Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN MATA KULIAH

PENGAUDITAN I

STANDAR AUDITING

Oleh:

Kelompok VI

I Made Hari Wicaksana (1607532039)

I Gede Prabandhana A (1607532048)

JURUSAN AKUNTANSI

PROGRAM NON REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
Ikatan Akuntansi Indonesia telah menetapkan dan mengesahkan standar auditing yang
terdiri atas sepuluh standar. Standar auditing merupakan suatu kaidah agar mutu auditing dapat
tercapai sebagaimana mestinya. Standar auditing ini harus diterapkan dalam setiap audit atas
laporan keuangan yang dilakukan auditor independen. Setiap standar dalam standar auditing
saling berkaitan erat dan saling bergantung antara yang satu dengan yang lain. Standar tersebut
dengan segala bahasannya dituangkan ke dalam buku yaitu Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP).

Dalam banyak hal, standar-standar tersebut saling berhubungan dan saling bergantung
satu dengan lainnya. Materialitas dan resiko audit melandasi penerapan semua standar auditing
terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Di Amerika Serikat, standar
auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang
dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA).

Standar auditing terdiri dari tiga bagian. Pertama, bagian yang mengatur tentang mutu
professional auditor independen atau persyaratan pribadi auditor (standar umum). Kedua,
bagian yang mengatur mengenai pertimbangan-pertimbangan yang harus digunakan dalam
pelaksanaan audit (standar pekerjaan lapangan). Ketiga, bagian yang mengatur tentang
pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam penyusunan laporan audit (standar
pelaporan).

1. Standar Umum.

Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu
pekerjaannya. Standar umum ini mencakup tiga bagian yaitu :

a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Standar pertama ini menuntut kompetensi teknis seorang auditor yang
melaksanakan audit. Kompetensi ini ditentukan oleh tiga faktor yaitu :
1) Pendidikan formal dalam bidang akuntansi di suatu perguruan tinggi termasuk
ujian profesi auditor.
2) Pelatihan yang bersifat praktis dan pengalaman dalam bidang auditing.
3) Pendidikan professional yang berkelanjutan selama menekuni karir auditor
professional.

1
Meskipun seseorang sangat ahli dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak
memenuhi persyaratan sebagai auditor bila tidak memiliki pendidikan dan pengalaman
memadai dalam bidang auditing.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental
harus dipertahankan oleh auditor.

Standar ini mengharuskan seorang auditor bersikap independen, yang artinya


seorang auditor tidak mudah dipengaruhi, karena pekerjaanya untuk kepentingan
umum. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen
sangat penting bagi perkembangan profesi akuntansi publik. Untuk menjadi
independen,seorang auditor harus secara intelektual, jujur. Ada tiga aspek
independensi:

a. Independence Infact (Independensi senyatanya), auditor tidak memiliki


kepentingan ekonomis dalam perusahaan yang dilihat dari keadaan sebenarnya.
b. Independence in Appearance (Independensi dalam penampilan), auditor harus
menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai
sikap independensinya.
c. Independence in Competence (Independensi dari keahlian), auditor harus
memiliki kecakapan dan mampu menyelesaikan tugasnya dengan menggunakan
segala kemahiran jabatannya sebagai pemeriksa dengan ahli dan seksama.

Profesi akuntansi publik telah menetapkan dalam kode etik Akuntansi


Indonesia, agar anggota profesi menjaga dirinya dan kehilangan profesi menjaga
dirinya dari kehilangan presepsi independensi diri masyarakat. Independensi secara
intrinsik merupakan masalah pribadi bukan merupakan suatu aturan yang dirumuskan
untuk dapat diuji secara objektif. BAPEPAM juga dapat menetapkan persyaratan
independensi bagi auditor yang melaporkan tentang informasi keuangan yang akan
diserahkan, yang mungkin berbeda dengan Ikatan akuntan Indonesia (IAI).

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan


kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menekankan
tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor. Selain itu
juga menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan

2
pekerjaan tersebut. Seorang auditor harus memiliki keterampilan yang umumnya
dimiliki oleh auditor pada umunya dan harus menggunakan keterampilan tersebut
dengan´kecermatan dan keseksamaan yang wajar. Untuk itu auditor dituntut untuk
memiliki skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai dalam mengevaluasi
bukti audit.

2. Standar Pekerjaan Lapangan


Standar pekerjaan lapangan terdiri dari tiga, yaitu:
a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten
harus disupervisi dengan semestinya.
Pekerjaan mengaudit harus direncanakan secara memadai agar audit dapat
dilaksanakan secara efisien dan efektif. Perencanaan meliputi pengembangan strategi
audit dan perancangan program audit untuk melaksanakan audit. meskipun auditor
boleh memperkerjakan para asisten, tetapi tanggung jawab atas pekerjaan tersebut
tetap berada di tangan auditor. Oleh karena itu, auditor harus mengarahkan,
mengendalikan, dan mengawasi para asistennya.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Struktur pengendalian intern merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam
audit. Keandalan data keuangan yang dihasilkan sistem akuntansi dan terjag tidaknya
keamanan aset sangat ditentukan rancangan dan keefektifan struktur pengendalian
internal. Oleh karena itu, auditor harus mempunyai pemahaman yang memadai
mengenai struktur pengendalian intern klien untuk merencanakan audit.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memahami untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan.
Audit harus menghimpun hal-hal yang bersifat membuktikan (evidential
matter) dan tidak sekedar evident atau bukti konkrit sebagai dasar untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan klien. Auditor harus menggunakan judgement
professional dalam menentukan kecukupan jumlah, kualitas, dan kompetensi bukti
yang diperlukan.

