Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

NAMA : Ny.S

BANGSAL : CEMPAKA

JUDUL LAPORAN : DIABETES MILITUS TIPE 2

TANGGAL : 5 FEBRUARI 2019

A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).
B. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan
stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses
lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang toksik
terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa
darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha mengkompensasinya
dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan
sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan
ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak
sel beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta dalam pulau Langerhans
menjadi berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.
d) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan
proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel
beta.
e) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi
setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut
yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses menua
yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat
jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta
pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar
glukosa.
2. Genetik
Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi faktor-
faktor berikut ini banyak berperan:
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah
berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot
berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan (herediter)
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis
yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress menetap maka
sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing faktor yang menstimulasi pituitari anterior
memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa
darah

C. Patofisiologi (pathway terlampir)


Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi insulin
perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan fungsi cell β, yang
akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi insulin yang
kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi retensi insulin
itu agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan sanggup
lagi mengkompensasi retensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi
sel beta makin menurun saat itulah diagnosis diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel
beta itu berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi
mensekresi insulin (FKUI, 2011).
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus
tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
mellitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian,
diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200 mg/dl hal ini
dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh ketidak mampuan glukosa
berdifusi melalui membran sel, hal ini akan merangsang osmotik reseptor yang akan
meningkatkan volume ekstrasel sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel
yang akan merangsang hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat
haus di bagian lateral (Polidipsi). Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume
reseptor di hypothalamus menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang
akan mempercepat pengisian vesika urinaria dan akan merangsang keinginan berkemih
(Poliuria). Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan
glukosa untuk proses metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan
penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat makan
di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi
atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh tubuh, dan
degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada komplikasi lain seperti
thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki, kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.
D. Manifestasi Klinik

Dibawah ini dibahas beberapa tanda-tanda dan gejala diabetes:


1. Sering buang air kecil
Tanda umum yang biasa muncul pada tahap awal diabetes tipe 1 dan 2 adalah sering
buang air kecil (poliuria). Karena glukosa dalam darah meningkat sampai melewati
batas normal, filtrasi oleh ginjal jadi tidak sempurna. Ini juga menghambat
penyerapan air oleh ginjal, sehingga mengakibatkan sering buang air kecil.
2. Rasa haus yangg berlebihan
Karena terjadi peningkatan frekuensi buang air kecil, tubuh kehilangan terlalu banyak
cairan. Pada akhirnya dehidrasi pun terjadi, menyebabkan peningkatan rasa haus
(polidipsia). Jika anda minum lebih banyak air dari biasanya, dan frekuensi buang air
kecil meningkat, bisa dicurigai terkena diabetes tipe 1 atau tipe 2.

3. Peningkatan nafsu makan


Tanda lain dari diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 adalah nafsu makan yang
meningkat. Salah satu fungsi dari insulin adalah merangsang rasa lapar. Karena tubuh
mensekresi lebih banyak insulin untuk menurunkan kadar glukosa dalam aliran darah,
jelas saja menyebabkan peningkatan rasa lapar (polifagia).

4. Penurunan berat badan


Seseorang yang sedang dalam tahap pra-diabetes dapat menderita penurunan berat
badan yang tidak biasa. Ini dapat terjadi karena kehilangan gula secara berlebihan
dalam urin. Tubuh mulai menggunakan protein otot dan lemak sebagai sumber energi,
yang mengakitbatkan penurunan berat badan. Ini adalah gejala khas diabetes tipe 1.

5. Kelelahan
Kelebihan glukosa ditemukan dalam darah dan tidak dalam sel. Karena sel tubuh
kehilangan glukosa sebagai sumber energi utama, penderita dapat merasa kelelahan
hampir setiap waktu. Kemampuan fisik menurun dan penderita jadi sangat cepat lelah.
6. Penglihatan kabur

Masalah visi dapat dialami oleh penderita diabetes tipe 2. Peningkatan kadar gula
darah menyebabkan perubahan bentuk lensa mata. Seiring berjalannya waktu, daya
fokus mata berkurang dan penglihatan menjadi kabur.

7. Penderita diabetes tipe 2 sering terkena


infeksi jamur dan kulit. Kadar gula tinggi yang tidak ditangani dapat menyebabkan
kerusakan saraf, menyebabkan gejala neuropati (kesemutan, mati rasa, kaku, dll).
Selain itu, luka biasanya perlu waktu lebih lama untuk sembuh.

Diketahui bahwa sistem kekebalan tubuh penderita diabetes rendah dibandingkan dengan
orang yang sehat. Ini mungkin disebabkan adanya glukosa dalam darah, yang
menghambat berfungsinya sel-sel darah putih (leukosit). Sehingga mekanisme
pertahanan tubuh menjadi terganggu dan penderita jadi sering mengalami infeksi jamur,
infesi kulit, serta lambatnya penyembuhan memar.

E. Pathway
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain (Stockslager
L, Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
1. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati
dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan oleh
pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi
alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat berkisar
dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya mengancam jiwa.
2. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi yang
mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan diabetes
Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang menderita diabetes Tipe 2
yang mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.
3. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar hyperglycemic
syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang
menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan
hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di atas
280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala mencakup
kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera
serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma atau hampir
koma).
4. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau nyeri
dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam berbagai
cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan lambung yang
menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah makan), diare noktural, impotensi,
dan hipotensi ortostatik.
5. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali
lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini lebih
meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular, penyakit arteri
koroner dan infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan
neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.
6. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena kandungan
glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini membuat lansia
rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis.

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
1. Pemeriksaan glukosa darah
a) Glukosa Plasma Vena Sewaktu
Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II dilakukan pada pasien
DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria, polidipsia dan polifagia. Gula darah
sewaktu diartikan kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan. Dengan
pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II.
Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl maka penderita tersebut sudah
dapat disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi
glukosa.
b) Glukosa Plasma Vena Puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan 8-12 jam
sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada obat yang
harus diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa
sebagai berikut : kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126
mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110- 126 mg/dl disebut glukosa
darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif
dibandingkan dengan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral.
c) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM.
Pasien makan makanan yang mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan
menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan
DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140.
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200
mg/dl.
d) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada pemeriksaan
glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl untuk memastikan diabetes
atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan cara
melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian
dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit. TTGO
dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah
sebagai berikut: 1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2) Toleransi
glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan
3) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
2. Pemeriksaan HbA1c

HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan dan
bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c
bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata
kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan
saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula
darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat
perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak.

Tabel Kategori HbA1c yaitu :

HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik


HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk
Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu di data
biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data tersebut harus yang
seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama
pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart
miokard
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6
juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari 2011).
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (
glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi
koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada
daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih
tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on
journal, Maret 2011)
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
11. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
Pathway

Sumber: https://www.scribd.com/doc/120249475/Pathway-DM

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit diabetes
militus:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan
insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tenatang manajemen
diabetes
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses
penyakit (DM).
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik.
5. Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula darah tinggi.
6. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka gengrene).
7. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.
8. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus).
9. Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan b.d
kurangnya informasi
10. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Domain 2. (00179) Manajemen Nutrisi (1100)
Nutrisi Ketidakseimbangan Definisi : menyediakan dan
Kelas 1. nutrisi, kurang dari meningkatkan intake nutrisi yang
Makan kebutuhan tubuh seimbang
Ketidakseimb Setelah dilakukan Aktivitas :
angan nutrisi, asuhan keperawatan, 1. Instruksikan kepada pasien
kurang dari diharapkan nutrisi mengenai kebutuhan nutrisi
kebutuhan pasien terpenuhi. 2. Tentukan jumlah kalori dan
tubuh (1004) Status Nutrisi jenis nutrisi yang dibutuhkan
(00002) 1. Asupan makanan oleh pasien untuk memenuhi
dan cairan dari skala kebutuhan gizi
2 (banyak 3. Ciptakan lingkungan yang
menyimpang dari optimal pada saat
rentang normal) mengkonsumsi makanan
ditingkatkan 4. Monitor kalori dan asupan
menjadi skala 4 makanan pasien
(sedikit 5. Monitor kecenderungan
menyimpang dari terjadinya kenaikan atau
rentang normal) penurunan berat badan pada
pasien
(1622) Perilaku
patuh : diet yang
disarankan

1. Memilih makanan
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(sering
menunjukkan)
2. Memilih minuman
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatka menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

(1854) Pengetahuan :
diet yang sehat

1. Intake nutrisi yang


sesuai dengan
kebutuhan individu
dari skala 2
(pengetahuan
terbatas)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(pengetahuan
banyak)
2 Domain 2. (00002) Resiko Manajemen Hiperglikemi (2120)
Nutrisi ketidakstabilan kadar 1. Monitor kadar gula daraah,
Kelas 4. glukosa darah sesuai indikasi
Metabolisme 2. Monitor tanda dan gejala
Resiko Setelah dilakukan hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
ketidakstabila asuhan keperawatan, polifagi, kelemahan, latergi,
n kadar diharapkan malaise, pandangan kabur atau
glukosa darah ketidakstabilan kadar sakit kepala.
(00179) glukosa darah normal. 3. Monitor ketourin, sesuai
(2300) Kadar glukosa indikasi.
darah 4. Brikan insulin sesuai resep
5. Dorong asupan cairan oral
1. Glukosa darah dari
6. Batasi aktivitas ketika kadar
skala 2 (deviasi yang
glukosa darah lebih dari
cukup besar dari
250mg/dl, khusus jika ketourin
kisaran normal)
terjadi
ditingkatkan menjadi
7. Dorong pemantauan sendiri
skala 4 (deviasi ringan
kadar glukosa darah
sedang dari kisaran
8. Intruksikan pada pasien dan
normal)
keluarga mengenai manajemen
(2111) Keparahan diabetes
Hiperglikemia 9. Fasilitasi kepatuhan terhadap
diet dan regimen latihan
1. Peningkatan glukosa
Pengajaran: Peresepan Diet
darah dari skala 2
(5614)
(berat) ditingkatkan
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
menjadi skala 4
mengenai diet yang disarankan
(ringan)
2. Kaji pola makan pasien saat ini
(1619) Manajemen dan sebelumnya, termasuk
diri : diabetes makanan yang di sukai
3. Ajarkan pasien membuat diary
1. Memantau glukosa
makanan yang dikonsumsi
darah dari skala 2
4. Sediakan contoh menu makanan
(jarang menunjukkan)
yang sesuai
ditingkatkan menjadi
5. Libatkan pasien dan keluarga
skala 4 (sering
menunjukkan)

3 Domain 4. (00204) Pengecekan Kulit (3590)


Aktivitas dan Ketidakefektifan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
istirahat. perfusi jaringan perifer mengidentifikasi pasien yang
Kelas 4. berisiko mengalami kerusakan
Respon Setelah dilakukan kulit.
Kardiovaskul asuhan keperawatan, 2. Monitor warna dan suhu kulit
er/ pulmonal diharapkan 3. Periksa pakaian yang terlalu
Ketidakefektif ketidakefektifan perfusi ketat
an perfusi jaringan perifer pasien 4. Monitor kulit dan selaput lendir
jaringan dapat berkurang. terhadap area perubahan warna,
perifer (0401) Status sirkulasi memar, dan pecah.
(00204) 5. Ajarkan anggota
1. Parestesia dari skala
kelurga/pemberi asuhan
2 (cukup berat)
mengenai tanda-tanda
ditingkatkan
kerusakan kulit, dengan tepat.
menjadi skala 4
Manajemen Sensasi Perifer
(ringan)
(2660)
2. Asites dari skala 2
1. Monitor sensasi tumpul atau
(cukup berat)
tajam dan panas dan dingin
ditingkatkan
(yang dirasakan pasien)
menjadi skala 4
2. Monitor adanya Parasthesia
(ringan)
dengan tepat
(0407) Perfusi 3. Intruksikan pasien dan keluarga
jaringan : perifer untuk memeriksa kulit setiap
harinya
1. Parestsia dari skala 2
4. Letakkan bantalan pada
(cukup berat)
bagian tubuh yang terganggu
ditingkatkan menjadi
untuk melindungi area
skala 4 (ringan)
tersebut
(0409) Koagulasi Perawatan Kaki (1660)
darah 1. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga mengenai perawatan
1. Pembentukan bekuan
kaki rutin
dari skala 2 (deviasi
2. Anjurkan pasien dan keluarga
cukup besar dari
mengenai pentingnya perawatan
kisaran normal)
kaki
ditingkatkan menjadi
3. Periksa kulit untuk mengetahui
skala 4 (deviasi ringan
adanya iritasi, retak, lesi, dll
dari kisaran normal) 4. Keringkan pada sela-sela jari
dengan seksama
(0802) Tanda-tanda
vital

1. Suhu tubuh dari skala


2 (deviasi cukup besar
dari kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)
4 Domain 4. (00093) Keletihan Manajemen Energi (0180)
Aktifitas/ 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Istirahat Setelah dilakukan menyebabkan kelelahan
Kelas 3. asuhan keperawatan, 2. Anjurkan pasien mengungkapkan
Keseimbanga diharapkan keletihan perasaan secaraverbal mengenai
n Energi. pada pasien dapat keterbatasan yang dialami
Keletihan dikurangi. 3. Tentukan persepsi pasien/orang
(00093) (0002) Konservasi terdekat dengan pasien mengenai
energi penyebab kelelahan
4. Pilih intervensi untuk mengurangi
1. Mempertahankan
kelelahan baik secara
intake nutrisi yang
farmakologis maupun
cukup dari skala 2
nonfarmakologis
(jarang menunjukkan)
Manajemen Nutrisi (1100)
ditingkatkan menjadi
1. Tentukan status gizi pasien dan
skala 4 (sering
kemampuan pasien untuk
menunjukkan)
memenuhi kebutuhan gizi
(0005) Toleransi 2. Intruksikan pasien mengenai
terhadap aktivitas kebutuhan nutrisi
3. Atur diet yang diperlukan
1. Kekuatan tubuh
4. Anjurkan pasien mengenai
bagian atas dari skala 2
modifikasi diet yang diperlukan
(banyak terganggu)
5. Anjurkan pasien terkait dengan
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit kebutuhan diet untuk kondisi
terganggu) sakit.

2. Kekuatan tubuh
bagian bawah dari skala
2 (banyak terganggu)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit
terganggu)

(0007) Tingkat
kelelahan

1. Kelelahan dari skala


2 (cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)

2. Kehilangan selera
makan dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)

(0008) Keletihan : efek


yang menganggu

1. Penurunan energi
dari skala 2 (cukup
besar) ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
2. Perubahan status
nutrisi dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
5 Domain 11. (00044) Kerusakan Pengecekan kulit (3590)
Keamanan/ integritas jaringan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
Perlindungan Setelah dilakukan mengidentifikasi pasien yang
Kelas 2. asuhan keperawatan, berisiko mengalami kerusakan
Cidera Fisik diharapkan kerusakan kulit.
(lanjutan) integritas jaringan dapat 2. Monitor warna dan suhu kulit
Kerusakan berkurang. 3. Periksa pakaian yang terlalu
integritas (0401) Status sirkulasi ketat
jaringan 4. Monitor kulit dan selaput lendir
1. Kekuatan nadi dorsal
(000444) terhadap area perubahan warna,
pedis kanan dari skala 2
memar, dan pecah.
(deviasi cukup besar
5. Ajarkan anggota
dari kisaran normal)
kelurga/pemberi asuhan
ditingkatkan menjadi
mengenai tanda-tanda
skala 4 (deviasi ringan
kerusakan kulit, dengan tepat.
dari kisaran normal)

2. Kekuatan nadi dorsal


pedis kiri dari skala 2
(deviasi cukup besar
dari kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)

(0407) Perfusi
jaringan : perifer

1. Pengisian kapiler jari


dari skala 2 (deviasi
yang cukup besar dari
kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)

2. Pengisian kapiler
jari-jari kaki dari skala
2 (deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran
normal)

(1101) Integritas
jaringan : kulit dan
membran mukosa

1. Perfusi jaringan dari


skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sedikit
terganggu)

2. Integritas kulit dari


skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sedikit
terganggu)

(1102) Penyembuhan
luka : primer

1. Memperkirakan
kondisi tepi luka dari
skala 2 (terbatas)
dotingkatkan menajdi
skala 4 (besar)
6. Domain 12. (00132) Nyeri akut Manajemen Nyeri (1400)
Kenyamanan Definisi : Pengurangan atau reduksi
Kelas 1. Setelah dilakukan nyeri sampai pada tingkat
Kenyamanan asuhan keperawatan, kenyamanan yang dapat diterima
Fisik diharapkan nyeri akut oleh pasien.
Nyeri Akut pada pasien berkurang. Aktivitas :
(00132) (1605) Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif terhadap
1. Mengenali kapan
pasien
nyeri terjadi dari skala 2
2. Observasi adanya petunjuk
(jarang menunjukkan)
nonverbal mengenai
ditingkatkan menjadi
ketidakanyamanan
skala 4 (sering
3. Gali pengetahuan dan
menunjukkan)
kepercayaan pasien mengenai
2. Menggambarkan nyeri
faktor penyebab dari 4. Evaluasi pengalaman nyeri
skala 2 (jarang pasien di masa lalu yang
menunjukkan) meliputi riwayat nyeri kronik
ditingkatkan menjadi pasien ataupun keluarga
skala 4 (sering 5. Tentukan kebutuhan frekuensi
menunjukkan) untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien
(3016) Kepuasan
6. Kurangi faktor yang dapat
klien : Manajemen
meningkatkan nyeri pada pasien
nyeri
7. Gunakan tindakan pengontrol
1. Nyeri terkontrol dari nyeri sebelum nyeri pada pasien
skala 2 (agak puas ) bertambah berat
ditingkatkan menjadi 8. Dukung pasien untuk istirahat
skala 4 (sangat puas ) atau tidur untuk menurunkan
rasa nyeri
2. Tingkat nyeri
dipantau secara reguler
dari skala 2 (agak
puas ) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sangat
puas )
7 Domain 11. (00004) Resiko infeksi Kontrol Infeksi (6540)
Keamanan/ Definisi: Meminimalkan Infeksi
Perlindungan Setelah dilakukan 1. Ganti peralatan perawatan per
Kelas 1. asuhan keperawatan, pasien sesuai protokol institusi
Infeksi diharapkan tidak terjadi 2. Anjurkan pasien mengenai
Resiko infeksi infeksi pada pasien. teknik mencuci tangan dengan
(00004) (1908) Deteksi risiko tepat
3. Pastikan penanganan aseptik
1. Mengenali tanda dan
dari semua saluran IV
gejala yang
Perlindungan Infeksi (6550)
mengindikasikan risiki
Definisi: Pencegahan dan deteksi
dari skala 2 (jarang
dini infeksi pada pasien beresiko
mnunjukkan)
1. Monitor kerentanan terhadap
ditingkatkan menjadi
infeksi
skala 4 (sering
2. Berikan perawatan klit yang
menunjukkan)
tepat Periksa kulit dan selaput
2. Memonitor lendir untuk adanya kemerahan,
perubahan status kehangatan ektrim, atau
kesehatan skala 2 drainase
(jarang mnunjukkan) 3. Ajarkan pasien dan keluarga
ditingkatkan menjadi bagaimana cara menghindari
skala 4 (sering infeksi
menunjukkan)

(1902) Kontrol risiko

1. Mengidentifikasi
faktor risiko dari skala
2 (jarang mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

2. Mengenali faktor
risiki skala 2 (jarang
mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
8 Domain 5. (00126) Defisiensi Fasilitasi Pembelajaran (5520)
Persepsi/ pengetahuan 1. Tekankan pentingnya mengikuti
Kognisi evaluasi medik, dan kaji ulang
Setelah dilakukan
Kelas 4. gejala yang memerlukan
asuhan keperawatan,
Defisiensi pelaporan segera ke dokter
diharapkan
pengetahuan 2. Diskusikam tanda/gejala DM,
pengetahuan pasien
(00124) contoh polidipsia, poliuria,
mengenai diabetes
kelemahan, penurunan berat
mellitus tipe 2
badan
bertambah.
3. Gunakan bahasa yang umum
(1820) Pengetahuan :
digunakan
manajemen diabetes
4. Berikan informasi yang sesuai
1. Pencegahan dengan lokus kontrol pasien
hiperglikemia dari skala 5. Berikan informasi sesuai tingkat
2 (pengetahuan perkembangan pasien
terbatas) ditingkatkan Modifikasi Perilaku (4360)
menjadi skala 4 1. Tentukan motivasi pasien
(pengetahuan banyak) untuk perubahan perilaku
2. Bantu pasien untuk
2. Prosedur yang harus
mengidentifikasi kekuatan
diikuti dalam
3. Dukung untuk mengganti
mengobati
kebiasaan yang tidak
hoperglikemia dari
diinginkan dengan kebiasaan
skala 2 (pengetahuan
yang diinginkan
terbatas) ditingkatkan
4. Tawarkan penguatan yang
menjadi skala 4
positif dalam pembuatan
(pengetahuan banyak) keputusan mandiri pasien

(1621) Perilaku
patuh : diet yang sehat

1. Mencari informasi
tenyang panduan nutrisi
baku dari skala 2
(jarang dilakukan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
dilakukan)

(1622) Perilaku
patuh : diet yang
disarankan

1. Menggunakan
informasi gizi pada
label untuk menentukan
pilihan dari skala 2
(jarang menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

2. Mengikuti
rekomendasi untuk
jumlah makanan per
hari dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)

(1632) Perilaku
patuh : aktivitas yang
disarankan

1. Membahas aktivitas
rekomendasi dengan
profesional kesehatan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
9 Domain 9. (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan (5820)
Koping/ Definisi: Mengurangi tekanan,
Toleransi Setelah dilakukan ketakutan, firasat, maupun
Stress asuhan keperawatan, ketidaknyamanan terkait dengan
Kelas 2. diharapkan ansietas sumber-sumber bahaya yang tidak
Respon pasien berkurang. teridentifikasi
Koping (1211) Tingkat Akivitas:
Ansietas kecemasan 1. Gunakan pendekatan yang
(00146) tenang dan menyakinkan
1. Tidak dapat
2. Nyatakan dengan jelas harapan
beristirahat dari skala 2
terhadap perilaku klien
(cukup berat)
3. Pahami situasi krisis yang
ditingkatkan menjadi
terjadi dari perspektif klien
skala 4 (ringan)
4. Berikan informasi faktual tekait
2. Perasaan gelisah dari diagnosa, perawatan dan
skala 2 (cukup berat) prognosis
ditingkatkan menjadi 5. Berada disisi klien untuk
skala 4 (ringan) meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
3. Gangguan tidur dari
6. Dorong keluarga untuk
skala 2 (cukup berat)
mendampingi klien dengan cara
ditingkatkan menjadi
yang tepat
skala 4 (ringan)
7. Berikan objek yang
(0907) Memproses menunjukkan perasaan aman
informasi 8. Puji/kuatkan perilaku yang baik
secara tepat
1. Menunjukkan proses
9. Identifikasi saat terjadinya
pikir yang terorganisir
perubahan tingkat kecemasan
dari skala 2 (banyak
10. Bantu klien mengidentifikasi
terganggu) ditingkatkan
situasi yang memicu kecemasan
menjadi skala 4 (sedikit
11. Dukung penggunaan mekanisme
terganggu)
koping yang sesuai
(3009) Kepuasan 12. Pertimbangkan kemampuan
klien : perawatan klien dalam mengambil
psikologis keputusan
13. Intruksikan klien untuk
1. Informasi di berikan
menggunakan teknik relaksasi
tentang perjalanan
14. Kaji untuk tanda verbal dan non
penyakit dari skala 2
verbal kecemasan
(agak puas)
Peningkatan koping (5230)
ditingkatkan menjadi
Definisi : Fasilitasi usaha kognitif
skala 4 (sangat puas)
untuk meneglola stressor yang
2. Informasi di berikan dirasakan, perubahan, atu ancaman
mengenai respon yang mengganggu dalam rangka
emosional yang biasa memenuhi kebutuhan hidup dan
terhadap penyakit dari peran
skala 2 (agak puas) Aktivitas:
ditingkatkan menjadi 1. Bantu pasien dalam memecah
skala 4 (sangat puas) tujuan kompleks menjadi lebih
kecil, dan langkah yang dapat
dikelola
2. Dukung sikap pasien terkait
dengan harapan yang realistis
sebagai upaya untuk mengatasi
perasaan ketidakberdayaan
3. Cari jalan untuk memahami
prespektif pasien terhadap
situasi
4. Kenali latar belakang
budaya/spiritual pasien
5. Dukung pasien untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman

Evaluasi

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan


yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan. Dalam evaluasi keperawatan menggunakan SOAP
atau data subjektif, objektif, analisa dan planning kedepannya. Jika masalah sudah teratasi
intervensi tersebut dapat dihentikan, apabila belum teratasi perlu dilakukan pembuatan planning
kembali untuk mengatasi masalah tersebut.
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah sebagai berikut.
1. Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri
2. Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan
3. Tanda-tanda vital normal
4. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-
tanda malnutrisi.
5. Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.
6. Infeksi dan komplikasi tidak terjadi
7. Rasa lelah atau keletihan berkurang/penurunan rasa lelah
8. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi nya yang menderita diabetes
melitus, efek prosedur dan proses pengobatan.

Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan diabetes mellitus dan apabila
dari poin satu sampai dengan poin 8 tersebut sudah tercapai oleh seorang pasien, maka dapat
disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah sehat dan dapat meninggalkan rumah sakit. Tetapi
pasien tetap harus memperhatikan kadar gulu dalam darahnya, dengan cara makan makanan
yang sehat, bergizi dan rendah gula.

Anda mungkin juga menyukai