Anda di halaman 1dari 18

PREVALENSI RESISTENSI ANTIBIOTIK DI BANGSAL

PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER JAMBI PERIODE

2016-2018

Nama : Bunga Debi Lestari

Nim : 1648201024

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kuman Multi drug resistance (MDR) menyebabkan semakin sulit dalam

memilih antibiotik untuk pasien yang mengalami infeksi. Akibat sulitnya

pemilihan antibiotik, bisa menjadi perpanjangan masa rawat di Rumah Sakit dan

menyebabkan kemunduran dalam dunia medis, sosial dan ekonomi secara tidak

terduga (Sjahjadi dkk., 2014). Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah

kesehatan yang paling utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Tingginya prevalensi resistensi antibiotik disebabkan oleh faktor terbesar yaitu

tingginya penggunaan antibiotik. Tingginya penggunaan antibiotik akan

meningkatkan resiko penggunaan antibiotik yang tidak rasional, angka mortalitas,

biaya, kejadian efek samping obat dan resistensi antibiotik (Pratama, 2019).

*) Sari proposal ini akan diseminarkan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu
Jambi pada
Hari / tanggal :
Pukul :
Tempat :
Pembimbing : 1. Yuni Andriani, M.si., Apt
2. Rahmadevi,M.Farm., Apt
Menurut hasil penelitian selanjutnya menunjukan prevalensi resistensi

antibiotik terus meningkat di RSUD Dr.Saiful Anwal malang, dimana pada tahun

2010 yaitu 41,8 % kemudian di tahun 2011 yaitu 41,7 %. Sedangkan di tahun

2012 didapatkan prevalensi resistensi antibiotik tertimggi yaitu 45,3 % dan

prevalensi terendah ditemukan pada tahun 2013 yaitu 33,5 %. (Erikawati dkk,

2016). Kemudian hasil penelitian Prevalensi Kuman Multi Drug Resis tance

(MDR) di RSUP Dr.M.Djamil padang periode 2010-2012 ditemukan resistensi

antibiotik tertinggi pada tahun 2010 (62%) kemudian menurun ditahun 2011

(55%) dan terjadi kembali peningkatan di tahun 2012 (58%) (Sjahjadi dkk, 2014).

Hasil penelitian terdahulu terlihat jelas prevalensi antibiotik terus

meningkat, hal ini mengambarkan kebijakan penggunaan antibiotik serta program

pencegahan infeksi dan pengendalian resistensi antibiotik belum dapat berjalan

dengan baik di Rumah Sakit. Maka dari itu peneliti tertarik untuk membahas

tentang penelitian ini. Peneliti ingin mengetahui prevalensi kejadian resistensi

antibiotik di rumah sakit terutama di Provinsi Jambi. Oleh karena itu peneliti

memilih RSUD Raden Mattaher Jambi sebagai tempat untuk melakukan

penelitian, karena RSUD Raden Mattaher memiliki peran besar dalam pelayanan

kesehatan masyarakat dan sebagai tempat rujukan ke 3 Rumah sakit di Privinsi

Jambi
1.2.Rumus Masalah

Bagaimana Prevalensi Kejadian Resistensi Antibiotik di Bangsal Penyakit

Dalam RSUD Raden Mattaher Kota Jambi Pada Periode 2016,2017 dan 2018.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian resistensi

antibiotik.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai data ilmiah bagi Rumah Sakit serta

tenaga medis dan dapat digunakan penelitian lebih lanjut untuk mengurangi

terjadinya resistensi antibiotik serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

secara komprehensif dalam pemberian terapi antibiotik.

1.5.Ruang lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini hanya untuk mengetahui presentase

prevalensi terjasinya resistensi antibiotik di Bangsal Penyakit DalamRSUD

Raden Mattaher Jambi 2016,2017 dan 2018.


BAB II

PENDAHULUAN

2.1. Macam –macam penyakit dalam

2.1.1. Infeksi saluran kemih


2.1.2. Febris
2.1.3. Dyspepsia
2.1.4. Gastritis
2.1.5. Diare
2.1.6. Gastreoenteris (GEA)

2.2. Antibiotik

2.2.1. Definisi

Antibiotik berasal dari bahasa Yunani dimana kata “anti” yang

berarti melawan dan “biotikos” yang berarti kehidupan. Istilah ini

diperkenalkan oleh Selman pada tahun 1942 untuk menggambarkan

senyawa kimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang mempunyai

kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau dapat membunuh bakteri

serta berbagai mikroorganisme lain (Radji, 2014)

Antibiotik adalah kelas metabolit sekunder yang dapat dihasilkan

oleh mikroorganisme, serta disintesis secara alami maupun kimia yang

dapat menghambat pertumbuhan atau yang memiliki efek membunuh

bakteri dan kelangsungan hidup mikroorganisme lainnya (Ben et al., 2019).

Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan dari mikroba,terutama

fungsi yang dapat digunakan untuk membunuh atau menekan pertumbuhan

bakteri (Nugroho, 2013).


Antibiotik pertama kali ditemukan oleh Paul Ehlrich pada tahun

1910 dimana Ehrlich menemukan antibiotik salvarsan yang digunakan

untuk melawan syphilis, kemudian diikuti oleh Alexander Fleming pada

tahun 1929 menemukan penicillin. Diikuti dengan penemuan isoniazid oleh

Gerhard Domagk yang membuka jalan penemuan obat anti TB. Kemudian

dilanjutkan pada tahun 1943 Wakzman dan Albert Schatz juga menemukan

obat anti TB yaitu streptomycin. Sejak saat itu antibiotik digunakan untuk

mengobati berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau

mikroba. (Utami, 2011).

2.2.2. Berdasarkan gologan antibiotik pada penyakit dalam

Menurut penelitian monitoring penggunaan antibiotik di bangsal

penyakit dalam RSUD kerinci. Penggunaan antibiotik dibangsal penyakit

dalam yaitu :

1. Golongan sefalosporin

2. Ceftriaxone
3. Ceftazidime
4. Cefotaxim

Penggolongan antibiotik berdasarkan sifat aktivitasnya adalah

sebagai berikut (Radji, 2014) :

1. Bakteriostatik

Senyawa antibiotik golongan ini menghambat pertumbuhan mikroba,

tetapi tidak membunuhnya. Kadar minimal antibiotik yang diperlukan

untuk menghambat pertumbuhan mikroba disebut dengan KHM


(kadar hambat minimum). Antibiotik yang termasuk golongan ini

adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol.

2. Bakteriasidal

Senyawa antibiotik golongan ini bersifat dekstruktif yaitu dapat

membunuh mikroba. Kadar minimal antibiotik diperlukan untuk

membunuh mikroba disebut dengan KBM (kadar bakterisidal

minimum). Antibiotik yang termasuk golongan ini adalah

kotrimoksazol, rifampisin, dan isoniazid.

Antibiotik terbagi menjadi dua spektrum yaitu antibiotik

berspektrum sempit dan antibiotik berspektrum luas. Penggolongan

antibiotik berdasarkan spektrumnya adalah sebagai berikut (Radji, 2014) :

1. Spektrum Sempit

Antibiotik berspektrum sempit merupakan antibiotik yang hanya

bekerja terhadap beberapa jenis mikroorganisme saja, golongan ini

hanya aktif terhadap jenis bakteri gram positif atau bakteri gram

negatif saja, contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya

bekerja terhadap mikroba gram positif sedangkan streptomisin dan

gentamisin hanya bekerja pada mikroorganisme gram negatif saja.

2. Spektrum Luas

Antibiotik spektrum luas merupakan golongan antibiotik yang bekerja

pada semua kelompok mikroorganisme, antibiotik tersebut antara lain

tetrasiklin dan kloramfenikol.


2.2.3. Prinsip Penggunaan Antibiotik untuk Terapi Empiris dan Definitif

Berdasarkan ditemukannya kuman atau tidak, maka terapi

antibiotik dapat dibagi dua, yakni terapi empiris dan terapi definitif.

(Utami, 2011).

a. Antibiotik Terapi Empiris

Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan

antibiotik pada kasus infeksi dimana bakteri yang belum diketahui jenis

penyebabnya. Tujuan terapi empiris adalah penghambatan pertumbuhan

bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil

pemeriksaan mikrobiologi (menteri kesehatan RI, 2011).

b. Antibiotik Terapi Definitif

Penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah penggunaan

antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri

penyebab dan pola resistensinya. Terapi definitif merupakan terapi

yang diberikan setelah adanya hasil kultur dan hasil tes sensitivitas.

Tujuan pemberian terapi definitif adalah penghambatan pertumbuhan

bakteri yang menjadi penyebab infeksi serta pasien yang tidak

mengalami perbaikan klinis setelah pemberian terapi antibiotik

empiris (Yanuar, Puspitasari, & Nuryastuti, 2016)


2.2. Resistensi Antibiotik

2.2.1. Definisi

Resistensi adalah kemampuan suatu bakteri untuk tidak

terbunuh atau terhambat pertumbuhannya oleh suatu antibakteri

sehingga antibakteri tersebut tidak dapat berefek pada dosis lazim

yang digunakan (Priyanto, 2010). Resistensi merupakan kemampuan

alami bakteri untuk tidak terpengaruh terhadap agen anti miktobial

(Nugroho, 2013).

Sejarah resistensi bakteri terhadap antibiotik adanya penemuan

Staphylococcus yang resisten terhadap penicillin pada awal 1940. Dua

faktor penting ikut berperan dalam penyebaran resistensi antibiotik

yaitu kemampuan organisme untuk mentransfer, memperoleh dan

merekayasa gen resisten, serta penekanan selektif bakteri akibat

penggunaan antibiotik spectrum luas (broad spectrum) secara

berlebihan (Dwiprahasto, 2005).

2.2.2. Faktor-Faktor Terjadinya Resistensi

Menurut Pratama (2019) tingginya penggunaan antibiotik akan

meningkatkan resiko penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan

meningkatkan terjadinya resistensi antibiotik. Terdapat beberapa

faktor yang mendukung terjadinya resistensi, antara lain (Utami,

2011) :
1. Penggunaannya yang kurang tepat (irasional)

Penggunaan yang irasional berkaitan erat dengan penggunaan

yang terlalu singkat, dalam dosis yang terlalu rendah, diagnosa awal

yang salah, dalam potensi yang tidak adekuat.

2. Faktor yang berhubungan dengan pasien

Pasien dengan pengetahuan yang minim akan menganggap

wajib diberikan antibiotik dalam penanganan penyakit meskipun

disebabkan oleh virus. Pasien dengan kemampuan finansial yang baik

akan meminta diberikan terapi antibiotik yang paling baru dan mahal

meskipun tidak diperlukan. Bahkan pasien membeli antibiotik sendiri

tanpa peresepan dari dokter (self medication). Sedangkan pasien

dengan kemampuan finansial yang rendah seringkali tidak mampu

untuk menuntaskan regimen terapi.

3. Peresepan

Peresepan dapat mempengaruhi resistensi jika dalam jumlah

yang besar, sehingga dapat meningkatkan biaya kesehatan yang tidak

perlu dan seleksi resistensi terhadap obat-obatan baru. Klinisi sering

kesulitan dalam menentukan antibiotik yang tepat karena kurangnya

pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotiknya.

4. Penggunaan Monoterapi

Penggunaan monoterapi lebih mudah menimbulkan resistensi

dibandingkan penggunaan terapi kombinasi.


5. Rumah Sakit

Penggunaan antibiotik di Rumah Sakit karena adanya infeksi

endemik atau epidemik memicu penggunaan antibiotika yang lebih

intensif pada bangsal-bangsal rawat inap terutama di intensive care

unit. Kombinasi antara pemakaian antibiotik yang lebih intensif dan

lebih lama dengan adanya pasien yang sangat peka terhadap infeksi,

memudahkan terjadinya infeksi nosokomial.


BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Bangsal Penyakit Dalam RSUD

Raden Mattaher Jambi pada data periode 2016, 2017 dan 2018.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan

pengambilan data secara retrospektif di Bangsal Penyakit Dalam di RSUD

Raden Mattaher Kota Jambi pada data periode 2016, 2017 dan 2018. Data

yang digunakan adalah data rekam medik pasien rawat inap yang mendapat

terapi antibiotik sesuai dengan kriteria inklusi.

3.2.2. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Semua data rekam medik pasien rawat inap yang mendapat

terapi antibiotik di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher

Kota Jambi periode 2016, 2017 dan 2018.

2. Sampel

Data rekam medik pasien rawat inap yang mendapat terapi

antibiotik di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattahern Kota

Jambi yang memenuhi kriteria inklusi pada periode 2016, 2017 dan

2018.
Kriteria inklusi meliputi :

a. Pasien dibangsal Penyakit Dalam yang resistens terhadap

antibiotik pada periode 2016-2018

b. Rekam Medik yang lengkap dan dapat terbaca dengan jelas,

terutama berisikan data :

 Antibiotik yang digunakan dan atau

 Hasil labor

Kriteria ekslusi meliputi :

a. Pasien yang tidak menggunakan antibiotik di Bangsal Penyakit

Dalam pada periode 2016 - 2018.

b. Pasien dengan catatan rekam medik yang tidak lengkap

c. Pasien TB

d. Pasien HIV komplikasi TB

1.6.Hipotesis

Apakah ada hubungannya yang signifikan antara penggunaan antibiotik

dengan kejadian resistesni


3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Izin tempat

3.3.2. Survey awal

3.3.3. Pengambilan Sampel

Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh Rekam

Medik pasien rawat inap di Bangsal Penyakit dalam yang mendapatkan

terapi antibiotik yang sesuai dengan kriteria inklusi. Sampel yang terpilih

kemudian dilakukan pengambilan data penggunaan antibiotik berupa Nama

pasien,nomor rekam medic, usia pasien, jenis kelamin, nama antibiotik,

resistensi antibiotik dari kultur jaringan dan frekuensi pemakaian.


3.4. Analisa data

Data yang diperoleh akan dikumpulkan menjadi data dasar dan

dimasukkan dalam bentuk table, kemudian dilakukan perhitungan dengan

menggunakan Microsoft exel untuk mencari persentase prevalensi resistensi

antibiotik setiap tahunnya.

3.5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Bulan Ke

No Kegiatan 1 2 3 4 5 6

1 Penyusunan proposal

2. Persiapan dan Seminar

Proposal

3. Pelaksanaan

penelitian/pengolahan

data

4. Penyusunan hasil

penelitian/ seminar hasil

5. Penyempurnaan skripsi

dan persiapan ujian

komprehensif

6. Ujian Komprehensif
3.6. Lampiran 1. Skema penelitian

Rancangan penelitian

Pengurusan surat izin untuk surve awal

dan pengmbilan data

Pengambilan data di rekam medik rumah

sakit

Pengimputan dan pengelolahan data

Analisa data

Kesimpulan dan saran


DAFTAR PUSTAKA

Ben, Y., Fu, C., Hu, M., Liu, L., Hung, M., & Zheng, C. 2019. Human Health
Risk Assessment Of Antibiotic Resistance Associated With Antibiotic
Residues In The Environment : A Review. Environmental Research, 169(July
2018), 483–493. Https://Doi.Org/10.1016/J.Envres.2018.11.040

Dwiprahasto, I. 2005. Kebijakan Untuk Meminimalkan Risiko Terjadinya


Resistensi. 08(04), 177–181.

Erikawati, D., Santosaningsih, D., & Santoso, S. 2016. Tingginya Prevalensi


Mrsa Pada Isolat Klinik Periode 2010- 2014 Di Rsud Dr . Saiful Anwar
Malang , Indonesia. 29(2), 149–156.

Menteri Kesehatan Ri. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 2406/Menkes/Per/Xii/201 1 Tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.

Nuryah, A., Yuniarti, N., & Puspitasari, I. 2019. Prevalensi Dan Evaluasi
Kesesuaian Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Dengan Infeksi Methicillin
Resistant Staphylococcus Aureus Di Rsup Dr . Soeradji Tirtonegoro Klaten.
15(2), 123–129. Https://Doi.Org/10.22146/Farmaseutik.V15i2.47911

Pani, S., Barliana, M. I., Halimah, E., Pradipta, I. S., & Annisa, N. 2015.
Monitoring Penggunaan Antibiotik Dengan Metode Atc / Ddd Dan Du 90 %:
Studi Observasional Di Seluruh Puskesmas Kabupaten Gorontalo Utara
4(4). Https://Doi.Org/10.15416/Ijcp.2015.4.4.280

Pratama, S. 2019. Monitoring Penggunaan Antibiotik Di Bangsal Penyakit Dalam


Rsud Kerinci. Program Stidi Farmasi,Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatam
Harapan Ibu Jambi, 8(1), 57–62. Https://Doi.Org/10.30644/Rik.V7i1.225

Radji, M. 2014. Mekanisme Aksi Molekuler. Jakarta: Egc.


Sjahjadi, Novilla Rezka, Rasyid, R., Rustam, E., & Restusari, L. 2014. Prevalensi
Kuman Multi Drug Resistance ( Mdr ) Di Laboratorium Mikrobiologi Rsup
Dr . M . Djamil Padang Periode Januari 2010 - Desember 2012. Jurnal
Kesehatan Andalas, 3(3), 440–444.

Utami, E. R. 2011. Antibiotika, Resistensi, Dan Rasionalitas Terapi. Jurnal


Antibiotik, 1(4), 191–198.

Yanuar, W., Puspitasari, I., & Nuryastuti, T. 2016. Outcome Pada Pasien Anak
Dengan Meningitis Bakterial Di Bangsal Rawat Inap Rumas Sakit Umum
Pusat. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi, 6(3), 187–204.

Anda mungkin juga menyukai