3. Standar Pelaporan
3
Standar pelaporan terdiri dari empat item, diantaranya:
a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berterima umum di Indonesia.
Standar ini mengharuskan auditor untuk mengidentifikasikan dan menggunakan
prinsip akuntansi yang berterima umum di Indonesia sebagai kriteria yang dipakai
untuk mengevaluasi asersi-asersi yang dibuat leh manajemen. Prinsip akuntansi
berterima umum lebih luas daripada sekedar Prinsip Akuntasi Indonesia (PAI) 198
maupun SAK sebagai pengganti PAI.
b. Laporan audit harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada ketidak konsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode
sebelumnya.
Konsistensi merupakan suatu konsep di dalam akuntansi yang menuntut
diterapkannya standar secara terus-menerus, tidak diubah-ubah kecuali dengan alasan
yang dapat dibenarkan misalnya agar laporan keuangan dapat menyajikan posisi
keuangan perusahaan yang sebenarnya dan untuk menghindari informasi yang
menyesatkan. Konsistensi sangat diperlukan untuk mendukung komparabilitas
laporan keuangan dari satu periode ke periode berikutnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali
dinyatakan lain dalam laporan audit.
Standar ini berkaitan erat dengan informasi tambahan sebagai pendukung dan
pelengkap laporan keuangan. Informasi tambahan tersebut dapat dinyatakan dalam
bentuk catatan atas laporan keuangan maupun bentuk pengungkapan lainnya. Laporan
audit tidak perlu menyatakan hal ini apabila pengungkapan informative sudah
memadai.
d. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan
secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelasmengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Tujuan standar pelaporan ini adalah untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat
tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan
keuangan. Seorang akuntan dikaitkan dengan laporan keungan jika ia mengizinkan
4
namanya dalam suatu laporan, dokumen, atau komunikasi tertulis yang berisi laporan
tersebut. Bila seorang akuntan menyerahkan kepada kliennya atau pihak lain suatu
laporan keuangan yang disusunnya atau dibantu penyusunannya, maka ia juga
dianggap berkaitan dengan laporan keuangan tersebut, meskipun ia tak
mencantumkan namanya dalam laporan tersebut.

4. Hubungan Standar Auditing dengan Standar Lainnya


1) GAAS dan Pernyataan Standar Audit (PSA)
Kesepuluh standar audit yang berlaku umum (GAAS) masih terlalu umum untuk
memberikan pedoman yang berarti, sehingga auditor menggunakan PSA, yang
diterbitkan DSPAP sebagai pedoman yang lebih khusus. PSA menginterpretasikan
kesepulih standar audit yang berlaku umum dan merupakan referensi paling terotorisasi
yang tersedia bagi auditor. Pernyataan tersebut memiliki status GAAS dan sering kali
disebut sebagai standar audit atau GAAS, meskipun bukan bagian dari kesepuluh
standar audit yang berlaku umum. Standar audit yang berlaku umum dan PSA dianggap
sebagai literature terotorisasi, dan setiap anggota yang melakukan audit atas laporan
keuangan historis diharuskan mengikuti standar – standar ini menurut kode etik IAPI.
DSPAP mengeluarkan pernyataan baru bila timbul permasalahan audit yang cukup
penting hingga layak mendapat interpretasi resmi.
2) GAAS dan Standar Kinerja
Walaupun GAAS dan PSA merupakan pedoman audit yang terotorisasi bagi anggota
profesi, keduanya memberikan lebih sedikit arahan kepada audit ketimbang yang dapat
diasumsikan. Hampir tidak ada prosedur audit spesifikasi yang disyaratkan oleh
standar – standar itu, dan tidak ada persyaratan khusus bagi keputusan auditor, seperti
menentukan ukuran sampel, memilih item sampel dari populasi untuk diuji, atau
mengevaluasi hasil. Banyak praktisi yang percaya bahwa standar – standar tersebut
harus memberikan pedoman yang didefinisikan secara lebih jelas untuk menentukan
jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Spesifikasi semacam itu akan menghilangkan
beberapa keputusan audit yang sulit dan menyediakan garis pertahanan bagi KAP yang
dituduh melakukan audit yang tidak memadai. Akan tetapi, persyaratan yang sangat
spesifik dapat mengubah audit menjadi pengumpulan bukti yang mekanitis tanpa
pertimbangan professional. Dari sudut pandang profesi dan pemakai jasa audit,
bahayanya mungkin jauh lebih besar jika pedoman terotorisasi didefinisikan terlalu
spesifik ketimbang terlalu luas.
5
GAAS dan PSA dipandang oleh para praktisi sebagai standar minimum kinerja dan
bukan sebagai standar maksimum atau yang ideal. Pada saat yang sama, keberadaan
standar audit tidak berarti bahwa auditor harus selalu mengikutinya dengan membabi
buta. Jika auditor percaya bahwa persyaratan standar tidak praktis atau tidak mungkin
dilakukan, amak auditor dibenarkan untuk mengikuti standar alternative. Demikian
pula, jika masalahnya tidak bernilai signifikan, juga tidak perlu mengikuti standar.
Akan tetapi, beban untuk menunjukkan alasan yang membenarkan penyimpanan dari
standar itu berada di pundak auditor.
Apabila menginginkan pedoman yang lebih spesifik, auditor harus melihat
sumber - sumber yang kurang terotorisasi, termasuk buku teks, jurnal, dan publikasi
teknis. Bahan - bahan yang dipublikasikan oleh IAPI, seperti pedoman audit industry,
menyediakan bantuan untuk menyelesaikan masalah tertentu.

6
Daftar Pustaka :

Halim, Abdul. 2008. Auditing: Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan Edisi 4. Yogyakarta:
Unit Penertbit dan Percetakan STIM YKPN.

Arens, A. Alvin. 2008. Jasa Audit dan Assurance. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai