“ KAKI BENGKAK “
KELOMPOK 4
DISUSUN OLEH:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah pleno satu dengan baik dan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Makalah ini merupakan tugas kelompok dan laporan hasil
tutorial modul 1 dari blok mekanisme dasar penyakit.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah
membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan pembuatan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian edema.
2. Mengenai anatomi organ yang terkait dengan edema pada ekstremitas.
3. Mengenai fisiologi organ terkait dengan edema pada ekstremitas.
4. Mengenai patofisiologi organ yang terkait dengan edema pada ekstremitas.
5. Mengetahui etiologi edema.
6. Mengetahui jelaskan mengenai faktor penyebab sesak napas.
7. Mengetahui hubungan sesak napas pada edema ekstremitas.
8. Mengetahui bagaimana diagnosa kerja.
9. Mengetahui bagaimana tatalaksana pemeriksaan fisik.
10. Mengetahui bagaimana tatalaksana pemeriksaan penunjang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Edema
Dalam bahasa Inggris pembengkakan adalah Edema yang berasal dari bahasa yunani
yaitu dropsy atau semacam penyakit yang merupakan akumulasi abnormal cairan di bawah kulit
atau dalam satu atau lebih rongga tubuh. Oedema (bengkak) adalah pembengkakan karena
penumpukan cairan pada ekstremitas maupun pada organ dalam tubuh.
Edema adalah gelembung cairan dari beberapa organ atau jaringan yang merupakan
terkumpulnya kelebihan cairan limfe, tanpa peningkatan umlah sel dalam mempengaruhi jaringan.
Edema bisa terkumpul pada beberapa lokasi pada tubuh, tetapi biasanya terdapat pada kaki dan
pergelangan kaki.
Edema adalah peningkatan cairan intertisil dalam beberapa organ. Umumnya jumlah cairan
interstisil, yaitu keseimbangan homeostatis. Peningkatan sekresi cairan ke dalam interstisium atau
kerusakan pemebersihan cairan ini juga dapat menyebabkan edema
Edema (oedema) atau sembab adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan
ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-
sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan). Oedema dapat
bersifat setempat (lokal) dan umum (general). Oedema yang bersifat lokal seperti terjadi hanya di
dalam rongga perut (ascites), rongga dada (hydrothorax).
Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat jenis dan kadar protein rendah, jernih
tidak berwarna atau jernih kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau mirip gelatin bila
mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma.
Oedema bisa bersifat lokal dan bisa menyebar. Oedema lokal bisa terjadi pada kebanyakan
organ dan jaringan-jaringan, bergantung pada penyebab lokalnya edema yang menyebar
mempengaruhi seluruh bagian tubuh tapi yang paling parah mungkin tubuh bagian bawah karena
adanya gravitasi yang menarik air ke bawah sehingga terakumulasi di bagian bawah tubuh
misalnya oedema pada ekstremitas bawah, terjadi hanya di dalam rongga perut (hydroperitoneum
atau ascites), rongga dada (hydrothorax), di bawah kulit (edema subkutis atau hidops anasarca),
pericardium jantung (hydropericardium) atau di dalam paru-paru (edema pulmonum).
Sedangkan edema yang ditandai dengan terjadinya pengumpulan cairan edema di banyak
tempat dinamakan edema umum (general edema). Kenaikan tekanan hidrostatik terjadi pada gagal
jantung, penurunan tekanan osmotik terjadi sindrom nefrotik dan gagal hati. Hal ini biasanya
mengajarkan bahwa fakta-fakta ini menjelaskan terjadinya oedema dalam kondisi ini. Penyebab
oedema yang umum seluruh tubuh dapat menyebabkan oedema dalam berbagai organ dan
peripherally. Sebagai contoh, gagal jantung yang parah dapat menyebabkan oedema paru, efusi
pleura, asites dan oedema perifer, yang terakhir dari efek yang dapat juga berasal dari penyebab
kurang serius.
