Soeharto B.ina
Soeharto B.ina
“ZAT ADITIF”
MUHAMMAD SOEHARTO
201810350311059
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
BAB 1
PENDAHULUAN
Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai zat
pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Dalam bahan makanan yang kita konsumsi
sehari-hari kita perlu mengetahui keuntungan dan kerugian/dampak negative dari makanan yang
kita konsumsi. Oleh karena itu, perlu diketahui apa saja zat aditif yang sering dicampurkan pada
makanan, yang sehat dikonsumsi dan apa saja yang merugikan kita atau yang mengancam
kesehatan tubuh manusia.
BAB 2
ISI
Beberapa sumber lain mengatakan zat aditif makanan atau bahan tambahan makanan
adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan
tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya
simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.
Di zaman modern seperti sekarang ini, bahan tambahan makanan digunakan dalam skala
yang makin luas. Luasnya penggunaan bahan tambahan makanan dapat dilihat dari
pengelompokannya seperti diatur dalam peraturan Menkes nomor 235 (1979). Dalam peraturan
Menkes tersebut, disebutkan bahwa berdasarkan fungsinya, bahan tambahan makanan (zat
aditif) dikelompokkan menjadi 14, di antaranya, yaitu: antioksidan dan antioksidan sinergis,
pengasam, penetral, pemanis buatan, pemutih dan pematang, penambah gizi, pengawet,
pengemulsi (pencampur), pemantap dan pengental, pengeras, pewarna alami dan sintetis,
penyedap rasa dan aroma, dan lainnya.
Komposisi adalah semua bahan baku pembuat makanan kemasan, termasuk zat aditif
yang digunakan dalam pembuatan atau persiapan pangan dalam kemasan. Bahan aditif yang
mesti dicantumkan dalam kandungan isi meliputi bahan buatan atau alami. Biasanya, bahan aditif
diberi kode huruf E (Eropa) dan diikuti dengan tiga angka. Misalnya, E 100 sebagai kode pewarna,
E 200 kode konsevator, E 300 kode antioksida, dan E 400 kode pengemulsi atau stabilisator.
Contoh bahan aditif itu adalah E 200 asam sorbat, E 201 Na sorbat, E 300 asam askorbat, E 311
oktil gallat, E 320 butilhidroksil anisol (BHA), dan E 321 butilhidroksil toluena (BHT).
Dari sumbernya, zat aditif dibagi menjadi dua yaitu zat aditif alam dan buatan atau hasil
sintesis. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang
selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak menimbulkan efek samping
yang membahayakan kesehatan manusia. Zat aditif alami adalah merupakan zat tambahan yang
diperoleh dari alam, tanpa disintesis atau dibuat terlebih dulu. Sedangkan zat adiktif buatan atau
sintesis adalah zat tambahan makanan yang diperoleh melalui sintesis (pembuatan), baik di
laboratorium maupun industri, dari bahan-bahan kimia yang sifatnya hampir sama dengan bahan
alami yang sejenis, keunggulan zat adiktif sintesis adlah dapat diproduksi dalam jumlah besar,
lebih stabil, takaran penggunaannya lebih sedikit, dan biasanya tahan lebih lama, sedangkan
kelemahan zat adiktif sintesis adalah dapat menimbulkan risiko penyakit kanker atau bersifat
karsiogenetik.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Zat aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan
dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki
penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan baik pada saat
pemrosesan, pengemasan ataupun penyimpanannya. Zat aditif berupa zat alami dan buatan atau
sintetik.
Tujuan penggunaan zat aditif pada makanan yaitu untuk meningkatkan nilai gizi makanan, nilai
sensorik, ketahanan bahan pangan, dan nilai praktis. Namun pemakaian zat aditif buatan yang
berlebih dapat berdampak negatif bagi kesehatan apabila dikonsumsi misalnya pemicu kanker
dan lain-lain. Untuk itu, sebaiknya penggunaan zat aditif dikurangi.
Dengan keanekaragaman zat aditif baik alami maupun buatan, produsen demi
mendapatkan keuntungan maka mereka menggunakan zat-zat aditif yang tidak baik untuk
kesehatan karena alasan murah. Hal tersebut merugikan konsumen sehingga untuk alasan ini
maka pengguanaan zat aditif buatan harus diatur oleh suatu badan yang bertanggung jawab. Di
Indonesia penggunaan zat aditif diatur oleh Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) dan
tidak boleh melebihi ketentuan yang ditetapkan demi kepentingan kesehatan konsumen.