Anda di halaman 1dari 8

FAKTOR KEJADIAN STUNTING BALITA BERUSIA 6-23 BULAN

DI PROVINSI LAMPUNG

Christin Angelina F.1, Agung Aji Perdana1, Humairoh2

ABSTRAK

Prevalensi stunting secara nasional pada 2010 (35,6%), dan 2013 37.2%, yang
berarti terjadi peningkatan dibandingkan sebelumnya. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui penyebab kejadianstunting balita berusia 6-23 bulan di Provinsi Lampung
2017. Data yang digunakan adalah data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2016.Sampel
164. Data dianasis dengan chi square dengan derajat kepercayaan 95%.
Hasil univariat didapatkan prevalensi kejadian stunting sebesar 20,1% dan normal
79,9%. Prevalensi perempuan 50.6%, sedangkan berjenis kelamin laki-laki 49,4%.
jumlah anggota rumah tangga <=4 yaitu 78%, sedangkan jumlah anggota rumah tangga
>4 sebanyak 22%, inisiasi menyusu dini 54,9%, sedangkan responden yang tidak
melakukan IMD sebanyak 45.1%, tidak ASI Eksklusif sebanyak 57,3%, sedangkan
responden yang memberikan ASI eksklusif 42.7%. Hasil analisis bivariat diperoleh
danya hubungan jenis kelamin (p value= 0,043 OR= 2,441), IMD (p value= 0,010 OR=
3,308), dan ASI ekslusif (p value= 0,028 OR= 2,808) dengan kejadian stunting.
Tidakada hubungan yang bermakna antara jumlah anggota rumah tangga dengan
kejadian stunting dengan nilai p value = 0,197 OR=0,247). Dapat disimpulkan jenis
kelamin, Inisiasi Menyusui Dini, ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian stunting
balita usia 6-23 bulan, dan jumlah anggota rumah tangga tidak berhungannya. Perlu
meningkatkan upaya promotif dan preventif mengenai IMD dan ASI eksklusif agar dapat
meningkatkan angka sesuai target yang telah ditetapkan agar kejadianstunting pada
balita dapat dicegah.

Kata kunci : Jenis kelamin, jumlah anggota rumah tangga, inisiasi menyusu dini, ASI
eksklusif, stunting , balita, Lampung

PENDAHULUAN dengan keadaan wasting (kurus)


Pembangunan kesehatan dalam sebanyak 51 juta anak, dan 17 juta anak
periode 2015-2019 difokuskan pada dalam kondisi sangat kurus yang
empat program prioritas yaitu memerlukan penanganan khusus.
penurunan angka kematian ibu dan bayi, Keadaan tersebut, akan mengalami efek
penurunan prevalensi balita pendek jangka panjang yang berdampak bagi
(stunting), pengendalian penyakit dirinya, keluarga, dan pemerintah,
menular dan pengendalian penyakit bahkan berisiko tinggi meninggal
tidak menular. Upaya peningkatan (Rudert, 2014).
status gizi masyarakat termasuk Prevalensi anak stunting di
penurunan prevalensi balita pendek Indonesia berbeda-beda di setiap
menjadi salah satu prioritas daerah. Prevalensi secara nasional pada
pembangunan nasional yang tercantum 2013 adalah 37.2%, yang berarti terjadi
di dalam sasaran pokok Rencana peningkatan dibandingkan 2010
Pembangunan Jangka Menengah 2015– (35,6%) dan 2007 (36,8%) (Riskesdas,
2019. Target penurunan prevalensi 2013).Berdasarkan data pemantauan
stunting (pendek dan sangat pendek) status gizi (PSG) 2015 di provinsi
pada anak baduta (dibawah 2) adalah Lampung terdapat presentase balita
menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019 sangat pendek usia 0-23 sebesar 5,2%
dalam Kemenkes RI, 2016). dan pendek 12,2%, data ini meningkat
UNICEF pada 2014 pada 2016 yaitu presentase balita
mengeluarkan hasil bahwa lebih dari 162 sangat pendek sebesar 5,9 % dan
juta anak dibawah 5 di dunia pendek 13,0% (PSG, 2016).
mengalami stunting (pendek). Anak
1) Fakultas KesehatanMasyarakat Universitas Malahayati
2) Dinas Kesehatan Provinsi Lampung

Jurnal Dunia Kesmas Volume 7. Nomor 3. Juli 2018 127


Stunting adalah gambaran status badan menurut umur yang
gizi kurang yang berkepanjangan selama mencerminkan pertumbuhan linear yang
periode paling genting dari pertumbuhan dicapai pada pra dan pasca persalinan
dan perkembangan di awal kehidupan. dengan indikasi kekurangan gizi jangka
Hal ini dapat diartikan sebagai balita panjang akibat dari gizi yang tidak
yang berumur 0-59 bulan yang memadai dan atau kesehatan.Stunting
mempunyai tinggi badan menurut umur merupakan pertumbuhan linear yang
dibawah minus 2 standar deviasi dan gagal untuk mencapai potensi genetic
minus 3 standar deviasi dari median sebagai akibat dari pola makan yang
standar pertumbuhan balita yang telah buruk dan penyakit (ACC/SCN,
ditetapkan oleh WHO (UNICEF, 2013). 2000).Salah satu indikator status gizi
Menurut WHO 2013 dalam Lamid bayi lahir adalah panjang badan waktu
2015 Penyebab masalah stunting salah lahir disamping berat badan waktu
satunya akibat dari penundaan IMD, lahir.Panjang bayi lahir dianggap normal
pemberian ASI tidak eksklusif dan antara 48 – 52 cm. Jadi panjang lahir
penyapihan ASI terlalu dini. Days state <48 cm tergolong bayi pendek.Namun
of the world’s mothers 2012 bila kita ingin mengaitkan panjang badan
menyatakan bahwa kejadian stunting lahir dengan risiko mendapatkan
dipengaruhi oleh kondisi pada masa penyakit tidak menular waktu dewasa
1000 hari kehidupan yaitu mulai dari nanti, WHO menganjurkan nilai batas >
janin berada dalam satu perut atau 50 cm (Atmarita, 2015).
ketika wanita dalam kondisi hamil Pemberian ASI (air susu ibu)
sampai anak tersebut berusia 2 dan yang kurang sesuai di Indonesia
masa ini disebut dengan masa windows menyebabkan bayi menderita gizi kurang
critical karena pada masa ini terjadi dan gizi buruk. Padahal kekurangan gizi
perkembangan otak atau kecerdasan pada bayi akan berdampak pada
dan pertumbuhan badan yang cepat gangguan psikomotor, kognitif dan sosial
sehingga pada masa ini bila tidak serta secara klinis terjadi gangguan
diberikan asupan gizi yang cukup pada pertumbuhan. Dampak lainnya adalah
ibu hamil, tidak diberikan ASI eksklusif derajat kesehatan dan gizi anak
dan pemberian MP-ASI yang kurang Indonesia masih
bergizi pada anak maka berpotensi memprihatinkan.Pertumbuhan dan
terjadinya stunting. Stunting yang perkembangan pada masa bayi
terjadi pada anak 0-2 dan berlanjut memerlukan masukan zat-zat gizi yang
pada usia 3-6 akan tetap berisiko seimbang dan relatif besar.Namun,
stunting pada usia pra-pubertas (7-9) kemampuan bayi untuk makan dibatasi
(UNICEF, 2016). oleh keadaan saluran pencernaannya
Masalah stunting yang cukup yang masih dalam tahap pendewasaan.
tinggi dapat diatasi dengan melakukan Satu-satunya makanan yang sesuai
inisiasi menyusi dini (IMD) minimal 1 dengan keadaan saluran pencernaaan
jam setelah bayi dilahirkan, pemberian bayi dan memenuhi kebutuhan selama
ASI eksklusif selama 6 bulan dan berbulan-bulan pertama adalah ASI
dilanjutkan pemberian ASI sampai usia (Haryono dkk, 2014). Anak yang tidak
24 bulan dengan tambahan makanan mendapatkan ASI eksklusif berisiko lebih
pendamping ASI (Lamid, 2015). Setiap tinggi untuk kekurangan zat gizi yang
bayi yang dilahirkan berhak diperlukan untuk proses pertumbuhan.
mendapatkan kesempatan IMD segera Gangguan pertumbuhan
setelah lahir sesuai dengan peraturan akanmengakibatkan terjadinya stunting
pemerintah nomor 33 2012 pada anak (Anshori, 2013).
(Kemenkes, 2012). Presentasi Jumlah anggota rumah tangga
pemberian IMD di Indonesia 2010 juga memilki hubungan yang signifikan
sebesar 29,3 % dan 2013 sebesar 34,5 dengan kejadian stunting pada balita.
%. Cakupan IMD disebut baik apabila Anak-anak stunting berasal dari keluarga
telah mencapai 50%-89% menurut yang jumlah anggota rumah tangganya
standar WHO (Kemenkes, 2014). lebih banyak dibandingkan dengan anak-
Stunting dapat didiagnosis anak normal (Tshwane University Of
melalui indeks antropometrik tinggi Technology et al, 2006). Penelitian

