HPP
HPP
Dosen Pembimbing :
Aria Aulia Nastiti, S.Kep.Ns., M.Kep
Disusun Oleh:
Kelompok 5 / A-2:
Siska Kusumaningsih (131511133037)
Fitria Kusnawati (131511133038)
Kifayatus Sa’adah (131511133047)
Elly Ardianti (131511133058)
Asti Pratiwi (131511133069)
Alfian Gafar (131511133121)
Dewita Pramesti S. (131511133125)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Kegawatdaruratan Obstetric: Ruptur Uteri dan HPP”.
Makalah ini kami kerjakan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kami
berterimakasih pada Ibu Aria Aulia Nastiti, S.Kep.Ns., M.Kep selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Reproduksi II yang telah membimbing dalam mengerjakan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Kegawatdaruratan Obstetric: Ruptur Uteri dan HPP”. Kami juga menyadari bahwa di dalam
tugas ini terdapat kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Penyusun
2
Daftar Isi
Cover………………………………………………………………………………………......1
Kata Pengantar………………………………………………………………………………...2
Daftar Isi……………………………………………………………………………………….3
BAB I ......................................................................................................................................... 5
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................ 7
3
2.2.7 Komplikasi .................................................................................................... 31
BAB IV .................................................................................................................................... 79
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
asuhan keperawatan secara tepat dan benar serta mencegah progresivitas
penyakit.
1.1.2 Ruptur Uteri
Penyulit kehamilan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
kematian janin dalam rahim. Salah satu penyulit kehamilan yang dapat terjadi
adalah ruptur uteri. Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding
rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium. Bisa terjadi pada saat
kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum
visceral (Triana,2015). Robekan uterus dapat ditemukan sebagian besar pada
bagian bawah uterus. Robekan juga dapat menjalar sampai pada vagina bagian
atas. Ruptur uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat
terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim serta
dapat terajadi pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau akhir
kehamilan.(Nasution, 2007).
Angka kejadian ruptur uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar
antara 1:92 sampai 1:428 persalinan. Angka-angka tersebut masih sangat
tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju yaitu antara 1:1250
sampai 1:2000 persalinan. Angka kematian ibu akibat ruptur uteri juga masih
tinggi yaitu berkisar antara 17,9% sampai 62,6%, sedangkan angka kematian
anak pada ruptur uteri berkisar antara 89,1% sampai 100%. Janin umumnya
meninggal pada ruptur uteri. Janin hanya dapat ditolong apabila pada saat
terjadinya ruptur uteri ia masih hidup dan segera dilakukan laparotomi untuk
melahirkannya. Angka kematian janin pada ruptur uteri mencapai 85%.
Mengingat masih tingginya angka kematian pada ibu dengan ruptur
uteri diharapkan perawat sebagai tenaga kesehatan dapat meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan dalam bidang persalinan serta menguasai
konsep masalah kesehatan pada pasien ruptur uteri sehingga dapat mencegah
dan menangani dengan tepat dan benar untuk setiap kejadian ruptur uteri dan
mencegah terjadinya kompikasi yang lebih parah
6
1.2.1.3 Apa manifestasi klinis dari hemoragi postpartum?
1.2.1.4 Bagaimana patofisiologi dari hemoragi postpartum?
1.2.1.5 Bagaimana WOC dari hemoragi postpartum?
1.2.1.6 Apa macam-macam pemeriksaan diagnostik dari hemoragi
postpartum?
1.2.1.7 Bagaimana penatalaksanaan pada pasien hemoragi postpartum?
1.2.1.8 Apa komplikasi dari hemoragi postpartum?
1.2.1.9 Bagaimana prognosis dari hemoragi postpartum?
1.2.1.10 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan hemoragi
postpartum?
1.2.2 Ruptur Uteri
1.2.2.1 Apa definisi dari ruptur uteri?
1.2.2.2 Apa etiologi dari ruptur uteri?
1.2.2.3 Apa manifestasi klinis dari ruptur uteri?
1.2.2.4 Bagaimana patofisiologi dari ruptur uteri?
1.2.2.5 Bagaimana WOC dari ruptur uteri?
1.2.2.6 Apa macam-macam pemeriksaan diagnostik dari ruptur uteri?
1.2.2.7 Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ruptur uteri?
1.2.2.8 Apa komplikasi dari ruptur uteri?
1.2.2.9 Bagaimana prognosis dari ruptur uteri?
1.2.2.10 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan ruptur uteri?
7
1.3.2.3 Mengetahui dan mampu menjelaskan manifestasi klinis dari
hemoragi postpartum.
1.3.2.4 Mengetahui dan mampu menjelaskan patofisiologi dari hemoragi
postpartum.
1.3.2.5 Mengetahui dan mampu menjelaskan WOC dari hemoragi
postpartum.
1.3.2.6 Mengetahui dan mampu menjelaskan macam-macam pemeriksaan
diagnostik dari hemoragi postpartum.
1.3.2.7 Mengetahui dan mampu menjelaskan penatalaksanaan pada pasien
hemoragi postpartum.
1.3.2.8 Mengetahui dan mampu menjelaskan komplikasi dari hemoragi
postpartum.
1.3.2.9 Mengetahui dan mampu menjelaskan prognosis dari hemoragi
postpartum.
1.3.2.10 Mengetahui dan mampu menjelaskan serta menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan hemoragi postpartum.
1.3.3 Tujuan Umum Ruptur Uteri
Penanganan pasien dengan penyakit ruptur uteri dapat teratasi dengan cepat
dan tepat sesuai pengkajian secara lengkap yang dilakukan oleh perawat.
1.3.4 Tujuan Khusus Ruptur Uteri
1.3.4.1 Mengetahui dan mampu menjelaskan definisi dari ruptur uteri.
1.3.4.2 Mengetahui dan mampu menjelaskan etiologi dari ruptur uteri.
1.3.4.3 Mengetahui dan mampu menjelaskan manifestasi klinis dari ruptur
uteri
1.3.4.4 Mengetahui dan mampu menjelaskan patofisiologi dari ruptur uteri.
1.3.4.5 Mengetahui dan mampu menjelaskan WOC dari ruptur uteri.
1.3.4.6 Mengetahui dan mampu menjelaskan macam-macam pemeriksaan
diagnostik dari ruptur uteri.
1.3.4.7 Mengetahui dan mampu menjelaskan penatalaksanaan pada pasien
ruptur uteri.
1.3.4.8 Mengetahui dan mampu menjelaskan komplikasi dari ruptur uteri.
1.3.4.9 Mengetahui dan mampu menjelaskan prognosis dari ruptur uteri.
1.3.4.10 Mengetahui dan mampu menjelaskan serta menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan ruptur uteri.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi uterus yaitu untuk menahan ovum yang telah di buahi selama
perkembangan. Sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium, diantarkan melalui tuba
uterina ke uterus. (pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba uterina).
Endometrium disiapkan untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi itu dan ovum itu
sekarang tertanam di dalamnya. Sewaktu hamil, yang secara normal berlangsung
9
selama kira-kira 40 minggu, uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis, tetapi
lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada
masa pertumbuhan fetus.
Pada waktu saatnya tiba dan mulas tanda melahirkan mulai, uterus berkontraksi
secara ritmis dan mendorong bayi dan plasenta keluar kemudian kembali ke ukuran
normalnya melalui proses yang dikenal sebagai involusi (Wylie,2011).
10
darah sekalipun dengan jumlah yang lebih kecil dapat menimbulkan akibat
yang berbahaya pada wanita yang anemis.
11
bahwa atonia uteri lebih tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan
dengan persalinan vaginal (Edhi, 2013).
2. Laserasi jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan
trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik
akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin
persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir
biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau
vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi (Prawirohardjo, 2010).
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani,
Saswita dan Marisah, 2011):
a. Derajat satu
Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
b. Derajat dua
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum.
c. Derajat tiga
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, dan
otot sfingter ani eksternal.
d. Derajat empat
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot
sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.
14
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Pada usia dibawah 20 tahun,
fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna yang
mengakibatkan jalan lahir mudah robek, kontraksi uterus juga masih kurang
baik sehingga rentan terjadi perdarahan pasca persalinan. Pada usia diatas 35
tahun, fungsi reproduksi seorang wanita mengalami penurunan dan
kemungkinan komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih
besar.
