RPP TTG Bangunaninstalasi Laut PDF
RPP TTG Bangunaninstalasi Laut PDF
KERANGKA
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BANGUNAN DAN
INSTALASI DI LAUT
RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BANGUNAN DAN
INSTALASI DI LAUT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
15. Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara turun-
temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan
Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur,
hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam,
memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di
wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
16. Masyarakat Lokal adalah kelompok Masyarakat yang menjalankan tata
kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima
sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya
bergantung pada Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tertentu.
17. Pemrakarsa adalah setiap orang, instansi Pemerintah, Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap yang bertanggung jawab atas suatu usaha
dan/atau Kegiatan yang akan dilaksanakan.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kelautan.
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
BAB II
JENIS DAN KRITERIA BANGUNAN DAN INSTALASI DI LAUT
Bagian Kesatu
Jenis Bangunan dan Instalasi di Laut
Pasal 5
Pasal 6
d. pelabuhan wisata;
e. titik labuh (mooring buoy);
f. bangunan untuk kuliner; atau
g. marine scaping.
(4) Jenis Bangunan dan Instalasi di Laut untuk fungsi perhubungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perhubungan.
(5) Jenis Bangunan dan Instalasi di Laut untuk fungsi telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e berupa kabel
telekomunikasi bawah air.
(6) Jenis Bangunan dan Instalasi di Laut untuk fungsi pengamanan
pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f yaitu:
a. krib (groin);
b. pengarah arus aliran sungai dan arus pasang surut;
c. revetmen;
d. tanggul laut (sea dike);
e. tembok laut (sea wall); atau
f. pemecah gelombang (breakwater).
(7) Jenis Bangunan dan Instalasi di Laut untuk kegiatan usaha minyak
dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g yaitu:
a. anjungan lepas pantai (offshore platform);
b. anjungan apung;
c. anjungan bawah laut (sub sea system);
d. pipa bawah laut dan/atau instalasi minyak dan gas bumi; atau
e. fasilitas penunjang kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
(8) Jenis Bangunan dan Instalasi di Laut untuk kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batu bara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf h berupa
a. bangunan untuk tempat penampungan sementara mineral dan
batu bara; atau
b. fasilitas penunjang kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu
bara.
(9) Jenis Bangunan dan Instalasi di Laut untuk instalasi ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i yaitu
a. pembangkit listrik energi gelombang;
b. pembangkit listrik tenaga bayu;
c. pembangkit listrik tenaga surya terapung;
d. ocean thermal energi conversion (OTEC);
e. pembangkit listrik energi pasang surut;
f. pembangkit listrik energi arus laut;
g. mobile power plant;
h. bangunan penyangga kabel saluran udara;
i. kabel saluran udara;
j. kabel listrik bawah air;
k. saluran air (water canal intake/outlet); atau
l. fasilitas penunjang instalasi ketenagalistrikan.
-6-
Bagian Kedua
Kriteria Bangunan dan Instalasi di Laut
Pasal 7
Pasal 8
BAB III
PERSYARATAN DAN MEKANISME PENDIRIAN DAN/ATAU PENEMPATAN
BANGUNAN DAN INSTALASI DI LAUT
Bagian Kesatu
Persyaratan Pendirian dan/atau Penempatan Bangunan dan Instalasi di
Laut
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 19A
Pasal 19B
Pasal 20
Pasal 21
Bagian Kedua
Mekanisme Pendirian dan/atau Penempatan Bangunan dan Instalasi di
Laut
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
BAB IV
PEMBONGKARAN DAN/ATAU ALIH FUNGSI BANGUNAN DAN INSTALASI
DI LAUT
Bagian Kesatu
Pembongkaran Bangunan dan Instalasi di Laut
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Bagian Kedua
Alih Fungsi Bangunan dan Instalasi di Laut
Pasal 28
(1) Selain dibongkar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26,
Bangunan dan Instalasi di Laut yang tidak dipergunakan lagi dan/atau
tidak dibongkar dapat dialih fungsikan untuk kegiatan tertentu.
(2) Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. rigs to reefs;
b. stasiun penelitian; atau
c. wisata bahari.
