Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya, yang disebut dengan agama islam adalah syariat islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengatur tata cara hidup manusia, baik
yang menyangkut ibadah kepada Allah SWT, maupun dalam pengaturan kehidupan
aspek sosial.

Oleh sebab itu, dalam pemahaman terhadap agama dan ajaran islam yang
benar adalah tidak cukup hanya status saja, akan tetapi mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan ajaran islam secara sempurna dan menyeluruh. Maka dalam hal ini,
wajib bagi semua orang yang mengaku beragama islam untuk memepelajari syariat
islam dengan baik dan benar.1

Islam adalah satu agama yang hidup dalam sebagian besar rakyat Indonesia.
Bukan itu saja, islam adalah salah satu ideologi. Islam bukan semata-mata satu agama
dalam arti hubungan manusia dengan tuhan. Islam mengandung dua unsur. Unsur
hubungan manusia dengan tuhan-Nya, dan unsur hubungan manusia dengan manusia
sesama mahkluk. Unsur ibadah dan muamalah.

Unsur yang kedua ini, yaitu unsur muamalah, meliputi kehidupan secara
perorangan, kehidupan secara kekeluargaan, dan kehidupan kenegaraan. Dengan
demikian, sekali lagi, unsur yang kedua ini meliputi hidup perorangan, kekeluargaan,
dan hidup kenegaraan.2

1
Otong Surasman, pendidikan agama islam, Jakarta : Erlangga, 2016, 19
2
Mohammad Natsir, islam sebagai dasar Negara, Bandung : SEGA ARSY, 2014, 88
Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur
atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Dalam
penegertian Negara, masyarakat dintegrasikan sehingga mempunyai wewenang yang
bersifat memaksa lebih kuat dari pada individu atau kelompok yang merupakan
bagian dari masyarakat.

Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, sekaligus sebagai


organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara sebagai agency (alat) dan masyarakat
memiliki untuk mengatur hubungan-hubungan manusia (dalam hal ini warga negara)
dalam masyarakat, serta menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaanya
secara sah terhadap semua golongan dan warga negaranya, serta menetapkan cara-
cara dan batas-batas, sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan
bersama, baik oleh warga negara maupun oleh golongan atau oleh negara sendiri.
Oleh karena itu negara mempunyai dua tugas :

a. Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asocial,


artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonism
yang membahayakan.
b. Mengorganisasi dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-
golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya
atau tujuan sosial.

Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan


perantaraan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Kekuasaan Negara mempunyai
organisasi yang teratur dan paling kuat. Oleh karena itu semua golongan atau asosiasi
yang memperjuangkan kekuasaan harus dapat menepatkan diri dalam rangka ini.
Pentingnya sistem hukum ini ialah sebagai perlindungan bagi kepentingan-
kepentingan yang telah dilindungi kaidah agama, kaidah kesusilaan, dan kaidah
kesopanan. Meskipun kaidah-kaidah tersebut ikut berusaha menyelenggarakan dan
melindungi kepentingan orang dalam masyarakat, tetapi belum cukup kuat untuk
melindunginya mengingat terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur.
Bukan berarti kepentingan warga masyarakat tidak terpenuhi oleh kaidah agama,
kaidah kesusilaan, dan kaidah kesopanan, tetapi tidak cukup terlindungi atau terjamin.
Sebab mungkin saja terlaksana dengan kaidah tersebut. Untuk melindungi lebih lanjut
kepentingan yang telah dilindungi kaidah-kaidah tadi, perlu sitem hukum.3

Orang barangkali bertanya-tanya bagaimanakah islam dapat mengatur Negara


yang modern ini, dengan 1001 macam persoalan yang berbelit-belit.

Untuk menghilangkan perasaan waswas dan keragu-raguan itu, dapat kita


tegaskan bahwa orang tidak usah bertanya, bagaimana caranya membuat begroting
menurut islam, deviezen regeling menurut islam, mengatur lalu lintas menurut islam,
dan hal-hal semacam itu menurut islam.

Islam tidaklah mengatur 1001 hal-hal detail yang bersifat teknis dan bisa
berubah-ubah menurut keadaan dan keperluan zaman. Islam memberikan kepada kita
dasar-dasar pokok yang sesuai dengan fitrah manusia, yang abadi dan tidak berubah,
yang bisa berlaku di semua tempat dan semua zaman, baik di zaman dahulu kala
maupun di zaman modern.

Islam mempunyai kaidah, mengenai soal ibadah, yakni hubungan manusia


dengan tuhan, semua dilarang kecuali yang di perintahkan. Dan mengenai soal
muamalah, yakni hubungan sesama manusia, semua boleh, kecuali yang dilarang.
Menurut istilah yurisprudensi islam, hal ini dinamakan “al-bara-atul-ashliyah”.4

Disamping kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan dan beberapa batas yang


perlu diindahkan untuk keselamatan manusia sendiri, maka terbukalah bagi manusia
bidang yang amat luas untuk mengambil inisiatif mempergunakan rasio atau

3
Moenandar Soelaeman, ilmu social dasar, Bandung : PT Refika aditama, 2011,266
4
Mohammad Natsir, islam sebagai dasar Negara, Bandung : SEGA ARSY, 2014, 89
ijtihadnya dalam semua bidang kehidupan sesuai dengan kemajuan serta tuntutan
ruang dan waktu.

Agama dalam bidang ini baru mencampuri apabila usaha-usaha tindakan atas
ijtihad dan rasio itu, akan terbentur pada batas-batas moral keadilan, peri-
kemanusiaan, yang sudah ditetapkan oleh agama.

Semua kaidah itu akan bertemu satu persatu tiap kali kita membahas sesuatu
yang harus kita muat dalam UUD kita nanti: tentang masalah hak-hak asasi, bentuk
negara, tentang dasar sosial ekonomi, dan lain-lain.

Sekarang timbul pertanyaan: apakah sekarang Negara yang berdasarkan islam


seperti itu merupakan satu Negara teokrasi ?

Teokrasi adalah salah satu sistem kenegaraan dimana pemerintahan dikuasai


oleh satu kependetaan yang mempunyai sitem hierarki (tingkat bertingkat), dan
menjalankan yang demikian itu sebagai wakil tuhan di dunia. Dalam islam tidak
dikenal sistem semacam itu.

Jadi, negara yang berdasarkan islam bukanlah satu teokrasi. Ia negara


demokrasi. Ia bukan pula sekuler seperti yang saya uraikan lebih dulu. Ia adalah
Negara demokrasi islam. Dan kalaulah orang akan memberikan nama yang lebih
umum, maka Negara yang berdasarkan islam itu dapat disebut teokrasi demokrasi.5

Jika dikatakan bahwa demokrasi atau musyawarah itu menjadi salah satu soko
guru dalam pembinaan negara kita, maka justru dalam persoalan ini pula terdapat
banyak sekali contoh yang diberikan oleh nabi besar Muhammad SAW dan para
sahabatnya, pada masa seluruh dunia ketika itu tenggelam dalam alam depotisme,
feodalisme, oligarki, dan dictator. Contoh-contoh itu akan mudah didapat bagi orang-
orang yang mau membaca literature islam.

5
Mohammad Natsir, islam sebagai dasar Negara, Bandung : SEGA ARSY, 2014, 91
Ada lagi satu nilai baik yang terdapat pada bangsa kita, yaitu nilai mencintai
tanah airnya. Mencintai tanah air dan bangsa adalah fitrah manusia. Nilai ini pun
harus dipelihara dan dipupuk. Apa kata islam tentang nilai ini? Al-quran menjawab
demikian: “kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa, agar
kamu kekal mengenal yang menimbulkan hargai menghargai, memberi dan
menerima serta tolong menolong.”6

Demikian, dengan sungguh dan nyata, islam meletakkan dasar akhlak yang
baik, dasar toleransi yang positif kepada orang sesame beragama, malah meletakkan
tanggung jawab untuk mempertahankan kemerdekaan beragama itu.

Demikian keluasan dan kebeseran jiwa yang harus dimiliki oleh tiap-tiap
orang yang menganut agama islam sebagai pedoman hidupnya, harus dibuktikannya
dalam kehidupan sehari-hari, sebagai satu nilai yang dianggapnya suci. Dan kalau
dalam Negara kita ini menjadi persoalan, bagaimana akan menjaga kemerdekaan
beragama. Dan bilamana dalam Negara ini, dimana terdapat dua-tiga aliran agama
hendak ditanamkan dan dihidupsuburkan dasar-dasar kenegaraan hidup antaragama,
maka terang dan jelaslah bahwa yang demikian itu dicapai dengan menegakkan dan
menyuburkan kalimat Allah ini, yang sudah ditebarkan benihnya di dalam kalbu
sebagian besar bangsa kita.7

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasi masalah


dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Agama islam
b. Negara
c. Konsep agama islam dan Negara

6
Mohammad Natsir, islam sebagai dasar Negara, Bandung : SEGA ARSY, 2014, 94
7
Mohammad Natsir, islam sebagai dasar Negara, Bandung : SEGA ARSY, 2014, 102
C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah islam dapat mengatur Negara ?


b. Bagaimana hubungan agama islam dan Negara ?
c. Bagaimana konsep agama islam dan Negara menurut pandangan
Mohammad Natsir ?

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

A. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengertian agama islam dan negara.


b. Untuk mengetahui hubungan agam islam dan negara.
c. Untuk mengetahui konsep agama islam dan negara menurut pandangan
mohammad natsir.

B. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagi lingkungan pendidikan penelitian ini berguna untuk mengetahui


bagaimana sebuah konsep agama islam dan negara pada zaman
kemerdekaan dan betapa pentingnya hubungan antara keduanya sampai
saat ini.
2. Bagi penulis penelitian ini penting dan berguna sebagai wawasan dan
pengetahuan bagaimana cara mencari dan memecahkan masalah yang
terjadi saat ini.
E. Metode Penelitian

Skripsi ini menggunakan metode pustaka. Metode pustaka merupakan uraian


atau deskripsi tentang literature yang relevan dengan bidang atau topik tertentu.
Melalaui metode ini penulis mencari data-data yang didapat dari sumber-sumber
seperti buku percetakan, literature, artikel serta ayat-ayat suci Al-Quran dan Al-
Hadits yang materinya sesuai dengan masalah pada penelitian ini. Kemudian penulis
menganalisa dan menghubungkan data-data tersebut dan merangkainya ke dalam
kalimat-kalimat yang runut sehingga menghasilkan kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenerannya.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini yang berjudul ‘Konsep Agama Islam Dan Negara Menurut
Pandangan Mohammad Natsir’ penulis susun dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I : pendahuluan, meliputi : Latar belakang masalah, pembatasan dan


rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.

Bab II : tinjaun teoritik, meliputi : Pengertian agama islam dan Negara

Bab III : Agama islam dan Negara persfektif mohammad natsir meliputi :
biografi Mohammad Natsir, hubungan agama islam dan negara.

Bab IV : Konsep agama islam dan Negara menurut pandangan


Mohammad Natsir meliputi : paham dan ajaran Mohammad Natsir, dasar yang
digunakan oleh Mohammad Natsir dan analisis tentang konsep agama islam dan
negara.

Bab V : Kesimpulan dan Saran-Saran meliputi : kesimpulan dan saran-saran

Anda mungkin juga menyukai