Oedema pada ekstremitas bawah sering terjadi pada pasien dengan gagal jantung, hal ini
ada tiga faktor penyebab yaitu sebagai berikut: jika terjadi tekanan vena sentral naik ke saluran
kelenjar toraks kemudian perintah untuk mengalirkan cairan ke jaringan akan terhambat, adanya
gagal jantung berat yang merupakan salah satu kondisi yang paling melelahkan bagi penderita
sehingga cenderung menghabiskan waktu untuk duduk untuk membuat bernafas lebih mudah dan
menggantungkan kaki mereka bergerak di lantai. Immobilitas yang paling umum menjadi faktor
penyebab oedema pada ekstremitas bawah.
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih
125 gram, terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah, beberapa sentimeter di
sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang di kenal
sebagai kapsula renis. Di sebelah anterior, ginjal dipisahkan oleh kavum abdomen dan isinya oleh
lapisan peritoneum. Di sebelah posterior, organ tersebut di lindungi oleh dinding toraks bawah.
Darah dialirkan ke dalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui
vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah
kembali ke dalam vena kava inferior. Ginjal dengan efisien dapat membersihkan bahan limbah
dari dalam darah, dan fungsi ini bisa di laksanakannya karena aliran darah yang melalui ginjal
jumlahnya sangat besar, 25% dari curah jantung.
3. Hepar
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat 1,2-1,8 kg pada regio hypochondrium
dexter.
1. sejajar dengan ruang ICS V dextra dan batas bawah menyerong ke atas dari costa IX ke
costa VIII sinistra.
2. terdiri dari 4 lobus yaitu lobus hepaticus dextra, lobus hepaticus sinistra, dan lobus
caudatus.
3. permukaan posterior hati berbentuk cekung terdiri dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari system porta hepatis yang terletak didepan vena cava dan dibalik
kandung empedu.
4. permukaan lobus kanan dapat mencapai segitiga 4/3 tepat dibawah celah mammae.
Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengeluarkan empedu. Hati berperan penting dalam
metabolism 3 makronutrien berupa karbohidrat, lemak dan protein yang dihantarkan oleh vena
porta pasca absorpsi diusus.
a. fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat yaitu berperan proses glikogenesis yaitu
monosarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan dihati dan berperan
dalam proses glikogenolisis yaitu pada saat glukosa dilepaskan secara konstan kedalam
darah untuk memenuhi kebutuhan hidup.
b. fungsi hati dalam metabolism protein adalah menghasilkan protein plasma berupa
albumin, protrombin, fibrinogen, dan faktor pembekuan lainnya.
c. fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein, kolesterol,
fosfolipid dan asam asetoasetat.
1. Pengambilan komponen bahan makanan yg diantarkan dari saluran cerna melalui melalui
pembuluh porta ke dalam hepar
2. Biosintesis senyawa2 dalam tubuh, penyimpanan, perubahan, dan pemecahan menjadi
molekul yang dapat dieksresikan.
3. Menyediakan secara tetap metabolit dan bahan-bahan pembentukan yang kaya energi bagi
organisme (metabolism).
4. Detoksifikasi senyawa-senyawa toksik melalui biotransformasi
5. Eksresi bahan-bahan bersama-sama dengan empedu, dan pembentukan serta pemecahan
dari banyak komponen dari banyak komponen plasma darah.
Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
intra vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa
jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini
akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema).
2. Obstruksi limfatik
Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah (obstruksi/penyumbatan), maka
cairan tubuh yang berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran
limfe akan tertimbun (limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk
mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan
saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar inguinal yang meradang akibat infestasi filaria dapat
juga menyebabkan edema pada scrotum dan tungkai (penyakit filariasis atau kaki
gajah/elephantiasis).
Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas.
Tekanan osmotik darah lebih besar dari pada limfe. Daya permeabilitas ini bergantung kepada
substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada keadaan tertentu, misalnya akibat pengaruh
toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat bertambah. Akibatnya ialah
protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotik koloid darah menurun dan sebaliknya
tekanan osmotik cairan interstitium bertambah. Hal ini mengakibatkan makin banyak cairan yang
meninggalkan kapiler dan menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi
pada kondisi infeksi berat dan reaksi anafilaktik.
a. Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya daya ikat air
protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula sebagai cairan
edema. Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah secara kronis oleh cacing
Haemonchus contortus yang menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar (abomasum)
dan akibat kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala albuminuria (proteinuria, protein darah
albumin keluar bersama urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini biasanya mengakibatkan
edema umum.