(3) Kementerian atau lembaga yang berwenang melaksanakan kajian
terhadap Bangunan dan Instalasi di Laut yang akan dialih fungsikan
untuk kepentingan lain.
(4) Kementerian atau lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yaitu:
a. kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang
pelayaran, dalam rangka pertimbangan keselamatan dan
keamanan pelayaran;
b. kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang
kelautan dan perikanan, untuk pertimbangan penetapan lokasi
Bangunan dan Instalasi di Laut untuk kegiatan rigs to reefs; dan
c. kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang
energi dan sumber daya mineral, untuk penilaian kelayakan teknis
atau umur teknis Bangunan dan Instalasi di Laut untuk kegiatan
usaha minyak dan gas bumi.
-20-
(5) Dalam hal Bangunan dan Instalasi di Laut merupakan Barang Milik
Negara (BMN), pengalihfungsian untuk kegiatan tertentu sebagaimana
dimaksud ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
(6) Pengalihfungsian Bangunan dan Instalasi di Laut untuk kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaporkan oleh
Pemrakarsa kepada instansi yang berwenang untuk:
a. disiarkan melalui maklumat pelayaran dan Berita Pelaut Indonesia;
b. disiarkan melalui stasiun radio; dan
c. dicantumkan dalam Peta Laut Indonesia dan Buku Petunjuk
Pelayaran.
Pasal 28A
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 29
Pasal 30
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal ………..
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
ttd
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ……………..
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA LAOLY
I. UMUM
Bangunan dan instalasi di laut merupakan setiap konstruksi, baik
yang berada di atas dan/atau dibawah permukaan laut, baik yang
menempel pada daratan, maupun tidak menempel pada daratan.
Bangunan dan instalasi tersebut memiliki fungsi sosial dan budaya,
perikanan, wisata bahari, perhubungan, telekomunikasi dan listrik,
pengamanan pantai, kegiatan usaha minyak dan gas bumi, kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batu bara, dan khusus.
Pendirian dan/atau penempatan bangunan dan instalasi di laut
memerlukan penataan dalam rangka menujang kegiatan pemanfaatan
wilayah pesisir dan laut. Pendirian dan/atau penempatan bangunan dan
instalasi tersebut masih berorientasi sektoral tanpa memperhatikan aspek
kegiatan sektoral lainnya. Sebagai contoh kegiatan usaha minyak dan gas
bumi saling bersinggungan dengan kegiatan perikanan dan kelautan
dalam memanfaatkan ruang laut.
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
mengatur mengenai bangunan laut dan instalasi di laut. Dalam Undang-
Undang tersebut, pendiran dan/atau penempatan bangunan laut dan
instalasi di laut wajib mempertimbangkan aspek keselamatan pelayaran,
dan kelestarian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Oleh karena itu, perlu pengaturan bangunan laut dan instalasi di laut
yang memuat kriteria, persyaratan, dan mekanisme pendirian dan/atau
penempatan bangunan di laut, pembongkaran dan alih fungsi bangunan
dan instalasi di laut, dan ketentuan monitoring dan evaluasi terhadap
operasional bangunan laut dan instalasi di laut.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “laut teritorial” adalah jalur laut
selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis
pangkal Kepulauan Indonesia.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “zona tambahan” adalah zona yang
lebarnya tidak melebihi 24 (dua puluh empat) mil laut yang
diukur dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial
diukur.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia”
adalah suatu area di luar dan berdampingan dengan laut
teritorial Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang yang mengatur mengenai perairan Indonesia dengan
batas terluar 200 (dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari
mana lebar laut teritorial diukur.
Huruf c
Landas Kontinen meliputi dasar Laut dan tanah dibawahnya
dari area di bawah permukaan Laut yang terletak di luar
laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan
hingga pinggiran luar tepi kontinen atau hingga suatu jarak
200 (dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari mana lebar
laut teritorial diukur; dalam hal pinggiran luar tepi kontinen
tidak mencapai jarak tersebut hingga paling jauh 350 (tiga
ratus lima puluh) mil laut atau sampai dengan jarak 100
(seratus) mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2.500 (dua
ribu lima ratus) meter.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “bangunan hunian” adalah
bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret
dan rumah tinggal sementara, seperti bangunan
permukiman masyarakat hukum adat.
Huruf b
Bangunan keagamaan meliputi masjid, gereja, pura, wihara,
dan kelenteng.
Huruf c
Bangunan sosial dan budaya antara lain berupa bangunan
untuk kebudayaan, laboratorium, dan lainnya.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pelabuhan perikanan” adalah
tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang
digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar,
berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang perikanan.
Huruf b
Alat penangkap ikan yang bersifat pasif dan statis antara
lain berupa alat penangkapan ikan jaring angkat (lift net) dan
alat penangkapan ikan perangkap (trap).
3
Huruf d
Pelabuhan wisata antara lain berupa marina, dermaga
wisata, atau dermaga yatcht.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “titik labuh (mooring buoy)” adalah
tempat para pelaku wisata bahari dapat melabuhkan
jangkarnya.
Huruf f
Bangunan untuk kuliner antara lain berupa restoran apung.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “marine scaping” adalah struktur
buatan bawah laut yang ditata sedemikian rupa untuk
kegiatan wisata atau atraksi bawah air.
Ayat (9)
Huruf a
Pembangkit listrik energi gelombang antara lain berupa
oscillating water column wave energy converter (OWC-WEC).
Huruf d
Yang dimaksud dengan “ocean thermal energi conversion
(OTEC)” adalah struktur di laut untuk menghasilkan listrik
dengan menggunakan metode konversi perbedaan suhu
antara laut dalam dan laut permukaan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Mobile power plant antara lain berupa Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel yang terapung.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Kabel saluran udara antara lain berupa Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT), dan Saluran Udara Tegangan Menengah
(SUTM).
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Saluran saluran air (water canal intake/outlet) antara lain
berupa pipa bawah air untuk sirkulasi pendinginan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap.
Huruf l
Fasilitas penunjang instalasi ketenagalistrikan antara lain
berupa jeti untuk pembangkit listrik dan pemecah
gelombang untuk pelindung pembangkit.
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Bangunan penelitian antara lain berupa stasiun penelitian
atau stasiun pengamatan.
Huruf d
Bangunan pertahanan dan keamanan antara lain berupa
pos militer dan suar.
Huruf e
Angka 1
Instalasi penyediaan air bersih antara lain berupa pipa
air bersih.
Angka 2
Pipa fluida lainnya antara lain berupa submarine
tailing disposal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan zona penunjaman adalah zona
menunjamnya (bend downward) lempeng samudra ke bawah
lempeng benua.
Huruf c
Yang dimaksud dengan sesar adalah bentuk rekahan pada
suatu lapisan batuan yang menyebabkan suatu blok batuan
bergerak relatif terhadap blok batuan yang lain.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Risiko bencana dan pencemaran antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gelombang ekstrem, gelombang laut
berbahaya, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, angin
puting beliung, erosi pantai kenaikan paras muka air laut,
pencemaran logam berat, tumpahan minyak.
Ayat (5)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “alur-pelayaran” adalah perairan
yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk
dilayari.
8
Huruf b
Alur migrasi biota laut antara lain jalur migrasi mamalia laut
(cetacean), seperti paus, lumba-lumba dan ikan duyung
termasuk berbagai jenis biota laut peruaya lainnya termasuk
jenis penyu.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perairan wajib pandu” adalah suatu
wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan
pemanduan bagi kapal berukuran GT 500 (lima ratus Gross
Tonnage) atau lebih.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran”
adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang
didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan
dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “izin lokasi” adalah Izin Lokasi
adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari
sebagian perairan pesisir yang mencakup permukaan laut
dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada
batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan
sebagian pulau-pulau kecil.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “izin lingkungan” adalah izin yang
diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha
dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau
Kegiatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Izin Usaha dan/atau Kegiatan”
adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk
melakukan Usaha dan/atau Kegiatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Rencana pendirian dan/atau penempatan Bangunan
dan Instalasi di Laut, yang paling sedikit memuat:
a. letak geografis;
b. data hidro-oseanografi, meliputi batimetri, pasang-
surut, gelombang, arus, salinitas; dan/atau
c. geomorfologi dan geologi laut, meliputi kondisi
geomorfologi, jenis dan struktur batuan, substrat
dasar laut.
Angka 2
Rencana detail, yang paling sedikit memuat:
a. gambar teknis;
b. perhitungan teknis;
c. rencana anggaran dan biaya; dan
d. metode pendirian dan/atau penempatan
Bangunan dan Instalasi di Laut yang ramah
lingkungan.
Angka 3
Cukup jelas.
10
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukupjelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Bahan pelapis anti teritip merupakan lapisan pelindung, cat,
lapisan perawatan permukaan, atau peralatan yang
digunakan di atas kapal untuk mengendalikan atau
mencegah menempelnya organisme yang tidak diinginkan.
Huruf b
Pra-desain terdiri atas pemilihan pengembangan alternatif, kriteria
desain, termasuk sel pantai, tata letak, bentuk pengamanan
pantai, dan material pengamanan pantai.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Desain sistem OTEC antara lain berupa OTEC sistem
tertutup, OTEC sistem terbuka, dan OTEC sistem hibrida.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Desain instalasi pembangkit listrik energi arus laut antara
lain berupa near-shore wave energy generator atau off-shore
wave energy generator.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “rencana kontinjensi” adalah suatu
proses perencanaan ke depan terhadap keadaan yang tidak
menentu untuk mencegah, atau menanggulangi secara lebih
baik dalam situasi darurat atau kritis dengan menyepakati
skenario dan tujuan, menetapkan tindakan teknis dan
menejerial, serta tanggapan dan pengerahan potensi yang
telah disetujui bersama.
Huruf b
Cukup jelas.
13
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “ruang bebas” adalah ruang yang
dibatasi oleh bidang vertikal dan horizontal di sekeliling dan
di sepanjang konduktor Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET),
atau Saluran Udara Tegangan Tinggi Arus Searah (SUTTAS)
di mana tidak boleh ada benda di dalamnya demi
keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya
serta keamanan operasi SUTT, SUTET, dan SUTTAS.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Peta Laut Indonesia” adalah peta dasar
yang diakui keabsahannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk menarik garis-garis wilayah laut dan garis batas laut
Indonesia terhadap wilayah laut negara tetangga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Penentuan jangka waktu dimulainya aktifitas usaha
dilakukan oleh kementerian atau lembaga atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia (WPPNRI) merupakan wilayah
pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan
pengembangan perikanan yang meliputi perairan
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona
tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Hak-hak serta kewajiban Negara lain di Wilayah Perairan
dan Wilayah Yurisdiksi terkait dengan pembongkaran
Bangunan dan Instalasi di Laut antara lain aktifitas
perikanan dan perlindungan lingkungan laut.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Huruf a
Yang dimaksud dengan “stasiun radio pantai” adalah stasiun darat
dalam dinas bergerak pelayaran.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “buku petunjuk pelayaran” adalah buku
kepanduan bahari yang berisi petunjuk atau keterangan yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi para awak kapal agar dapat
berlayar dengan selamat.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “rigs to reefs” adalah
pengalihfungsian Bangunan dan Instalasi di Laut untuk
kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang sudah tidak
dipergunakan lagi menjadi terumbu buatan.
Huruf b
Alih fungsi Bangunan dan Instalasi di Laut untuk kegiatan
usaha minyak dan gas bumi untuk kegiatan penelitian
antara lain berupa pemasangan alat perekam data arus laut
dan data konduktifitas, temperatur, dan kedalaman
(conductivity, temperature, depth (CTD)).
Huruf c
Alih fungsi Bangunan dan Instalasi di Laut untuk kegiatan
usaha minyak dan gas bumi untuk wisata bahari antara lain
berupa pembangunan penginapan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 28A
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Rehabilitasi ekosistem laut dilakukan terhadap terumbu karang,
mangrove, lamun, estuari, laguna, teluk, delta, gumuk pasir,
pantai, dan/atau populasi ikan.
16
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.