Jurnal Dunia Kesmas Volume 7. Nomor 3. Juli 2018 128


menunjukan bahwa ketersediaan lampung disebabkan karena penundaan
makanan bagi setiap anggota keluarga IMD, pemberian ASI tidak eksklusif dan
yang berasal dari rumah tangga yang penyapihan ASI terlalu dini. Data
memilki banyak anggota lebih rendah menunjukan bahwa cakupan pemberian
dibandingkan dengan yang memilki IMD di Indonesia 2013 sebesar 34,5 %.
anggota lebih sedikit.Jadi rumah tangga Sedangkan Cakupan IMD disebut baik
yang memilki jumlah anggota yang apabila telah mencapai 50%-89%
banyak lebih berpelung untuk menurut standar WHO (Kemenkes,
mempunyai anak malnutrisi 2014). Selain itu, Cakupan pemberian
dibandingkan dengan rumah tangga Asi Eksklusif di Provinsi Lampung juga
memilki lebih sedikit jumlah anggota 2015 mengalami penurunan
rumah tangga (Ajao et al, 2000). dibandingkan 2014 sebesar 82,25%
menjadi 57,70%, dimana angka ini
METODE PENELITIAN masih di bawah target yang diharapkan
Jenis penelitian survey analitik yaitu 80% (Dinkes Provinsi Provinsi
dengan rancangan cross sectional, Lampung, 2015). Jenis kelamin
bertempat diProvinsi Lampung, data perempuan lebih banyak yaitu 83 orang
yang digunakan yaitu data sekunder (50.6%)dibandingkanlaki-lakiyaitu81
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2016, orang (49,4%), responden dengan
analisis data dilaksanakan bulan April- jumlah anggota rumah tangga <=4 yaitu
Agustus 2017. Populasi adalah balita sebanyak 128 orang (78%), sedangkan
usia 6-23 bulan yang terdapat pada data jumlah anggota rumah tangga >4
PSG 2016 dengan sampel 164. Variabel sebanyak 36 orang (22%), inisiasi
yang diteliti adalah jenis kelamin, jumlah menyusu dini 90 orang (54,9%),
anggota rumah tangga, inisiasi menyusu sedangkan responden yang tidak
dini, ASI eksklusif dan stunting. Analisis melakukan inisiasi menyusu dini
dilakukan secara univariat dan bivariat. sebanyak 74 orang (45.1%), responden
Analisis univariat untuk mengetahui dalam penelitian ini tidak memberikan
distribusi masing-masing variabel, ASI Eksklusif kepada anaknya sebanyak
sedangkan Analisis bivariat adalah 94 orang (57,3%), sedangkan responden
analisis yang dilakukan untuk menguji yang memberikan ASI eksklusif
hubungan antara variabel bebas dan sebanyak 70 orang (42.7%).
variabel terikat yaitu jenis kelamin,
jumlah anggota rumah tangga, inisiasi Tabel 1
menyusu dini dan ASI eksklusif terhadap Distribusi Variabel, Faktor Stanting pada
kejadian stunting pada balita. Balita Usia 6-23 Bulan Di Provinsi
Pengambilansampel menggunakan Lampung 2017
Cluster samplingHasil penelitian diolah
dengan tahapan editing, Variabel Jumlah %
scoring,coding,entering, dan cleaning. Status Gizi (TB/U)
Sedangkan untuk membuktikan hipotesis  Stunting 33 20,1
menggunakan uji chi square dengan  Normal 131 79,9
Jenis Kelamin
derajat kemaknaan 95%.
 Laki-laki 81 49,4
 Perempuan 83 50,6
HASIL PENELITIAN DAN Jumlah Anggota
PEMBAHASAN Rumah Tangga
Distribusi Variabel  >4 36 22
Berdasarkan tabel 1 dapat  <4 128 78
diketahui sebagian besar responden Inisiasi Menyusu Dini
dalam penelitian ini memiliki tinggi  Tidak 74 45,1
badan yang normalsebanyak 131 orang  Ya 90 54,9
ASI Eksklusif
(79,9%), sedangkan responden yang
 Tidak 94 57,3
mengalami stunting 33 orang (20,1%).  Ya 70 42,7
Peneliti berpendapat bahwa
tingginya angka prevalensi stunting di

Jurnal Dunia Kesmas Volume 7. Nomor 3. Juli 2018 129


Uji Bivariat
Tabel 2
Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Stunting
Di Provinsi Lampung 2017

Status Gizi TB/U


Variabel p OR (CI 95%)
Stunting Normal
Jenis Kelamin
 Laki-laki 22 (27,2%) 59 (72,8%) 0.043 2,441 (1,09-5,440)
 Perempuan 11 (13,3%) 72 (86,7%
Jumlah Anggota
Rumah Tangga
 >4 4 (11,1%) 32 (88,9%) 0,197 0,427(0,139-1,306)
 <4 29 (22,7%) 99 (77,3%)
Inisiasi Menyusu Dini
 Tidak 22 (29,7%) 52 (70,3%) 0,010 3,308 (1,36-6,789)
 Ya 11 (12,2%) 79 (87,8%)
ASI Eksklusif
 Tidak 25 (26,6%) 69 (73,4%) 0,028 2,808(1,180-6,681)
 Ya 8 (11,4%) 62 (88,6%)

Hubungan Jenis Kelamin dengan daripada balita perempuan. Bayi laki-laki


kejadian Stunting pada umumnya lebih aktif bermain di
Berdasarkan tabel 2, diperoleh luar rumah, seperti berlarian, sehingga
proporsi kejadian stunting pada balita 6- mereka lebih mudah bersentuhan
23 bulan lebih banyak ditemukan pada dengan lingkungan yang kotor dan
balita yang berjenis kelamin laki-laki 22 menghabiskan energi yang lebih banyak,
orang (27,2%) dibandingkan dengan sementara asupan energinya terbatas.
perempuan 11 orang (13,3%). Hal ini Jenis kelamin menentukan
sejalan dengan hasil penelitian yang besarnya kebutuhan gizi bagi seseorang
dilakukan oleh Anisa (2012) di kelurahan sehingga terdapat keterkaitan antara
Kalibaru Depok. Hasil uji chi-square status gizi dan jenis kelamin.Perbedaan
diperoleh nilai p=0,043 maka dapat besarnya kebutuhan gizi tersebut
disimpulkan adanya hubungan yang dipengaruhi karena adanya perbedaan
bermakna antara jenis kelamin dengan komposisi tubuh antara laki-laki dan
kejadian stunting balita usia 6-23 bulan perempuan.Sehingga jumlah asupan
di Provinsi Lampung. Dari hasil analisis yang harus dikonsumsi pun lebih
diperoleh pula nilai OR=2,441, artinya banyak.
bahwa balita dengan jenis kelamin laki-
laki, memiliki peluang menjadi stunting Hubungan Jumlah Anggota Rumah
2,441 kali dibandingkan dengan balita Tangga
berjenis kelamin perempuan. Hasil analisa menunjukan bahwa
Menurut Almatsier (2004) bahwa proporsi kejadian stunting balita
perempuan lebih banyak jaringan lemak 6-23 bulan dengan jumlah anggota
dan jaringan otot lebih sedikit daripada rumah tangga >4 yaitu 11,1% dan yang
laki-laki. Secara metabolik, otot lebih normal 88,9%. Sedangkan pada balita
aktif jika dibandingkan dengan lemak, dengan jumlah anggota rumah tangga
sehingga secara proporsional otot akan <=4 proporsi kejadian stunting sebesar
memerlukan energy lebih tinggi daripada 22,7% dan yang normal 77,3%. Proporsi
lemak, dengan demikian, laki-laki dan kejadian stunting pada balita lebih
perempuan dengan tinggi badan, berat banyak ditemukan pada jumlah anggota
badan dan umur yang sama memiliki rumah tangga <=4 orang dibandingkan
komposisi tubuh yang berbeda, sehingga dengan balita dengan jumlah anggota
kebutuhan energy dan gizinya juga akan rumah tangga >4. Meskipun terdapat
berbeda. perbedaan proporsi, hasil analisa
Peneliti berpendapat bahwa menunjukan tidak ada hubungan yang
balita laki-laki pada umumnya lebih aktif bermakna antara jumlah anggota rumah

Jurnal Dunia Kesmas Volume 7. Nomor 3. Juli 2018 130


tangga dengan kejadian stunting balita untuk sakit sangat kecil sehingga jumlah
usia 6-23 bulan di Provinsi Lampung asupan tidak tergangu karena asupan
(p=0,197) dengan nilai OR antara 0,139- merupakan factor langsung yang
1,306 . menentukan status gizi balita.
Penelitian ini sejalan dengan Kolostrum memilki protein dan
penelitian yang dilakukan oleh Fitri 2012 immunoglobulin dengan konsentrasi
di Depok.Balita yang memiliki jumlah paling tinggi.Immunoglobulin yang
saudara yang lebih sedikit belum tentu terdapat di kolostrum adalah
terbebas dari stunting. Karena bisa jadi immunoglobulin A (IgA) yang melapisi
faktor pembagian makan yang kurang permukaan saluran cerna bayi terhadap
adil dapat juga mengakibatkan balita bakteri pathogen dan virus (IDAI, 2009).
tersebut mendapatkan jumlah makanan Kolostrum mengandung leukosit
yang kurang, sehingga asupan gizinya sebanyak 5x106 sel per ml, dan akan
pun kurang. menurun seiring lamanya menyusui.
Pola asuh keluarga yang salah Leukosit berupa makrofag yang dapat
seperti membiasakan anak yang lebih melawan mikroba pathogen. Limfosit
tua mendapatkan jumlah makanan atau mengandung t sel dan β sel yang
asupan gizi yang lebih banyak memproduksi antibody, 10% leukosit
dibandingkan anak yang lebih muda dihasilkan air susu ibu. Selain itu
(balita) dapat juga menjadi salah satu kolostrum menghasilkan sel imunitas
faktor yang mempengaruhi tingginya yang mengandung enzim lisozim untuk
jumlah kejadian stunting pada balita menghambat pertumbuhan berbagai
yang justru berasal dari keluarga kecil. macam bakteri.Oleh sebab itu, tenaga
kesehatan khususnya yang menolong
Hubungan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) persalinan perlu menggalakkan praktik
dengan kejadian Stunting IMD.Penting pula dilaksanakan
Hasil analsis hubungan IMD pendidikan kesehatan berkala kepada
dengan status gizi TB/U diperoleh bahwa bakal ibu dan ibu hamil tentang IMD.
proporsi kejadian stunting pada balita 6-
23 bulan lebih banyak ditemukan pada Hubungan ASI Eksklusif dengan kejadian
balita yang tidak melakukan IMD stunting
(29,7%) dibandingkan dengan balita Hasil analsis hubungan pemberian
yang melakukan IMD (12,2%). Hasil uji ASI Eksklusif dengan status gizi TB/U
chi-squarediperoleh nilai p=0,010 maka diperoleh bahwa proporsi kejadian
dapat disimpulkan adanya hubungan stunting pada balita 6-23 bulan lebih
yang bermakna antara IMD dengan banyak ditemukan pada balita yang tidak
kejadian stunting balita usia 6-23 bulan ASI eksklusif (26,6%) dibandingkan
di Provinsi Lampung. Dari hasil analisis dengan balita yang ASI eksklusif
diperoleh pula nilai OR=3,308, artinya (11,4%). Hasil uji chi-squarediperoleh
bahwa balita yang tidak melakukan IMD, nilai p=0,028 maka dapat disimpulkan
memiliki peluang menjadi stunting 3,308 adanya hubungan yang bermakna antara
kali dibandingkan dengan balita yang pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
melakukan IMD. stunting balita usia 6-23 bulan di
Penelitian ini sejalan dengan Provinsi Lampung. Dari hasil analisis
penelitian Permadi (2016) bahwa diperoleh pula nilai OR=2,808, artinya
pemberian IMD berhubungan dengan bahwa balita yang ASI eksklusif,
kejadian stunting. Peneliti berpendapat memiliki peluang menjadi stunting 2,808
bahwa IMD mempengaruhi kejadian kali dibandingkan dengan balita yang
stunting karena dengan IMD bayi akan ASI eksklusif.
mendapatkan ASI pertama kali yang Penelitian ini sejalan dengan
mengandung kolostrum yang tinggi kaya penelitian yang dilakukan Pengan (2014)
akan antibody dan zat penting untuk di Sulawesi Tengah yang menyatakan
pertumubuhan usus dan ketahanan ada hubungan bermakna antara ASI
terhadap infeksi yang sangat eksklusif dengan
dibutuhkan bayi demi kelangsungan kejadianstunting.Peneliti berpendapat
hidupnya. Bayi yang IMD lebih tahan bahwa ASI eksklusif dapat
terhadap infeksi sehingga kemungkinan mempengaruhi kejadian stunting karena

Jurnal Dunia Kesmas Volume 7. Nomor 3. Juli 2018 131


jika bayi yang belum cukup umur 6 4TH Report on the world Nutrition
bulan sudah diberi makanan selain ASI Situation, Nutrion Throughout the
akan menyebabkan usus bayi tidak life Cycle.
mampu mencerna makanan dan bayi Ajao, K.O, E.O Ojofeitimi, A.A Adebayo
akan mudah terkena penyakit karena AO Fatus, & OT Afolabi
kurangya asupan. Sehingga balita yang (2000).Influence of family size,
sering menderita penyakit infeksi akan household food security status,
menyebabkan pertumubuhannya and child care practices on the
terhambat dan tidak dapat mencapai nutritional status of under-five
pertumbuhan yang optimal. children in Ile-Ife, Nigeria.
Obafemi Awolowo University, Ile-
KESIMPULAN DAN SARAN Ife: Nigeria.
Kejadian stunting lebih banyak Atmarita dkk, 2015.Pendek (Stunting) di
ditemukan pada balita laki-laki (27,2%) Indonesia Masalah dan Solusinya,
dibandingkan perempuan (13,3%). Balitbangkes, Kemenkes.
Kejadian stunting pada balita 6-23 bulan Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar
lebih banyak ditemukan pada jumlah Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka
anggota rumah tangga <=4 orang Utama, Jakarta.
(22,7%) dibandingkan dengan jumlah Anshori, H. 2013. Faktor Risiko Kejadian
anggota rumah tangga > 4 orang Stunting Pada Anak Usia 12-24
(11,1%). Kejadian stunting yang tidak Bulan, Skripsi, Universitas
melakukan IMD 29,7% dan yang normal Diponegoro, Semarang.
sebanyak 70,3%. Sedangkan balita Anisa, Paramitha, 2012. Faktor-faktor
stunting yang melakukan IMD 12,2% yang Berhubungan Dengan
dan yang normal 87,8%. Proporsi Kejadian Stunting pada Balita
kejadian stunting tidak ASI eksklusif Usia 25-60 bulan di Kelurahan
26,6% dan yang normal 73,4% Kalibaru Depok 2012. Skripsi,
sedangkan balita stunting yang ASI Universitas Indonesia, Jakarta.
eksklusif 11,4% dan yang normal Dinas Kesehatan Provinsi Lampung,
88,6%. 2015. Profil Kesehatan Provinsi
Adanya hubungan yang Lampung, Dinas Kesehatan
bermakna antara jenis kelamin, Inisiasi Provinsi Lampung, Lampung.
Menyusui Dini, ASI eksklusif dengan Fitri, 2012.Berat Lahir sebagai Faktor
kejadian stunting balita usia 6-23 bulan Dominan Terjadinya Stunting
di Provinsi Lampung, dan tidak ada Pada Balita (12-59 bulan) di
hubungan yang bermakna antara jumlah Sumatera (Analisis Data
anggota rumah tangga dengan kejadian Riskesdas 2010). Thesis, UI,
stunting balita usia 6-23 bulan di Depok
Provinsi Lampung. Hastono, Sutanto Priyo, 2016. Analisis
Perlu peningkatan jumlah Data pada Bidang Kesehatan.
konselor ASI di masing-masing daerah Rajawali pers, Jakarta
agar upaya promotif tentang pentingnya Haryono, R.,dan Setianingsih, S. 2014.
ASI dapat berjalan dengan baik, Perlu Manfaat ASI Eksklusif untuk Buah
peningkatan upaya promotif dengan Hati Anda. Yogyakarta: Gosyen
melakukan penyuluhan kesehatan Publishing
berkala kepada bakal ibu dan ibu hamil Kemenkes RI, 2016. Info Datin, Situasi
tentang IMD dan ASI eksklusif dan agar Balita Pendek, Pusat Data dan
dilakukan penelitian lebihlanjut Informasi,Jakarta.
mengenai faktor-faktor yang lain dari Kementrian Kesehatan RI, 2012. Profil
teori yang berhubungan dengan kejadian Kesehatan Indonesia 2011.
stuting seperti tingkat pendidikan, Jakarta
tingkat ekonomi, BBLR, asupan bayi, dan Kementrian Kesehatan RI, 2014. Profil
tinggi badan ibu. Kesehatan Indonesia 2013.
Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Lamid, Astuti, 2015. Masalah
ACC/SCN & International Food Policy Kependekan (Stunting) pada
Research Institute (IFPRI). 2000. Anak Balita, IPB Pers, Bogor.