2. Perdarahan Pasca Persalinan dan Gravida
Ibu-ibu dengan kehamilan multigravida (kehamilan lebih dari 1 kali)
mempunyai risiko lebih besar dibandingkan primigravida. Multigravida akan
menyebabkan fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan
terjadinya perdarahan pasca persalinan menjadi lebih besar.
3. Perdarahan Pasca Persalinan dan Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari perdarahan
pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu
dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai kejadian perdarahan lebih
tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu) mengakibatkan ketidaksiapan
ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama. Paritas lebih dari atau sama
dengan 4 mempunyai resiko besar untuk terjadinya perdarahan postpartum
karena pada multipara otot uterus sering diregangkan sehingga dindingnya
menipis dan kontraksinya menjadi lebih lemah.
4. Perdarahan Pasca Persalinan dan Antenatal Care
Dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang
berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.
5. Perdarahan Pasca Persalinan dan Kadar Hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai
hemoglobin dibawah nilai normal, jika kadar hemoglobin kurang dari 8gr%.
Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih
serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas yaitu dapat
mengakibatkan salah satunya adalah perdarahan postpartum karena atoni uteri.
15
2.2.5 Patofisiologi Hemoragic Postpartum
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi uterus. Atonia uteri dan sub-involusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun, sehingga pembuluh darah yang
melebar tersebut tidak menutup dengan sempurnah, sehingga perdarahan
terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi
perineum dan ruptur uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya
pembuluh darah, penyakit darah pada ibu, misalnya afibrinogenemia dan
hipofibrinogenemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu
proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan post
partum (Saifudin, 2008).
16
a. Terjadi perdarahan rembes atau mengucur
b. Saat kontraksi uterus keras
c. Darah berwarna merah agak muda
d. Bila perdarahan hebat timbul syok
e. Pada pemeriksaan inspeksi terdapat robekan pada vagina
f. Serviks atau varises pecah
g. Sisa plasenta tertinggal
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang Hemoragic Postpartum
A. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal.
Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil
kehamilan yang buruk.
b. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak
periode antenatal.
c. Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu
perdarahan dan waktu pembekuan
B. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan
diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum
pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan
pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya
jendalan darah dan retensi sisa plasenta.
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien
dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya
perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat
pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya
17
hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat,
maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan
selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di
ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak
terselamatkan
b. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan
perubahan hemostatis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah.
Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak di tangani, yaitu
pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak pasa asupan ASI bayi
c. Sindrom sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum
sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat
menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat
mempengaruhi sistem endokrin.
18
Langkah penting yang harus segera diambil adalah koreksi
hipovolemia (resusitasi cairan). Kelambatan atau ketidak sesuaian dalam
memberikan koreksi hipovolemia merupakan awal kegagalan mengatasi
kematian akibat perdarahan pascasalin. Meskipun jika terjadi perdarahan
kedua komponen darah (plasma dan sel darah) hilang, tetapi penanganan
pertama untuk menjaga homeostasis tubuh dan mempertahankan perfusi
jaringan adalah dengan pemberiaan cairan. Larutan kristaloid (saline
normal atau ringer laktat) lebih diutamakan dibanding koloid dan harus
segera diberikan dengan jumlah 3 kali perkiaran darah yang hilang.
Dextran tidak boleh diberikan karena mengganggu agregasi platelet.
Dosis maksimal untuk larutan koloid adalah 1500 ml per 24 jam.(15)
Oksitosin dan metilergonovin masih merupakan obat lini pertama.
Oksitosin diberikan lewat infus dengan dosis 20 unit per liter dengan
tetesan cepat. Bila sudah terjadi kolaps sirkulasi, oksitosin 10 unit
diberikan lewat suntikan intramiometrial. Tidak ada kontraindikasi untuk
oksitosin dalam dosis terapetik, hanya ada sedikit efek samping yakni
nausea dan muntah, dan retensi air sangat jarang terjadi. Metilergonovin
maleat menghasilkan kontraksi tetanik dalam lima menit setelah
pemberian intramuskular. Dosisnya adalah 0,25 mg yang dapat diulang
tiap 5 menit sampai dosis maksimal 1,25 mg. Obat ini juga bisa diberikan
secara intramiometrial atau intrvena dengan dosis 0,125 mg.
Metilergonovin tidak boleh diberikan pada pasien hipertensi.
2. Penanganan Non Medis
Langkah-langkah penanganan perdarahan pascasalin bersifat simultan
dan bukan sekuensial. Secara bersamaan, Dokter harus melakukan langkah
penanganan non mediksmentosa seperti melakukan eksplorasi manual
terhadap jalan lahir. Ada dua tujuan utama yakni menilai ada tidaknya sisa
plasenta di dalam kavum uteri dan ada tidaknya robekan jalan lahir. Begitu
terdapat sisa jaringan plasenta maka itu harus segera dikeluarkan sampai
besih. Sering atoni uteri terjadi secara sekunder akibat adanya retensi sisa
plasenta. Begitu sisa plasenta dikeluarkan kontraksi uterus sering menjadi
kuat dan perdarahan berhenti. Bila dengan kontraksi yang kuat perdarahan
masih berlanjut perlu dicurigai adanya laserasi jalan lahir seperti robekan
serviks dan dinding vagina. Kalau ini terjadi pemeriksaan in speculo
19
menjadi wajib dan perdarahan dihentikan dengan melakukan penjahitan
secukupnya.
Bila isi kavum uteri bersih, robekan jalan lahir tidak ada atau sudah
teratasi dan darah masih merembes, sangat mungkin diagnosisnya adalah
atoni uteri. Dalam keadaan ini ada beberapa hal penting yang harus
dikerjakan:
22
kemungkinan selanjutnya. Berbagai aspek harus dipikirkan seperti masa
kehamilan, proses persalinan, tata laksana, hal yang dapat menghambat
pertolongan, dan tempat persalinan oleh seorang tenaga medis untuk
meyakinkan keselamatan ibu akan bahaya pendarahan post-partum.
c. Saat mengawasi persalinan, perlu dipersiapkan kebutuhan untuk infuse dan
obat-obat penguat rahim (uterus tonikum). Obat tersebut diberikan dalam
waktu dua menit setelah kelahiran bayi.
d. Saat ketuban pecah dan kepala janin mulai membukan vulva, maka infuse
dipasang ke ibu
e. Sewaktu bayi lahir, ibu diberikan ampul methergin atau kombinasi 5
satuan sintosinon (sintometrin intravena). Gunanya untuk mengatasi
perdarahan setelah melahirkan dan kerjanya dengan meningkatkan
kontraksi rahim
f. Saat persalinan kala III, uterus tidak boleh dipijat dan didorong ke bawah
sebelum plasenta lepas dari dindingnya
g. Saat bayi lahir, sepuluh satuan oksitosin diberikan secara intramuscular
untuk mempercepat pelepasan plasenta
h. Sesudah plasenta keluar, berikan 0,2 ergometrin intramuscular untuk
mengurangi perdarahan saat bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada
fundus uteri plasenta dikeluarkan
i. Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan
j. Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke bawah
dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara
bersamaan memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan mendorong
perut sedikit di atas tulang pinggang.
23
2.2.11 WOC Hemoragic Postpartum
MK : MK :
Ketidakefektifan Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Pola Napas
Perifer
25
2.3 Ruptur Uteri
2.3.1 Definisi Ruptur Uteri
Ruptur uterus merupakan robekan uterus yang ditemukan pada
sebagian besar bagian bawah uterus. Ruptur uterus merupakan suatu robekan
yang terjadi pada dinding uterus yang terjadi karena uterus tidak dapat
menerima tekanan. (Mitayani, 2009)
Ruptura uteri adalah terjadinya diskontinuitas pada dinding uterus.
Perdarahan yang terjadi dapat keluar melalui vagina atau ke intraabdomen.
(Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
2013)
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah
robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang
mio metrium. Ruptura uteri termasuk salah satu diagnosis banding apabila
wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, di
ikuti dengan syok dan pendarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat
mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya
26
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat
disebabkan oleh:
- Bekas seksio sesaria
- Bekas enukleasi mioma uteri
- Bekas kuretase/ plasenta manual
- Sepsis post partum
- Hipoplasia uteri
b) Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum)
Ruptur uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah janin
tidak maju/turun yang dapat disebabkan oleh:
- Versi ekstraksi
- Ekstraksi forcep
- Ekstraksi bahu
- Manual plasenta
3. Menurut etiologinya
a) Ruptur uteri spontan (non violent)
Ruptur uteri spontan pada uterus normal dapat terjadi karena beberapa
penyebab yang menyebabkan persalinan tidak maju. Persalinan yang
tidak maju ini dapat terjadi karena adanya rintangan misalnya panggul
sempit, hidrosefalus, makrosomia, janin dalam letak lintang,
presentasi bokong, hamil ganda dan tumor pada jalan lahir.
b) Ruptur uteri traumatika (violent)
Faktor trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan.
Kecelakaan sebagai faktor trauma pada uterus berarti tidak
berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya
trauma pada abdomen. Tindakan berarti berhubungan dengan proses
kehamilan dan persalinan misalnya versi ekstraksi, ekstraksi forcep,
alat-alat embriotomi, manual plasenta, dan ekspresi/dorongan.
c) Ruptur uteri jaringan parut
Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada dinding
uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas operasi pada uterus
sebelumnya, enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi,
histerotomi, histerorafi dan lain-lain. Seksio sesarea klasik empat kali
lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada parut bekas seksio
27
sesaria profunda. Hal ini disebakan oleh karena luka pada segmen
bawah uterus yang merupakan daerah uterus yang lebih tenang dalam
masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat.
4. Menurut lokasinya
a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ),
miemoktomi
b. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang
sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis
dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
c. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi
forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
d. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina
28
d. Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis
e. Hidramnion
f. Riwayat SC (Sectio Cesarea)
29
kemampuan sembuh lebih cepat sehingga perut lebih kuat. ruptur
uteri pada bekas seksio sesarea klasik juga lebih sering terjadi pada
kehamilan tua sebelum persalinan dimulai sedangkan pada bekas
seksio profunda lebih sering terjadi saat persalinan.
Ruptur uteri biasanya terjadi lambat laun pada jaringan-jaringan di
sekitar luka yang menipis kemudian terpisah sama sekali. Disini biasanya
peritoneum tidak ikut serta, sehingga terjadi rupturuteri inkomplit. pada
peristiwa ini perdarahan banyak terkumpul di ligamentum latum dan sebagian
lainnya keluar.
30
2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik Ruptur Uteri
a. Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan
bentuk panggul/pelvis
b. Hapusan darah : Hb dan hematokrit untuk mengetahui batas darah Hb
dan nilai hematikrit untuk menjelaskan banyaknya kehilangan darah.
Hb<7 g/dl atau hematokrit <20% dinyatakan anemia berat
c. Urinalisis : hematuria menunjukkan adanya perlukaan kandung kemih
d. Tes prenatal : untuk memastikan polihidramnion dan janin besar
e. USG dapat menunjukkan posisi janin abnormal atau perpanjangan
ekstremitas janin atau haemoperitoneum.
f. Kateter tekanan intrauterus kadang-kadang digunakan tetapi mungkin
gagal untuk menunjukkan kehilangan tonus uterus atau pola kontraktil
berikut ruptur uterus.
g. Hitung Darah lengkap dan Apusan Darah
Batas dasar hemoglobin dan nilai hematokrit dapat tidak menjelaskan
banyaknya kehilangan darah.
h. Golongan Darah dan Rhesus
Sampai 6 unit darah dipersiapkan untuk tranfusi bila diperlukan.
31
Simpulan, ruptur uteri masih merupakan salah satu penyebab kematian
maternal dan janin dalam rahim paling tinggi di Indonesia. Untuk itu
diperlukan ketepatan dalam mendiagnosis terjadinya ruptur uteri dan
melakukan penatalaksaaan dengan tepat dan cepat sehingga angka kematian
akibat komplikasi persalinan dapat menurun.
32
Lakukan insisi vertikal pada linea alba dari umbilikus sampai
pubis.
Lakukan insisi vertikal 2-3 cm pada fasia, lanjutkan insisi ke
atas dan ke bawah dengan gunting.
Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan
tangan atau gunting.
Buka peritoneum dekat umbilikus dengan tangan. Jaga agar
jangan melukai kandung kemih.
Periksa rongga abdomen dan robekan uterus dan keluarkan
darah beku.
Pasang retraktor kandung kemih.
Lahirkan bayi dan plasenta.
Berikan oksitosin 10 unit dalam 500 mL NaCl/Ringer laktat
dimulai dari
60 tetes/menit sampai uterus berkontraksi, lalu diturunkan menjadi
20 tetes/menit setelah kontraksi uterus membaik.
Angkat uterus untuk melihat seluruh luka uterus.
Periksa bagian depan dan belakang uterus.
Klem perdarahan dengan forsep cincin.
Pisahkan kandung kemih dari segmen bawah rahim uterus secara
tumpul atau tajam.
Lakukan penjahitan robekan uterus.
33
2) Buka lembar depan ligamentum kardinal.
3) Berikan drain karet jika perlu.
4) Buat jahitan hemostasis pada arteri uterina.
5) Jahit luka secara jelujur dengan catgut kromik nomor 0. Jika
perdarahan
a. masih terus berlangsung atau robekan pada insisi terdahulu,
lakukan
b. jahitan lapis kedua.
c. PERHATIKAN: Ureter harus dapat diidentifikasi agar tindakan
tidak melukai ureter.
6) Jika ibu menginginkan sterilisasi tuba, lakukan pada saat operasi ini
7) Jika luka terlalu luas dan sulit diperbaiki, lakukan histerektomi.
8) Kontrol perdarahan dengan klem arteri dan ikat. Jika perdarahan
dalam, ikat secara angka 8.
9) Pasang drain abdomen.
10) Yakinkan tidak ada perdarahan. Keluarkan darah beku dengan kasa
bertangkai.
11) Periksa laserasi kandung kemih. Lakukan reparasi jika ada laserasi.
12) Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan catgut kromik 0 atau
poliglikolik. Plika dan peritoneum tidak perlu ditutup.
13) Jika ada tanda-tanda infeksi, letakkan kain kasa pada subkutan dan
jahit dengan benang catgut secara longgar. Kulit dijahit setelah
infeksi hilang.
14) Jika tidak ada tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras
15) vertikal memakai nilon 3-0 atau sutera.
16) Tutup luka dengan pembalut steril.
17) Untuk menjahit luka kandung kemih, klem kedua ujung luka dan
rentangkan. Periksa sampai di mana robekan/luka kandung kemih.
18) Tentukan apakah luka dekat trigonum (daerah uretra atau ureter).
19) Bebaskan kandung kemih dari segmen bawah rahim secara tajam
atau tumpul.
20) Bebaskan 2 cm sekeliling luka kandung kemih.
21) Lakukan penjahitan dengan catgut kromik 3-0 sebanyak 2 lapis:
Lapisan pertama menjahit mukosa dan otot
34
Lapisan kedua menutupi lapisan pertama dengan luka melipat ke
dalam
Yakinkan jahitan tidak mengenai daerah trigonum
22) Tes kemungkinan bocor:
Isikan kandung kemih dengan larutan garam atau air yang steril
melalui kateter
Jika bocor buka jahitan dan jahit kembali, kemudian tes ulang
23) Jika ada kemungkinan luka pada uretra atau ureter, konsultasikan
pasien untuk pemeriksaan pielogram
24) Pasang kateter selama 7 hari sampai urin jernih
25) Selama ibu dirawat, jika ada tanda-tanda infeksi atau demam, berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam selama 48 jam:
Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
DAN Gentamisin IV 5 g/kgBB setiap 8 jam
DAN Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
26) Berikan analgetika yang cukup
27) Jika tidak ada tanda infeksi, cabut drain setelah 48 jam
28) JIka tidak dilakukan tubektomi pada reparasi uterus, berikan
kontrasepsi lain
(Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. 2013)
35
2.3.9 WOC Ruptur Uteri
partus lingkaran
macet/ bandl
traumatik meningkat
Partus Robekan
macet/ Ruptur Uteri
pada SBR
traumatik
Bayi susah
lahir Kontraksi Histerektomi Perdarahan
uterus
36
Ekspansi MK :
dada Napas dangkal Ketidakefektifan
inefektif dan cepat pola napas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan Umum HPP
3.1.1 Pengkajian
1. Identitas
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, dan
lain-lain.
2. Keluhan utama
Perdarahan segera dari jalan lahir dalam jumlah banyak
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah
banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing,
gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia,
riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh
darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi,
penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan
penyakit menular.
6. Riwayat obstetric
- Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT
- Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia
mulai hamil
7. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
- Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada
abortus, retensi plasenta
- Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,
penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak
lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir
37
- Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI
cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan
kontraksi
8. Riwayat Kehamilan sekarang
- Hamil muda, keluhan selama hamil muda
- Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi
badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi
akibat mual, keluhan lain
- Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa
kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.
Pemeriksaan Fisik
1. B1: Breathing
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal
2. B2: Blood
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi
hipovolemia yang semakin berat. Tekanan darah biasanya stabil. Keluar
darah pervaginam, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
3. B3: Brain
Kesadaran (GCS) Normal / seringkali penurunan kesadaran
4. B4: Bowel
Observasi terhadap nafsu makan dan defekasi. Fundus uteri/abdomen
lembek/keras, subinvolusi
5. B5: Bladder
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau
tidak, spontan dan lain-lain.
6. B6: Bone
Pola aktifitas sehari-hari seperti makan dan minum, istirahat atau tidur,
personal hygiene.
38
b. Domain 11. Keamanan/ Perlindungan. Kelas 2. Cedera Fisik. Risiko Syok
(00205).
c. Domain 11. Keamanan/ Perlindungan. Kelas 1. Infeksi. Risiko Infeksi
(00004).
39
- Sp O2 90-95 % produksi ASI
- Pernafasan 20-24 - Bila tekanan darah semakin
x/menit turun, denyut nadi makin
- Suhu 36 – 37 oc lemah, kecil dan cepat, pasien
merasa mengantuk, perdarahan
semakin hebat, segera
kolaborasi pemberikan infus
atau cairan intravena
- Monitor kadar gas darah dan
PH
- Berikan terapi oksigen
3. Domain 11. Kriteria Hasil: - Berikan zat besi (Anemi
Keamanan/ - Tidak terdapat tanda- memperberat keadaan)
Perlindungan. Kelas tanda infeksi - Beri antibiotika (Pemberian
1. Infeksi. Risiko - TTV normal antibiotika yang tepat
Infeksi (00004). - Lokea tidak berbau diperlukan untuk keadaan
busuk infeksi).
- Perubahan warna harus - Lakukan vulva hygiene dan
sesuai dengan tingkat personal hygiene lainnya
penyembuhan luka - Catat perubahan tanda-tanda
vital
- Catat adanya tanda lemas,
kedinginan, anoreksia,
kontraksi uterus yang lembek,
dan nyeri panggul
- Monitor involusi uterus dan
pengeluaran lochea
- Perhatikan kemungkinan
infeksi di tempat lain, misalnya
infeksi saluran nafas, mastitis
dan saluran kencing
40
3.1.4 Evaluasi Keperawatan
a. Kebutuhan cairan klien adekuat
b. Klien tidak mengalami cidera
c. Klien tidak mengalami infeksi
41
• Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill
memanjang
• Pervagina : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
• Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang
42
menggunakan 3. Cek adanya riwayat
tindakan pengurangan alergi obat.
nyeri tanpa analgesik. 4. Tentukan pilihan
Tingkat Nyeri (2102): obat analgesik
1. Nyeri yang (narkotik, non
dilaporkan pasien narkotik, atau
tidak ada. NSAID),
2. Ekspresi nyeri pada berdasarkan tipe dan
wajah tidak ada. keparahan nyeri.
3. Pasien dapat 5. Pilih rute intravena
beristirahat dengan daripada rute
tenang. intramuscular, untuk
4. Frekuensi nafas injeksi pengobatan
pasien normal. nyeri yang sering,
Tanda-Tanda Vital jika memungkinkan.
(0802): 6. Monitor tanda vital
1. Suhu tubuh pasien sebelum dan setelah
dalam rentang memberikan
normal. analgesik narkotik
2. Tingkat pernapasan pada pemberian
pasien normal. dosis pertama kali
3. Irama pernapasan atau jika ditemukan
pasien normal. tanda-tanda yang
4. Tekanan nadi pasien tidak biasanya.
normal. 7. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri.
8. Berikan analgesik
sesuai waktu
43
paruhnya, terutama
pada nyeri yang
berat.
9. Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan
adanya efek
samping.
10. Kolaborasi dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute
pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesik.
Manajemen Nyeri
(1400):
1. Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas, atau
beratnya nyeri dan
faktor pencetus.
2. Berikan informasi
mmengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan,
44
dan antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur.
3. Kendalikan factor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya suhu
ruangan,
pencahayaan, suara
bising).ajarkan
prinsip-prinsip
manajemen nyeri.
4. Pertimbangkan tipe
dan sumber nyeri
ketika memilik
strategi penurunan
nyeri.
5. Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyeri
dengan tepat.
6. Kolaborasi dengan
pasien, orang
terdekat dan tim
kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasika
n tindakan
penurunan nyeri
nonfarmakologi
45
sesuai dengan
kebutuhan.
7. Libatkan keluarga
dalam modalitas
penurun nyeri jika
memungkinkan.
Terapi Relaksasi
(6040):
1. Gambarkan
rasionalisasi dan
manfaat relaksasi
serta jenis relaksasi
yang tersedia
(misalnya music,
meditasi, bernafas
dengan ritme,
relaksasi rahang,
dan relaksasi otot
progresif).
2. Berikan deskripsi
detail terkait
intervensi relaksasi
yang dipilih.
3. Ciptakan
lingkungan yang
tenang dan tanpa
distraksi dengan
lampu yang redup
dan suhu
lingkungan yang
nyaman, jika
memungkinkan.
4. Dapatkan perilaku
46
yang menunjukkan
terjadinya relaksasi,
misalnya bernapas
dalam, menguap,
pernapasan perut,
atau bayangan yang
menyenangkan.
5. Tunjukkan dan
praktikkan Teknik
relaksasi pada
pasien.
6. Dorong pasien
untuk mengulang
praktek relaksasi
jika
memungkinkan.
7. Evaluasi dan
dokumentasikan
respon terhadap
terapi relaksasi.
2. Domain 4, Setelah dilakukan Terapi oksigen (3320):
Aktivitas/Istirahat. Kelas asuhan keperawatan 1. Pertahankan
4, Respons 1x24 jam, diharapkan: kepatenan jalan
kardiovaskular/pulmonal. Status pernapasan napas.
Ketidakefektifan pola (0415): 2. Siapkan peralatan
napas berhubungan 1. Frekuensi pernapasan oksigen dan
dengan nyeri. (00032) pasien normal. berikan melalui
2. Irama pernapasan sistem humidifier.
pasien normal. 3. Berikan oksigen
3. Kedalaman inspirasi tambahan seperti
normal. yang diperintahkan.
4. Saturasi oksigen 4. Monitor aliran
pasien normal. oksigen.
47
5. Periksa perangkat
(alat) pemberian
oksigen secara
berkala untuk
memastikan bahwa
konsentrasi yang
telah ditentukan
sedang diberikan.
6. Monitor peralatan
oksigen untuk
memastikan bahwa
alat tersebut tidak
mengganggu upaya
pasien untuk
bernapas.
Monitor pernapasan
(3350):
1. Monitor kecepatan,
irama, kedalamanan,
dan kesulitan
bernapas.
2. Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot
bantu napas, dan
retraksi pada otot
supraclaviculas dan
interkosta.
3. Monitor suara
tambahan seperti
ngorok, atau mengi.
4. Monitor pola napas
48
(misalnya bradipneu,
takipne,
hiperventilasi,
pernapasan kusmaul,
pernapasan 1:1,
apneustik, respirasi
biot, dan pola ataxic.
5. Monitor saturasi
oksigen pada pasien
yang tersedasi
(seperti SaO2, SvO2,
SpO2) sesuai dengan
protocol yang ada.
6. Monitor keluhan
sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan
yang meningkatkan
atau memperburuk
sesak napas tersebut.
Monitor Tanda-Tanda
Vital (6680):
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan status
pernapasan dengan
tepat.
2. Monitor tekananan
darah, denyut nadi,
dan pernapaan
sebelum, selama,
dan setelah
perubahan posisi.
3. Monitor irama dan
49
laju pernapasan
(misalnya
kedalamanan dan
kesimetrisan).
4. Identifikasi
kemungkinan
penyebab
perubahan tanda-
tanda vital.
3. Domain 8. Seksualitas. Setelah dilakukan Perawatan
Kelas 3 Reproduksi. asuhan keperawatan intrapartum (6830):
Risiko ketidakefektifan 2x24 jam, diharapkan: 1. Tentukan apakah
proses kehamilan- Status janin: ketuban telah
melahirkan (00227). intrapartum (0112): pecah.
Faktor Risiko: rencana 1. Dasar denyut 2. Tentukan
melahirkan tidak realistis jantung janin persiapan
berhubungan dengan normal (120-160). persalinan dan
risiko prematur. 2. Posisi janin tujuan.
normal. 3. Dukung keluarga
3. Pola denyut untuk
jantung janin berpartisipasi
episodik. dalam proses
Status Maternal: persalinan dan
intrapartum: tujuan.
1. Koping 4. Monitor tanda-
ketidaknyamanan tanda vital
kehamilan pada maternal diantara
pasien normal. kontraksi yang
2. Frekuensi terjadi, sesuai
kontraksi uterus protocol atau
normal. sesuai dengan
3. Durasi kontraksi kebutuhan.
uterus normal. 5. Auskultasi denyut
50
4. Intensitas kontraksi jantung janin
uterus normal. setiap 30 sampai
5. Suhu tubuh 60 menit di awal
normal. persalinan, setiap
6. Pendarahan di 15 sampai 30
vagina tidak ada. menit selama
7. Nyeri dengan persalinan aktif
kontraksi tidak ada. dan setiap 5
sampai 10 menit
di kala 2.
6. Auskultasi
frekuensi denyut
janin diantara
kontraksi yang
terjadi untuk
mendapatkan data
dasar.
Peningkatan sistem
dukungan (5440):
1. Identifikasi
respon
psikologis
terhadap situasi
dan ketersediaan
sistem
dukungan.
2. Identifikasi
tingkat
dukungan
keluarga,
dukungan
keuangan, dan
sumber daya
51
lainnya.
3. Libatkan
keluarga, orang-
oarang terdekat,
dan teman-teman
dalam perawatan
dan perencanaan.
4. Jelaskan kepada
pihak penting
lain bagaimana
mereka dapat
membantu.
Bimbingan antisipasif
(5210):
1. Berikan
informasi
mengenai
harapam-harapan
yang realistis
terkait dengan
perilaku pasien.
2. Gunakan contoh
kasus untuk
meningkatkan
kemampuan
pemecahan
masalah pasien
dengan cara
yang tepat.
3. Bantu pasien
untuk
beradaptasi
dengan adanya
52
perubahan peran.
4. Libatkan
keluarga maupun
orang-orang
terdekat pasien
jika
memungkinkan.
3.2.4 Evaluasi
a. Klien mengatakan nyeri berkurang
b. Pola napas klien efektif
c. Tidak ada risiko proses kehamilan sampai persalinan
53
3.3.2 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama Ibu : Ny. S
Usia : 30 thn
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Surabaya
MRS : 20 Mei 2013
2. Keluhan utama : Nyeri dan kontraksi pada rahim
3. Riwayat penyakit sekarang:
Ny. S usia 30 tahun multipara datang ke rumah sakit karena merasakan
nyeri dan kontraksi pada rahimnya. Setelah pemeriksan dinyatakan pasien
dalam inpartu fase laten dan kemudian diobservasi, setelah dilakukan
observasi selama 7 jam keadaan pasien semakin memburuk. Pasien tampak
lemah, frekuensi nafas cepat dan dangkal 28x/menit, TD 80/60 mmHg,
nadi 110x/menit, konjungtiva anemis, nyeri tajam yang sangat pada
abdomen bawah dengan skala 8, perdarahan pervagina sedikit, HIS (+),
DJJ(+) tidak teratur perlahan-lahan turun, bagian janin lebih mudah
dipalpasi, gerakan janin menjadi kuat dan kemudian menurun. Klien
didiagnosa ruptur uteri pada segmen bawah rahim.
4. Riwayat Kesehatan dahulu: Pasien tidak punya riwayat penyakit keturunan
dan penyakit mengkhawatirkan sebelumnya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga: Tidak ada yang anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti ini.
6. Riwayat Menstruasi :
a. Menarche: umur 14 tahun
b. Siklus: teratur tiap bulan
c. Lama: Rata-rata 6-7 hari.
d. Dismenorhea: -
7. Riwayat Obstetri:
a. GIIP10001
54
b. Riwayat kehamilan sebelumnya: Anak I: 2009 lahir secara SC pada
usia kehamilan 37 minggu.
8. Pemeriksaan fisik :
a. Observasi
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : menurun
3. BB/TB : 62,3kg/158cm
4. TD : 80/60 mmHg
5. Nadi : 110 x/menit
6. RR : 29x/menit cepat dan dangkal
7. Suhu : 37,50C
8. CRT : >2 detik, anemis
b. Kepala dan leher
1. Rambut : tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe.
2. Mata : konjungtiva anemis sklera putih; pupil midriasis;
cowong
3. Wajah : adanya kloasma
c. Dada : Pergerakan seimbang
d. Payudara : Konsistensi normal; hiperpigmentasi areola mamae
terlihat; puting menonjol; simetris
e. Abdomen :
1. Inspeksi adanya linea nigra
2. HIS menurun, DJJ tidak teratur perlahan-lahan turun, bagian janin
lebih mudah dipalpasi, gerakan janin menjadi kuat dan kemudian
menurun.
f. Genitalia : Perdarahan sedikit
g. Ekstremitas : Edema (-), varises (-)
1. Inspeksi adanya linea nigra
2. HIS menurun, DJJ tidak teratur perlahan-lahan turun, bagian janin
lebih mudah dipalpasi, gerakan janin menjadi kuat dan kemudian
menurun.
9. Pemeriksaan diagnsotik:
a. Gol darah O rhesus (+)
b. HB: 11,5 (12-14 )
55
c. Hematokrit: 30 % (Perempuan: 35-47 %).
Nyeri Akut
56
RR cepat dan dangkal
3. DS: Ruptur uteri Risiko ketidakefektifan
Pasien mengeluh perutnya proses kehamilan-
berkontraksi kuat dan melahirkan
pergerakan janinnya terasa Plasenta terlepas
lebih aktif.
Mempengaruhi kondisi
DO:
janin
Perdarahan pervagina
sedikit
HIS menurun Janin kekurangan nutrisi
DJJ terdengar tidak dan oksigen
teratur (100x/ menit)
perlahan-lahan
Prematuritas, kondisi
menurun.
gawat janin
Gerakan janin menjadi
kuat dan kemudian
menurun.
Risiko ketidakefektifan
proses kehamilan-
melahirkan
57
3.3.5 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
1. Domain 12, Kenyamanan. Setelah dilakukan 11. Pemberian
Kelas 1, Kenyamanan asuhan keperawatan Analgesik (2210):
Fisik. Nyeri Akut 3x24 jam diharapkan: Tentukan lokasi,
berhubungan dengan Kontrol Nyeri (1605): karakteristik,
agens cedera fisik. 5. Pasien dapat kualitas dan
(00132) mengenali kapan keparahan nyeri
nyeri terjadi. sebelum mengobati
6. Pasien dapat pasien.
menggambarkan 12. Cek perintah
faktor penyebab. pengobatan melalui
7. Pasien dapat obat, dosis, dan
menggunakan frekuensi obat
tindakan pencegahan. analgesik yang
8. Pasien dapat diresepkan.
menggunakan 13. Cek adanya riwayat
tindakan pengurangan alergi obat.
nyeri tanpa analgesik. 14. Tentukan pilihan
Tingkat Nyeri (2102): obat analgesik
5. Nyeri yang (narkotik, non
dilaporkan pasien narkotik, atau
tidak ada. NSAID),
6. Ekspresi nyeri pada berdasarkan tipe dan
wajah tidak ada. keparahan nyeri.
7. Pasien dapat 15. Pilih rute intravena
beristirahat dengan daripada rute
tenang. intramuscular, untuk
8. Frekuensi nafas injeksi pengobatan
pasien normal. nyeri yang sering,
58
Tanda-Tanda Vital jika memungkinkan.
(0802): 16. Monitor tanda vital
5. Suhu tubuh pasien sebelum dan setelah
dalam rentang memberikan
normal. analgesik narkotik
6. Tingkat pernapasan pada pemberian
pasien normal. dosis pertama kali
7. Irama pernapasan atau jika ditemukan
pasien normal. tanda-tanda yang
8. Tekanan nadi pasien tidak biasanya.
normal. 17. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri.
18. Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang
berat.
19. Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan
adanya efek
samping.
20. Kolaborasi dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute
pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
59
rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesik.
Manajemen Nyeri
(1400):
8. Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas, atau
beratnya nyeri dan
faktor pencetus.
9. Berikan informasi
mmengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan,
dan antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur.
10. Kendalikan factor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya suhu
ruangan,
pencahayaan, suara
bising).ajarkan
prinsip-prinsip
60
manajemen nyeri.
11. Pertimbangkan tipe
dan sumber nyeri
ketika memilik
strategi penurunan
nyeri.
12. Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyeri
dengan tepat.
13. Kolaborasi dengan
pasien, orang
terdekat dan tim
kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasika
n tindakan
penurunan nyeri
nonfarmakologi
sesuai dengan
kebutuhan.
14. Libatkan keluarga
dalam modalitas
penurun nyeri jika
memungkinkan.
Terapi Relaksasi
(6040):
8. Gambarkan
rasionalisasi dan
manfaat relaksasi
serta jenis relaksasi
yang tersedia
(misalnya music,
61
meditasi, bernafas
dengan ritme,
relaksasi rahang,
dan relaksasi otot
progresif).
9. Berikan deskripsi
detail terkait
intervensi relaksasi
yang dipilih.
10. Ciptakan
lingkungan yang
tenang dan tanpa
distraksi dengan
lampu yang redup
dan suhu
lingkungan yang
nyaman, jika
memungkinkan.
11. Dapatkan
perilaku yang
menunjukkan
terjadinya relaksasi,
misalnya bernapas
dalam, menguap,
pernapasan perut,
atau bayangan yang
menyenangkan.
12. Tunjukkan dan
praktikkan Teknik
relaksasi pada
pasien.
13. Dorong pasien
untuk mengulang
62
praktek relaksasi
jika
memungkinkan.
14. Evaluasi dan
dokumentasikan
respon terhadap
terapi relaksasi.
2. Domain 4, Setelah dilakukan Terapi oksigen (3320):
Aktivitas/Istirahat. Kelas asuhan keperawatan 7. Pertahankan
4, Respons 1x24 jam, diharapkan: kepatenan jalan
kardiovaskular/pulmonal. Status pernapasan napas.
Ketidakefektifan pola (0415): 8. Siapkan peralatan
napas berhubungan 5. Frekuensi pernapasan oksigen dan
dengan nyeri. (00032) pasien normal. berikan melalui
6. Irama pernapasan sistem humidifier.
pasien normal. 9. Berikan oksigen
7. Kedalaman inspirasi tambahan seperti
normal. yang diperintahkan.
8. Saturasi oksigen 10. Monitor aliran
pasien normal. oksigen.
11. Periksa perangkat
(alat) pemberian
oksigen secara
berkala untuk
memastikan bahwa
konsentrasi yang
telah ditentukan
sedang diberikan.
12. Monitor peralatan
oksigen untuk
memastikan bahwa
alat tersebut tidak
mengganggu upaya
63
pasien untuk
bernapas.
Monitor pernapasan
(3350):
7. Monitor kecepatan,
irama, kedalamanan,
dan kesulitan
bernapas.
8. Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot
bantu napas, dan
retraksi pada otot
supraclaviculas dan
interkosta.
9. Monitor suara
tambahan seperti
ngorok, atau mengi.
10. Monitor pola napas
(misalnya bradipneu,
takipne,
hiperventilasi,
pernapasan kusmaul,
pernapasan 1:1,
apneustik, respirasi
biot, dan pola ataxic.
11. Monitor saturasi
oksigen pada pasien
yang tersedasi
(seperti SaO2, SvO2,
SpO2) sesuai dengan
protocol yang ada.
64
12. Monitor keluhan
sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan
yang meningkatkan
atau memperburuk
sesak napas tersebut.
Monitor Tanda-Tanda
Vital (6680):
5. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan status
pernapasan dengan
tepat.
6. Monitor tekananan
darah, denyut nadi,
dan pernapaan
sebelum, selama,
dan setelah
perubahan posisi.
7. Monitor irama dan
laju pernapasan
(misalnya
kedalamanan dan
kesimetrisan).
8. Identifikasi
kemungkinan
penyebab
perubahan tanda-
tanda vital.
3. Domain 8. Seksualitas. Setelah dilakukan Perawatan
Kelas 3 Reproduksi. asuhan keperawatan intrapartum (6830):
Risiko ketidakefektifan 2x24 jam, diharapkan: 7. Tentukan apakah
proses kehamilan- Status janin: ketuban telah
65
melahirkan (00227). intrapartum (0112): pecah.
Faktor Risiko: rencana 4. Dasar denyut 8. Tentukan
melahirkan tidak realistis jantung janin persiapan
berhubungan dengan normal (120-160). persalinan dan
risiko prematur. 5. Posisi janin tujuan.
normal. 9. Dukung keluarga
6. Pola denyut untuk
jantung janin berpartisipasi
episodik. dalam proses
Status Maternal: persalinan dan
intrapartum: tujuan.
8. Koping 10. Monitor tanda-
ketidaknyamanan tanda vital
kehamilan pada maternal diantara
pasien normal. kontraksi yang
9. Frekuensi terjadi, sesuai
kontraksi uterus protocol atau
normal. sesuai dengan
10. Durasi kontraksi kebutuhan.
uterus normal. 11. Auskultasi denyut
11. Intensitas kontraksi jantung janin
uterus normal. setiap 30 sampai
12. Suhu tubuh 60 menit di awal
normal. persalinan, setiap
13. Pendarahan di 15 sampai 30
vagina tidak ada. menit selama
14. Nyeri dengan persalinan aktif
kontraksi tidak ada. dan setiap 5
sampai 10 menit
di kala 2.
12. Auskultasi
frekuensi denyut
janin diantara
66
kontraksi yang
terjadi untuk
mendapatkan data
dasar.
Peningkatan sistem
dukungan (5440):
5. Identifikasi
respon
psikologis
terhadap situasi
dan ketersediaan
sistem
dukungan.
6. Identifikasi
tingkat
dukungan
keluarga,
dukungan
keuangan, dan
sumber daya
lainnya.
7. Libatkan
keluarga, orang-
oarang terdekat,
dan teman-teman
dalam perawatan
dan perencanaan.
8. Jelaskan kepada
pihak penting
lain bagaimana
mereka dapat
membantu.
Bimbingan antisipasif
67
(5210):
5. Berikan
informasi
mengenai
harapam-harapan
yang realistis
terkait dengan
perilaku pasien.
6. Gunakan contoh
kasus untuk
meningkatkan
kemampuan
pemecahan
masalah pasien
dengan cara
yang tepat.
7. Bantu pasien
untuk
beradaptasi
dengan adanya
perubahan peran.
8. Libatkan
keluarga maupun
orang-orang
terdekat pasien
jika
memungkinkan.
68
Kenyamanan Fisik. 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas
Nyeri Akut berhubungan karakteristik, dan keparahan nyeri
dengan agens cedera kualitas dan sebelum mengobati
fisik. (00132) keparahan nyeri pasien.
sebelum mengobati 2. Mengecek perintah
pasien. pengobatan melalui
2. Cek perintah obat, dosis, dan
pengobatan melalui frekuensi obat
obat, dosis, dan analgesik yang
frekuensi obat diresepkan.
analgesik yang 3. Mengecek pada pasien
diresepkan. adanya riwayat alergi
3. Cek adanya riwayat obat.
alergi obat. 4. Menentukan pilihan
4. Tentukan pilihan obat analgesik
obat analgesik (narkotik, non narkotik,
(narkotik, non atau NSAID),
narkotik, atau berdasarkan tipe dan
NSAID), keparahan nyeri.
berdasarkan tipe 5. Memilih rute intravena
dan keparahan daripada rute
nyeri. intramuscular, untuk
5. Pilih rute intravena injeksi pengobatan
daripada rute nyeri yang sering, jika
intramuscular, memungkinkan.
untuk injeksi 6. Memonitor tanda vital
pengobatan nyeri sebelum dan setelah
yang sering, jika memberikan analgesik
memungkinkan. narkotik pada
6. Monitor tanda vital pemberian dosis
sebelum dan pertama kali atau jika
setelah memberikan ditemukan tanda-tanda
analgesik narkotik yang tidak biasanya.
69
pada pemberian 7. Memberikan kebutuhan
dosis pertama kali kenyamanan dan
atau jika ditemukan aktivitas lain yang
tanda-tanda yang dapat membantu
tidak biasanya. relaksasi untuk
7. Berikan kebutuhan memfasilitasi
kenyamanan dan penurunan nyeri.
aktivitas lain yang 8. Memberikan analgesik
dapat membantu sesuai waktu paruhnya,
relaksasi untuk terutama pada nyeri
memfasilitasi yang berat.
penurunan nyeri. 9. Mendokumentasikan
8. Berikan analgesik respon terhadap
sesuai waktu analgesik dan adanya
paruhnya, terutama efek samping.
pada nyeri yang 10. Berkolaborasi dengan
berat. dokter apakah obat,
9. Dokumentasikan dosis, rute pemberian,
respon terhadap atau perubahan interval
analgesik dan dibutuhkan, buat
adanya efek rekomendasi khusus
samping. berdasarkan prinsip
10. Kolaborasi dengan analgesik.
dokter apakah obat, Manajemen Nyeri (1400):
dosis, rute 1. Melakukan pengkajian
pemberian, atau nyeri komprehensif
perubahan interval yang meliputi lokasi,
dibutuhkan, buat karakteristik,
rekomendasi onset/durasi, frekuensi,
khusus berdasarkan kualitas, intensitas, atau
prinsip analgesik. beratnya nyeri dan
Manajemen Nyeri (1400): faktor pencetus.
1. Lakukan 2. Memberikan informasi
70
pengkajian nyeri mmengenai nyeri,
komprehensif yang seperti penyebab nyeri,
meliputi lokasi, berapa lama nyeri akan
karakteristik, dirasakan, dan
onset/durasi, antisipasi dari
frekuensi, kualitas, ketidaknyamanan
intensitas, atau akibat prosedur.
beratnya nyeri dan 3. Mengendalikan factkr
faktor pencetus. lingkungan yang dapat
2. Berikan informasi mempengaruhi respon
mmengenai nyeri, pasien terhadap
seperti penyebab ketidaknyamanan
nyeri, berapa lama (misalnya suhu
nyeri akan ruangan, pencahayaan,
dirasakan, dan suara bising).ajarkan
antisipasi dari prinsip-prinsip
ketidaknyamanan manajemen nyeri.
akibat prosedur. 4. Mempertimbangkan
3. Kendalikan factor tipe dan sumber nyeri
lingkungan yang ketika memilik strategi
dapat penurunan nyeri.
mempengaruhi 5. Mendorong pasien
respon pasien untuk memonitor nyeri
terhadap dan menangani nyeri
ketidaknyamanan dengan tepat.
(misalnya suhu 6. Berkolaborasi dengan
ruangan, pasien, orang terdekat
pencahayaan, suara dan tim kesehatan
bising).ajarkan lainnya untuk memilih
prinsip-prinsip dan
manajemen nyeri. mengimplementasikan
4. Pertimbangkan tipe tindakan penurunan
dan sumber nyeri nyeri nonfarmakologi
71
ketika memilik sesuai dengan
strategi penurunan kebutuhan.
nyeri. 7. Melibatkan keluarga
5. Dorong pasien dalam modalitas
untuk memonitor penurun nyeri jika
nyeri dan memungkinkan.
menangani nyeri Terapi Relaksasi (6040):
dengan tepat. 1. Menggambarkan
6. Kolaborasi dengan rasionalisasi dan
pasien, orang manfaat relaksasi serta
terdekat dan tim jenis relaksasi yang
kesehatan lainnya tersedia (misalnya
untuk memilih dan music, meditasi,
mengimplementasik bernafas dengan ritme,
an tindakan relaksasi rahang, dan
penurunan nyeri relaksasi otot progresif).
nonfarmakologi 2. Memberikan deskripsi
sesuai dengan detail terkait intervensi
kebutuhan. relaksasi yang dipilih.
7. Libatkan keluarga 3. Menciptakan lingkungan
dalam modalitas yang tenang dan tanpa
penurun nyeri jika distraksi dengan lampu
memungkinkan. yang redup dan suhu
Terapi Relaksasi (6040): lingkungan yang
1. Gambarkan nyaman, jika
rasionalisasi dan memungkinkan.
manfaat relaksasi 4. Mendapatkan perilaku
serta jenis relaksasi yang menunjukkan
yang tersedia terjadinya relaksasi,
(misalnya music, misalnya bernapas
meditasi, bernafas dalam, menguap,
dengan ritme, pernapasan perut, atau
relaksasi rahang, dan bayangan yang
72
relaksasi otot menyenangkan.
progresif). 5. Menunjukkan dan
2. Berikan deskripsi praktikkan Teknik
detail terkait relaksasi pada pasien.
intervensi relaksasi 6. Mendorong pasien untuk
yang dipilih. mengulang praktek
3. Ciptakan lingkungan relaksasi jika
yang tenang dan memungkinkan.
tanpa distraksi 7. Mengevaluasi dan
dengan lampu yang dokumentasikan respon
redup dan suhu terhadap terapi relaksasi.
lingkungan yang
nyaman, jika
memungkinkan.
4. Dapatkan perilaku
yang menunjukkan
terjadinya relaksasi,
misalnya bernapas
dalam, menguap,
pernapasan perut,
atau bayangan yang
menyenangkan.
5. Tunjukkan dan
praktikkan Teknik
relaksasi pada
pasien.
6. Dorong pasien untuk
mengulang praktek
relaksasi jika
memungkinkan.
7. Evaluasi dan
dokumentasikan
respon terhadap
73
terapi relaksasi.
2. Domain 4, Terapi oksigen (3320): Terapi oksigen (3320):
Aktivitas/Istirahat. Kelas 1. Pertahankan 1. Mempertahankan
4, Respons kepatenan jalan napas. kepatenan jalan napas.
kardiovaskular/pulmonal 2. Siapkan peralatan 2. Menyiapkan peralatan
. Ketidakefektifan pola oksigen dan berikan oksigen dan berikan
napas berhubungan melalui sistem melalui sistem humidifier.
dengan nyeri. (00032) humidifier. 3. Memberikan oksigen
3. Berikan oksigen tambahan seperti yang
tambahan seperti yang diperintahkan.
diperintahkan. 4. Memonitor aliran oksigen.
4. Monitor aliran 5. Memeriksa perangkat
oksigen. (alat) pemberian oksigen
5. Periksa perangkat secara berkala untuk
(alat) pemberian memastikan bahwa
oksigen secara berkala konsentrasi yang telah
untuk memastikan ditentukan sedang
bahwa konsentrasi diberikan.
yang telah ditentukan 6. Memonitor peralatan
sedang diberikan. oksigen untuk
6. Monitor peralatan memastikan bahwa alat
oksigen untuk tersebut tidak
memastikan bahwa mengganggu upaya pasien
alat tersebut tidak untuk bernapas.
mengganggu upaya Monitor pernapasan (3350):
pasien untuk 1. Memonitor kecepatan,
bernapas. irama, kedalamanan, dan
Monitor pernapasan kesulitan bernapas.
(3350): 2. Mencatat pergerakan
1. Monitor kecepatan, dada, catat
irama, kedalamanan, ketidaksimetrisan,
dan kesulitan penggunaan otot-otot
bernapas. bantu napas, dan retraksi
74
2. Catat pergerakan pada otot supraclaviculas
dada, catat dan interkosta.
ketidaksimetrisan, 3. Memonitor suara
penggunaan otot-otot tambahan seperti ngorok,
bantu napas, dan atau mengi.
retraksi pada otot 4. Memonitor pola napas
supraclaviculas dan (misalnya bradipneu,
interkosta. takipne, hiperventilasi,
3. Monitor suara pernapasan kusmaul,
tambahan seperti pernapasan 1:1, apneustik,
ngorok, atau mengi. respirasi biot, dan pola
4. Monitor pola napas ataxic.
(misalnya bradipneu, 5. Memonitor saturasi
takipne, oksigen pada pasien yang
hiperventilasi, tersedasi (seperti SaO2,
pernapasan kusmaul, SvO2, SpO2) sesuai
pernapasan 1:1, dengan protocol yang ada.
apneustik, respirasi 6. Memonitor keluhan sesak
biot, dan pola ataxic. nafas pasien, termasuk
5. Monitor saturasi kegiatan yang
oksigen pada pasien meningkatkan atau
yang tersedasi (seperti memperburuk sesak napas
SaO2, SvO2, SpO2) tersebut
sesuai dengan Monitor Tanda-Tanda Vital
protocol yang ada. (6680):
6. Monitor keluhan sesak 1. Memonitor tekanan
nafas pasien, termasuk darah, nadi, suhu, dan
kegiatan yang status pernapasan
meningkatkan atau dengan tepat.
memperburuk sesak 2. Memonitor tekananan
napas tersebut. darah, denyut nadi, dan
Monitor Tanda-Tanda pernapaan sebelum,
Vital (6680): selama, dan setelah
75
1. Monitor tekanan perubahan posisi.
darah, nadi, suhu, dan 3. Memonitor irama dan laju
status pernapasan pernapasan (misalnya
dengan tepat. kedalamanan dan
2. Monitor tekananan kesimetrisan).
darah, denyut nadi, 4. Mengidentifikasi
dan pernapaan kemungkinan penyebab
sebelum, selama, dan perubahan tanda-tanda
setelah perubahan vital.
posisi.
3. Monitor irama dan
laju pernapasan
(misalnya
kedalamanan dan
kesimetrisan).
4. Identifikasi
kemungkinan
penyebab perubahan
tanda-tanda vital.
3. Domain 8. Seksualitas. Perawatan intrapartum Perawatan intrapartum
Kelas 3 Reproduksi. (6830): (6830):
Risiko ketidakefektifan 1. Tentukan apakah 1. Menentukan apakah
proses kehamilan- ketuban telah ketuban telah pecah.
melahirkan (00227). pecah. 2. Menentukan persiapan
Faktor Risiko: rencana 2. Tentukan persiapan persalinan dan tujuan.
melahirkan tidak persalinan dan 3. Mendukung keluarga
realistis berhubungan tujuan. untuk berpartisipasi
dengan risiko prematur. 3. Dukung keluarga dalam proses persalinan
untuk berpartisipasi dan tujuan.
dalam proses 4. Memonitor tanda-tanda
persalinan dan vital maternal diantara
tujuan. kontraksi yang terjadi,
4. Monitor tanda-tanda sesuai protocol atau
76
vital maternal sesuai dengan
diantara kontraksi kebutuhan.
yang terjadi, sesuai 5. Melakukan auskultasi
protocol atau sesuai pada denyut jantung
dengan kebutuhan. janin setiap 30 sampai
5. Auskultasi denyut 60 menit di awal
jantung janin setiap persalinan, setiap 15
30 sampai 60 menit sampai 30 menit selama
di awal persalinan, persalinan aktif dan
setiap 15 sampai 30 setiap 5 sampai 10 menit
menit selama di kala 2.
persalinan aktif dan 6. Melakukan auskultasi
setiap 5 sampai 10 frekuensi denyut janin
menit di kala 2. diantara kontraksi yang
6. Auskultasi frekuensi terjadi untuk
denyut janin diantara mendapatkan data dasar.
kontraksi yang Peningkatan sistem
terjadi untuk dukungan (5440):
mendapatkan data 1. Mengidentifikasi
dasar. respon psikologis
Peningkatan sistem terhadap situasi dan
dukungan (5440): ketersediaan sistem
1. Identifikasi respon dukungan.
psikologis terhadap 2. Mengidentifikasi
situasi dan tingkat dukungan
ketersediaan sistem keluarga, dukungan
dukungan. keuangan, dan sumber
2. Identifikasi tingkat daya lainnya.
dukungan keluarga, 3. Melibatkan keluarga,
dukungan orang-oarang terdekat,
keuangan, dan dan teman-teman dalam
sumber daya perawatan dan
lainnya. perencanaan.
77
3. Libatkan keluarga, 4. Menjelaskan kepada
orang-oarang pihak penting lain
terdekat, dan bagaimana mereka
teman-teman dalam dapat membantu.
perawatan dan Bimbingan antisipasif (5210):
perencanaan. 1. Memberikan informasi
4. Jelaskan kepada mengenai harapam-
pihak penting lain harapan yang realistis
bagaimana mereka terkait dengan perilaku
dapat membantu. pasien.
Bimbingan antisipasif 2. Menggunakan contoh
(5210): kasus untuk
1. Berikan informasi meningkatkan
mengenai harapam- kemampuan
harapan yang pemecahan masalah
realistis terkait pasien dengan cara
dengan perilaku yang tepat.
pasien. 3. Membantu pasien
2. Gunakan contoh untuk beradaptasi
kasus untuk dengan adanya
meningkatkan perubahan peran.
kemampuan 4. Melibatkan keluarga
pemecahan masalah maupun orang-orang
pasien dengan cara terdekat pasien jika
yang tepat. memungkinkan
3. Bantu pasien untuk
beradaptasi dengan
adanya perubahan
peran.
4. Libatkan keluarga
maupun orang-
orang terdekat
pasien jika
78
memungkinkan
3.3.7 Evaluasi
1. Domain 12, Kenyamanan. Kelas 1, Kenyamanan Fisik. Nyeri Akut
berhubungan dengan agens cedera fisik. (00132)
S: Nyeri yang dirasakan pasien berkurang
O: Pasien merasa lebih enak di bagian abdomen
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
2. Domain 4, Aktivitas/Istirahat. Kelas 4, Respons kardiovaskular/pulmonal.
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri. (00032)
S: Pola napas pasien normal.
O: Pasien mengatakan sudah tidak merasa sesak napas lagi
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intevensi.
3. Domain 8. Seksualitas. Kelas 3 Reproduksi. Risiko ketidakefektifan proses
kehamilan-melahirkan (00227). Faktor Risiko: rencana melahirkan tidak
realistis berhubungan dengan risiko prematur.
S: Kontraksi di area abdomen pada pasien berkurang
O: Pasien tampak lebih tenang dan bisa beristirahat dengan baik
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi.
79
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir). Perdarahan postpartum biasanya
disebabkan oleh atonia uteri, koagulopati, retensi plasenta dan Laserasi jalan lahir/
robekan jalan lahir
Ruptur uterus merupakan suatu robekan yang terjadi pada dinding uterus yang
terjadi karena uterus tidak dapat menerima tekanan. Penyebab ruptura uteri adalah
disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Penyebab lainnya
meliputi tindakan obstetri (versi), ketidakseimbangan fetopelvik (ketidakmampuan
janin untuk melewati panggul), letak lintang yang diabaikan kelebihan dosis obat
untuk persalinan, jaringan parut pada uterus (keadaan setelah seksio sesaria, operasi
strassman (operasi yang dilakuakan strassman untuk menyatukan uterus pada saat ada
kelainan bentuk uterus seperti : uterus dupleks(rahim ganda).
80
Daftar Pustaka
Ani Triana, Ika putri Damayanti dkk. 2015. Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Yogyakarta : Deepublish
Bagus, Ida. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Benson, Ralph C dan Martin L. Pernoll. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi
Edisi 9. Jakarta : EGC
Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi 1.
WHO, 2013
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley
Blackwell.
Mander, R. (2004). Nyeri Persalinan . Jakarta : EGC.
Manuaba, Ide Bagus. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta : EGC
Marine Driessen et al. 2011. Postpartum hemorrhage resulting from uterine atony
after vaginal delivery: factors associated with severity. HAL-AO Author
Manuscript.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika Jakarta.
Rukiyah, Ai Yeyeh,dkk. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi Kebidanan. Jakarta
Trans Info Media
Saifuddin, AB. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Saifuddin, A.B. dkk. 2002. Perdarahan Setelah Bayi Lahir Dalam Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal Jjakarta.
JNPKKR_POGI bekerjasama dengan Yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo
Sarwono. 2005. Perdarahan Pasca Persalinan. Jakarta: YBP.SP
Wiknjosastro,H. 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
PrawirohardjoJakarta. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI Jakarta.
81
Wiknjostoro, Rachimhadi. 2010. Perdarahan PostPartum. Ilmu kebidanan. Edisi 5.
Jakarta: Mitra cendekia
82