dan tidak sejalan dengan perkembangan masyarakat, dan
bukan kepada kepentingan rakyat banyak, sehingga tujuan hukum untuk mewujudkan keadilan
akan semakin jauh dari apa yang diharapkan.
Untuk itu, penerapan hukum memerlukan adanya konsep hukum lain, yang lebih
memungkinkan pencapaian tujuan hukum untuk mewjudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat
banyak. Konsep hukum progresif, yang memaknai hukum untuk manusia dan masyarakat dan
bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, merupakan alternatif yang dapat dipergunakan dalam
penerapan hukum, yang lebih memungkinkan untuk mewujudkan tujuan hukum yang demikian
itu. Menurut Satjipto Rahardjo, Hukum progresif dan ilmu hukum progresif tidak bisa disebut
sebagai suatu tipe hukum yang khas dan selesai (distinct type and finite scheme), melainkan
merupakan gagasan yang mengalir, yang tidak mau terjebak dalam status quo, sehingga menjadi
mandeg (stagnant).
Salah satu penyebab kemandegan yang terjadi didalam dunia hukum adalah karena masih
terjerembab kepada paradigma tunggal positivisme yang sudah tidak fungsional lagi sebagai
analisis dan kontrol yang bersejalan dengan tabel hidup karakteristik manusia yang senyatanya
pada konteks dinamis dan multi kepentingan baik pada proses maupun pada peristiwa hukumnya.
Sehingga hukum hanya dipahami dalam artian yang sangat sempit, yakni hanya dimaknai sebatas
undang-undang, sedangkan nilai-nilai diluar undang-undang tidak dimaknai sebagai sebuah
hukum.
Hukum progresif dan ilmu hukum progresif mengedepankan asas “hukum adalah untuk
manusia” karena kehidupan manusia penuh dinamika dan berubah dari waktu ke waktu bukan
sebaliknya. Hukum progresif lebih mengutamakan tujuan dan konteks dari pada teks aturan, maka
diskresi mempunyai tempat yang penting dalam penyelenggaraan hukum. Thomas Aaron
merumuskan diskresi sebagai : ...power authority conferred by law to action on the basic of
judgement or conscience, and it use is more on idea of moral than law”. Dalam konteks diskresi,
para penyelenggara hukum dituntut untuk memilih dengan bijaksana bagaimana ia harus
bertindak. Otoritas yang ada pada mereka berdasarkan aturan-aturan resmi, dipakai sebagai dasar
untuk menempuh cara yang bijaksana dalam menghampiri kenyataan tugasnya berdasarkan
pendekatan moral dari pada ketentuan-ketentuan formal.
Selain itu Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan
diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak
menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas dalam artian ia menjadi suatu sistem
norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Kepastian
hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang
pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian
dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara faktual mencirikan hukum. Suatu
hukum yang tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk. Dilihat dari kasus
yang terjadi kepada korban hal ini tidak adanya kepastian hukum yang mengatur dalam suatu
peraturan perundang-undangan dikarenakan tidak adanya suatu undang-undang yang mengatur
tentang pekerja penjaga kebun binatang.
Begitupun dengan suatu profesi yang dilakukan oleh manusia yang mengalami berbagai
perubahan dan perkembangan salah satunya adalah pekerjaan menjadi penjaga kebun binatang
atau zoo keeper. Pekerjaan menjadi kebun binatang atau zoo keeper ini merupakan pekerjaan yang
kurang diperhatikan oleh pemerintah dalam segi keselamatan kerjanya. Hal ini membuat pekerjaan
menjadi penjaga kebun binatang ini kurang mendapatkan perlindungan hukum bila ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
Seperti yang dikemukakan di dalam Jawa Pos (2009,4 Agustus) bahwa, ditaman safari juga
sering terjadi kecelakaan yang menimpa para karyawannya seperti kecelakaan yang terjadi pada
tahun 2009 yang dialami oleh Indarti dan Nur Hamidah, mereka juga merupakan pengawas zona
satwa. Hamida yang menjadi pengawas beruang, dia diserang oleh beruang berbobot 350 Kg ketika
hendak memberi makan. Pada pada bulan sebelumnya juga, Jawa Pos (2009, 28 Juli) juga
memberitakan bahwa ada peristiwa yang menimpa Tony, Tony yang bekerja sebagai (keeper)
pelatih dan pengawas zona satwa di Taman Safari Indonesia II mengalami kecelakaan diterkam
harimau Sumatera. Menurut keterangannya dan dari rekan kerjanya insiden itu karena dirinya
terlalu percaya diri. dia masuk sangkar tanpa membawa pengaman apa pun. Harian Radar Bromo,
(2009, 05 Desember), juga menceritakan nasib nahas yang menimpa Tomo, yang merupakan
seorang pengawas zona satwa di Taman Safari Indonesia (TSI) II Prigen. Pagi kemarin (4/12),
warga Singosari itu harus dilarikan ke Rumah Sakit Panca Dharma (RSPD) setelah terkena
pukulan dari belalai gajah. Dan terlempar menimpa pagar pembatas. (Radar Bromo, Sabtu 5
Desember 2009).
Sebagaimana dengan hal tersebut Menteri Tenaga Kerja pernah menjelaskan dalam
keterangannya yang menerangkan pada pokoknya UU Keselamatan Kerja masih relevan, hanya
dendanya saja yang rendah,” ujarnya di Jakarta, Senin (12/12). Sekali lagi, Menteri Tenaga Kerja
mengatakan bahwasannya Undang Undang nomor 1 tahun 1970 masih relevan, tapi faktanya
dalam peraturan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 belum bisa
mengakomodir seluruh pekerjaan yang ada khususnya pekerjaan penjaga kebun binatang. Ini
adalah bukti bahwa pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tidak dapat dilaksanakan karena
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 2 Undang-Undang No 1 tahun 1970 jelas tidak
mengatur tentang keselamatan kerja pada ruang lingkup keselamatan kerja yang berhubungan
dengan hewan yang menggigit/beracun dan sebagainya.

Hal ini juga berkaitan dengan Pasal 2 Undang Undang No 1 tahun 1970 dengan norma
yang lain. Ini menjadi penting karena materi muatan yang diatur dalam suatu undang-undang
semestinya dibuat selaras, dibuat serasi, saling melengkapi, suplementer, dan saling terkait antara
yang satu dengan norma yang lain agar terciptanya kepastian hukum. Alasan ini yang menjadi
alasan dasar mengapa Pemohon mengajukan Judicial Review Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 dengan Pasal 28 D ayat (1) karena alasan Pemohon adalah berkaitan dengan norma
yang dimaksud menimbulkan tidak adanya perlindungan hukum ada pekerja penjaga kebun
binatang. Pasal 28 D ayat (1) yang menyebutkan “(1) Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum”. Jika dilihat dan ditelaah berdasarkan pasal 28 D ayat (1), Pasal 2 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1970 jelas melanggar norma yang ada dalam pasal 28 D ayat (1), karena setiap pekerja
seharusya mendapatkan jaminan atas kepastian dan perlindungan serta perlakuan yang sama di
depan hukum, namun bila ditinjau dalam khususnya Pasal 2 huruf b Undang-Undang No 1 Tahun
1970 disini terjadi kekosongan hukum yakni pasal tersebut berbunyi “Dibuat, diolah, dipakai
dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang jang : dapat meledak,
mudah terbakar, menggigit, beratjun, menimbulkan insfeksi, bersuhu tinggi;”. Mengenai ruang
lingkup. dalam pasal tersebut hanya mengakomodir mengenai perlindungan keselamatan pekerja
yang pekerjaannya pada ruang lungkup barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,
beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi tidak adanya pengaturan mengenai perlindungan
pada pekerjaan yang ruang lingkupnya terdapat hewan yang menggigit dan beracun. perlindungan
dari keselamatan kerja dari kasus yang menimpa pada korban yakni kurang adanya jaminan
perlindungan dan kepastian hukum atas pekerjaan menjadi penjaga kebun binatang.
Selanjunya pasal lain yang menjadi acuan bahwa pasal dalam norma ini patut diuji adalah
pasal 28 G ayat (1) yang pada intinya menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan
diri, pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta
berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi”. Dalam hal ini pekerjaan menjadi penjaga kebun binatang merupakan
pekerjaan yang beresiko karena berkaitan langsung dengan hewan buas yang bisa saja
membahayakan keselamatan pekerja itu sendiri untuk itu perlunya perlindungan terhadap pekerja
di kebun binatang agar terjadinya rasa aman dan terlindung dari ancaman ketakutan dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan meminimalisir adanya kecelakaan kerja dimana harus
adanya SOP disertai dengan regulasi yang mengakomodir pekerja penjaga kebun binatang.
Selain itu terdapat pasal 28 I ayat (4) yang berbunyi bahwasannya “perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama
pemerintah”. Berkaitan dengan hal ini maka pemberian perlindungan dan pemenuhan hak asasi
manusia menjadi konsen utama pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawabnya yakni
seharusnya melalui peraturan perundang undangan. Seharusnya pemerintah dalam hal ini
membuat suatu aturan yang mengatur tentang pekerjaan yang berhubungan dengan ruang lingkup
berhubungan langsung dengan hewan buas, sehingga dengan adanya undang-undang yang
mengatur tentang pekerjaan yang berada dalam ruang lingkup berhubungan langsung dengan
hewan buas maka akan mendatangkan rasa perlindungan kepada pekerja penjaga kebun binatang
khususnya pekerja zookeeper.

Anda mungkin juga menyukai