Jurnal Dunia Kesmas Volume 7. Nomor 3. Juli 2018 132


Lesiapeto, et al. 2010.Risk Factors of Sugiono, 2017.Metode Penelitian
Poor Anthropometric Status In Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Children Under Five Years of Age Alfabeta, Bandung.
Living In Rural Districts of The Teshome B, Kogi-Makau W, Ge Z, &
Eastern Cape And Kwazulu-Natal Taye G. 2009. Magnitude and
Provinces, South Africa. S Afr J determinants of stunting in
Clin Nutr, 23(4): 202-207. Dapat children underfive years of age in
diakses di www.sajcn.co.za food surplus region of Ethiopia:
Pengan, Johan Shirley Kawengian, Dina The case of West Gojam Zone.
V. Rombo, 2014.Hubungan Ethiop. J. Health, 23(2), 98—106.
Antara Riwayat Pemberian Asi UNICEF, 2013.Improving Chid Nutrision.
Eksklusif Dengan Kejadian New York
Stunting Pada Anak Usia 12-36 UNICEF, 2016.Regional Report On
Bulan Di Wilayah Kerja Nutrition Security In Asean
Puskesmas Luwuk Kecamatan Volume 2. Thailand.
Luwuk Selatan Kabupaten
Banggai Sulawesi Tengah,
Fakultas Keshetana Masyrakat
Sam Ratulangi Manado.
Permadi, M Rizal, 2016. Hubungan
Inisiasi Menyusu Dini dan Air
Susu Ibu Eksklusif Dengan
Kejadian Stunting pada Anak Usia
6-24 bulan di Kabupaten Boyolali.
Thesis, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Pemantauan Status Gizi, 2016.Buku
Saku Pemantauan Status Gizi
2016, Direktorat Gizi Kemenkes
RI, Jakarta.
Rudert C, 2014. Malnutrition In Asia,
Vientiane: UNICEF East Asia
Pacific.
Riskesdas. 2013. Laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas
2013).Jakarta : Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.
Semba RD, de Pee S, Sun Kai, Sari M,
Akhter N, Bloem MW. Effect of
parental formal education on risk
of child stunting in Indonesia and
Bangladesh: a cross-sectional
study. Lancet 2008; 371: 322–28
Supariasa , I Dewa Nyoman BB, 2014.
Penilaian Status Gizi, Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.
Sujendran S1*, Senarath U2 and Joseph
J1, 2015.Prevalence of Stunting
among Children Aged 6 to 36
Months, in the Eastern Province
of Sri Lanka, Department of
Community Medicine, Faculty of
Medicine, University of Colombo,
Sri Lanka.
Sandjaja dkk, 2009.Kamus Gizi, Buku
Kompas, Jakarta.

Jurnal Dunia Kesmas Volume 7. Nomor 3. Juli 2018 133


Jurnal Dunia Kesmas Volume 7. Nomor 3. Juli 2018 134

Anda mungkin juga menyukai