Tekanan osmotik koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga tidak dapat
melawan tekanan osmotik yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu jumlah protein
dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah. Dalam hal ini
maka tekanan osmotik jaringan dapat menyebabkan edema. Filtrasi cairan plasma juga mendapat
perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini berbeda-beda pada berbagai
jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat rendah, oleh
karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.
Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada yang masuk
(intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni
menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan
interstitium) bertambah. Akibatnya terjadi edema. Retensi natrium dan air dapat diakibatkan
oleh factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan
pada penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH, testosteron, progesteron atau
estrogen).
2.5.Patofisiologi Edema
Edema terjadi karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler yang disertai dengan
penurunan tekanan osmotic koloid plasma, sehingga menyebabkan keluarnya cairan ke ruang
interstisial berujung pada penumpukan cairan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya masalah pada bebr
Secara umum,efek berlawanan antara tekanan hidrostatik vascular dan tekanan osmotik
koloid plasma merupakan factor utama yang mengatur pergerakan cairan antara ruang vascular
dan interstisial. Biasanya, keluarnya cairan ke dalam interstisial hampir diimbangi oleh aliran
masuk. Kelebihan cairan interstisial yang tersisa dalam jumlah yang kecil seharusnya dialirkan
lewat saluran limfe, namun meningkatnya tekanan kapiler ataupun berkurangnya tekanan osmotik
koloid dapat meningkatkan cairan interstisial. Kelebihan cairan tersebut seharusnya dibuang
melalui saluran limfe, lalu kembali ke dalam aliran, sehingga sumbatan limfe (karena tumor atau
pembentukan jaringan baru) dapat mengganggu drainase cairan dan menimbulkan edema.
Akhirnya, suatu retensi primer natrium dan air pada penyakit ginjal dan juga menimbulkan edema.
Edema perifer terjadi karena penumpukan cairan pada ekstremitas. Cairan-cairan ini
berasal dari meningkatnya tekanan hidrostatik dan menurunnya tekanan osmotic koloid plasma.
Sehingga banyak cairan yang keluar menuju ruang interstitial. Peningkatan jumlah cairan
interstitial ini menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung menyebabkan
nutrisi yang diedarkan dalam darah berkurang. Sehingga terjadi malnutrisi pada organ-organ
seperti ginjal. Pada ginjal, terjadi aktivasi enzim renin angiostensin aldosterone dan terjadi retensi
natrium dan air. Retensi tersebut meningkatkan volume darah dan menyebabkan edema.
Selain terjadi malnutrisi, terjadi juga penurunan sintesis hepatik dan sindrom nefrotik di mana
menyebabkan hipoalbuminemia di mana karena adanya kerusakan filtrasi pada glomerulus.
Hipoalbuminemia tersebut yang menyebabkan tekanan osmotic koloid plasma menurun dan terjadi
juga edema.
Depresi Sistem saraf pusat mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
Kelainan ini akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-
otot pernapasan atau pertemuan neuromuskular yang terjadi pada pernapasan akan sangat
mempengaruhi ventilasi.
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi
ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera
dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang
mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat
mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Emothoraks, pnemothoraks dan
fraktur costa dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas.
5. Gagal jantung
Gejala utama gagal jantung adalah kelelahan dan sesak napas. Pada tahap awal gagal jantung,
dyspnea diamati hanya saat beraktivitas, namun, sebagai penyakit berlangsung, dyspnea terjadi
dengan aktivitas kurang berat, dan akhirnya dapat terjadi bahkan pada saat istirahat. Asal dyspnea
pada gagal jantung dapat bersifat multifaktorial. Mekanisme paling penting adalah kongesti paru
dengan akumulasi cairan interstitial atau intra-alveolar. Faktor-faktor lain yang berkontribusi
terhadap dyspnea saat aktivitas termasuk penurunan kepatuhan paru, peningkatan resistensi
saluran napas, kelelahan diafragma, dan anemia.
Gagal jantung kongestif adalah syndrome klinis yang berasal dari ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah yang cukup terorganisasi untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.
Gagal jantung atau biasa disebut gagal jantung kongestif terbagi menjadi dua yaitu, gagal jantung
kanan dan gagal jantung kiri. Tanda dan gejala jantung kiri adalah adanya dispnea, ortopnea,
dispnea nocturnal paroksismal, batuk iritasi, oedema pulmonal akut, penurunan curah jantung.
Untuk gagal jantung kanan ditandai dengan curah jantung rendah, distensi vena jugularis, oedema,
dependen, distrimia, penurunan bunyi napas.
Filariasis atau kaki gajah memiliki gejala yang sangat bervariasi, mulai dari yang asimtomatis
sampai yang berat. Hal ini tergantung pada daerah geografi, spesies parasit, respons imun penderita
dan intensitas infeksi.Gejala biasanya tampak setelah 3 bulan infeksi, tapi umumnya masa
tunasnya antara 8-12 bulan. Pada fase akut terjadi gejala radang saluran getah bening, sedang pada
fase kronis terjadi obstruksi. Fase akut ditandai dengan demam atau serangkaian serangan demam
selama beberapa minggu. Demam biasanya tidak terlalu tinggi meskipun kadang - kadang tinggi
sampai 40,6°C, disertai menggigil dan berkeringat, nyeri kepala, mual, muntah,dan nyeri otot. Jika
yang terkena saluran getah bening abdominal yang terkena terjadi gejala "acute abdomen".
Adapun gagal ginjal dengan gejala yaitu edema ekstremitas,Leukosituria, Proteinuria,Oliguria,
hipertensi, gangguan pertumbuhan, anemia, gangguan tulang,dispnea, dan demam berulang
Dispnea dapat di sebabkan oleh edema paru. Edema paru sendiri terjadi karna adanya
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru yang menyebabkan transudasi cairns ke dalam rongga
intertisial paru di mana tekanan hidrostatik kapiler paru lebih tinggi dari tekanan koloid plasma.
Pada tingkat kritis, ketika ruang interstitial dan perivaskular sudah terisi, maka peningkatan
tekanan hidrostatik menyebabkan penetrasi cairan ke dalam ruang alveoli . Inilah yang
menyebabkan dispnea. Hubungan edema paru terhadap jantung di sebabkan oleh dekompensasi
akut pada gagal jantung kronis maupun gagal jantung akut pada infark miokard dimana terjadinya
bendungan di jantung dan peningkatan tekanan paru akibat melemahnya pompa jantung.
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung
sekaligus mengetahui tingkat keparahan dari gejala- gejalanya, menambah informasi tentang profil
hemodinamis dan respon terapi dan menetukan prognosis yang penting untuk tujuan tambahan
pada saat dilakukan pemeriksaan fisik
Pada penderita gagal jantung yang ringan dan sedang-berat, penderita terlihat dengan keadaan
tidak ada gangguan pada saat istirahat, kecuali adanya perasaan tidak nyaman pada saat berbaring
untuk beberapa menit. Pada gagal jantung berat penderita harus duduk tegak, dan mungkin tidak
bisa menyelesaikan kata-kata karena pemendekan nafas. Tekanan darah sistolik mungkin normal
atau tinggi pada awal gagal jantung, tetapi secara umum menurun pada gagal jantung lanjutan
karena adanya disfungsi ventikel kiri lanjutan. Denyut nadi berkurang merefleksikan adanya
penguranan pada strok volume. Vasokonstriksi perifer menyebabkan akral dingin, sianosis pada
bibir dan kuku.
Kemudian pada pemeriksaan vena jugularis untuk memprediksi tekanan atrium kanan. Pada
gagal jantung tahap awal tekanan vena jugularis mungkin normal pada saat istirahat tetapi menjadi
abnormal secara bertahap.
Pada penderita gagal jantung ada di temukannya krepitasi paru hasil dari transudasi dari cairan
ruang intravaskular ke alveoulus. Pada pasien edema paru, krepitasi mungkin terdengar luas
sepanjang kedua lapangan paru dan di tambah dengan adanya mengi. Krepitasi jarang terjadi pada
gagal jantung kronis bahkan ketika tekanan pengisian ventikel kiri mengaami peningkatan, karena
adanya peningkatan drainase limfatik cairan alveolus. Efusi pleura akibat dari peningkatan tekanan
kapiler pleura dan menghasilkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Meskipun efusi pleura
sering bilateral pada gagal jantung.
Pada pemeriksaan jantung, meskipun penting, seringkali tidak memberikan informasi yang
berguna tentang keparahan gagal jantung. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) yang
terdengar dan teraba di puncak. Pasien dengan pembesaran atau hipertrofi ventrikel kanan
mungkin memiliki kiri impuls parasternal berkelanjutan dan berkepanjangan memperluas seluruh
sistol.
Sebuah S3 ini paling sering ada pada pasien dengan volume overload yang memiliki takikardia
dan takipnea, dan sering menandakan kompromi hemodinamik parah. Bunyi jantung IV (S4)
bukan merupakan indikator spesifik gagal jantung tetapi biasanya hadir pada pasien dengan
disfungsi diastolik. Mitral murmur dan trikuspid regurgitasi sering hadir pada pasien dengan gagal
jantung lanjutan.
Hepatomegali adalah tanda penting pada pasien dengan gagal jantung. ketika ada, pembesaran
hati sering teraba lunak dan dapat berdenyut selama sistole jika regurgitasi trikuspid ada. Asites,
tanda akhir, terjadi sebagai akibat dari meningkatnya tekanan di dalam vena hepatika. Jaundice,
juga merupakan temuan akhir gagal jantung, hasil dari gangguan fungsi hati hepatoseluler
hipoksia, dan berhubungan dengan ketinggian dari kedua bilirubin langsung dan tidak langsung.
Edema perifer merupakan manifestasi kardinal gagal jantung, namun tidak spesifik dan
biasanya tidak ditemukan pada pasien yang telah diobati secara memadai dengan diuretik. Edema
perifer biasanya simetris dan bergantung pada gagal jantung dan terjadi terutama di pergelangan
kaki dan daerah pretibial pada pasien rawat jalan. Pada pasien terbaring di tempat tidur, edema
dapat ditemukan di daerah sacral (edema presacral) dan skrotum.
Foto toraks merupakan komponen penting dari pemeriksaan diagnostik gagal jantung.
Pemeriksaan ini memungkinkan penilaian kongesti paru dandapat menunjukkan penyebab paru
atau toraks dyspnoea. Pemeriksaan dada x-ray juga berguna untuk mendeteksi kardiomegali,
kongesti paru, dan akumulasi cairan pleura, dan biasa menunjukkan adanya penyakit paru atau
infeksi yang menyebabkan atau memberikan kontribusi untuk dyspnoea.
Pemeriksaan ekokardiografi digunakan untuk merujuk kepada semua USG jantung, teknik
pencitraan, termasuk gelombang berdenyut dan berkesinambungan Doppler, Doppler warna dan
gambar jaringan Doppler . Konfirmasi dengan echocardiography dari diagnosis gagal jantungdan
/ atau disfungsi jantung adalah wajib dan harus dilakukan tak lama setelah dicurigai diagnosis
gagal jantung. Echocardiography tersedia secara luas, cepat, non-invasif, dan aman, dan
menyediakan luas informasi tentang anatomi jantung (volume, geometri, massa), gerakan dinding,
dan fungsi katup. Studi ini memberikan informasi penting pada etiologi gagal jantung. Secara
umum diagnosis gagal jantung harus mencakup ekokardiogram.
BAB III
PENUTUP
2.4. Simpulan
3.2. Saran
https://journal.maranatha.edu/index.php/jutisi/article/view/686/683
https://www.academia.edu/36543413/PATHOLOGY_-_EDEMA
https://id.scribd.com/doc/137199753/Mekanisme-Terjadinya-Kaki-Bengkak
https://journal.maranatha.edu/index.php/jutisi/article/view/686/683
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/13779/13359
https://www.academia.edu/7105239/Edema_paru_pada_gagal_jantung
http://eprints.undip.ac.id/50254/3/ALFREDO_22010112130140_Lap.KTI_Bab2.pdf
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/105
https://media.neliti.com/media/publications/228965-gambaran-karakteristik-pasien-gagal-jant-
f5ac74e3.pdf
http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantung_2015.pdf