Anda di halaman 1dari 3

Televisi dan Perubahan Sosial

Televisi merupakan salah satu sarana bagi media massa untuk menyampaikan
perkembangan informasi bagi seluruh masyarakat, dengan tampilan audio visual yang membuat
tampilan sebuah acara lebih hidup dan menjangkau ruang lingkup yang luas, membuat suatu nilai
positif bagi media massa. Namun nilai positif tersebut kadang malah menimbulkan suatu
implikasi negatif bagi masyarakat jika penyampaian pesan tidak sesuai dengan aturan-aturan
penyiaran dan ditampilkan dengan baik.
Pada saat sekarang ini stasiun televisi semakin bertambah banyak, yang membuat sebuah
persaingan untuk saling merebut perhatian pemirsa dengan menyajikan tayangan yang memuat
nilai informasi, pendidikan serta hiburan. Tetapi semakin tinggi nilai persaingan tersebut malah
membuat pihak-pihak stasiun televisi melupakan hal-hal tersebut, dan lebih mengutamakan nilai
rating program acara.
Akibat dari nilai rating tersebut membuat pihak stasiun menampilkan program yang
hanya perlu mengeluarkan biaya sedikit namun disukai oleh para penonton, sedangkan acara
dengan kualitas bagus dan memerlukan biaya yang banyak malah memiliki rating yang rendah
sehingga program tersebut harus dihentikan.
Salah satu contoh negara yang termasuk kecanduan menonton televisi adalah indonesia,
dengan segala macam bentuk program acara yang diminati orang-orang seperti sinetron dan
infotainment membuat banyak masyarakat indonesia lebih memilih menonton acara tersebut
dibandingkan dengan mengikuti kegiatan kemasyarakatan atau bergaul dengan orang-orang
sekitar lingkungannya.
Hal-hal tersebut dapat merubah pola pikir dan sikap sosial masing-masing individu
seperti berkurangnya tingkat kepercayaan terhadap sesama, dan terkadang menimbulkan tingkat
kriminalitas yang tinggi. Perubahan sosial yang lebih besar terlihat pada anak-anak hingga
tingkat usia remaja, yang dapat terlihat dari bentuk kata-kata yang tidak baik, tingkah laku dan
pergaulan yang didapatkan mereka dari melihat suatu program acara tanpa memilah mana yang
baik untuk ditiru atau tidak.
Permasalahan seperti ini dapat memberi dampak buruk bagi generasi muda selanjutnya,
dan masih merupakan hal yang sulit untuk menemukan solusinya. Untuk saat ini solusi yang
dapat dilakukan bisa dengan cara menghabiskan waktu luang bersama keluarga, sehingga
keluarga dapat mendidik dan membimbing untuk mengajari hal-hal yang baik untuk dilakukan
dan tidak boleh dilakukan, serta bagi pemerintah harus membatasi tayangan program televisi
untuk sinetron dan infotainment dan memperbanyak tayangan acara yang lebih bersifat
pendidikan atau edukatif.
Masalah sosial di kalangan remaja
Perilaku sosial pada remaja maupun orangtua pada saat ini memang sudah berubah menjadi lebih
negatif dan menghilangkan banyak nilai positif karena adanya ajaran dari lingkungan hidup yang
baru maupun yang lama.

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya prilaku menyimpang dikalangan para remaja. Di
antaranya adalah sebagai berikut:
- Pertama, longgarnya pegangan terhadap agama . Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana
segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragam
mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan-
suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan seseorang peda ajaran
agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan demikian satu-
satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum
dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari
dalam diri sendiri. Karena pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak
tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang hati orang
itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial itu. Dan apabila dalam
masyarakat itu banyak orang yang melakukuan pelanggaran moral, dengan sendirinya orang
yangkurang iman tadi tidak akan mudah pula meniru melakukan pelanggaran-pelanggaran yang
sama.

- Kedua, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumahtangga, sekolah maupun
masyarakat. Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga institusi ini tidak berjalan menurut
semestinya atau yang sebiasanya. Pembinaan moral dirumah tangga misalnya harus dilakukan
dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir,
belum mengerti mana ruang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan
ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap
yang dianggap baik untuk manumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal
moral itu. Pembinaan moral pada anak dirumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak
menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan.

- Ketiga, dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis. Sekarang ini sering kita
dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolah menengah yang
ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat
kotrasepsi seperti kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan
untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gajala penyimpangan tersebut terjadi karena
pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak
mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya
arus budaya matrealistis, hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui tulisan-
tulisan,bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya.
Penyaluran arus budaya yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal yang semata-
mata mengeruk keuntungan material dan memanfaatkan kecenderungan para remaja, tanpa
memperhatikan dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang demikian diduga
termasuk faktor yang paling besar andilnya dalam menghancurkan moral para remaja dan
generasi muda umumnya.
- Keempat, belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemerintah yang
diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya
tampaknya belum menunjukan kemauan yang sungguh-sunguh untuk melakuka pembinaan
moral bangsa. Hal yang demikian semaikin diperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit
penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan
cara-cara tidak mendidik, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang hingga kini belum adanya
tanda-tanda untuk hilang. Mereka asik memperebutkan kekuasaan, mareri dan sebagainya
dengan cara-cara tidak terpuji itu, dengan tidak memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan
moral bangsa. Bangsa jadi ikut-ikutan, tidak mau mendengarkan lagi apa yang disarankan dan
dianjurkan pemerintah, karena secara moral mereka sudah kehiangan daya efektifitasnya. Sikap
sebagian elit penguasa yang demikian itu semakin memperparah moral bangsa, dan sudah
waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber daya yang dimiliki pemerintah
seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep pembinaan moral bangsa dan aplikasinya
secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai