Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002


tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Sedangkan menurut definisi WHO, batasan usia anak adalah
sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun. Berdasarkan
konvensi hak-hak anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-bangsa pada tanggal 20 November 1989 dan diratifikasi Indonesia
pada tahun 1990, Bagian 1 Pasal 1, yang dimaksud Anak adalah setiap
orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-
undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai
lebih awal. (Infodatin Anak, 2014)

Populasi kelompok usia anak di Indonesia pada tahun 2013


mencakup 37,66% dari seluruh kelompok usia atau ada 89,5 juta penduduk
termasuk dalam kelompok usia anak. Berdasarkan kelompok usia, jumlah
anak kelompok usia 0-4 tahun sebanyak 22,7 juta jiwa (9,54%), kelompok
usia 5-9 tahun sebanyak 23,3 juta jiwa (9,79%). (Depkes, 2013) Menurut
Yamin 2010, rentang anak usia dini dari lahir sampai usia enam tahun
merupakan usia kritis sekaligus strategis dalam proses pendidikan yang
dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan seseorang selanjutnya
karena periode ini merupakan periode kondusif untuk menumbuh
kembangkan berbagai kemampuan, kecerdasan, bakat, kemampuan fisik,
kognitif, bahasa, sosial emosional dan spiritual.
Pertumbuhan anak umur 5-12 tahun masih berlangsung pesat, pada
usia ini anak mulai menempuh pendidikan dan memiliki beragam aktivitas
untuk menunjang perkembangan fisik dan kognitifnya. Namun seperti
pada balita, kondisi gizi anak pada usia ini masih membutuhkan perhatian,
tercermin dari presentase pendek yang juga tinggi, yaitu mencapai 30,7%
dengan presentase terendah di Provinsi DI Yogyakarta dan tertinggi di
Provinsi Sulawesi Barat. (Infodatin, 2014)

Mendidik anak sejak usia dini dilandasi dengan kesadaran bahwa


masa anak-anak adalah masa keemasan bagi perkembangan anak (golden
age), karena dalam rentang usia dari 0 sampai 5 tahun, perkembangan fisik,
motorik dan berbahasa atau linguistik seorang anak akan tumbuh dengan
pesat. Pada masa-masa ini, anak-anak lebih suka meniru kebiasaan-
kebiasaan orang di sekitarnya. Untuk itu, perlu diberikan pendidikan
terbaik sedini mungkin kepada anak, sebagai langkah pencegahan bagi
anak untuk tidak mencontoh hal-hal yang tidak baik. Berdasarkan hasil
penelitian di bidang neurologi terbukti bahwa 50% kapasitas kecerdasan
anak terbentuk pada kurun waktu empat tahun pertama sejak kelahirannya.
(Susanto, 2012)

Menurut Susanto (2011) berhitung merupakan dasar dari beberapa


ilmu yang digunakan dalam setiap aktivitas manusia mulai dari
penambahan, pengurangan, pembagian, sampai perkalian. Namun
kemampuan berhitung anak di Indonesia masih tergolong rendah jika
dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini ditunjukkan pada hasil
Programme for International Student Assessment 2012, Indonesia berada
di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes
kemampuan matematika dan sains (Kompas, 2013).

Banyak sekali jenis-jenis permainan untuk anak usia dini yang bisa
dimainkan oleh anak. Namun sebaiknya jika permainan itu bisa
mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Penggunaan
permainan pada anak usia dini adalah sebuah jalan untuk mengenal diri
mereka dan menemukan dunianya, selain itu permainan juga penting
sebagai wahana dalam belajar. (Cambridge University Press, 2014)

Berdasarkan hasil penelitian Joko, dkk (2018) dengan judul


pengaruh permainan congklak terhadap peningkatan kemampuan
berhitung anak usia 4-6 tahun di TK Dharma Wanita Persatuan 02 Malang
menjelaskan bahwa sebelum diberikan permainan congklak sebagian besar
kemampuan berhitung anak berada dalam kategori cukup baik sejumlah
14 anak (46,7%), dan sesudah diberikan permainan congklak kemampuan
berhitung anak sebagian besar anak dalam kategori baik adalah 18
(60,0%).

Hasil penelitian dengan judul pengaruh permainan congklak bali


terhadap kemampuan mengenal konsep bilangan anak kelompok B RA
Baitul Mutaalim menjelaskan bahwa kegiatan permainan congklak
berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemmapuan
berhitung permulaan pada anak usia dini. (Musdalifah, 2016)

1. 2 RUMUSAN MASALAH
Di usia dini, seorang anak dituntut harus bisa membaca dan berhitung.
Banyak anak yang kurang fokus untuk belajar dikarenakan suasana yang
membosankan. Berdasarkan permasalahan diatas, perlu upaya untuk
mengatasi keterlambatan perkembangan kognitif sehingga diharapkan
adanya peningkatan perkembangan kognitif setelah diberikan permainan
tradisional congklak. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Permainan Tradisional
Congklak Terhadap Kemampuan Berhitung Untuk Perkembangan Kognitif
Pada Anak Usia Dini 4-5 tahun”.
1. 3 PERTANYAAN PENELITIAN
1.3.1 Bagaimana gambaran status perkembangan kognitif pada anak usia dini
pada kelompok intervensi sebelum dilakukan permainan tradisional
congklak?
1.3.2 Bagaimana gambaran status perkembangan kognitif pada anak usia dini
pada kelompok control sebelum dilakukan intervensi?
1.3.3 Bagaimana gambaran status perkembangan kognitif pada anak usia dini
pada kelompok intervensi sesudah dilakukan permainan tradisional
congklak?
1.3.4 Bagaimana gambaran status perkembangan kognitif pada anak usia dini
pada kelompok control sesudah dilakukan intervensi
1.3.5 Apakah ada pengaruh perkembangan kognitif pada anak sebelum dan
setelah dilakukan permainan tradisional congklak pada kelompok intervensi
dan kelompok control non intervensi terhadap kemampuan berhitung untuk
meningkatkan perkembangan kognitif pada anak usia dini?

1. 4 TUJUAN PENELITIAN
1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh permainan tradisional
congklak terhadap kemampuan berhitung untuk meningkatkan kognitif
pada anak usia dini
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Mengetahui gambaran status perkembangan kognitif pada anak usia dini
pada kelompok intervensi sebelum dilakukan permainan tradisional
congklak
1.4.2.2 Mengetahui gambaran status perkembangan kognitif pada anak usia dini
pada kelompok komtrol sebelum dilakukan intervensi
1.4.2.3 Mengetahui gambaran status perkembangan kognitif pada anak usia dini
pada kelompok intervensi sesudah dilakukan permainan tradisional
congklak
1.4.2.4 Mengetahui gambaran status perkembangan kognitif pada anak usia dini
pada kelompok kontrol sesudah dilakukan intervensi
1.4.2.5 Mengetahui apakah ada pengaruh perkembangan kognitif pada anak
sebelum dan setelah dilakukan permainan tradisonal congklak pada
kelompok intervensi dan kelompok control non intervensi terhadap
kemampuan berhitung untuk meningkatkan perkembangan kognitif pada
anak usia dini

1. 5 MANFAAT PENELITIAN
1.5.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadian salah satu bahan
atau referensi untuk penelitian – penelitian yang terkait tentang permainan
tradisional congklak untuk perkembangan kognitif anak usia dini

1.5.2 Bagi Profesi Keperawatan


Penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan atau referensi khususnya
untuk ilmu keperawatan anak dalam penanganan perkembangan kognitif.

1.5.3 Bagi Lokasi Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan
atau infromasi untuk memberikan pendidikan kesehatan yang baik sebagai
salah satu upaya promotif dan preventif bagi siswa dan siswi.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2. 1 KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK


2.1.1 Definisi Tumbuh Kembang
Perkembangan merupakan pola perubahan yang dimulai pada saat
konsepsi (pembuahan) dan berlanjut di sepanjang rentang kehidupan.
Kebanyakan perkembangan melibatkan pertumbuhan, meskipun
perkembangan juga meliputi penurunan (Santrock, 2009).

Perkembangan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan


struktur tubuh sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi
(bertambah banyak) sel – sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel.
Adanya multiplikasi dan pertambahan ukuran sel berarti ada pertambahan
secara kuantitatif dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu
bertemunya sel telur dan sperma hingga dewasa. (Soetjiningsih, 2012)

Kognitif merupakan proses berfikir anak, dimana memunculkan


kemampuan menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan kejadian
atau peristiwa. Pengertian kognitif menurut Piaget (dalam Musbikin,
2010:56) adalah kemampuan seseorang merasakan dan mengingat, serta
membuat alasan untuk berimajinasi. Perkembangan kognitif tidak hanya
meliputi matematika dan sains, namun juga pemecahan masalah (Santrock,
2007:50)

Kognitif juga dapat diartikan dengan kemampuan belajar atau berfikir


atau kecerdasan yaitu kemampuan untuk mempelajari keterampilan dan
konsep baru, keterampilan untuk memahami apa yang terjadi di
lingkungannya, serta keterampilan menggunakan daya ingat dan
menyelesaikan soal-soal sederhana ( Pudjiati & Masykouri, 2011:6)

Perkembangan kognitif merupakan perkembangan yang terkait


dengan kemampuan berpikir seseorang yang diartikan sebagai
perkembangan yang menunjukan kemampuan intelektual. Kognisi
merupakan bagian intelek yang merujuk pada penerimaan, penafsiran,
pemikiran, pengingatan, pengkhayalan, pegambilan keputusan dan
penalaran. (Fadilah, 2012)

Perkembangan kognitid anak usia dini berbeda dengan anak usia


selanjutnya. Menurut Piaget (dalam Salkind, 2009: 326) perkembangan
kognitif anak usia 0-2 tahun berada pada tahap sensorimotor dimana bayi
memahami dunia melalui tindakan fisik dan nyata terhadap rangsangan dari
luar. Perilaku berkembang dari reflex-refleks sederhana melalui beberapa
tahap menuju seperangkat skema yang terorganisasi (perilaku yang
terorganisasi) sedangkan anak usia 2-7 tahun berada pada tahap pra
operasional dimana anak dalam tahapan ini masih berfikir simbolik dan
bahasa sudah mulai jelas terlihat untuk menggambarkan objek dan kejadian,
namun cara berfikir anak belum logis dan belum menyerupai orang dewasa.

2. 2 KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA


DINI
Sebagian besar psikologi terutama kognitivis (ahli psikologi kognitif)
berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai
berlansung sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasar perkembangan
manusia, yakni kapasitas motorik dan sensori ternyata pada batas tertentu
juga dipengaruhi oleh aktifitas ranah kognitif. Hubungan sel – sel otak
terhadap perkembangan bayi baru dimulai setelah ia berusia lima bulan saat
kemampuan sensorinya (seperti melihat dan mendengar) benar-benar mulai
tampak.

Menurut para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas


kognitif sudah mulai berjalan sejak manusia mulai mendayagunakan
kapasitas motoric dan daya sensorinya. Tetapi cara dan intensitas daya
pengunaan kapasitas ranh kognitif tersebut masih belum jelas benar (Jahja,
2013:56-57). Adapun karakteristik setiap tahapan perkembangan kognitif
anak usia dini tersebut secara rinci yaitu sebagai berikut :
a. Karakteristik Tahap Sensori – Motorik (usia 0-2 tahun)
Tahap sensori motoris ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai
berikut :
1. Segala tindakannya masih bersifat naluriah
2. Aktiftas pengalaman didasarkan terutama pada pengalaman indera
3. Individu baru mampu melihat dan meresap pengalaman, tetapi
belum untuk mengkateegorikan pengalam itu
4. Individu mulai belajar menangani obyek-obyek konkrit melalu
skema – skema sensori-motorisnya

Sebagai upaya lebih memperjelas ka rakteristik tahap sensoris


motoris ini, maka Piaget (Bybee dan Sund, 1982) merinci lagi tahap sensori
motoris kedalam enam fase dan setiap fase memiliki karakteristik tersendiri
sebagai berikut :
a) Fase pertama (0-1 bulan) memeiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Individu mampu bereaksi secara reflex
2) Individu mampu menggerak-gerakkan anggota badan meskipun
belum terkoorddinir
3) Individu mampu mengasimilasi dan mengakomodasikan sebagai
pesan yang diterima dari lingkungannya.
b) Fase kedua (1-4 bulan) memiliki karakteristik bahwa individu mampu
memperluas skema yang dimilikinya berdasarkan hereditas
c) Fase ketiga (4-8 bulan) memiliki karakteristik bahwa individu mulai
dapat memahami hubungan antara perlakuannya terhadap benda
dengan akibat yang terjadi pada benda itu
d) Fase keempat (8-12 bulan) memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Individu mampu memahami bahwa benda tetap ada meskipun
untuk sementara waktu hilang dan akan muncul lagi di waktu lain
2) Individu mulai mampu mencoba – coba sesuatu
3) Individu mampu menentukan tujuan kegiatan tanpa tergantung
kepada orang tua.
e) Fase kelima (12-18 bulan), memiliki karakterisktik sebagai berikut :
1) Individu mulai mampu untuk meniru
2) Individu mampu untuk melakukan berbagai percobaan terhadap
lingkungannya secara lebih lancar
f) Fase keenam (18-24 bulan) memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Individu mulai mampu untuk mengingat dan berfikir
2) Individu mampu untuk berfikir dengan menggunakan simbol –
simbol bahasa sederhana
3) Individu mampu berfikir untuk memecahkan masalah sederhana
sesuai dengan tingkat perkembangannya
4) Individu mampu memahami diri sendiri sebagai individu yang
sedang berkembang.

b. Karakteristik Tahap Pra Operasional (usia 2-7 tahun)


Tahap pra operasional ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai
berikut :
1) Individu telah mengkombinasikan dan mentransformasikan
berbagai informasi
2) Individu telah mampu mengemukakan alasan-alasan dalam
menyaakan ide-ide
3) Individu telah mengerti adanya hubungan sebab akbat dalam suatu
peristiwa konkrit, meskipun logika hbungan sebab akibat belum
tepat
4) Cara berfikir individu bersifat egosentris yang ditandai oleh
tingkah laku berikut ini :
a) Berfikir imaginative
b) Berbahasa egosentris
c) Memiliki aku yang tinggi
d) Menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi
e) Perkembangan bahasa mulai pesat

c. Karakteristik Tahap Operasional Konkrit (usia 7-11 tahun)


Tahap operasional konkrit ini ditandai dengan karakteristik
menonjol bahwa segala sesuatu dipahami sebagaimana yang tampak
saja atau sebagaimana kenyataan yang mereka alami. Jadi, cara berfikir
individu belum menangkap yang abstrak meskipun cara berfikirnya
sudah Nampak sistematis dan logis. Dalam memahami konsep, individu
sangat terikat kepada proses mengalami sendiri. Artinya mudah
memahami konsep kalua pengetian konsep itu dapat diamati atau
melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep tersebut.
Dengan demikian, karakteristik – karakteristik yang
dikemukakan diatas dapat dijadikan pedoman bagi orang tua/guru
dalam melihat perkembangan kognitif anak dari tahap-ketahap pada
setiap perkembangannya. Untuk menghindari keterlambatan
perkembangan anak, maka orang tua/guru dapat melakukan berbagai
kegiatan stimulasi atau perangsang pada anak agar mencapai tingkat
perkembangan yang wajar.

2. 3 FAKTOR – FAKTOR PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA


DINI
Kemampuan kognitif anak usia dini menunjukkan perkembangan dari
cara berpikir anak, dimana anak mulai berfikir secara konkrit. Ada factor
yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir anak tersebut. Kemampuan
kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan
hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih
dalam kandungan ibu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Kemampuan orang satu dengan orang yang lain cenderung berbeda-
beda. Hal ini karena beberapa factor yang mempengaruhinya sebagaimana
diungkapkan oleh Susanto, 2011 :

a) Factor hereditas/keturunan
Teori hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli
filsafat Schoabpenhauer, berpendata bahwa manusia lahir sudah
membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh
lingkunga. Dikatakan pula bahwa, taraf intelegensi sudah ditentukan
sejak anak dilahirkan, para ahli psikologi Lehrin Lindzey, dan Sohuier
berpendapat bahwa taraf intelegensi 75-80% merupakan warisan atau
factor keturunan.
b) Factor lingkungan
Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke.
Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci
seperti kertas putih yang masih bersih belum ada tulisan atau noda
sedikitpun. Teori ini dikenal dengan sebutan tabula rasa. Menurun John
Locke, perkembangan manusai sangatlah ditentukan oleh
lingkungannya. Berdasarkan pendapat Locke, taraf intelegensi
sangatlah ditentukan oleh pengalamannya dan pengetahuan yang
diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
c) Factor kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan matang jika
telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing – masing.
Kematangan berhubungan erat dengan usia kronologis (usia kalender).
d) Factor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegesi. Pembentukan dapat
dibedakan dengan pembentukan sengaja (sekolah formal) dan
pembentukan tidak disengaja (pengaruh alam sekitar). Sehinggga
manusai berbuat intelegensi karena untuk mempertahankan hidup
ataupun dalam bentuk penyesuaian diri.
e) Factor minat dan bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi.
Adapun bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi
yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat
seseorang yang memiliki bakat tertentu, maka akan semakin mudah dan
cepat mempelajari apa yang diterimanya.
f) Factor kebebasan
Kebebasan yaitu keleluasaan manusia untuk berpikir divergen
(menyebar) yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode.
Metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah, juga bebas
dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.

2. 4 ASPEK – ASPEK PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI


Aspek perkembangan pada anak usia dini menurut Kemenkes RI, 2010
adalah sebagai berikut :
1) Gerak kasar atau motoric kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang
melibatkan otot - otot besar seperti duduk, berdiri dan sebagainya
2) Gerak halus atau motoric halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian – bagian
tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot -otot kecil, tetapi memerlukan
koordinasi yang cermay seperti mengamati sesuatu, menulis dan
sebagainya
3) Kemampuan bicara dbahasa adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadao suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya
4) Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai