Anda di halaman 1dari 23

Tugas : Individu

Mata Kuliah : Manajemen dan Kebijakan Kesehatan


Dosen : Dr. Darmawansya, SE, MS.

KAJIAN KEBIJAKAN
PASAL 76 TENTANG PEKERJA PEREMPUAN
UU NO. 13 TAHUN 2003

DISUSUN OLEH :

SUHARTINI
K 012172023
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

1
RINGKASAN EKSEKUTIF

A. Isu dan Masalah Publik

a. Keterbatasan sumber daya, sistem manajemen dan pengawasan yang berlaku di


Indonesia. Masih kurangnya komitmen pemerintah antara kebijakan tertulis dengan
tindakan (fakta dilapangan) dalam menjamin Tenaga Kerja terutama Wanita untuk
berkerja sesuai dengan keprofesionalisme dan mendapatkan hak yang sesuai dengan
proporsinya.
b. Masih adanya kesenjangan yang diberikan kepada Pekerja wanita untuk kertaraan
gender dalam hal implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Perusaahan.
B. Tujuan Kebijakan

Pasal 76 ayat 1, 2, 3 dan 4 bertujuan untuk melindungi Hak dari Tenaga Kerja Wanita

C. Tipe Pendekatan dalam Setiap Siklus Kebijakan

Tipe Pendekatan dalam undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Kerlamatan dan


Kesehatan Kerja yaitu dengan pendekatan empiris, evaluatif dan normatif (Dunn, 1988).
Hal tersebut dapat tercermin dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
dilakukan. Pendekatan Empiris berfokus pada masalah pokok, yaitu apakah sesuatu itu ada
(berdasarkan fakta). Secara umum, undang-undang no 13 tahun 2003 secara umum
memusatkan perhatian kepada masalah-masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
berfokus pada melakukan evaluasi terhadap berbagai upaya K3 yang dilakukan di
masyarakat Pekerja, sehingga dapat mengevaluasi bermacam cara untuk Pelaksanan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), menurut etika dan konsekuensinya.

Sedangkan pendekatan normatif berfokus pada pemecahan masalah (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan membuat kebijakan yang sesuai dengan situasi
dan kondisi saat ini dan masa yang akan datang. Dengan implementasi K3 (Kesesalamatan

2
dan Kesehatan Kerja) yang berkualitas dan bermutu bagi masyarakat pekerja setempat
selalu mengusahan Zero Accident

D. Substansi Pokok Kebijakan

Dalam hal ini untuk menyukseskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia tahun 1945. Untuk menjahterakan kehidupan bangsa. Maka
pasal 27 UUD 1945 ayat 1 tentang Setaip warga Negara Indonesia berhak atas Penghasilan
dan Kehidupan yang Layak. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan diatas maka
pemerintah harus membuka lapangan pekerjaan yg sebesar-besarnya bagi masyarakat,
dengan untuk membuka lapangan pekerjaan ini harus memperhatikan Keselamatan dan
Kesehatan Masyarakat pekerja baik itu Laki-laki dan terutamanya Wanita.
Upaya untuk meningkatkan Pelaksanaan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya pelaksaan SMK3, kemudian secara
berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya Prosedur untuk seluruh
masyarakat pekerja dengan mengikutsertakan masyarakat industry pekerja secara luas
yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat
menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Perkembangan ini tertuang ke dalam Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun 1982 yang selanjutnya disebutkan kedalam GBHN
1983 dan GBHN 1988 sebagai tatanan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan,
terutama masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan terkhususnya Wanita
pekerja.
Selain itu, perkembangan teknologi yang berjalan seiring dengan munculnya
fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya perubahan yang sifat dan
eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor
13 tahun 2003 tentang Kesehatan. Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi
informasi dalam era global ini ternyata belum terakomodatif secara baik oleh Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal in
termaktub dalam pasal 76 tentang hak-hak pekerja Wanita.

E. Masalah Yang Timbul Akibat Kebijakan

1. Layanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) makin meningkatkan mutu pelayanan
karena tuntutan profesional dari undang-undang ini.
3
2. Tenaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terpacu untuk memperlengkapi
ketrampilan dan keahliannya
3. Penekananupaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perorangan dan masyarakat
pekerja baik di dalam maupun bagi pekerja warga negara Indonesia di luar negeri.
4. Keterlibatan sektor semua sector pemerintah dan swasta yang besar dalam
pembangunan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) seperti dalam pengembangan
teknologi dan produk teknologi bidang menjanjikan untuk mendapatkan benefit baik.

F. Resistensi Terhadap Kebijakan

Dalam Masyarakat Indonesia terutama ada stigma Pekerja Wanita merupakan orang-
orang yang tidak terlalu produktif., Sistem dan perilaku birokrasi pelayanan publik lebih
pada mencerminkan model organisasi yang tidak efisien dan efektif, minim akuntabilitas
serta tidak berorientasi kepada masyarakat sebagai konsumen yang dilayaninya, kurang
meratanya pelaksaan program pusat informasi dan konseling serta pendampingan. Kurang
adanya pengawasan pemerintah dan masyarakat industry pekerja dalam hal ini beberapa
pekerjaan yang tidak akan diberikan pada tenaga kerja wanita sehingga ada pebedaaan
gender padahal beberapa pekerjaan dapat diberikan kepada wanita sebagai penanggung
jawab kerja. Ini di maksudkan untuk mencapai kesejahteraan manusia Indonesia yang
sehat, adil, sejahtera dan bermartabat.

G. Prediksi Keberhasilan

Suatu peraturan perundang-undangan dapat dikatakan berhasil atau gagal,


berdasarkan pada berbagai macam indikator. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), terdiri atas berbagai macam pasal yang mengatur
dan mengontrol upaya-upaya kesehatan yang telah di susun secara sistematis. Akan tetapi,
masih memerlukan adanya pengawasan dan evaluasi yang dilakukan secara terus-menerus
(continue) oleh para pembuat kebijakan. Keberhasilan suatu kebijakan dapat diketahui
apabila dipenuhinya hak atas kesehatan berupa adanya kemajuan realisasi atas tersedia dan
terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Terdapat diskriminasi
dalam implementasi Undang-Undang kesehatan No. 13 tahun 2003, maka untuk
menghilangkan diskriminasi tersebut dan menciptakan keberhasilan, dibutuhkan
4
partisipasi semua pihak untuk sama-sama berperan penting. Keadilan dalam hukum
kesehatan sudah didukung dengan adanya kepastian hukum yang sudah mengatur tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sehingga manfaat dari keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) tersebut, dapat dirasakan semua pihak tanpa terkecuali. Implementasi hak atas
kesehatan harus memenuhi prinsip ketersediaan, keterjangkauan, penerimaan dan kualitas
suatu layanan.

H. Kesimpulan

Suatu kebijakan tidak terlepas dari hukum yang mengaturnya. Seluruh aspek
kehidupan manusia juga diatur oleh hukum yang berlaku, salah satunya yaitu hukum
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Setiap manusia mempunyai kepentingan. Seluruh
pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja mengarahkan masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang sehat dan cerdas.
Untuk itu, diperlukan proses pemantauan (monitoring) dan pengawasan (controling) yang
lebih ketat oleh pemerintah terhadap penggerakkan sumber daya di bidang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3). dibantu peran aktif masyarakat dan industry pekerja. Hal
tersebut berguna untuk mewujudkan pencapaian peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, yang sekaligus merupakan salah satu tujuan peningkatan pembangunan
kesehatan secara nasional.

I. Rekomendasi

Penduduk negara Indonesia secara keseluruhan memiliki hak dan kewajiban yang
sama. Dimana setiap penduduk Indonesia memiliki hak yang memadai seperti yang
tertuang dalam setiap pasal didalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Akan tetapi, di lain sisi setiap penduduk memiliki
tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Tanggung jawab baik secara tertulis maupun
secara lisan dan wajib mentaati atau mengikuti hukum untuk mendorong keberhasilan dari
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)..
Peran serta pemerintah dan pihak yang terkait dalam melakukan pengawasan dan adanya
pemberlakuan sanksi yang tegas bagi para pelanggar kebijakan yang telah ditetapkan.

5
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................ 1
RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................ 2
DAFTAR ISI...................................................................................................... 7
BAB I KAJIAN KEBIJAKAN
A. Masalah Dasar ................................................................................... 8
B. Tujuan ............................................................................................... 11
C. Substansi Kebijakan .......................................................................... 12
D. Ciri Kebijakan ................................................................................... 15
BAB II Konsekuensi Dan Resisten
A. Perilaku Yang Muncul ...................................................................... 17
B. Resistensi .......................................................................................... 17
C. Masalah Baru yang Timbul ............................................................... 18
BAB III PREDIKSI KEBERHASILAN
A. Prediksi “Trade Off” ......................................................................... 20
B. Prediksi Keberhasilan ....................................................................... 22
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ....................................................................................... 23
B. Rekomendasi ..................................................................................... 23
DAFTAR REFERENSI .................................................................................... 25
Lampiran Pasal 76 UU No.13 tahun 2003 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

6
BAB I
KAJIAN KEBIJAKAN

A. Masalah Dasar

Tujuan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Untuk itu perlu upaya pembangunan yang berkesinambungan guna mencapai
tujuan dari UUD tahun 1945, salah satunya yaitu pembangunan pada sektor kesehatan.
Kesehatan merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia dan sebagai salah satu
unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia yang termuat
dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).sangat berperan dalam perkembangan dan
kemajuan nasional. Setiap kejadian penyakit, kecelakaan kerja dan masalah yang terkait
sistem pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). yang buruk, dapat berdampak
pada kerugian ekonomi baik secara individu maupun negara. Meningkatnya derajat
kesehatan masyarakat, secara tidak langsung dapat menunjang pembangunan negara.
Untuk itu perlu upaya peningkatan kesehatan yang berdasarkan pengetahuan luas
mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)., agar peningkatan kesejahteraan dapat
dicapai. Hal tersebut telah tertuang secara sistematis dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)..

1. Macam Masalah
a. Sebagian besar masyarakat di negeri ini belum terpenuhi secara sempurna
kebutuhan dasar mereka termasuk Pangan dan Papan. Masih ada masyarakat yang
menjadi korban dari pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab terutama oknum
yang mengeksploitasi para pekerja Wanita
b. Indonesia menghadapi tantangan dalam permasalahan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) terutama kesetaraan gender dan peleksanaan hak-hak pekerja wanita.
7
2. Karakteristik

Karakteristik yang ada pada Pasal 76


a. Ayat 1 : Upaya pembatasan dan pelarangan waktu para pekerja Wanita dibawah
umur 18 tahun dengan waktu 23.00-07.00
b. Ayat 2 : Upaya Pelarangan bekerja pada wanita yang hamil yang sesuai dengan
keterangan dokter utuk keselamatan dan kesehatan wanita untuk waktu 23.00-07.00
c. Ayat 3 : Upaya Pemberian makanan yang bergizi dan sehat terutam pada waktu
23.00-07.00 dan pengaturan kesusilaan untuk pekerja perempuan.
d. Ayat 4 : Upaya memberikan Pelayanan antar jemput bagi wanita terutama waktu
23.00-05.00

3. Nilai

Nilai yang terkandung pada ketujuh pasal-pasal tersebut adalah:


1. Ayat 1: Nilai perlindungan dan manfaat, yang menyatakan bahwa pembatasan dan
pelarangan waktu para pekerja Wanita dibawah umur 18 tahun dengan waktu
23.00-07.00
2. Ayat 2: Nilai perlindungan dan manfaat, yang menyatakan bahwa Pelarangan
bekerja pada wanita yang hamil yang sesuai dengan keterangan dokter utuk
keselamatan dan kesehatan wanita untuk waktu 23.00-07.00Pasal 140:
Memberikan penegasan terhadap pelaksanaan pemeliharaan kesehatan lanjut usia
dan penyandang cacat yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat.
3. Ayat 3: Memberikan gizi yang berkualitas dan bermutu dengan pemberian
makanan yang bergizi dan sehat terutama pada waktu 23.00-07.00 dan pengaturan
kesusilaan untuk pekerja perempuan.
4. Ayat 4 : Memberikan Pelayanan antar jemput bagi wanita terutama waktu 23.00-
05.00

8
4. Aktor Yang Terlibat

Berikut terdapat beberapa aktor yang terlibat dan memiliki kepentingan dalam
kebijakan ini, yaitu antara lain:
a. Aparatur yang dipilih, yaitu berupa eksekutif dan legislatif yang merumuskan dan
melaksanakan kebijakan kesehatan meliputi pemerintah.
b. Aparatur pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan yaitu dari pemerintah daerah
dan pemerintah pusat.
c. Kelompok-kelompok kepentingan (interest group),seperti LSM.
d. Institusi atau organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas,
kelompok ahli atau konsultan kebijakan.
e. Tenaga Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
f. Institusi atau organisasi kesehatan dari tenaga kesehatan apapun.
g. Media massa berperan sebagai jaringan penghubung antara negara dan masyarakat
sebagai media sosialisasi dan komunikasi dalam melaporkan permasalahan
kesehatan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktif
sebagai advokasi untu memperoleh solusi masalah kesehatan yang berkembang di
masyarakat.
h. Masyarakat Pekerja Global Dunia ILO( International Laboar Organisation) yang
turut andil membantu pembangunan Masyarakat secara Global dan konverhensif.

5. Isu Publik

a. Keterbatasan sumber daya, sistem manajemen dan pengawasan yang berlaku di


Indonesia. Masih kurangnya komitmen pemerintah antara kebijakan tertulis dengan
tindakan (fakta dilapangan) dalam menjamin para pekerja wanita yang terpenuhi
hak-haknya.
b. Masih banyaknya ditemui kasus diskriminasi gender terhadap para pekerja wanita
terutama contoh TKW yang tidak memilikikeahlian khusus
c. Masih Adanya Kejadian disktiminasi gender terhadap penempatan para pekerja
yang kadang melewati adat dan norma kesulian.

9
B. Tujuan Yang Ingin Dicapai

1. Ayat 1 bertujuan melindungi Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18


(delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00.
2. Ayat 2 bertujuan untuk Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan
hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00
3. Ayat 3 bertujuan Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:
a. memberikan makanan dan minuman bergizi;
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
4. Ayat 4 Bertujuan Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi
pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00
sampai dengan pukul 05.00.

C. Substansi Kebijakan

Kebijakan merupakan aturan tertulis yang dimana merupakan keputusan formal


organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk
menciptakan tatanilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para
anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya
bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan
(Regulation), kebijakan lebih bersifat adaptif dan intepratatif, meskipun kebijakan juga
mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat
bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus
memberi peluang diintepretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
Kebijakan merupakan praktik pemerintahan yang ditujukan dan diarahkan untuk
kepentingan seluruh interaksi sosial salah satunya kebijakan di bidang kesehatan.
Sedangkan Kebijakan publik adalah Sekumpulan rencana kegiatan yang dimaksudkan
untuk memberi efek perbaikan terhadap kondisi-kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
dimana hasil-hasil keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku tertentu untuk tujuan-tujuan
publik atau produk akhir setiap pemerintahan dalam arti merupakan suatu kesepakatan
10
terakhir antara eksekutif dengan legislatif (wakil rakyat) dimana hasil keputusan-
keputusan eksekutif sebagai respons terhadap lingkungannya dan dipercayai akan
bermanfaat pada perbaikan kondisi sosio-eknomis masyarakat serta disepakati atau
disetujui oleh legislative.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi
pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing
bangsa, serta pembangunan nasional.
Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) merupakan upaya untuk melindungi dan
meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya
keselamatan dan kemudian kesehatan kerja, kemudian secara berangsur-angsur
berkembang ke arah keterpaduan upaya Keselamatan dan sehatan Kerja (K3) untuk
seluruh masyarakat terutama masyarakat pekerja dengan mengikutsertakan masyarakat
secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Perkembangan ini tertuang ke dalam
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun 1982 yang selanjutnya disebutkan kedalam
GBHN 1983 dan GBHN 1988 sebagai tatanan untuk melaksanakan pembangunan
kesehatan dan terutama K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Selain itu, perkembangan teknologi yang berjalan seiring dengan munculnya
fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya perubahan yang sifat dan
eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pesatnya teknologi informasi
dalam era global ini ternyata belum terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi
berharga di dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) hingga kini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan
negara lain. Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor
utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya.
11
Dalam rangka implementasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) tersebut,
dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan selamat dan sehat, bukan undang-
undang yang berwawasan sakit dan kecelakaan. Maka dibuatlah sebuah kebijakan baru
yang tertuang dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003, tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
Pada pasal 76 yang membahas tentang Perempuan atau wanita.Tidak hanya
berimplikasi pada masalah keselamatan dan kesehatan kerja, tetapi juga pada masalah
sosial yang berkaitan dengan kondisi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi pada perkerja
perempuan/wanita. Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 para pekerja
wanita/perempuan dapat partisipasi penuh dan efektivitas mereka dalam bermasyarakat
perkerja berdasarkan kesetaraan gender dengan pria dalam hal kerja.

