Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di negara yang sedang berkembang seperti ini ditemukan banyak

masyarakat yang bekerja di industri mengalami berbagai macam masalah

gangguan pernafasan akibat paparan yang disebabkan dari industri tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eddy terdapat 37%

pekerja industri mengalami retriksi paru. (Aviandari, et al., 2010)

Retriksi paru merupakan gangguan perkembangan paru dengan

penyebab yang beragam. Pada kasus restriksi paru menjadi kaku,daya tarik

ke dalam lebih kuat yang menyebabkan dinding dada mengecil , iga

menyempit dan volume paru mengecil. Kelainan retriksi paru dapat

dijumpai pada keadaan kelainan parenkim,kelainan pleura, kelainan dinding

paru, kelainan neuromuscular ( myasthenia,gravis) , kelainan mediastinum

dan kelainan diafragma (subagyo, 2013).

Salah satu penyakit retriksi paru yaitu hematopneumothoraks.

Hematopneumothoraks merupakan dimana cairan darah di dalam rongga

pleura yang disebakan karena adanya trauma atau benturan. Pada penderita

hematopneumothoraks terjadi berbagai masalah terutama pada gangguan

pernafasan.

1|Poltekkes Kemenkes Jakarta III


Fisioterapi sangat berperan pada kasus ini. Fisioterapi dapat

berperan dalam meningkatkan, mengembangkan, memelihara, dan

memulihkan gerak dan fungsi dengan pelatihan motorik berdasarkan

pemahaman terhadap patofisiologi, neurofisiologi, kinematik dan kinetik

dari gerakan normal, proses kontrol gerak dan motor learning, serta

pemanfaatan elektroterapetis. Fisioterapis dapat menggunakan beberapa

teknologi dan teknik fisioterapi khususnya untuk memperbaiki repirasi pada

pasien hematopneumothoraks.

Dalam makalah ini kami akan membahas proses fisioterapi pada

kasus hematopneumothoraks di RSUP Persahabatan dengan memanfaatkan

beberapa teknik sehingga kami dapat mengetahui dan memahami

keefktifitasan dan keberhasilan terapi yang sudah diberikan pada pasien

tersebut.

B. Identifikasi Masalah

1. Masalah Gerak Fungsional

Masalah gerak fungsional yang ditemukan pada kasus meliputi :

a) Ganguan perkembangan paru

b) Sesak

c) Gangguan inspirasi

d) Penurunan endurance

e) Spasme otot pernafasan

f) Perbaikan pola pernafasan

g) Perunahan postur / adanya deformitas

2|Poltekkes Kemenkes Jakarta III


h) Kurangnya mobilisasi thoraks

2. Pembatasan Masalah

Dalam laporan kasus ini kami membatasi pembahasan

materi ini yaitu penatalaksanaan fisioterapi pada kasus

hematopneumothoraks dengan problematika fisioterapi yang

ditemukan pada pasien Tn.TF.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penatalaksanaan fisioterapi yang

diterapkan pada kasus hematopneumothoraks di RSUP Persahabatan

Jakarta Timur.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui teknik assessment yang efektif dan efisien

dan menetapkan diagnosis fisioterapi dengan tepat berdasarkan

problematika yang ditemukan pada pasien.

b) Untuk mengetahui metode dan teknik intervensi efektif dan

efisien yang dapat digunakan fisioterapi pada pasien

hematopneumothoraks.

c) Untuk mengevaluasi hasil intervensi yang telah dilakukan sesuai

kajian akademik dan professional.

3|Poltekkes Kemenkes Jakarta III


D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pendidikan

Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang

penatalaksanaan fisioterapi pada kasusu hematopneumthoraks, serta

dapat dikebangkan dalam kegiatan perkuliahan.

2. Bagi Profesi Fisoterapi

Memberi informasi tentang hematopneumothoraks serta dapat

mengembangkan intervensi atau metode terbaru untuk intervensi pada

kasus ini.

3. Bagi Pasien

a) Pasien / keluarga dapat mengetahui dan memahami tentang

penyakit dan kondisi saat ini sehingga pasien / keluarga dapat

memahami apa yang harus dilakukan.

b) Pasien / keluarga mendapatkan penanganan terapi yang tepat,

bermanfaat dan sesuai dengan kondisi yang sedang dialami.

4|Poltekkes Kemenkes Jakarta III


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

1. Restriksi

Restriksi adalah suatu gangguan pernpasan yang ditandai dengan

berkurangnya volume paru dan meningkatnya work of breathing

(WOB). Restriksi dapat disebabkan oleh menyusutnya jaringan paru,

penekanan paru-paru oleh dinding dada, berkurangnya kemampuan

untuk mengembangkan paru (Hough, 2001).

2. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah suatu gangguan pernapasan yang terjadi

akibat adanya udara yang masuk ke dalam rongga pleura akibat dari

rupturnya selaput pleura, kemudian paru mengalami relaksasi dan

retrksi yang luasnya bervariasi ke arah hilus (Patel, 2005).

3. Hemopneumothoraks

Hemopneumothoraks adalah pneumothoraks yang disertai dengan

perdarahan pada rongga pleura (antara pleura iseralis dan pleura parietalis).

Umumnya diakibatkan oleh luka tembus/tusuk. Cedera awal menyebabkan

udara masuk ke rongga pleura dan menyebabkan pneumothoraks.

Perdarahan disebabkan oleh trauma memungkinkan darah untuk terkumpul

di rongga pleura bersama dengan udara, menyebabkan

hemopneumothoraks. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah yang

5|Poltekkes Kemenkes Jakarta III


terluka, memarnya paru-paru atau dinding thoraks (Aehlert, 2011).

Hematopneumothoraks diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)

1) Terjadi takikardi minimal.

2) Tidak terjadi perubahan tekanan darah, nadi, dan frekuensi

pernafasan.

3) Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik.

b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

1) Terjadi takikardi (>100 x permenit)

2) Takipnea

3) Penurunan HR

4) Kulit terasa dingin

5) Anxietas ringan

c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)

1) Takipnea

2) Takikardi

3) Penurunan tekanan darah sistolik

4) Oliguria

5) Perubahan mental yang signifikan seperti kebingungan

(agitasi)

d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

1) Takikardi

2) Penurunan tekanan darah sistolik

6|Poltekkes Kemenkes Jakarta III


3) HR tidak dapat diukur (tekanan nadi menyempit)

4) Berkurangnya urine yang keluar\

5) Penurunan kesadaran

6) Kulit terasa dingin dan pucat

7) Kematian

4. WSD (Water Sealed Drainage)

WSD merupakan suatu tindakan invasive yang dilakukan untuk

sistem drainase menggunakan water seal dengan tujuan untuk

mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura dengan menggunakan

pipa penghubung sehingga mendorong paru untuk mengembang

kembali secara normal. Water seal terdiri dari katup satu arah yang

bertujuan untuk mencegah udara dari masuk kembali ke rongga pleura.

Saat terjadi inspirasi, udara dan cairan meninggalkan rongga pleura

melalui tabung yang berada di thoraks, water seal menjaga agar udara

atau cairan tidak masuk kembali indikasi pemasangan WSD adalah

pneumothoraks, hemo (Zerwekh, 2013).

WSD terdiri dari beberapa jenis, yaitu (Somantri, 2007) :

a. Sistem satu botol

Merupakan sistem drainase yang terdiri dari satu botol

dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang. Satu

untuk ventilasi udara dan yng lainnya memungkinkan selang

untuk masuk sampai hampir dasar botol.

7|Poltekkes Kemenkes Jakarta III


b. Sistem dua botol

Merupakan sistem dimana botol pertama sebagai wadah

penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada

sistem dua botol, pengisapan dapat dilakukan pada segel botol

dalam air denan mengubungkannya ke ventilasi udara.

c. Sistem tiga botol

Merupakan sistem dimana botol kontrol penghisap

ditambahkan menjadi dua botol. Cara ini merupakan cara yang

paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan. Botol ketiga

disusun mirip dengan segel botol dalam air. Pada sistem ini,

yang terpenting ialah kedalaman selang di bawah air pada botol

ketiga dan bukan pada jumlah penghisap di dinding yang

diberikan pada selang dada.

B. Anatomi , Fisiologi & Mekanik Respirasi

1. Anatomi Upper Respirasi

Sistem alat pernafasan alat manusia meliputi hidung,saluran

pernafasan dan paru – paru. Fungsi pernafasan yang utama adalah untuk

pertukaran gas. Struktur dasar saluran pernafasaan yang akan dilalui

oleh udara (Pierce, 2011) sebagai berikut:

a. Cavum nasalis (hidung)

Cavum nasalis merupakan rongga hidung yang memiliki

selaput lendir yang terdiri dari kelenjar minyak (sebasea), dan

kelenjar keringat (sudorifera). Terdapat selaput lendir dan bulu

8|Poltekkes Kemenkes Jakarta III


hidung berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat

saluran pernafasan dan menyaring partikel kotoran yang masuk

bersama udara dan menghangatkan udara yang masuk.

b. Faring

Faring (tekak) merupakan persimpangan antara

kerongkongan dan tenggorokan. Terdapat katup diantaranya

yang disebut epiglottis yang berfungsi sebagai pengatur jalan

masuk udara kedalam kerongkongan dan tenggorokan.

c. Laring

Laring adalah pangkal tenggorokan yang terdiri atas

kepingan tulang rawan yang membentuk jakun terdapat glottis

dan pita suara.

Sumber : http://blog.microscopeworld.com/2012_09_01_archive.html
Gambar 2.1 struktur saluran pernafasan (Anon., 2012)

9|Poltekkes Kemenkes Jakarta III


2. Saluran pernafasan Bawah (lower airway)

Pada bagian saluran pernafasan bagian bawah memiliki fungsi yaitu

menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli.

Saluran pernafasan bagian bawah terbagi atas 2 komponen berdasarkan

(Somantri, 2007) yaitu:

a. Saluran udara konduktif

Saluran ini disebut sebagai percabangan trakheobronkialis

yang terdiri dari trachea, bronkus, dan bronkiolus.Trakea adalah

batang tenggorokan yang berupa pipa yang dindingnya terdiri

atas 3 lapisan, yaitu lapisan luar yang terbentuk atas jaringan

ikat, lapisan tengah yang terbentuk atas otot polos dan cincin

tulang rawan, dan lapisan dalam yang terbentuk atas jaringan

epitelium besilia. Terletak di leher bagian depan kerongkongan.

Trakea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian

tulang vertebra torakal ke-7 yang bercabang menjadi 2 bronkus.

Ujung cabang trakea disebut carina. Trakea bersifat fleksibel,

berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago

berbentuk huruf C.

Bronkus merupakan percabangan trakea yang menuju paru-

paru kanan dan kiri.struktur bronkus sama seperti trakea tetapi

dinding pada permukaannya lebih halus. Segmen bronkus

bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke setiap

paru-paru. Bronkus disusun oleh jaringan kartilago.

10 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Bronkheolus adalah percabangan dari bronkus, saluran ini

lebih halus dan dindingnya lebih tipis. Bronkheolus kiri

berjumlah 2, sedangkan bronkheolus kanan berjumlah 3,

percabangan ini akan membentuk cabang yang lebih halus

seperti pembuluh. Bronkiolus tidak mengandung kartilago yang

menyebabkan dapat menangkap udara

Sumber :Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Pernafasan, Irman Somantri, 2007
Gambar 2.2 saluran pernafasan bagian atas

b. Saluran respiratorius terminal

Saluran ini berfungsi sebagai penyalur (konduksi) gas masuk

dan keluar dari satuan respiratorius terminal (saluran pernafasan

11 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
paling ujung), yang merupakan tempat pertukaran gas oksigen

dan karbondioksida. Saluran ini terdiri dari alveoli,dada, paru-

paru, diafragma, dan pleura.

Parenkim paru merupakan area yang aktif bekerja dari

jaringan paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit

alveolus. Alveolus merupakan kantong udara yang berukuran

sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkiolus sehingga

memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Alveolus terdiri atas

bronkiolus, respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs

(kantong alveolus). Alveolus berfungsi sebagai pertukaran O2

dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan alveoli. Diperkirakan

terdapat 24 juta alveolus pada bayi baru lahir. Seiring dengan

bertambahnya usia jumlah alveoli pun bertambah yakni 300 juta

alveoli. Setiap unit alveoli menyuplai 9-11 prepulmonari dan

pulmonary kapiler.

Sumber :Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Pernafasan, Irman Somantri, 2007
Gambar 2.3.Alveolus

12 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-

paru, jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar

rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae).

Bagian atas dada pada leher terdapat otot scalenus, dan

otot sternocleidomastoideus. Otot scalenus menaikan

tulang iga ke-1 dan ke-2 selama inspirasi untuk

memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding

dada, sedangkan otot sternocleidomastoideus

mengangkat sternum. Diantara tulang iga terdapat otot

intercostal. Otot intercostal eksternus menggerakan

tulang iga keatas dan kedepan sehingga akan

meningkatkan diameter anteroposterior dinding dada.

Diafragma adalah lembaran otot intern yang meluas

dibagian bawah tulang rusuk. Otot diafragma

memisahkan rongga dada yang terdapat jantung, paru-

paru,dan tulang rusuk dari rongga perut. Diafragma

berbentuk kubah yang memisahkan rongga dada dan

rongga perut. Ketika inspirasi diafragma akan berubah

bentuk menjadi datar dan berkontraksi. Sedangkan

ketika ekspirasi diafragma diafragma akan berbentuk

seperti kubah dan releksasi. Diafragma dipersarafi oleh

N.Phrenicus. Fungsi diafragma adalah untuk membantu

dalam pernafasan. ketika seseorang bernafas diafragma

13 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
akan memperbesar ruang yang tersedia dalam rongga

dada.

Sumber :Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Pernafasan, Irman Somantri, 2007
Gambar 2.4.Diafragma
3. Paru - Paru

Paru-paru berjumlah sepasang yang terletak di dalam rongga

dada (mediastinum) sebelah kiri dan kanan. Paru kanan memiliki 3 lobus

yaitu lobus superior pulmonis dextra, lobus medialis, dan lobus inferior

pulmonis dextra, sedangkan paru kiri memiliki 2 lobus yaitu lobus

superior pulmonis sinistra, dan lobus inferior pulmonis sinistra.

(Lippert, 2006)

Sumber : http://www.studyblue.com/notes/noten/1010-mediastinum-
lungs/deck/8777083.
Gambar 2.6. Paru-Paru (Jhonson, 2013)

14 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Pleura adalah pembungkus paru yang berupa membrane serosa..

Pleura memiliki 2 lapisan yatu pleura visceral yaitu selaput paru yang

menutupi setiap paru-paru (lapisan dalam) yang dapat memisahkan

lobus satu dari yang lain, dan pleura parietal yaitu selaput paru yang

bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar). Yang dapat melapisi

seluruh iga (thorax). Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti

selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan

satu sama lain selama respirasi, dan mencegah perleketan dada dengan

paru-paru. (Lippert, 2006)

Sumber :http://www.knowyourbody.net-pleura.html
Gambar 2.7 struktur pleura (Roy, 2012)

a. Kapasitas Paru-paru

Volume udara yang dihirupkan dan dikeluarkan selama

proses bernapas dapat diukur pada sebuah alat yang bernama

spirometer. Saat seseorang bernapas untuk keluar dan masuk

15 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
sehingga bejana lain ( yang terletak terbalik dalam bejana lain

berisi air) naik dan turun.

Sumber : (camridge community limited, 1999)


Gambar 2.8. volume paru – paru

4. Anatomi Rongga Dada

Rongga dada terdiri dari sangkar thoraks dan abdomen yang

dipisahkan oleh diagfragma. Pergerakan dari sangkar thoraks selama

bernapas behubungan dengan gerakan costa (Hamid, et al., 2005).

16 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Rongga dada dibentuk oleh (Djojodibroto, 2007):

a. Tulang pembentuk rongga dada ialah Tulang costa (12 buah),

vertebra torakalis (12 buah), sternum (1 buah), kalvikula (2

buah) dan scapula (2 buah).

b. Otot pembatas rongga dada ekstremitas superior adalah M.

pectoralis mayor, M. pectoralis minor, M. serratus anterior,

M. subklavius.

c. Otot pembatas rongga dada anterolateral abdominal ialah M.

abdominal oblikus eksternus dan M. rektus abdominis.

d. Otot pembatas rongga dada toraks intrinsic ialah M.

interkostalis eskterna, M. interkostalis interna, M. sternalis

dan M. toraksis transverses.

5. Fisiologi Respirasi

Bernafas adalah suatu proses dimana seseorang menghirup

oksigen (inspirasi) dan mengeluarkan karbon dioksida (ekspirasi).

Bernafas terjadi secara otomatis tanpa disadari meskipun dalam keadaan

tidur sekalipun hal tersebut dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.

Pernafasan dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pernafasan luar (eksternal)

adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus

dengan darah dalam kapiler (Pierce, 2011). Sedangkan pernafasan

dalam (internal) adalah pernafasan yang terjadi antara darah dalam

kapiler dengan sel-sel tubuh. pernafasan memiliki fungsi utama yaitu :

17 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
a. Ventilasi

Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari paru

ke paru. Ventilasi paru mencakup gerakan dasar atau kegiatan

bernafas secara inspirasi dan ekspirasi. Udara yang masuk dan

keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara

intrapleura dengan tekanan atmosfer. Jika volume meningkat

maka tekanan akan menurun dan sebaliknya jika volume

menurun maka tekanan akan meningkat. Saat inspirasi terjadi

kontraksi otot diafragma dan intercostal eksterna volume

intrathoraks meningkat tekanan intrathoraks menurun

tekanan intrapleural menurun paru mengembang udara

masuk.

Saat ekspirasi terjadi relaksasi otot diafragma dan

intercostal eksterna volume intrathorak menurun tekanan

intrathorak meningkat tekanan intrapleural meningkat paru

mengempis udara keluar.

b. Perfusi

Perfusi adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru

untuk deoksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah

deoksigeniasi yang mengalir dalam arteri pulmonalis dari

ventrikel kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian

respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaran oksigen dan

karbon dioksida di kapiler dan alveolus.

18 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
c. Difusi

Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan

konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Oksigen

terus menerus berdifusi dari udara dalam alveoli menuju aliran

darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke dalam alveoli.

Difusi udara terjadi antara alveolus dengan membrane kapiler.

d. Transportasi

Transportasi adalah oksigen yang telah berdifusi akan

diangkut oleh hemoglobin dan diedarkan ke jaringan untuk

proses metabolism. 97% oksigen diangkut hemoglobin dan

sisanya terlarut dalam plasma.

6. Pernafasan dada

Pernafasan dada adalah pernafasan yang melibatkan otot antar

tulang rusuk. Mekanisme dapat dibedakan pada saat inspirasi dan

ekspirasi (Pierce, 2011).

a. Inspirasi

Kontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga rongga dada

mengembang. Pengembangan rongga dada menyebabkan

volume paru-paru juga mengembang akibatnya tekanan dalam

rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan diluar

sehingga udara luar yang kaya akan oksigen masuk ke dalam

paru.

19 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
b. Ekspirasi

Kembalinya otot antar tulang rusuk ke posisi semula yang

diikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi

kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan volume paru-

paru juga mengecil sehingga tekanan didalam rongga dada

menjadi lebih besar daripada tekanan di luar. Hal tersebut

menyebabkan udara dalam rongga dada yang kaya karbon

dioksida keluar.

Sumber : hhttp://www.aktifbelajar.com/2015/09/jenis-jenis-pernafasan-yang-
perlu-sobat.html
Gambar 2.9. pernafasan dada (Anon., 2104)

7. Pernafasan perut

Pernafasan perut merupakan pernafasan yang mekanismenya

melibatkan aktivitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut

dan rongga dada. Mekanisme dapat dibedakan pada saat inspirasi dan

ekspirasi.

20 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
a. Inspirasi

Berkontraksinya otot diafragma sehingga mengembang,

akibatnya paru-paru ikut mengembang. Hal tersebut

menyebabkan rongga dada membesar dan tekanan udara dalam

paru lebih kecil daripada tekanan udara luar sehingga udara luar

dapat masuk ke dalam.

b. Ekspirasi

Kembalinya otot diafragma ke posisi seperti semula

sehingga rongga dada mengecil dan tekanan udara didalam paru-

paru lebih besar daripada tekanan udara luar, akibatnya udara

keluar dari paru-paru.

Sumber : http;//www.aktifbelajar.com/2015/09/jenis-jenis-pernafasan-yang-perlu-
sobat.html
Gambar 2.10. pernafasan perut (Anon., 2104)

21 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Pada keadaan normal, volume udara paru-paru manusia

mencapai 4.500cc. kapasitas vital udara yang digunakan dalam

proses bernafas mencapai 3.500cc dengan sisa 1.000cc merupakan

sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi

bagian paru-paru sebagai residu (udara sisa). Pada saat bernafas

ketika melakukan inspirasi dan ekspirasi mencapai 500cc volume

udara pernafasan. (Pierce, 2011).

8. Mekanisme Peningkatan Kerja Pernapasan

Apabila kemampuan dinding thoraks atau paru untuk mengembang

mengalami penurunan sedangkan tahanan saluran pernapasan

meningkat, maka otot pernapasan memerlukan tenaga untuk kerja

pernapasan. Akibatnya kebutuhan oksigen menjadi meningkat. Jika

paru tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen, maka akan terjadi

sesak napas. Berikut ini ialah beberapa faktor peningkatan kerja

pernapasan (Muttaqin, 2008):

a. Peningkatan ventilasi: hiperkapnue, hipoksia dan asidosis

metabolic

b. Meningkatnya tahanan elastic paru misalnya pada pneumonia,

atelektasis, kongesti paru, pneumothoraks dan efusi pleura.

c. Meningkatnya tahanan elastisitas dinding thoraks misalnya pada

obesitas dan kifoskoliosis

d. Meningkatnya tahanan bronchial selain tahanan elastis, misalnya

pada emfisema, bronchitis dan asma bronchial.

22 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
C. Mekanisme Pernafasan

Paru paru dapat diibaratkan sebuah balon yang terbungkus rapat

dalam sebuah bejana pompa dengan leher balon terbuka terhadap udara.

Saat penghisap pompa ditarik ,balon mengembang sebagai vakum persial

yang diciptakan dalam pompa. Udara ditarik ke dalam balon dan

mengembangkannya.

Sumber : (camridge community limited, 1999)


Gambar 2.11.mekanik pernafasan
Udara cenderung mengalir dari tempat bertekanan tinggi ke tempat

yang bertekanan rendah. Udara yang mengalir masuk dan keluar paru

selama bernapas berpindah mengikuti gradient tekanan antara alveolus dan

23 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh

aktivitas otot pernapasan. Tiga tekanan yang penting dalam pernapasan

ialah (Sherwood, 2009):

1. Tekanan atmosfer yaitu merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh

berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian

permukaan laut tekanan ini sekitar 760 mmHg.

2. Tekanan intra-alveolus/intra-paru yaitu tekanan di dalam alveolus.

Tekanan ntra alveolus selalu berusaha seimbang dengan tekanan

atmosfer.

3. Tekanan intrapleura/intra-thoraks yaitu tekanan di dalam kantung

pleura yang ditimbulkan di luar paru dalam rongga thoraks. Berkisar

756mmHg saat istirahat.

4. Tekanan transmural yaitu tekanan yang terjadi saat proses

penyeimbangan antara tekanan intra-alveolus yang bekisar 760mmHg

dengan tekanan intra-pleura

a. Mekanisme Inspirasi

Sebelum inspirasi di mulai otot – otot pernafsan berada dalam

keadaaan rileks tidak ada udara yang mengalir dan tekanan intra

alveolus sama dengan tekanan atmosfir otot inspirasi utama adalah

diafragma dan intercostal eksternal pada awal inspirasi otot ini

dirangsang untuk berkontraksi sehingga rongga toraks membesar

ketika berkontraksi ( distimulasi oleh saraf frenikus) diafragma

turun dan meperbesar rongga toraks dengan meningkatkan ukuran

24 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
vertical ( keatas dan kebawah) . dinding abdomen, jika melemas,

menonjol keluar sewaktu inspirasi karena daifragma yang turun

menekan isi abdomen ke bawah dan kedepan. 75% pembesaran

rongga toraks sewaktu bernafas normal dilakukan oleh kontraksi

diafragma.

Kontraksi otot intercostal eksternal, yang seratnya berjlana

ke bawah dan kedepan antar dua iga yang berdekatan , memperbesar

rongga toraks dalam dimensi lateral ( sisi ke sisi) dan anteroposterior

( depan ke belakang ). Ketika berkontraksi otot interkosta eksternal

dan selanjutnya sternum keatas dan kedepan ( distimulasi oleh saraf

intercostal).

Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumna, tekana

intra alveolus sama dengan tekanan atmosfor, sehingga tidak ada

udara mengalir masuk atau keluar paru. sewaktu rongga toraks

membesar, paru juga dipaksa mengembang ntuk mengisi rongga

toraks yang lebih besar. Sewaktu paru mebesar, tekanan intra

alveolus turun karena jumlah molkeul udara yang sama kini

menempati volume paru yang lebih besar. Pada gerakan inpirasi

normal, tekana intraalveolus turun 1mmHg menjadi 759 mmHg.

karena tekanan intra alveolus sekarang lebih rendah dari pada

tekanan admosfir maka udara mwngalir ke dalam paru mengikuti

penurunan gradient tekanan dari tekanan tinggi ke rendah . udara

terus masuk ke paru smapai tidak ada lagi gradient yaitu sampai

25 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
tekanan intra alveolus sertara dengan tekanan atmosfir. Karena itu

ekspansi paru tidak disebabkan oleh udara masuk kedalam paru (

udara mengalir ke dalam paru karena turnnya tekanan intra alveolus

yang ditimbulkan oleh ekspansi paru).

Sewaktu inspirasi, tekanan intra pelura turun menjadi 754 mmHg

akibat ekspansi toraks peningkatan gradient transmoral yang terjadi

seaktu inspirasi membuat paru teregang untuk mengisi rongga

thoraks yang mengembang (Sherwood, 2009).

b. Peran Otot Ispirasi Tambahan

Inspirasi dalam ( lebih banyak udaar yang dihirup ) dapat

dilakukan dengan mengkontraksikan diafragma dan otot intercostal

eksternal secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot inspirasi

tambahan( accecorise) untuk semakin memperbesar rongga thorkas

kontraksi otot- otot tamabahn ini ( yang terletak dileher) mengangkat

sternum dan 2 cota pertama , meperbesar bagian atas rongga thoraks.

Dengan semakin mebesarnya volume riongga toraks dibandingkan

dengan keadaan istirahat maka paru juga semain mengembang,

menyebabkan tekanan intra alveolus semain turun . Akibatnya

terjadi peningktana aliran masuk udara masuk udara sebelum

tercapat keseimbangan dengan tekanan atmosfir ( yaitu tercapai

pernafasan yang lebih dalam) (Sherwood, 2009).

26 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
c. Mekanisme Ekspirasi

Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafaragma

mengambil posisis aslinya seperti kubah ketika melemas. Ketika

otot intercostal eksternal meleams, sangkar thoraks yang

sebelumnya terangkat turun karena adanaya gravitasi. Tanpa

gaya gaya yang menyebabkan ekspansi dinding thoraks maka

dinding toraks dan paru meregang mengalimi recoil ke ukuran

pra inspirasinya karena sifat elastiknya. Sewakt paru kembali

mengecil tekanan intra alveolus meningkatkan, karena jumlah

molekul udara yang lebih banyak yang semula terkandung

didalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi kini

termampatkan kedalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi

bisasa tekana intra alveolus meningkta sekitar 1mmHg diatas

tekanan atmosfir menjadi 761 mmHg udara kini meninggalkan

paru menuruni gradient tekanannya dari tekanan intara alveolus

yang lebih yinggi ke tekanan atmosfir yang lebih rendah. Alirana

keluar udaara berhenti ketika tekanan intra alveolus menjadi

sama dengan tekanan atmosfir dan gradient tekanan tidak ada

lagi (Sherwood, 2009).

d. Mekanisme Ekspirasi Paksa

Selama pernafasan normal, ekspirasi normalnya

merupakan susatu oroses pasif, karena dicapai oleh recoil elastic

paru ketika otot –otot inpirasi melemas, tanpa memerlukan

27 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
kontraksi otot atau pengeluaran energi. Sebaliknya, inspirasi

selalau aktif karena ditimbulkan hanya oleh kontraksi otot

inspirasi dengan menggunakan energi. Ekpirasi dapat menjadi

aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih

cepat daripada yang dicapai selama pernafasan normal, misalnya

sewaktu pernafasan ketika olahraga. Tekanan intra alveolus

harus lebih ditingkatkan diatas tekanan atmosfir daripada yang

dicapai oleh relaksasi biasa otot inspirasi dan recoil elastic paru.

Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau aktif tersebut , otot-

otot ekpirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume

rongga toraks dan paru. Otot ekpirasi yang paling penting adalah

otot dinding abdomen. Sewaktu otot abdomen berkontraksi

terjadi peningkatan tekanan intra abdomen yang menimbulkan

gaya keatas pada diafragma, mendorongnya semakin keatas

kedalam rongga toraks daripada posisi lemasnya sehingga

ukuran vertical rongga toraks menjadi semakin kecil. Otot

ekpirasi lain adalah otot intercostal internal yang kontraksinya

menarik kosta turun.

Hal ini menyebabkan semakin berkurangnya ukuran

kiri,kanan dan depan belakang rongga toraks (Sherwood, 2009).

28 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Sumber : (camridge community limited, 1999)
Gambar 2.12. gerakan torak saat diafragma berkontraksi.

Menurut kegunaannya, otot-otot pernapasan dibedakan

menjadi otot inspirasi dan ekspirasi.

1. Otot inspirasi utama ialah :

a. M. interkostalis eksterna, berguna untuk mengangkat iga

b. M. diafragma, saat inpirasi akan turun sehingga menambah

panjang dimensi longitudinal costa bagian bawah

2. Otot inspirasi tambahan ialah :

a. M. skalenus anterior, mengangkat dan memfixasi costa

atas.

b. M. skalenus medius, mengangkat dan memfixasi costa atas.

c. M. skalenus posterior, mengangkat dan memfixasi costa

atas.

d. M. sternocleidomastoideus, berguna untuk mengangkat

sternum.

29 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Sumber : Netter’s Atlas of Human Physiology.
Gambar 2.13 Otot-otot pernafasan saat inspirasi dan
ekspirasi

Otot-otot yang berkontraksi saat Inspirasi meliputi

Intercostalis eksternal berkontraksi menarik ribs ke atas dan

ke bawah, SCM berkontraksi membuat sternum elevasi,

scalenus mengelevasi 2 iga teratas dan pectoralis mayor

mengelevasi iga ke 3-5. Saat iga dan sternum elevasi, ukuran

paru meningkat (Tortora, 2010).

Ekspirasi dimulai ketika diafragma dan intercostalis

eksternus relax. Ekspirasi terjadi karena elastic recoil dari

dinding thoraks dan paru paru. Ekspirasi akan menjadi aktif

hanya ketika force ekspirasi. Selama waktu ini otot dari

ekspirasi (intercostalis internus, oblique eksternal, internal

oblique, transversus abdominis dan rectus abdominis)

berkontraksi menggerakan iga ke bawah dan menekan

30 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
rongga perut sehingga mendorong diafragma keatas

(Tortora, 2010).

Sumber : www.slideshare.net
Gambar 2.14 Pergerakan Inspirasi

3. Kontrol Saraf Pernafasan

Sumber : (camridge community limited, 1999)


Gambar 2.15. kontrol saraf pada pernafasa

31 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
D. Epidemiologi

Hematopneumotoraks spontan primer adalah suatu penyakit yang

dianggap langka dengan kejadian 1% - 12% dari semua kasus pneumotoraks

spontan, dan baru-baru ini hasil tinjauan kasus hemopneumotoraks spontan

primer semakin jarang terjadi yaitu 2% - 7,3%. 5,6 kasus dilaporkan berasal

dari Negara-negara Asia. Hematopneumotoraks mempengaruhi orang

dewasa muda dengan kesehatan yang baik, usia rata-rata yaitu 17-44 tahun,

umum terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan presentase 4:1

(Aljehani, et al., 2014).

E. Etiologi

Penyebab terjadinya ganggguan pada thoraks, dibagi menajdi 2

yaitu :

1. Trauma

Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai

dinding thoraks dan organ intra thoraks, baik karena trauma

tumpul maupun oleh karena trauma tajam. Memahami kinematis

dari trauma akan meningkatkan kemampuan deteksi dan

identifikasi awal atas trauma sehingga penanganannya dapat

dilakukan dengan segera (Fullerton & Grover, 2005).

Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat

jaringan paru-paru atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di

ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru menembus

paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran serosa yang

32 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya

membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga

pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume

darah seseorang (Liwe, et al., 2004).

2. Nontraumatik / spontan

Emboli paru adalah penyumbatan arteri paru-paru oleh

suatu embolus yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa

merupakan gumpalan darah atau trombus, tetapi bisa juga berupa

lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau

gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai

akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang

tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang

memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian

jaringan bisa dihindari (Goldhaber & Elliot, 2003),

Aneurisma aorta terjadi pada arteri utama yang

membawa darah dari kiri ventrikel dari jantung. Bila ukuran dari

aneurisma meningkat, ada risiko signifikan pecah, yang

mengakibatkan berat perdarahan , komplikasi lain atau

kematian. Aneurisma dapat keturunan atau disebabkan oleh

penyakit, baik yang menyebabkan dinding pembuluh darah

melemah (Pritz, 2003).

Hematopneumothoraks adalah penyebab paling umum

terjadi dari hemothoraks. Sekitar 5% pasien dengan

33 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
pneumothoraks akan memiliki hemothoraks yaitu memiliki

udara dan gas atau udara dalam darah. Dari beberapa kasus

sumber perdarahan adalah hasil dari pergeseran antara

perlekatan parietal dan visral pleura, karena keberadaan

pneumothoraks sedikit pada paru-paru sementara darah yang

terakmulasi di ronga pleura dibawah tekanan sistemik yaitu

sekitar enam kali lebih tinggi dari sirkulasi arteri paru (Patrini,

et al., 2014).

Hematopneumothoraks didefinisikan sebagai akumulasi

lebih dari 400 mL darah dalam rongga pleura. Mekanisme

hematopneumothoraks spontan dapat disebabkan oleh adhesi

pleura robek antara parietal dan pleura viseral sebagai akibat dari

robek bawaan pembuluh yang menyimpang antara parietal dan

viseral pleura, atau karena pecahnya vaskularisasi. Banyak

faktor-faktor yang dapat terjadi seperti jenis kelamin dan usia,

tempat terkena dampak dan derajat nyeri, gejala klinis, dan

pengobatan (Kim, et al., 2007).

a. Jenis kelamin dan usia

Pasien dengan hematopneumothoraks lebih tinggi

terkena pada laki-laki, dan terkena pada usia muda

berkisar 16-33 tahun.

b. Tempat yang terkena dampak dan derajat nyeri

34 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Daerah yang sering terkena hematopneumothoraks

yaitu pada sebelah kiri. Derajat kolaps paru-paru dibagi

menjadi ringan di bawah 20% , sedang 20% -40%, dan berat

lebih dari 40%.

c. Gejala klinis

Gejala hematopneumothoraks spontan sama dengan

pneumothoraks. Rasa sakit dan tidak nyaman pada dada

adalah gejala awal yang dirasakan. Dengan terus

berkembangan hemothoraks pasien menjadi lesu karena

kehilangan darah.

d. Pengobatan

Kebijakan terapi diputuskan berdasarkan masing-

masing individu atau melihat kondisi pasien dan gejala

klinis hematopneumothorax. Semua pasien pada

awalnya diobati dengan thoracostomy tertutup.

F. Patofisiologi

1. Patofisiologis restriktif

Restriksi adalah suatu patologis pada paru yang menyebabkan paru

sulit untuk mengembang. (Anand, et al., 2008) Hal tersebut dapat terjadi

karena:

a. Kelainan pada parenkim paru seperti tumor paru, pneumonia,

dan TBC paru.

35 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
b. Kelainan pleura seperti efusi pleura, pneumothoraks,

hematopneumothoraks, pleuritis, dan tumor pleura.

c. Kelainan dinding dada seperti fraktur iga, obesitas, pektus

ekskavatus, scoliosis, kifosis. Kelainan neuromuscular seperti

myasthenia gravis.

d. Kelainan diafragma seperti hernia diafragma, parese diafragma,

asites, dan kehamilan.

e. Kelainan mediastinum seperti kardiomegali, tumor

mediastinum, efusi pericardial, dinding alveoli yang tebal dan

tidak fleksibel.

Kelainan tersebut membuat paru mengalami kesulitan saat

mengembang. Jika paru-paru sulit mengembang maka udara dalam

paru akan sedikit, tekanan dalam paru akan meningkat sehingga

tubuh akan mengalami kesulitan mengambil nafas (inspirasi).

Restriksi paru cenderung kesulitan bernafas dan biasanya tidak

mengalami sesak pada kondisi tertentu, karena ekspirasi yang

dihasilkan lebih besar dari pada inspirasi yang didapat. (Anand, et

al., 2008).

2. Patofisiologi Pneumothoraks

Dalam keadaan normal udara tidak masuk ke dalam rongga

pleura karena tidak ada komunikasi antara rongga pleura dan atmosfer

atau alveolus. Namun, jika dinding dada tertusuk (misalnya oleh luka

tusuk atau iga yang patah), udara mengalir menuruni gradient tekanan,

36 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
dari tekanan atmosfer yang lebih tinggi ke dalam ruang pleura. Keadaan

abnormal masuknya udara ke rongga pleura dikenal sebagai

pneumothoraks (udara dalam dada). Tekanan intra pleura dan intra

alveolus kini menjadi seimbang dengan tekanan atmosfer sehingga

gradient tekanan transmural tidak lagi ada baik di dinding paru maupun

dinding dada. Tanpa gaya yang meregangkan paru maka paru akan

kolaps keadaan tak teregangnya (daya rekat cairan intra pleura tidak

mampu menahan paru dan dinding thoraks saling menempel tanpa

adanya gradient tekanan transmural). Dinding toraks juga akan

mengembang keluar ke dimensi tak tertekannya, tetapi hal ini tidak

terlalu menimbulkaakibat serius dari kolapsnya paru. Demikian juga

pneumotoraks dan kolaps paru dapat terjadi jika udara masuk ke rongga

melalui lubang di paru yang ditimbulkan misalnya oleh proses penyakit.

Aliran udara masuk dan keluar paru terjadi karena perubahan

siklik tekanan intra alveolus. Karena udara mengalir mengikuti

penurunan gradient tekanan, maka tekanan intra alveolus harus lebih

kecil dari tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke dalam paru

sewaktu inspirasi. Demikian juga, tekanan intra alveolus harus lebih

besar dari tekanan atmosfer agar udara mengalir ke luar paru sewaktu

ekspirasi. Tekanan intra alveolus dapat diubah dengan mengubah volume

paru sesuai dengan hukum Boyle. Hukum Boyle menyatakan bahwa pada

suhu konstan, tekanan yang ditimbulkan oleh suatu gas berbanding

terbalik dengan volume gas, yaitu sewaktu volume gas meningkat,

37 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
tekanan yang ditimbulkan oleh gas berkurang secara proporsional

sewaktu volume berkurang. Sebaliknya, tekanan meningkat secara

proporsional sewaktu volume berkurang. Perubahan volume paru, dan

karenanya tekanan intra alveolus, ditimbulkan secara tak langsung oleh

aktivitas otot pernapasan.

Otot-otot pernapasan yang melakukan gerakan bernapas tidak

bekerja secara langsung pada paru untuk mengubah volumenya. Otot-

otot ini mengubah volume rongga toraks, menyebabkan perubahan

serupa pada volume paru karena dinding toraks dan dinding paru

berhubungan melalui daya rekat cairan intra pleura dan gradient tekanan

transmural (Sherwood, 2009).

3. Patofisiologi Hematopneumothoraks

Hematopneumothoraks adalah kumpulan darah didalam ruang

antara dinding dada dan paru-paru pada rongga pleura. Penyebab paling

umum dari hematopneumotorax adalah trauma pada dada. (Holcomb, et

al., 2009) Jenis trauma antara lain :

a. Traumatic yaitu trauma terbentur benda secara langsung seperti

terbentur benda tumpul, dan trauma tertusuk benda tajam.

b. Nontraumatik (spontan) yaitu bentuk trauma secara tidak

langsung yang berasal dari tubuhnya sendiri biasanya terdapat

patologis yang menekan paru-parunya tersebut. Nontraumatik

diakibatkan karena adanya patologis seperti neoplasma,

38 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
komplikasi antikoagulan, emboli paru dengan infark, robekan

adesi pleura yang berhubungan dengan pneumotoraks,

emphysema, nekrosis akibat infeksi, fistula arteri atau vena

pulmonal, kelainan vaskuler intratoraks nonpulmoner, dan TBC

paru

Sumber:http://findlaw.doereport.com/generateexhibit.php?ID=31
1&ExhibitKeywordsRaw=&TL=&A=42409
Gambar 2.15 hematopneumothorax (Anon., n.d.)
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat

jaringan paru-paru atau arteri, dan menyebabkan darah berkumpul

di daerah pleura. Jika trauma tertusuk benda tajam pada dada yang

dapat menembus paru mengakibatkan pecahnya membran serosa

yang melapisi atau menutupi thorax dan paru. Pecahnya membrane

ini memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura.

Pecahnya membrane ini memungkinkan masuknya darah kedalam

rongga pleura, setiap sisi thoraks dapat menahan 30-40% dari

volume darah seseorang. (Holcomb, et al., 2009).

39 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Hematopneumotoraks umumnya tidak menimbulkan nyeri

selain dari luka yang berdarah pada dinding dada. Luka pada pleura

menunjukan distress pernafasan berat, agitasi,sianosis, takikardi,

peningkatan tekanan darah dan diikuti dengan hipotensi sesuai

dengan penurunan curah jantung (Holcomb, et al., 2009).

G. Manifestasi Klinis

1. Gejala umum dan simptom pada penyakit pernapasan (Gormley &

Hussey, 2005) :

a. Gejala

1) Takipnue

2) Penggunaan otot aksesoris pernapasan

3) Sianosis

4) Clubbing finger

5) Hiperinflasi

6) Odem perifer

b. Simptom

1) Kekakuan pada daerah dada

2) Dispnue

3) Wheezing

4) Sputum

5) Ortopnue

6) Berkurangnya toleransi latihan/menurunnya endurance.

40 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
2. Gambaran Klinis pada Retriksi

Gambaran klinis pada penderita gangguan paru restriksi memiliki

gejala yang bermacam-macam tergantung dari penyebabnya. secara

umum, penderita gangguan paru restriksi menunjukkan pola napas yang

cepat dan dangkal. Takipnue terjadi sebagai upaya untuk mengatasi

dampak dari berkurangnya volume paru. Dispnue saat beraktivitas

terjadi akibat hilangnya volume cadangan inspirasi. Pada perkembangan

penyakit selanjutnya, otot-otot pernapasan menjadi fatiq akibat dari

terjadinya ventilasi alveolar yang inadekuat dan retensi kardondioksida.

Hipoksemia merupakan gejala yang umumnya ditemukan pada penderta

dengan gangguan paru restriktisi lanjut (Goodman & Fuller, 2009).

3. Gambaran klinis pneumothoraks

Gejala klinis pneumothoraks pawa awalnya ialah hipoksia

selanjutnya dispnue, nyeri dada mendadak, pergeseran letak trakea,

suara napas bronchial pada sisi yang bersangkutan (Tambayong, 2000).

Berat ringannya gejala klinis tergantung pada berat ringannya

pneumothoraks. Berikut ini ialah gejala pneumothoraks berdasarkan

derajat berat ringannya (Davey, 2006):

a. Pneumothoraks kecil dapat terjadi tanpa gejala (asimtomatik)

b. Pneumothoraks sedang-besar memiliki gejala berupa nyeri dada

mendadak disertai sesak. Terdapat pula hiperinflasi dengan

menurunnya ekspansi paru dan melemahnya bunyi napas.

41 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
c. Pneumothoraks tension menyebabkan dispnea yang berat,sianosis,

deviasi trakea, takikardia, sternum menonjol, vena leher melebar dan

hipotensi.

4. Gambaran klinis hematopneumothoraks

Penderita hematopneumothoraks umumnya megalami nyeri

dada, pemendekan napas, takipnue, takikardi, hipoksia, berkurangnya

suara napas di sisi yang terkena, dan enfisema subkutan (Mick, et al.,

2006). Selain manifestasi yang telah dijelaskan tersebut, penderita

hematopneumothorks dapat juga mengalami dispnue ataupun hipotensi

(Aehlert, 2011).

H. Prognosis

Berdasrkan hasil pemeriksaan dan evaluasi setelah latihan prognosa

pasisen pada kasus ini terumtama Tn.TF memiliki prognosa kearah yang

lebih baik. Hematopneumotoraks adalah kondisi yang langka atau jarang

terjadi sehingga menjadi konsekuensi yang serius karena lambatnya untuk

menentukan diagnosa awal. Hematopneumotoraks adalah kondisi yang

perpotensi mengancam jiwa khususnya terhadap laki-laki. Maka operasi

dini dapat membantu mengurangi timbulnya keterlambatan yang akan

memicu operasi yang lebih serius (Ng & Yim, 2006).

I. Teknologi Fisioterapi

Adapun teknologi fisioterapi yang dapat digunakan dalam kasus

respirasi retriksi paru :

42 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
1. Segmental Breathing

Latihan segmental breathing dilakukan dengan menggunakan

bermacam grup otot untuk inspirasi yang menghasilkan perubahan

distribusi dan ventilasi. Jenis latihan ini juga merupakan bagian dari DIB

( Deep Inspirasi Breathing ) yang dilakukan persegment paru.

a. Instruksi:

Tarik nafas yang dalam- tahan- tiup sambil rilleks

Indikasi segmental breathing.

Teknik ini diberikan pada kasus gangguan respirasi restriksi

- Intra pulmonal / ekstra pulmonal

- Dinding / rongga pleura

- Musculoscaletal

- Neurologis (GBS)

- Diagfraghma

- Thorakotomi / lowbacktomi

- Dll/

2. Breathing Exercise

Merupakan latihan pernapasan yang memerlukan kerja aktif dari

ototbantu pernapasan selama inspirasi kemudian tahan napas dan

expirasi sesuai kebutuhan atau kemampuan. Breathing exercise

dibolehkan menggunakan kerja otot bantu pernapasan semaksimal

mungkin selama proses respirasi.

43 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
a. Tujuan:

- Membantu menghilangkan secret bronkial yg berlebihan.

- Membantu pergerakan sekresi.

- Membantu pengembangan paru dan thorax.

- Memperbaiki pergerakan atau elestisitas thorax.

- Meningkatkan hubungan ventilasi – difusi – perfusi

- Memelihara otot bantu pernapasan.

b. Tekhnik:

Dalam melakukan breathing exercise posisi dapat di

sesuaikan dengan keadaan pasien dan fisioterapis.

Instruksi : tarik napas-tahan napas-tiup (fase inspirasi dan expirasi

di sesuaikan dengan kebutuhan)

c. Indikasi:

- Gangguan pengembangan paru (thoraks)-restriktif.

- Kelemahan otot bantu pernapasan.

- Latihan kesegaran

3. Chest mobility

Teknik Chest Mobility merupakan salah satu jenis teknik yang

digunakan pada kasus penyakit paru-paru yang bersifat kronis, yang

memiliki kecenderungan postur yang buruk, terdapat kekakuan, tidak

adanya gerakan tulang belakang dada dan tulang rusuk. Teknik ini

44 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
dibagi menjadi dua jenis yaitu chest mobility aktif dan pasif. yang dapat

dilakukan berdasarkan kondisi pasien. Dalam kasus pasien yang sadar,

seperti yang terlihat di Unit Perawatan Intensif (ICU) di mana

penanganan jangka panjang dilakukan dengan atau tanpa dukungan

ventilator, dapat dilakukan dengan teknik yang dikenal " Passive Chest

Mobilization Technique" yang dilakukan pada dinding dada pasien oleh

terapis. Pada kasus pasien dengan kondisi pemulihan yang baik dapat

dilakukan dengan teknik yang dikenal “Active Chest Mobilization

Technique. Tujuan dari teknik ini adalah untuk meningkatkan mobilisasi

dada di bagian atas, tengah maupun bawah. Selanjutnya, teknik ini harus

dilakukan dengan kewaspadaan yang cukup untuk meminimalkan

dyspnea dan dilakukan dalam posisi duduk dengan bersandar ke depan

maupun berbaring ke samping dengan posisi lebih tinggi

(Leelarungrayub, 2012)

Pada teknik chest mobility terdapat indikasi dan kontraindikasi

saat melakukannya. Untuk indikasi dari teknik ini, belum ada penelitian

yang menunjukkan indikasi untuk menerapkan teknik ini sebelumnya,

yang memberikan kecenderungan pembatasan gerakan dada, baik

struktural atau fisiologis. Namun, teknik ini dapat digunakan untuk

berbagai kondisi seperti COPD, abnormal pada tulang, deconditioning,

penuaan, dan istirahat di tempat tidur yang berkepanjangan.

Kontraindikasi dengan menggunakan teknik ini adalah sebagai berikut

(Leelarungrayub, 2012)

45 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
a. Fraktur rib yang tidak stabil dan berat

b. Metastasis kanker tulang

c. Tuberculosis spondylitis

d. Osteoporosis dengan tingkat parah

e. Herniasi

f. Nyeri dengan tingkat berat

g. Tanda-tanda vital yang tidak stabil.

4. Static cycle

Static cycle merupakan olahraga bersepeda yang dilakukan di dalam

ruangan. Static bicycle adalah pengembangan dari bersepeda di luar.

Latihan static bicyle intesitas sedang dengan pencapaian HR 60% - 85%.

Pada latihan static bicycle dapat meningkatkan endurance

kardiorespirasi serta menurunkan berat badan (Prabowo, et al., n.d.).

Latihan yang teratur dan intensif dalam jangka waktu tertentu

dengan menggunakan stationary cycling akan terjadi terjadi perubahan

biokimia jaringan kardiorespirasi dan hormonal. Peningkatan

konsentrasi mioglobin merupakan pigmen pengikat oksigen yang

membantu difusi oksigen dari membran sel ke mitokokndria. Mioglobin

yang meningkat pada otot rangka berhubungan dengan perubahan otot

tipe I yang dominan sebaga akibat latihan. Latihan akan meningkatkan

kapasiti otot rangka untuk melakukan metabolisme aerobik sehingga

energi yang terbentuk lebih besar dan meningkatkan ambang anaerobik.

Perubahan akibat latihan terjadi pada kardiorespirasi terutama sistem

46 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
transport oksigen yaitu sistem sirkulasi, respirasi dan jaringan tubuh.

Sistem ini bekerja secara terpadu sehingga menyebabkan perubahan

ukuran jantung, penurunan denyut nadi, peningkatan isi sekuncup,

peningkatan volume darah, kadar hemoglobin, peningkatan VO2 maks

dan perubahan pola pernapasan. Peningkatan kapasiti aerobik adalah

dasar untuk menentukan kapasiti sistem kardiorespirasi. Penilaian

ambang aerobik dapat ditentukan dengan mengukur kadar asam laktat

darah, penderita yang mendapatkan latihan teratur, intensif dan dalam

jangka tertentu kadar asam laktat darah akan menurun (Abidin, et al.,

n.d.).

J. Penatalaksaan Fisioterapi

Proses fisioterapi terdiri dari langkah – langkah dan tahapan yang

diawali dengan assesmnet sampai dengan reevaluasi. Secara lengkap

langkah- langkah tersebut yaitu assessment, diagnosis , perencanaan,

intervesi, dan terakhir yaitu reevaluasi. Dalam melaksanakan proses

fisioterapi tersebut dibutuhkan komunikasi, koordinasi, dan dokumentasi

yang baik dan akurat antara fisioterapi dan pasien. Langkah – langkah

proses fisioterapi tersebut harus sesuai dengan standart praktek fisioterapi

(hariandja, 2015).

1. Assessment fisioterapi pada respirasi

Assement adalah proses pengkajian yang diawali dari pemeriksaan

pada perorangan atau kelompok, nyata atau yang berpotensi untuk

terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau kondisi

47 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
kesehatan lain dengan cara pengambilan perjalanan penyakit (history

talking) , pemeriksaan spesifik termasuk pengukuran, kemudian di

evaluasi dari hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesa dalam

sebuah proses pertimbangan klinis untuk menentukan/ menetapkan

diagnosa fisioterapi

Khususnya dalam fisoterapi respirasi pemeriksaan yang

dilakukan yaitu berhubungan dengan jalan nafas (airway) , pernafasan

(breathing) , dan sirkulasi ( circulation). Assement fisioterapi pada

sistem repirasi terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu :

a. Subjective history

Yaitu menanyakan keadaan dan menganamnesa pasien.

Anamnesa dilakukan secara umum dan khusus. Anamnesa

secara umum yaitu menanyakan data- data pasien meliputi

pekerjaan , hobi, keadaan keluarga dan kebiasaan seperti

merokok dll. Sedangkan anamne’sa secara khusus yaitu

menanyakan keluhan utama pada pasien. Focus pada 5 kunci

gejala pada respirasi yaitu (Frownfelter & Dean, 2006) :

1) Berbunyi (Wheeze)

Kemungkinan bunyi karena adanya bengkak,

bronchospasme atau sputum.

48 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
2) Sesak nafas ( shorteness of breath)

Jika nafas pendek saat istirahat maka tidak normal

untuk pasien ini dapat menyebabkan rasa lelah pada

pasien bila tidak ditangani.

3) Batuk (cough)

Batuk adalah bagian penting dalam jalan nafas, reflex

yang baik dan dibawah control kesadaran. Namun bila

batu bersifat patologis maka perlu dilihat dan ditanyakan

apakah batuk efektif?, apakah batuk kering atau basah ?

, apakah saat batuk mengalami nyeri atau mebutuhkan

energi yang besar.

4) Sputum

Bila pasien mengeluarkan sputum maka harus

diperhatikan banyaknya sputum, warna ,dan bau nya

sputum.

5) Nyeri dada ( Chest pain )

Nyeri dada dapat berasal dari gangguan

musculoskeletal, jantung dan organ pernafasan.

b. Past medical history

Beriisikan tentang riwayat penyakit dahulu pasien yang

berhubungan dengan sistem respirasi , alergi yang dimiliki

pasien , dan riwayat pengobatan yang pasien lakukan.

49 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik memiliki beberapa langkah yaitu :

a. Keadaaan Umum

Keadaan umum pasien harus diperhatikan seperti respirasi

rate ( RR) , saturasi oksigen dan pola pernafasan pada .

b. Inspeksi

1) Inspeksi Statis

Inspeksi dalam keadaan diam dapat melihat beberapa

deformitas yang dialami pasien sebagai berikut :

a) Bentuk thoraks : normal, paralitik (mengecil)

, barrel , tong, empisemaatis, pigeon chest ,

funnel chest dan kyphoscoliosis

b) trunk : normal, kyphosis , scoliosis atau

lordosis.

c) Shoulder : elevasi atau protraksi dan posisi

shoulder girdle

d) Pola pernafasan : pernafasan dada

,pernafasan perut, cepat dan dangkal,lambat

dan dalam, otot yang digunakan untuk

bernafas.

e) Clubbing finger,warna bibir, wajah pucat

atau tidak.

50 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
2) Inspeksi Dinamis

a) pergerakan thoraks

b) Gerakan Ekstremitas yang terganggu/ terbatas.

c. Palpasi

1) Palpasi gerakan dinding perut

2) Palpasi thoraks

3) Palpasi otot pernafasan

d. Auskultasi

Auskultasi untuk mengetahui intensitas inspirasi dan

ekspirasi dapat diperiksa dengan stetoskop, apakah ada crackles

atau wheezes. Pada penderita dengan gangguan pneumothoraks

atau hematopneumothoraks dapat dijumpai penurunan suara

napas atau bahkan hilangnya suara napas pada sisi yang terkena

(Muttaqin, 2008).

3. Pemeriksaan Khusus

Terdapat pemeriksaan khusus pada repirasi yaitu sebagai berikut:

a) Fremitus

Untuk mengetahui ada atau tidak nya sputum serta

mengetahui letak sputum.

b) Ekspansi thoraks

Untuk mengetahui apakah ada gangguan

perkembangan paru dengan menghitung selisih antara

51 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
inspirasi maksimal dan ekpirasi maksimal. Serta dapat

digunakan untuk evaluasi setelah terapi.

c) Pemeriksaan volume dan kapasitas paru.

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat membantu fisioterapi untuk melihat

gangguan yang dialami oleh pasien. Dalam kasus ini pemeriksaan

penunjang meliputi x-ray,pemeriksaan fungsi paru , dan pemeriksaan

laboratorium.

5. Diagnosa Fisioterapi

Diagnosa fisioterapi ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan dan

evaluasi, menyatakan hasil dari proses perkembangan klinis, dapat

berupa pernyataan keadaan disfungsi gerak, meliputi kelemahan,

limitasi fungsi,kemampuan/ketidakmampuan, atau sindrom individu

atau kelompok

Diagnosa pada gangguan system pulmonal berpotensi untuk terjadi

gangguan kinerja system kardiovaskuler – pulmonary, gangguan

ventilasi , respirasi gas exchange,aaerobic capacity/ endurance yang

berkaitan dengan airways clearance dysfunctions.

6. Tujuan Fisioterapi

Tujuan ini meliputi tujuan jangka panjang dan pendek. Tujuan

jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas masalah utama dan

tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas masalah,

52 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
tetapi bukan masalah utama. Pada masalah respirasi tujuan yang akan

dibuat fisioterapi akan disesuaikan dengan masalah yang ditemukan

pada pasien meliputi meningkatkan perkembangan paru, memperbaiki

pola pernafasan , membersihkan jalan nafas dan mengurangi gejala –

gejala yang dialami pasien dll.

7. Perencanaan Fisioterapi

Perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan intervensi

dan mengarah kepada pengembangan rencana intervensi, termasuk

tujuan yang terukur yang disetujui pasien/klien, keluarga atau pelayanan

kesehatan lainnya. Dapat menjadi pertimbangan perencanaan alternatif

untuk dirujuk bila membutuhkan pelayanan lain.

8. Intervensi Fisioterapi

Intervensi fisioterapi adalah implementasi dan modifikasi teknologi

fisioterapi termasuk manual terapi, peningkatan gerak, peralatan (fisik,

elektroterapitik mekanik) pelatihan fungsi, penyedian alat bantu,

pendidikan pasien, konsultasi, dokumentasi, koordinasi dan

komunikasi. Bertujuan untuk pencegahan, penyembuhan dan pemulihan

terhadap impermen, injuri, keterbatasan fungsi, serta memelihara dan

meningkatkan kesehatan, kebugaran,kualitas hidup pada individu segala

umur,kelompok,masyarakat.

Intervensi yang akan diberikan pada kasus ini yaitu deep inspirasi

breathing, segmental breathing, diafragma breathing, dan mobilisasi

thoraks.

53 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
9. Evaluasi / re evaluasi fisioterapi

Evaluasi fisioterapi adalah suatu kegiatan assesmen ulang setelah

intervensi fisioterapi, identifikasi, penentuan perkembangan gerak dan

fungsi untuk menentukan kelanjutan, modifikasi, penghentian atau

rujukan

54 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
K. Kerangka Berfikir Kasus

Penyakit Paru Penyebab :


hematopneumthoraks
dengan pemasangan WSD 1. Traumatic
2. Non- traumatik

Gangguan fungsi & gerak


dan Penurunan Endurance

Body Structure & Activity Limitation: Participation


Function Restriction:
1. S
2. Mudah lelah saat 1. Tidak dapat
1. Nyeri pada aktivitas. bekerja di
sekitar WSD tempat
2. Gangguan kerjanya.
kembang paru
3. Gangguan
Posture.
4. Penurunan
Endurance

1. Segmental Breathing
2. Breathing excercise
3. Chest Mobility
4. Mobility trunk
5. Ergocycle (Rencana)

1. Nyeri sudah tidak ada


2. Perkembangan paru
3. Perbaikan Postur
4. Peningkatan Endurance

55 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
BAB III

STATUS KLINIS

A. IDENTITAS KLIEN

1. NRM : 2229640

2. Nama : Tn. TF

3. Jenis Kelamin : Laki – Laki

4. Tempat/Tanggal Lahir : 22 Februari 1989

5. Alamat : kp. Jembatan

6. Agama : Islam

7. Pekerjaan : Pegawai Swasta

8. Pendidikan Terakhir : SMA

9. DPJP : dr. Agung BTKV

10. Tanggal Masuk : 13 Januari 2016

11. Tanggal Pemeriksaan : 19 Januari 2016

12. Diagnosa Medis : Hematopneumothoraks

13. Medika Mentosa : Asam Mefenamat 500 ml gr

B. ASSESMENT PEMERIKSAAN

1. Anamnesis

a. Keluhan Utama : Nyeri pada sekitar bagian WSD

b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada tanggal 4 januari saat

mengendarai mobil pasien megalami guncangan yang cukup

56 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
keras.Kemudian pasien merasa nyeri pada bagian dada sebelah kiri

dan mengalami sesak. Lalu pasien beristirahat di salah satu

pembensin dan terdapat jasa pemijatan dan bekam. Kemudian pasien

dibekam karena merasa kurang enak badan, setelah 5 menit dibekam

pasien merasa sesak nafas yang semakin meberat sampai badan

tidak dapat digerkakkan kemudian keluarga pasien memutuskan

untuk di bawa ke rs terdekat yaitu rs susilo di tegal. Pasien

mengalami sianosis (biru-biru) kemudian masuk IGD dan dipasang

O2 nasal dan infus kemudian dokter melakukam tindakan operasi

WSD untuk mengeluarkan darah yang ada di dalam rongga pleura

kiri pasien. Lalu pasien menerima transfusi darah namun terjadi

alergi yang membuat pasien keringat dingin. Pada hari ke 8

pendarahan masih terjadi sehingga dokter merujuk ke RSUP

Persahabatan dan dibawa dengan ambulans Lalu pasien tiba di

RSUP Persahabatan dihari ke 9 dini hari. Lalu kemudian dilakukan

foto rontgen. Kemudian pasien dirawat dikamar anggrek dan mulai

diberikan intervensi fisioterapi pada hari ke 6 setelah dirawat di

RSUP Persahabatn.

c. Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat merokok, sehari sebungkus.

2. Pemeriksaan Umum

a. Kesadaran : Kompos mentis

b. Tekanan Darah : 110/70 mmHg.

c. Saturasi O2 : 98%

57 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
d. Denyut Nadi : 95 x/ menit

e. Pernafasan : 18 x / menit

f. Tinggi Badan : 165 cm

g. Berat Badan : 50 kg

h. IMT : 18,3 (kurus dengan tingkat ringan)

Nilai normal : 18,5 – 25,0

3. Pemeriksaan Khusus / Pemeriksaan Fisioterapi

a. Inspeksi :

1) Depan :

a) Bentuk thoraks : Paralitik chest

b) Otot bantu nafas : tidak menggunakan otot bantu

pernafasan

c) Gerak nafas : pernafasan dada

d) Posisi bahu : asimetris,bahu kiri lebih rendah

e) Warna bibir : Tidak pucat

f) Clavicula : Menonjol

g) Axilla : asimetris ( kiri lebih rendah )

h) Sela iga : rapat

i) Clubbing finger : Tidak ada

j) Irama napas : Teratur

k) Pola nafas : dalam dan lambat

58 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
l) Body arm distance : Kanan 3 jari

Kiri 4 jari karena terpasang WSD

2) Samping

a) Posisi kepala(Cervical): Normal

b) Posisi bahu : Normal

c) Vertebra : skoliosis

3) Belakang

a) Cervical : normal

b) Vertebra : Skoliosis

c) Posisi bahu : asimetris kiri lebih rendah

d) Scapula : kiri lebih rendah

b. Palpasi

1. Suhu : Normal

2. Nyeri tekan : Tidak Ada

3. Spasme otot pernapasan : Tidak ada

4. Pengembangan paru : upper : simetris

Middle : simetris

Lower : kiri tertinggal

59 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
c. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

1) Regio Shoulder

Gerakan Aktif Pasif

Kanan Kiri Kanan Kiri

Tidak ada Ada Tidak ada Ada


keterbatasan/tid keterbatasan keterbatasan/tid keterbatasan
Fleksi ak ada nyeri / ada nyeri ak ada nyeri / ada nyeri

Tidak ada Ada Tidak ada Ada


keterbatasan/tid keterbatasan keterbatasan/tid keterbatasan
Ekstensi ak ada nyeri / ada nyeri ak ada nyeri / ada nyeri

Tidak ada Ada Tidak ada Ada


keterbatasan/tid keterbatasan keterbatasan/tid keterbatasan
Abduksi ak ada nyeri / ada nyeri ak ada nyeri / ada nyeri

Tidak ada Ada Tidak ada Ada


keterbatasan/tid keterbatasan keterbatasan/tid keterbatasan
Adduksi ak ada nyeri / ada nyeri ak ada nyeri / ada nyeri

Tidak ada Ada Tidak ada Ada


keterbatasan/tid keterbatasan keterbatasan/tid keterbatasan
internal rotasi ak ada nyeri / ada nyeri ak ada nyeri / ada nyeri

Tidak ada Ada Tidak ada Ada


eksternal keterbatasan/tid keterbatasan keterbatasan/tid keterbatasan
rotasi ak ada nyeri / ada nyeri ak ada nyeri / ada nyeri

2) MMT

Gerakan Kanan Kiri


Fleksi Shoulder 5 3
Ekstensi Shoulder 5 3
Abduksi Shoulder 5 3
Adduksi Shoulder 5 3
Eksternal Rotasi 5 3
Internal Rotasi 5 3

3) TIMT Otot Pernafasan : Kesan Lemah

60 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
d. Tes Khusus

(FT.Kardiosvaskuler, FT.Respirasi, FT.Neuormuskuler,

FT.Integumen, FT.Muskuloskeletal, FT.Pediatri).

1. VAS :4

2. Ekspansi thorak : Upper : 2 cm nilai normal : 2-3

Middle : 3 cm nilai normal : 3-5

Lower : 2 cm nilai normal :5-7

3. Auskultasi : Tidak ada sputum

4. Fremitus : Tidak ada

e. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen (terlampir) : hematopneumtoraks sinistra

2. Lab (terlampir) : BTA (negatif)

3. Bronkoskopi ( terlampir ) : skiatrik minimal di lingual

kiri

4. Laboratorium : anemia ringan

f. Pemeriksaaan Fungsional

1. Uji jalan 6 menit : 2,5 mets.

C. PROBLEMATIKA FISIOTERAPI

1. Nyeri di daerah WSD

2. Gangguan perkembangan paru kiri

3. Gangguan postur

4. Low endurance.

61 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
D. DIAGNOSA FISIOTERAPI

1. Problematika Fisioterapi

a. Activity Limitation (+)(-)

1) Tidak dapat berjalan jauh

2) Mudah lelah

b. Body Function and Structure Impairment (+)(-)

1) Adanya nyeri pada sekitar WSD

2) Gangguan kembang paru

3) Gangguan postur

4) Low Endurance

c. Partisipastion restriction (+)(-)

1. Tidak dapat bekerja di tempat kerjanya.

2. Diagnosa Fisioterapi berdasarkan ICF

Adanya nyeri pada sekitar WSD karena gangguan kembang paru terkait

e.c. hemato pneumothoraks sehingga tidak dapat pergi bekerja ditempat

kerjanya.

3. Prognosa: Berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa prognosa pasien mengarah baik.

E. PERENCANAAN FISIOTERAPI

1. Tujuan jangka panjang

a. Meningkatkan endurance

b. Meningkatkan aktifitas daily living

62 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
2. Tujuan jangka pendek

a. Mengurangi nyeri

b. Meningkatkan kembang paru kiri

c. Memperbaiki postur .

F. INTERVENSI FISIOTERAPI

1. Breathing Exercise

Dosis

Tujuan : meningkatkan kembang paru kiri

Frekuensi : 3 kali / minggu

Intensitas : toleransi pasien

Time : disesuaikan

Tipe : Terapi latihan

Repetisi : 5 repetisi / 1 set

2. Segmental breathing

Dosis

Frekuensi : 3 kali /minggu

Intensitas : toleransi pasien

Time : Disesuaikan.

Tipe : manual terapi

Repetisi : 5 repetisi / 2 set

3. Koreksi Postur

Dosis

Frekuensi : 3 kali/ minggu

63 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Time :Toleransi

Tipe :Terapi Latihan

Repetisi :ditahan selama 8 detik.

4. Mobility Thoraks

Dosis

Frekuensi : 3 kali / minggu

Intensitas : Toleransi Pasien

Time : Toleransi Pasien.

Tipe : Terapi Latihan

Repetisi : 5 kali rep setiap gerakan.

5. Static cycle

Dosis

Frekuensi : 3 kali / minggu

Intensitas : 20 watt

Time : 15 menit.

Tipe : Terapi Latihan

Repetisi : 30 – 40 rpm.

64 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
G. INTERVENSI FISIOTERAPI (URAIAN)

1. Breathing Exercise

Posisi pasien : supine lying

Posisi terapis : disamping pasien

Prosedur : terapis meletakkan tangan pada costa terakhir lalu

instruksikan pasien untuk menarik nafas dan tahan nafas lalu tiup.

Tangan terapis berfungsi untuk memberikan stimulasi Lalu ulangi

sebanyak 5 kali repetisi.

2. Segmental Breathing

Posisi pasien : pasien tidur miring kanan dan diberi sangahan

bantal pada bagian lower paru.

Posisi terapis : dibelakang pasien

Prosedur : terapis meletakkan tangan pada disekitar sisis garis

mid axilla pada iga costa 7 – 9 pasien. Pasien diminta rileks dan

menghembuskan nafas dan merasakan penuruan costa kebawah

dana dalam atau ,middle. Gerakan ini tidak dapat dipaksakan pada

akhir ekspirasi atau awal inspirasi terapis memberikan stimulasi

propioseptif pada area yang dilatih selama inspirasi sambil

mengembangkan costa bawah melawan tangan (tahanan).

3. Chest Mobility

Posisi pasien : berdiri

65 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Posisi terapis : menginstruksikan pasien dengan berdiri

Prosedur :

a. Gerakan 1 : pasien melakukan gerakan lateral fleksi lalu

gerakan ke lateral fleksi kiri dan kanan sebanyak 5 kali

repetisi.

b. Gerakan 2 : pasien melakukan fleksi trunk dan lalu ke

ekstensi trunk . lakukan 5 kali repetisi.

c. Gerakan 3 : posisi pasien tidur terlentang lalu fleksikan

kedua knee lalu gerakan pelvic rotasi.

4. Koreksi Postur

Posisi pasien : duduk tegak

Posisi Terapis : disamping pasien

Prosedur : pasien duduk tegak dengan membuka kaki sejajajr

dengan bahu lalu membuka tangan dan rentangkan seperti posisi

anatomis tubuh. Lalu instruksikan chintuck lalu mata perlahan

melihat kearah atas. Tahan gerakan ini selama 30 – 60 detik.

5. Static cycle ( Perencanaan )

Posisi pasien : pasien duduk dan mengayuh sepeda

Posisi Terapis : disamping pasien

66 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Prosedur : pasangkan saturasi pada pasien lalu aturlah static

cycle seuai beban yang telah ditentukan dan instruksikan pasien

untuk mengayuh sepdea selama waktu yang telah ditentukan.

(0,006 𝑥 (𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘)
Dosis : ( + 7,38) : 3,5
0,3048

(0,006 𝑥 (286)
( + 7,38) : 3,5
0,3048

= 3.7 mets

Beban untuk 3,7 mets dengan jenis kelamin laki-laki adalah 18 watt.

Durasi selama 5 menit untuk minggu pertama dengan frekuensi per

minggu sebanyak 3 kali pertemuan. Untuk minggu selanjutnya

durasi ditambah 5 menit.

H. EDUKASI/HOME PROGRAM

1. Meminta pasien untuk melakukan Deep Inspirasi Breathing dengan

cara menarik nafas panjang dan membuang nafas dengan bibir

mercucu sebagai latihan sehari-hari.

2. Meminta pasien untuk melakukan latihan koreksi postur dan dapat

dilakukan di depan cermin.

3. melakukan mobility thoraks yang sudah diberikan fisoterapis untuk

sehari – hari.

4. Meminta pasien untuk berjalan santai setiap harinya.

67 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
I. EVALUASI

No. Hari / Evaluasi


tanggal

1 Selasa S : adanya nyeri pada daerah sekitar WSD

19 O : sat O2 : 98 %

januari 2016
HR : 100 x/menit

RR : 20x/menit

Ekspansi thoraks : 2 – 3 - 2

VAS : 4

Nyeri pada bagian WSD , Skoliosis, dan low

endurance, belum ada peningkatan kembang paru.

