Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HALUSINASI


DI UPTD PUSKESMAS CEBONGAN
KOTA SALATIGA

Disusun oleh:
Kristiani Desimina Tauho
SN182055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


A. Pengertian
Halusinasi merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah serta
pola stimulus yang datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak
sesuai dengan kenyataan, disertai distorsi dan gangguan respons terhadap
stimulus tersebut baik respons yang berlebihan maupun yang kurang
memadai (Townsend, 2010). Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa
pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan
atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada
(Keliat, Akemat, 2010). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart &
Laraia, 2005; Laraia, 2009). Dengan kata lain, halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.
Gangguan penyerapan/persepsi pancaindra pada halusinasi
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar. Gangguan ini dapat terjadi
pada sistem pengindraan pada saat kesadaran individu tersebut penuh dan
baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari individu sendiri. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya
dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.

1
B. Teori yang Menjelaskan Halusinasi
1. Teori Biokimia
Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stres yang
mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotik (buffofenon
dan dimethytransaferase).
2. Teori Psikoanalisis
Merupakan respon pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari
luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

C. Jenis – jenis Halusinasi


Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi - Mengarahkan telinga pada - Mendengar suara atau bunyi
dengar sumber suara gaduh
- Marah-marah tanpa sebab - Mendengar suara yang
yang jelas menyuruh untuk melakukan
- Bicara atau tertawa sendiri sesuatu yang berbahaya
- Menutup telinga - Mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
- Mendengar suara orang yang
sudah meninggal
Halusinasi - Ketakutan pada sesuatu - Melihat makhluk tertentu,
penglihatan atau objek yang dilihat bayangan, seseorang yang
- Tatapan mata tertuju pada sudah meninggal, sesuatu yang
tempat tertentu menakutkan atau hantu, cahaya
- Menunjukan ke arah
tertentu
Halusinasi - Adanya tindakan mengecap - Klien seperti sedang
pengecapan sesuatu, gerakan merasakan makanan atau rasa
mengunyah, sering tertentu, atau mengunyah
meludah, atau muntah sesuatu

2
Halusinasi - Adanya gerakan cuping - Mencium bau dari bau-bauan
penghidung hidung karena mencium tertentu, seperti bau mayat,
sesuatu atau mengarahkan masakan, feses, bayi, atau
hidung pada tempat parfum
tertentu - Klien sering mengatakan
bahwa ia mencium suatu bau
- Halusinasi penciuman sering
menyertai klien demensia,
kejang, atau penyakit
serebrovaskuler
Halusinasi - Menggaruk-garuk - Klien mengatakan ada sesuatu
perabaan permukaan kulit yang menggerayangi tubuh,
- Klien terlihat menatap seperti tangan, serangga, atau
tubuhnya dan terlihat makhluk halus
merasakan sesuatu yang - Merasakan sesuatu di
aneh seputar tubuhnya permukaan kulit, seperti rasa
yang sangat panas dan dingin,
atau rasa tersengat aliran listrik

D. RENTANG RESPON

Adaptif Mal Adaptif

 Pikiran logis.  Kadang-kadang  Waham.


 Persepsi. proses pikir  Halusinasi.
 Akurasi. terganggu.  Kerusakan
 Emosi konsisten  Ilusi. proses emosi.
dengan  Emosi berlebihan.  Perilaku tidak
pengalaman.  Perilaku yang terorganisasi.
 Perilaku cocok. tidak biasa.  Isolasi sosial.
 Hubungan sosial  Menarik diri.
harmonis.
3
E. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh dari klien atau keluarga. Faktor predisposisi meliputi:
1. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
2. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkarkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan
yang membesarkannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytransferase (DMP).
4. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada
gangguan orientasi realitas.
5. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

F. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap

4
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku individu.
d. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor. Pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :
- Withdrawal : Menarik diri dan klien sudah asyik dengan
pengalaman internalnya.
- Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan (alam mengalihkan respon kepada sesuatu atau
seseorang).
- Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari-hari untuk memproses
masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi
cemas.
Pada klien dengan halusinasi, biasanya menggunakan pertahanan diri
dengan menggunakan pertahanan diri dengan cara proyeksi yaitu untuk
mengurangi perasaan cemasnya, klien menyalahkan orang lain dengan
tujuan menutupi kekurangan yang ada pada dirinya.

5
G. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (2000)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan individu sebagai makhluk yang dibangun atas unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu:
1. Dimensi fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi ransangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti: kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan tidur dalam waktu lama.
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan, sehingga klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
3. Dimensi intelektual
Individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat
tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien.
4. Dimensi sosial
Dimensi sosial menunjukkan individu cenderung untuk mandiri.
Individu asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat
untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan

6
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan sistem kontrol, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain.
Dengan demikian intervensi keperawatan pada klien yang mengalami
halusianasi adalah dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan penngalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan agar klien tidak menyendiri.
5. Dimensi spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien
yang mengalami halusiansi cenderung menyendiri dan cenderung
tidak sadar dengan keberadaanya serta halusinasi menjadi sistem
kontrol dalam individu tersebut.

H. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk
menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan
stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

I. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri.

J. Tahapan Halusinasi
1. Tahap I ( non-psikotik )

7
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada
klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien. Karakteristik :
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control
kesadaran
Perilaku yang muncul :
a. Tersenyum atau tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
2. Tahap II ( non-psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan yang berat. Secara umum, halusinasi yang ada
dapat menyebabkan antipasti.
Karakteristik :
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan oleh
pengalaman tersebut
b. Mulai merasa kehilangan kontrol
c. Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul :
a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan
darah.
b. Perhatian terhadap lingkungan menurun
c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi
dan realita.

8
3. Tahap III ( psikotik )
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Karakteristik:
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b. Isi halusinasi menjadi atraktif
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir
Perilaku yang muncul:
a. Klien menuruti perintah halusinasi
b. Sulit berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e. Klien tampak tremor dan berkeringat
4. Tahap IV ( psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
pani. Perilaku yang muncul:
a. Resiko tinggi menciderai
b. Agitasi atau kataton
c. Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali
dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungan karena orang
tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi dengar
dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan maka akan
berisiko terhadap perilaku,

K. PENATALAKSANAAN MEDIS HALUSINASI


Penatalaksanaan klien dengan halusinasi adalah dengan pemberian obat-
obatan dan tindakan lain, yaitu:
a) Psiko farmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran
yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat-

9
obatan anti-psikosis. Adapun kelompok obat- obatan umum yang
digunakan adalah sebagai berikut:
DOSIS
KELAS KIMIA NAMA GENERIK
HARIAN
Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazin (Prolixine, Permiti) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg
Fenotiazin
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tiodazin (Mellaril) 150-800 mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg
Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tioksanten
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepine Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

b) Terapi kejang listrik atau Electro Compulcive Therapy (ECT)


c) Terapi Aktivitas kelompok (Purba, Wahyuni, dkk; 2009)

10
L. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


PSP : Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi)

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan persepsi sensori

N. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Klien mampu: Setelah ... x SP 1
 Mengenali pertemuan, klien dapat  Bantu klien mengenal isi
halusinasi yang menyebutkan: halusinasi (isi, waktu, terjadinya,
dialaminya  Isi, waktu, frekuensi, frekuensi, situasi pencetus,
 Mengontrol situasi, pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi).
halusinasinya perasaan.  Latih mengontrol halusinasi
 Mengikuti  Mampu dengan cara menghardik
program memperagakan cara Tahapan tindakannya meliputi
pengobatan dalam mengontrol  Jelaskan cara menghardik
halusinasi halusinasi.
 Peragakan cara menghardik.
 Minta klien memperagakan
ulang.
 Pantau penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pada klien
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan klien.

11
Setelah ... x SP 2
pertemuan, klien  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP
mampu: 1)
 Menyebutkan  Latih berbicara/bercakap dengan
kegiatan yang sudah orang lain saat halusinasi
dilakukan. muncul.
 Memperagakan cara  Masukkan dalam jadwal
bercakap-cakap kegiatan klien.
dengan orang lain.
Setelah ... x pertemuan SP 3
klien mampu:  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP
 Menyebutkan 1 dan 2).
kegiatan yang sudah  Latih kegiatan agar halusinasi
dilakukan. tidak muncul.
 Membuat jadwal Tahapannya :
kegiatan sehari-hari  Jelaskan pentingnya aktivitas
dan mampu yang teratur untuk mengatasi
memperagakannya. halusinasi.
 Diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh klien.
 Latih klien melakukan aktivitas.
 Susun jadwal aktivitas sehari-
hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih (dari bangun pagi
sampai tidur malam).
Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku yang (+)
Setelah ... x SP 4
pertemuan, klien  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP

12
mampu: 1, 2, & 3).
 Menyebutkan  Tanyakan program pengobatan.
kegiatan yang sudah  Jelaskan pentingnya penggunaan
dilakukan. obat pada gangguan jiwa.
 Menyebutkan  Jelaskan akibat bila tidak
manfaat dari digunakan sesuai program.
program  Jelaskan akibat bila putus obat.
pengobatan.  Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat.
 Jelaskan pengobatan (prinsip 6
Benar)
 Latih klien minum obat
 Masukkan dalam jadwal harian
klien.
Keluarga mampu: Setelah ... x SP 1
Merawat klien di pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah keluarga
rumah dan menjadi mampu menjelaskan dalam merawat klien.
sistem pendukung tentang halusinasi  Jelaskan tentang halusinasi
yang efektif untuk  Pengertian halusinasi
klien.  Jenis halusinasi yang
dialami klien
 Tanda dan gejala halusinasi
 Cara merawat klien
halusinasi
(caraberkomunikasi,
pemberian obat, dan
pemberian aktivitas kepada
klien).
 Sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa
dijangkau.

13
 Bermain peran cara
merawat.
 RTL keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat
klien.
Setelah ... x SP 2
pertemuan, keluarga  Evaluasi kemampuan keluarga
mampu: (SP 1).
 Menyelesaikan  Latih keluarga merawat klien.
kegiatan yang sudah  RTL keluarga, jadwal keluarga
dilakukan. untuk merawat klien.
 Memperagakan cara
merawat klien
Setelah ... x pertemuan SP 3
keluarga mampu:  Evaluasi kemampuan keluarga
 Menyebutkan (SP 2).
kegiatan yang sudah  Latih keluarga merawat klien.
dilakukan.  RTL keluarga/jadwal keluarga
 Memperagakan cara untuk merawat klien.
merawat klien serta
mampu membuat
RTL.
Setelah ... x pertemuan SP 4
keluarga mampu:  Evaluasi kemampuan keluarga.
 Menyebutkan  Evaluasi kemampuan klien.
kegiatan yang sudah  RTL keluarga
dilakukan.  Follow up
 Melaksanakan  Rujukan
follow-up rujukan

14
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
- Klien tampak gelisah dan berbicara sendiri.
- Klien mengatakan mendengar bisikan-bisikan gaib.

2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori.

3. Tujuan khusus:
- Klien mampu mengenali halusinasi yang dialaminya
- Klien mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik

4. Tindakan keperawatan:
- Identifikasi halusinasi: isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan, respon.
- Jelaskan cara mengontrol halusinasi: menghardik, obat, bercakap-
cakap, melakukan kegiatan.
- Latih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.
- Masukkan dalam jadwal kegiatan klien untuk latihan menghardik.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
ORIENTASI
1. Salam Terapeutik:
- Mengucapkan salam kepada klien.
- Memperkenalkan nama dan nama panggilan.
- Menanyakan nama dan nama panggilan klien.

15
“Selamat pagi, Ibu! Perkenalkan nama saya ...... biasa dipanggil ....,, saya
mahasiswi dari ..........., yang akan merawat Ibu hari ini. Oh iya, nama Ibu
siapa? Biasanya di panggil apa?”

2. Evaluasi/ Validasi:
- Menanyakan perasaan klien saat ini.
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa yang dirasakan Ibu saat ini?”

3. Kontrak: Topik, waktu, dan tempat


- Menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal
halusinasi yang dialami dan cara mengontrol halusinasi, serta
melakukan kontrak waktu dan tempat.
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang
selama ini Ibu dengar? Dimana kita mau duduk? Ya baiklah, kita disini
saja. Mau berapa lama kita ngobrolnya? Bagaimana kalau 15 menit?”

KERJA: Langkah-Langkah Tindakan keperawatan.


1. Perawat meminta klien untuk menceritakan isi halusinasi, kapan
terjadinya, situasi yang membuat terjadi, perasaan klien saat terjadi
halusinasi.
2. Perawat menjelaskan cara-cara mengatasi halusinasi: menghardik, obat,
bercakap-cakap, melakukan kegiatan..
3. Perawat menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik saat
halusinasi muncul.
4. Perawat memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu: “Pergi jangan
ganggu saya”.
5. Perawat meminta klien untuk memperagakan cara menghardik halusinasi.
6. Perawat memberikan pujian setelah klien memperagakan cara menghardik
halusinasi.

16
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan
suara itu?”
“Apakah Ibu terus mendengar suara itu atau sewaktu-waktu? Kapan Ibu
terakhir kali mendengar suara itu? Berapa kali sehari? Pada waktu Ibu
sedang apa ketika suara itu muncul? Apakah ketika Ibu sendirian?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang Ibu
lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suaranya bisa
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara itu
muncul?”
“Ada beberapa cara untuk mencegah suara-suara itu muncul yaitu dengan
menghardik, obat, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan. Tapi hari ini
kita belajar 1 cara dulu, yaitu dengan cara menghardik. Caranya adalah saat
suara-suara itu muncul Ibu langsung menutup telinga dan bilang di dalam
hati “Pergi, pergi…Saya tidak mau dengar. Jangan ganggu saya!!” Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi.”
“Coba sekarang Ibu lakukan!”
“Nah, begitu...bagus! coba lagi!”
“Nah bagus, Ibu sudah bisa!”

TERMINASI:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan:
Subyektif:
Perawat menanyakan bagaimana perasaan klien setelah mengikuti
kegiatan.
“Bagaimana perasaan Ibu setelah latihan mengusir suara-suara gaib
yang Ibu dengar dengan cara menghardik tadi?”
Obyektif:
Perawat meminta klien untuk mengulangi cara mengontrol halusinasi
(menghardik).
“Coba Ibu ulangi lagi apa yang sudah kita pelajari hari ini?”
“Iya bagus, Bu”

17
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil
tindakan yang telah dilakukan):
- Perawat menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang telah
dipelajari jika halusinasi muncul.
- Perawat memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan
harian klien.
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan Ibu coba cara tersebut.
Terus berlatih ya, Bu”
”Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”

3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat):


- Menyepakati kegiatan yang akan datang, yaitu cara mengontrol
halusinasi dengan obat.
- Menyepakati waktu dan tempat.
“Baiklah Ibu, besok kita akan bertemu untuk belajar dan melatih cara
kedua mengontrol halusinasi yaitu dengan becakap-cakap dengan orang
lain.”
“Ibu mau dimana tempatnya? Oh, Ibu ingin tetap di sini saja ya?”
“Jam berapa Ibu bisa? Bagaimana kalau jam 10 saja? Waktunya kurang
lebih 15 menit saja.”
“Baiklah, sampai jumpa.”

18
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor

Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Keliat, B,A. 2008. Askep Pada Kliean Gangguan Orientasi Realitas. Jakarta.
Maramis, F, W. 2008. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
University Press.

Stuart & Sundeen. 2008. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai