Anda di halaman 1dari 3

1C.

EPIDEMIOLOGI OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah penyakit di mana kepadatan dan kualitas tulang dikurangi,
menyebabkan kelemahan dari kerangka dan meningkat risiko patah tulang, terutama tulang
belakang, pergelangan tangan, pinggul, panggul dan upper lengan. Osteoporosis dan patah
tulang terkait adalah penyebab penting mortalitas dan morbiditas. Pada wanita lebih dari 45,
osteoporosis menyumbang hari lagi dihabiskan di rumah sakit daripada banyak penyakit
lainnya, termasuk diabetes, infark miokard dan kanker payudara. Diperkirakan bahwa hanya
satu dari tiga vertebral fraktur menjadi perhatian klinis. Seluruh dunia mengidap osteoporosis.
Ini menambah kejadian jutaan fraktur lainnya pertahunnya yang sebagian besar melibatkan
lumbar vertebra, panggul dan pergelangan tangan. Fragility Fracture dari tulang rusuk juga
umum terjadi pada pria.

Sumber : Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: EGC ; 2009

1G. FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS


Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang berbeda.
Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan
dan yang dapat dikendalikan. Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak
dapat dikendalikan:

1. Jenis Kelamin
Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar dibandingkan
kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya
dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2. Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara alamiah tulang
semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada usia lanjut terjadi
karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh
untuk menyerap kalsium.
3. Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis. Karena itu, ras
Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena
osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih padat
dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga
tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi
pada ras Afrika.
4. Pigmentasi dan Tempat Tinggal
Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa, mempunyai risiko terkena
osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan ras kulit putih yang tinggal di
wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.
5. Riwayat Keluarga
Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai massa tulang yang
rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena osteoporosis.
6. Postur Tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis. Demikian juga
seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena osteoporosis dibanding yang
bertubuh besar.
7. Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh tidak lagi
memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan
mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan
bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi
pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi jika
pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti
kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena
osteoporosis.

Sumber :
Tandra, Hans. Osteporosis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama ; 2009

4B. ETIOLOGI OSTEOARTHRITIS


Hampir pada setiap aktivitas sehari-hari terjadi penekanan pada sendi, terutama sendi
yang menjadi tumpuan beban tubuh seperti pergelangan kaki, lutut, dan panggul. Hal tersebut
memiliki peranan yang penting dalam terjadinya OA. Banyak peneliti percaya bahwa
perubahan degenerative merupakan hal yang mengawali terjadinya OA primer. Sedangkan
obesitas, trauma, dan penyebab lain merupakan factor-faktor yang menyebabkan terjadinya
OA sekunder.

Sumber : Hirs, Marc. J. & Lozada, Carlos. J. Medical Management of Osteoarthritis. Hospital
Physisian; 2002

5. HUBUNGAN OSTEOPOROSIS & MENOPAUSE


Menopause merupakan suatu proses degenerasi yang dialami oleh wanita secara
normal. Menopause didefinisikan secara klinis sebagai suatu periode ketika seorang wanita
tidak lagi mengalami menstruasi karena produksi hormonnya berkurang atau berhenti.
Perdarahan haid yang terakhir biasanya terjadi pada wanita di usia 40-65 tahun.
Dengan kata lain, menopause merupakan suatu fase dalam kehidupan seorang wanita
yang ditandai dengan berhentinya masa subur. Gejala menopause yang juga perlu diperhatikan
adalah akan mengalami osteoporosis atau pengeroposan tulang. Osteoporosis merupakan
penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan hilangnya jaringan tulang yang
dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh atau mudah terjadi patah tulang.
Ada hubungan langsung antara kurangnya estrogen selama perimenopause, menopause
dan pengembangan osteoporosis. Menopause dini, atau menopause yang terjadi sebelum usia
40 tahun dan terjadi pada waktu yang lama, dimana kadar hormon rendah dan periode
menstruasi tidak ada atau jarang, dapat menyebabkan hilangnya massa tulang.
Osteoporosis sering disebut sebagai “silent disease” karena pada awalnya kehilangan
tulang terjadi tanpa adanya gejala yang timbul. Orang mungkin tidak tahu bahwa mereka
memiliki osteoporosis sampai tulang mereka menjadi lemah dan mengalami kejadian terkilir
secara tiba-tiba, bahkan hingga jatuh dan menyebabkan patah tulang atau tulang belakang
menjadi bungkuk.

Sumber : Azizi, Ali, et al. The Knowledge and Attitude of Women in Kermanshah on
Osteoporosis. Journal of Chemical and Pharmaceutical Sciences; 2015.
10. REHABILITASI

Anda mungkin juga menyukai