A : Adanya nyeri pada sekitar WSD karena gangguan

kembang paru terkait e.c. hemato pneumothoraks

sehingga tidak dapat pergi bekerja ditempat kerjanya.

P : breathing exercise

Segmental breathing

Mobility Thoraks & Koreksi postur

68 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
2. Kamis S : nyeri sudah berkurang

22 januari
O : sat O2 : 98 %
2016
HR : 100

RR : 20x/menit

Ekspansi thoraks : 2-3-2

VAS : 3

Nyeri sudah bekurang pada WSD , Skoliosis,

dan low endurance

A : Adanya nyeri pada sekitar WSD karena

gangguan kembang paru terkait e.c. hemato

pneumothoraks sehingga tidak dapat pergi

bekerja ditempat kerjanya.

P : breathing exercise

Segmental breathing

Mobility Thoraks

Koreksi postur

3. Jumat S : sesak sudah tidak ada ,sudah tidak ada nyeri

disekitar WSD namun mudah lelah saat berjalan disekitar


22 Januari
rumah sakit.
2016

69 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
O : sat O2 : 98 %

HR : 97x/menit

RR : 18x/menit

Ekspansi thoraks : 2 – 3 – 2,5

VAS : 3

Skoliosis, dan low endurance, sudah ada

sedikit peningkatan kembang paru.

A : Adanya nyeri pada sekitar WSD karena

gangguan kembang paru terkait e.c. hemato

pneumothoraks sehingga tidak dapat pergi

bekerja ditempat kerjanya.

P : breathing exercise

Segmental breathing

Mobility Thoraks

Koreksi postur

4 Selasa S : pasien mengeluh cepat lelah dan nyeri sudah

26 januari berkurang pada WSD

2016
O : sat O2 : 98 %

70 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
HR : 92 x/menit

RR : 16 x/menit

Ekspansi thoraks : 2 – 3 – 2,5

VAS : 2

Skoliosis, dan low endurance, sudah ada

sedikit peningkatan kembang paru.

A : Adanya nyeri pada sekitar WSD karena gangguan

kembang paru terkait e.c. hemato pneumothoraks

sehingga tidak dapat pergi bekerja ditempat kerjanya.

P : breathing exercise

Segmental breathing

Mobility Thoraks

Koreksi postur

Static bicycle ( Rencana )

71 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil Penatalaksanaan Fisioterapi

Berdasarkan hasil intervensi fisioterapi yang telah dilakukan Tn.TF

sebanyak 4 kali pertemuan, hasil yang didapat adalah sudah tidak adanya nyeri

pada daerah sekitar WSD namun belum ada peningkatan yang signifikan dari

kembang paru kiri bagian bawah dan peningkatan endurance dikarenakan pasien

masih mudah lelah saat berjalan jauh dan melakukan latihan yang diberikan

fisioterapi.

Sedangkan pada gangguan postur yang dialami yaitu skolosis masih belum

ada perubahan yang signifikan, namun pasien selalu melakukan latihan rutin

sesuai edukasi yang diberikan oleh fisioterapi.

B. Keterbatasan

Adapun keterbatasan yang kami dapatkan selama melakukan intervensi

adalah jumlah pertemuan yang begitu singkat sehingga masih terdapat beberapa

kekurangan pada beberapa pemeriksaan dan hasil yang belum begitu terlihat

perubahannya secara signifikan.

72 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Nyeri menimbulkan rasa ketidaknyaman dalam bergerak dan meyebabkan

ketidknyamanan dalam beraktifitas sehari-hari. Selain nyeri hal yang dapat

menggangu beraktifirtas ialah tingkat kebugaran yang rendah hal ini dpaat terjadi

apabila suplai oksigen tidak terpenuhi akibat adanya gangguan perkemabnagn

paru. Pada kasus Tn.TF inilah dapat kita lihat betapa pentingnya peran fisoterapi

dalam mengembalikan aktifitas fisik dan fungsional dengan memberikan beberapa

latihan yang dapat memperbaiki dan meningktakan fungsional. Pada kasus ini

beberapa problematika fisioterapi yang sudah dapat diatasi namun masih ada tujuan

atau goal treatment yang belum tercapai optimal karena mebutuhkan waktu yang

lebih lama dan latihan yang intensif.

B. Saran

Perlunya diberikan intervensi fisioterapi pada pasien secara rutin untuk

mencegah progresifitas penyakit, serta untuk meningkatkan dan

mempertahankan fungsional yang dimiliki pasien agar pasien dapat melakukan

aktifitas sehari – hari dengan mandiri.

73 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, A., Yunus, F., Wiyono, W. H. & Ratnawati, A., n.d. Manfaat
Rehabilitasi Paru dalam Meningkatkan atau Mempertahankan Kapasitas
Fungsional dan Kualitas Hidup. p. 11.
Aehlert, B., 2011. Paramedic Practice Today Above and Beyond
Volume 2. Burlington: Jones & Bartlett Learning LLC.
Aljehani, Y., Makhdom, F., Albuainain, H. & El-Ghoniemy, Y., 2014.
Primary Spontaneous Haemopneumothorax: An Overlooked
Emergency, Saudi Arabia: Department of Surgery.
Anand, D., Stevenson, C. J., West, C. R. & Pharoah, P. O. D., 2008.
Lung function and respiratory health. Archive of disease, pp. 135-138.
Anon., 2012. Microscope WOrld. [Online]
Available at:
http://blog.microscopeworld.com/2012_09_01_archive.html
[Accessed 23 Januari 2016].
Anon., 2104. Aktif Belajar. [Online]
Available at: http://www.aktifbelajar.com/2015/09/jenis-jenis-
pernapasan-yang-perlu-sobat.html
[Accessed 23 Januari 2016].
Anon., n.d. FindLaw. [Online]
Available at:
http://findlaw.doereport.com/generateexhibit.php?ID=311&ExhibitKe
ywordsRaw=&TL=&A=42409
[Accessed 23 January 2016].
Aviandari, G., Budiningsih, S. & Ikhsan, M., 2010. prevalensi gangguan
obstruksi paru dan faktor faktor yang berhubungan dengan pekerja.
respirasi jurnal.
c. c. l., 1999. Anatomi dan Fisiologi Modul Swa-Instruksional 4. Sistem
Pernapasan dan Sistem Kardiovaskula. 4 ed. jakarta: egc.
Davey, P., 2006. At a Glance Medicine. Erlangga: Jakarta.
Djojodibroto, D., 2007. Respirologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Frownfelter, D. & Dean, E., 2006. Cardiovaskuler and Pulmonary
Physical Therapy. 4 ed. United Stated: Elsevier.
Fullerton, D. A. & Grover, F. L., 2005. Pathophysiology and initial
management of Thorac Injury In Thoracic Surgery. pp. 1523-1534.

74 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Goldhaber, S. & Elliot, C., 2003. Acute pulmonary embolism: Part II:
Risk stratification, treatment, and prevention. p. 108.
Goodman, C. C. & Fuller, K. S., 2009. Pathology Implication for the
Physical Therapist Third Editon. Missouri: Saunders Elsevier.
Gormley, J. & Hussey, J., 2005. Exercise therapy: prevention and
treatment of disease. Pondicherry: Blackwell Publishing.
Hamid, Q., Shannon, J. & Martin, J., 2005. Physiologic Basis of
Respiratory Disease. Hamilton: BC Decker.
hariandja, a. m. a., 2015. assesment dan diagnostik fisoterapi. 1 ed.
bekasi: s.n.
Holcomb, J. B., McManus, J. G., Kerr, S. & Pusateri, A. E., 2009.
Needle versus tube thoracostomy in a swine model of traumatic tension
hematopneumothorax. Taylor&francis online, pp. 18-27.
Hough, A., 2001. Physiotherapy in Respiratory Care: An evidance-
based aproach to respiratory and cardiac management third edition.
Cheltenham: Nelson Thornes.
Jhonson, 2013. Study Blue. [Online]
Available at: https://www.studyblue.com/notes/note/n/1010-
mediastinum--lungs/deck/8777083
[Accessed 23 Januari 23].
Kim, E.-S.et al., 2007. Year Experience of Spontaneous. Ann Thorac
Cardiovasc Surg, 6 august, pp. 150-151.
Leelarungrayub, D., 2012. Chest Mobilization Techniques for
Improving Ventilation and Gas Exchange in Chronic Lung Disease. p.
409.
Lippert, L. S., 2006. Clinical Kinesiology and Anatomy. Philadelpia:
F.A. Davis Company.
Liwe, N., Limpeleh, H. & Monoarfa, A., 2004. POLA TRAUMA
TUMPUL TORAKS DI INSTALASI RAWAT DARURAT BEDAH
RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO.
Mick, N. W. et al., 2006. Emergency Medicine. Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkins.
Muttaqin, A., 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Ng, C. S. & Yim, A. P., 2006. CURRENT OPINION IN PULMONARY
MEDICINE. Spontaneous hemopneumothorax, p. 276.

75 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I
Patel, P. R., 2005. Lecture Note Radiologi Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
Patrini, D. et al., 2014. Etiologi and management of spontaneous
haemothorax. Department of Cardiothoracic Surger, 26 November, p.
520.
Pierce, E. C., 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Prabowo, E., Bagiada, A. & Imron, M. A., n.d. PELATIHAN JALAN
INTESITAS SEDANG DENGAN PELATIHAN STATIC BICYCLE
INTESITAS SEDANG DALAM MENINGKATKAN ENDURANCE
KARDIORESPIRASI DILIHAT DARI PENINGKATAN Vo2 MAX,
PENURUNAN HEART RATE, DAN PENINGKATAN INSPIRASI
MAKSIMAL PADA LANSIA, Yogyakarta: s.n.
Pritz, M. B., 2003. Subaracnoid Hemorrage Due to Cerebral Aneurysms.
Neurological Therapeutics Principles and Practice Volume 1, p. 48.
Roy, S., 2012. Human Anatomy - Know Your Body. [Online]
Available at: http://www.knowyourbody.net/parietal-pleura.html
[Accessed 23 Januari 2016].
Somantri, I., 2007. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
subagyo, a., 2013. gangguan faal paru. jakarta: egc.
Tambayong, J., 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Zerwekh, J., 2013. Illustrated Study Guide for the NCLEX-RN® Exam
Eightth Edition. Missouri: Elsevier.

76 | P o l t e k k e s K e m e n k e s J a k a r t a I I I

Anda mungkin juga menyukai