D. Ciri Kebijakan

Ciri yang nampak dalam kebijakan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) ini, yaitu bercirikan kebijakan regulatif dan protektif. Kebijakan berciri regulatif
karena mengatur penyelenggaraan pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja, mulai
dari perizinan, pelaksanan/penyelenggaraan sampai dengan tahap pengawasan
pelaksanaan pelayanan seperti SMK3, PJK3 dan pelaksanaan K3 secara keseluruhan.
Sedangkan berciri protektif, karena berupaya melindungi masyarakat dalam
memanfaatkan layanan kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan.

1. Kriteria Kebijakan
a. Kebijakan ini mengatur perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan
pemberi jasa pelayanan kesehatan.
b. Kebijakan ini mengatur penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam hal praktik
kesehatan, mulai dari perizinan praktik, penyelenggaraan sampai dengan
pengawasan pelaksanaan praktik kesehatan.
c. Pemerintah (Presiden) dalam hal ini berhak mengaluarkan kebijakan ini dengan
adanya Perpu (Peraturan Pemerintah).

2. Tipe Pendekatan

12
Tipe Pendekatan dalam undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang kesehatan
yaitu dengan pendekatan empiris, evaluatif dan normatif (Dunn, 1988). Hal tersebut
dapat tercermin dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilakukan.
Pendekatan Empiris berfokus pada masalah pokok, yaitu apakah sesuatu itu ada
(berdasarkan fakta). Secara umum, undang-undang no 13 tahun 2003 secara umum
memusatkan perhatian kepada masalah-masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) yang berupa upaya promotif sampai rehabilitatif. Pendekatan evaluati berfokus
pada melakukan evaluasi terhadap berbagai upaya yang dilakukan di masyarakat,
sehingga dapat mengevaluasi bermacam cara untuk mendistribusikan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), sarana dan prasarana, alat, atau obat-obatan atau perbekalan,
menurut etika dan konsekuensinya. Sedangkan pendekatan normatif berfokus pada
pemecahan masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan membuat
kebijakan regulasi dan prosedur yang sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini dan
masa yang akan datang.

3. Pasal Yang Bermasalah


Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) bertujuan meningkatkan derajat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
Indonesia. Akan tetapi, dalam menilai beberapa persoalan yang merupakan substansi
kesehatan masyarakat, pemerintah tidak secara tegas mengeluarkan kebijakan yang
menyentuh masyarakat untuk mengaktifkan partisipasi masyarakat.

13
BAB II
KONSEKUENSI DAN RESISTENSI

A. Perilaku Yang Muncul

Masyarakat yang palin terbesar adalah masyarakat pekerja secara umum memiliki
perilaku dimana perilaku adalah hasil dari seluruh pengalaman serta hasil dari kegiatan
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap
dan tindakan. Dengan perilaku merupakan tanggapan atau reaksi seorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri. Tanggapan
atau reaksi yang dihasilkan ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan apapun seprti; berpikir,
berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan suatu tindakan).
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) makin meningkatkan mutu pelayanan karena
tuntutan profesional dari undang-undang ini.
- Tenaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terpacu untuk memperlengkapi
ketrampilan dan keahliannya
- Penekanan upaya promotif dan Preventif dalam upaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) perorangan dan masyarakat tidak hanya fokus pada upaya kuratif
- Keterlibatan sektor swasta yang besar dalam pembangunan kesehatan seperti dalam
pengembangan teknologi dan produk teknologi bidang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) yang melihat bidang kesehatan menjanjikan untuk mendapatkan benefit
baik dalam Perusahaan dan Industri.

B. Resistensi
1. Pasal 76
a. Bentuk dan Intensitas
1) Kurangnya kesetaraan gender kerjaan pada masyarakat pekerja yang tidak
membolehkan penggunaan waktu yang tidak sesuai

14
2) Adanya sistem social di masyarakat yang mengatakan pekerja wanita produktif
hanya menjadi beban masyarakat.
3) Masalah gizi terus ada pada pekerja wanita .

b. Actor dan Sumber Resistensi


1) Masyarakat dan individu termasuk tenaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3): Masyarakat yang terkait dengan persoalan kesehatan masyarakat dan
individu, yakni masyarakat yang diidentifikasi akan memperoleh manfaat dan
yang akan terkena dampak terutama terhadap masalah yang berkaitan dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).pada tenaga K3 adalah resistensi terhadap
aturan baru yang memerlukan pendekatan dan adaptasi yang baru.
2) Perusahaan dan Industri
3) Lembaga atau instansi pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak secara
tegas melakukan pengawasan dan tidak memberikan sanksi tegas bagi setiap
pelanggar.
4) Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat: LSM yang bergerak di bidang
kesehatan yang bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang
memiliki ‘concern’ (termasuk organisasi massa yang terkait), jika kebijakan
kesehatan menyentuh aspek sosial yang tidak berimbang di masyarakat maka
LSM akan memberikan resistensinya terhadap implementasi kebijakan berupa
protes terhadap pemerintah.
5) Universitas atau Perguruan Tinggi: Kelompok akademisi ini juga memiliki
pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah, terutama yang
bergerak di bidang kesehatan masyarakat. Dimana harus ada kejelasan yang tegas
dari pemerintah mengenai upaya kesehatan yang selama ini hanya didasari pada
upaya kuratif. Universitasi akan menilai apakah kebijakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) telah tepat sasaran dan akan menyentuh seluruh lapisan
masyarakat tanpa ada tindakan diskriminatif.

15
C. Masalah Baru Yang Timbul

1. Ayat 1 : Beberapa Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan


belas) tahun dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
2. Ayat 2 : Beberapa Pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang
menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya
maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00
3. Ayat 3 :Pengusaha Beberapa yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:
a. Dengan tidak memberikan makanan dan minuman bergizi;
b. Dan kadang tidak menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
4. Ayat 4 : Beberapa Pengusaha tidak menyediakan angkutan antar jemput bagi
pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00
sampai dengan pukul 05.00.

16
BAB III
PREDIKSI KEBERHASILAN

A. Prediksi Trade Off

Untuk melakukan prediksi keberhasilan dengan, Prediksi Trade-off adalah situasi


dimana seseorang harus membuat keputusan terhadap dua hal atau mungkin lebih,
mengorbankan salah satu aspek dengan alasan tertentu untuk memperoleh aspek lain
dengan kualitas yang berbeda. Dalam melakukannya perlu penanganan yang kebijakan
yang seimbang antara perencanaan dan aplikasinya. Prediksi trade off juga dapat
digunakan dalam melihat suatu kebijakan kesehatan yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan. Misalnya yang tertuang dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat dan dari segi teori,
penyelenggaraan pelayanan kesehatan wajib mendapat perhatian khusus oleh pemerintah
dan mengusahakan aksesbilitas untuk setiap warga negara Indonesia. Dengan melihat
Pasal 5 dan 6, UU No 13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
bahwa “KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA” Pasal 5 “Setiap tenaga kerja
memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”. Pasal 6 “Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.”.
Dengan tidak mengesampingkan setiap ketentuan dari peraturan perundang-undangan
yang berlaku, terdapat fakta di lapangan yang tidak sesuai dengan penyelenggaraan
pelayanan Keselatan dan kesehatan Kerja (K3) yang tertuang dalam undang-undang.
Dan Melihat Pasal 76 UU No. 13 Tahun 2003 berisi tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pada perempuan/wanita dimana :
Ayat (1) : Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)
tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. (2) Pengusaha
dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja
antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. (3) Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib: a.
memberikan makanan dan minuman bergizi; dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan
selama di tempat kerja. (4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi

17
pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 05.00.
Dengan Contoh terdapat pembedaan diskriminasi gender terhadap penempatan kerja
laki-laki dan perempuan/wanita. Yang menyamarakatan waktu dengan pemberian shif
dengan jam kerja yang tidak sesuai dengan alokasi waktu yang tidak proporsi.
Pada pasal 76 ayat 1, 2, 3, dan 4, ini melindungi terhadap kesetaraan gender
wanita/perempuan, mulai dari pengaturan waktu, kehamilan dan gizi makan serta
transportasi, akibat meningkatnya usia harapan hidup manusia.

B. Prediksi Keberhasilan

Suatu peraturan perundang-undangan dapat dikatakan berhasil atau gagal,


berdasarkan pada berbagai macam indikator. Undang-undang No. 13tahun 2003 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), terdiri atas berbagai macam pasal yang mengatur
dan mengontrol upaya-upaya K3 yang telah di susun secara sistematis. Akan tetapi, masih
memerlukan adanya pengawasan dan evaluasi yang dilakukan secara terus-menerus
(continue) oleh para pembuat kebijakan. Keberhasilan suatu kebijakan dapat diketahui
apabila dipenuhinya hak atas kesehatan berupa adanya kemajuan realisasi atas tersedia dan
terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Terdapat diskriminasi
dalam implementasi Undang-Undang kesehatan No. 13 tahun 2003
Untuk menghilangkan diskriminasi tersebut dan menciptakan keberhasilan,
dibutuhkan partisipasi semua pihak untuk sama-sama berperan penting. Keadilan dalam
hukum kesehatan sudah didukung dengan adanya kepastian hukum yang sudah mengatur
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Sehingga manfaat dari Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) tersebut, dapat dirasakan semua pihak tanpa terkecuali.
Implementasi hak atas kesehatan harus memenuhi prinsip ketersediaan, keterjangkauan,
penerimaan dan kualitas suatu layanan. Pemerintah sudah lebih berusaha secara
konferhensif untuk mengembangkan ketersedian fasilitas dan kebijakan untuk
Perempuan/wanita mulai dari fasiltas umum dan fasiltas pribadi (seperti ruanga laktasi) di
tempat-tempat umum seperti di kantor-kantor pelabuhan, bandara, jalanan. Hal ini untuk
mencapai masyarakat sejahterah dan menuju masyarakat sehat secara jasmani dan rohani
di Indonesia serta Global.

18
Selain itu pemerintah sekarang berusaha untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
sangat baik untuk mensejahterkan Usia lanjut yang Masa Muda Produktif untuk membuat
Jaminan Hari Tua (JTH) di buatkan Kartu Indonesia Sehat. (KIS) yang di berikan untuk
masyarakat pekerja.
Untuk gizi yang di usahakan adalah mencapai masyakat yang sehat ini pemerintah
selalu mengalokasikan dana yang sangat besar untuk masaalah gizi kesehatan secara
konferhensif terpadu yang continyu terus-menerus. Sehingga kedepan menciptakan SDM
(Sumber Daya Manusia) yang baik untuk pembangunan masyarakat Indonesia, serta
mengurangi berbagai kasus gizi yang terjadi.

19
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Seluruh pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Keselamatan


dan Kesehatan Kerja (K3) mengarahkan masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang
sehat dan cerdas. Untuk itu, diperlukan proses pemantauan (monitoring) dan pengawasan
(controling) yang lebih ketat oleh pemerintah terhadap penggerakkan sumber daya di
bidang kesehatan dibantu peran aktif masyarakt. Suatu kebijakan tidak terlepas dari
hukum yang mengaturnya. Seluruh aspek kehidupan manusia pekerja juga diatur oleh
hukum yang berlaku, salah satunya yaitu Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Setiap manusia mempunyai kepentingan.
Hal tersebut berguna untuk mewujudkan pencapaian peningkatan Implementasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) masyarakat pekerja, yang sekaligus merupakan
salah satu tujuan peningkatan pembangunan secara nasional. Dalam Pasal 76 ayat 1, 2, 3
dan 4 mengatur tentang upaya pengaturan kesetaraan waktu/shiff pekerja
wanita/perempuan. Pembatasan waktu kerja buat pekerja wanita yang hamil dan
perbaikan gizi serta transpotrasi; mengatur pula tentang tanggung jawab pemerintah dan
pengusahaan atas pemenuhan dan peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya kesetaaarn gender wanita untuk kerja

B. Rekomendasi

Dengan memberikan edukasi yang bagus kepada masyarakat industry pekerja


tentang pentingnya pelaksaan dan mentaaati peraturan yang di tetapkan. Dan paling
penting untuk selalu mensosialisasikan setiap paraturan pemerintah dan Pengusaha
sebelum di tetapkan menjadi undang-undang. Ini dimungkankan agar adanya uji kelayakan
peraturan sebelum ditetapkan yang sangat berguna untuk kesejateraan masyarakat
Indonesia secara umumnya.
Setiap penduduk memiliki tanggung jawab yang harus dilaksanakan
bersama.Tanggung jawab baik secara tertulis maupun secara lisan dan wajib mentaati atau
20
mengikuti hukum untuk mendorong keberhasilan dari Undang-Undang No. 13 tahun 2003
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Penduduk negara Indonesia secara
keseluruhan memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dimana setiap penduduk Indonesia
terutama pekerja wanita memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas dan pelayanan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang memadai seperti yang tertuang dalam setiap
pasal didalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3). Peran serta pemerintah dan pihak perusahaan serta industri yang terkait dalam
melakukan pengawasan dan adanya pemberlakuan sanksi yang tegas bagi para pelanggar
kebijakan yang telah ditetapkan.

21
DAFTAR REFERENSI

Alyas. 2011. Implementasi Kebijakan Kesehatan Reproduksi. AL-FIKR Vol. 15 Nomor 1.


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPUP. Makassar. http://www.uin-
alauddin.ac.id/download-14Alyas.pdf

Agung. 2012. Kriteria-Kriteria Dalam Menuntun Evaluasi Kebijakan. Diakses di http://teori-


ilmupemerintahan.blogspot.co.id, tanggal 28 November 2015.

Andalusia, Devi. 2015. Trade-Off Analysis Dalam Analisis Kebijakan Publik. Diakses di
http://www.kompasiana.com, tanggal 28 November 2015.

Anonim . 2012. Kajian Undang – Undang Kesehatan No. 36 (http://


sinartyayuningsi.blogspot.com) diakses tanggal 17 November 2015

Atmoko, tjipto. 2011. Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah. [online]
http://resource.unpad.ac.id/unpad.content/publikasi/dosen/standar operasional prosedur
pdf.
Dhika Mahardika. 2011. Dasar Surveilans Kesehatan Masyarakat. Epidemilogi. [online]
http://epidemiolog.wordpress.com/2011/02/28/surveilans-kesehatan-masyarakat.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Tentang Situasi Penyandang Disabilitas.
http://www.depkes.go.id/pusdatin/buletin/buletin-disabilitas.pdf.

Koentjoro, tjahjono. 2007. Regulasi Kesehatan di Indonesia. Yogyakarta. Penerbit ANDI.


Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. K. Jakarta. Rineka Cipta.

Muliarta. 2012-11-12Perlindungan di Indonesia Masih Alami Diskriminasi Akses Kesehatan.

http://www.voaindonesia.com/content/penderita-hivaids-di-indonesia-masih-alami-

diskriminasi-akses-kesehatan-129700543/98126.html.
Noor, nur nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta. Rineka Cipta.
Sarwono, 1993. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Suma’mur, P.K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta. CV. Haji
Masagung.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3)
Widya. 2011. Masalah Gizi. http://pelangiwidhya.blogspoy.co.id. Diakses pada tanggal 30
september 2011

22
LAMPIRAN

Paragraf 3
Perempuan
Pasal 76
a. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang
dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
b. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut
keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun
dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
c. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00 wajib:
i. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
ii. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
d. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan
yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
e. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan
Menteri.

23

Anda mungkin juga menyukai