Ards
Ards
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto
Suwondo,2006). ARDS menyebabkan terjadinya gangguan paru yang progrestif dan tiba-tiba
di tandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrate yang menyebar pada kedua
belah paru ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru yang dimana sebelumnya
keadaannya sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap
tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS.
Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma
mayor, transfuse darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap, atau kimia, gangguan
metabolic toksis, pancreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut
secara khusus menangani pearawatan klinis dengan intubasi dan ventilasi mekanik
(Doenges, 1999 hal l217).
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi
sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan
kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring
kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran
gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru.
ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfakt an, yang mengarah
pada kolaps alveolar. Compliance paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku
akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan
hipokapnia (Brunner & Suddart 616). Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat
memerlukan tindakan khusus dari per cawat untuk mencegah memburuknya kondisi
kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi
gawat yang dapat mengancam jiwa klien.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
serta mnghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida sebagai sisa dari oksidasi
keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Organ pernapasan sendiri adalah hidung atau kavum nasal, laring, trakea, bronkus, bronkiolus,
dan alveolus.
Secara umum fungsi utama dari saluran napas bagian atas adalah sebagai berikut
1. Air conduction kepada saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas.
Hidung dibentuk oleh tulang dan kartilago. Bagian yang kecil dibentuk oleh tulang, sisanya
terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu
lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh septum. Rongga hidung
mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai filter/penyaring kasar terhadap benda
asing yang masuk. Pada mukosa hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet
dimana sel tersebut mengelurkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan.
Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13 cm) yang berjalan dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid.
Faring digunakan pada saat menelan (digestion) seperti juga pada saat bernapas. Faring
3
berdasarkan letaknya dibagi menjadi tiga, yaitu di belakang hidung(nasofaring), dibelakang
mulut (orofaring), dan dibelakang laring (laringofaring).
Laring
Laring biasa disebut dengan voice box. Dibentuk oleh struktur ephitelium-lined yang
berhubungan dengan faring (diatas) dan trakea (dibawah). Loasinya berada di anterior tulang
vertebra ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior laring. Fungsi utama dari
faring adalah untuk vocalization, selain itu juga berfungsi sebagai proteksi jalan napas bawah
dari benda asing dan memfasilitasi batuk. Laring terdiri dari atas bagian-bagian seperti berikut :
epiglottis, glottis, tiroid kartilago, krikoid kartilago, aritenoid kartilago, pita suara.
Ditinjau dari fungsinya secara umum, saluan pernafasan bagian bawah terbagi menjadi dua
komponen, yaitu sebagai berikut.
Sering disebut sebagai percabangan trakeobronkialis, terdiri atas trakea, bronki, dan
bronkioli.
Yaitu saluran udara konduktif, fungsi utamanya sebagai penyalur (konduksi) gas masuk dan
keluar dari satuan respiratorius terminal, yang merupakan tempat pertukaran gas yang
sesungguhnya. Alveoli merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.
Trakea
Trakea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra torakal ke-7 yang
mana bercabang menjadi dua bronkus (primar bronchus). Ujung dari cabang trakea biasa disebut
carina. Trakea ini sangat fleksibel dan berotot, panjangnya 12 cm dengan C-shaped cincin
kartilago. Pada garis ini mengandung pseudostratified ciliated columnar epithelium yang
mengandung banyak sel goblet (sekresi mukus).
4
Cabang kanan bronkus lebih pendek dan lebih lebar serta cenderung lebih vertical dari pada
cabang yang kiri. Oleh karena itu, benda asing lebih mudah masuk kedalam cabang sebelah
kanan dari pada cabang bronkus sebelah kiri. Segmen dan subsegmental bronkus bercabang lagi
dan ini disusun oleh jaringan alveoli merupakan bagian yang tidak mengandung kartilago. Oleh
karena itu, alveoli memiliki kemampuan untuk menagkap udara dan dapat kolaps. Saluran napas
dari trakea sampai bronkus terminalis tidak mengalami pertukaran gas dan merupakan
anatomical dead space (150 cm). bronkiolus respiratorius merupakan bagian awal dari
pertukaran gas. Sekitar alveoli terdapat porus/ lubang kecil antara alveoli (kohn pores) untuk
mencegah alveoli kolaps.
Alveoli
Parenkim paru merupakan area kerja dari jaringan paru, dimana pada daerah tersebut
mengandung berjuta-juta unit alveolar. Alveoli bentuknya sangat kecil. Alveoli merupakan
kantong udara pada akhir bronkiolus respiratorius yang memungkinkan terjainya pertukaran
oksigen dan karbon dioksida. Seluruh unit alveolar (zona respirasi) terdiri atas bronkiolus
respiratorius, duktus alveolar, dan kantong alveoli (alveolar sacs). Diperkirakan terdapat 24 juta
alveoli pada bayi baru lahir. Pada saat sseorang menginjak usia 8 tahun, jumlah bertambah
seperti orang dewasa, yaitu 300 juta. Setiap unit alveolar menyuplai 9-11 prepulmonari dan
pulmonary kapiler. Fungsi utama alveolar adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida
diantara kapiler pulmoner dan alveoli.
Fisiologi respirasi
oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutuhkan oksigen
dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan
kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau
penyediaan oksigen kurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis, misalnya
orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap, dan lain-lain. Bila
oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya
yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki (disebut sianosis).
Proses respirasi dapat dibagi dalam tiga proses mekanis utama yaitu sebagai berikut :
5
a. Ventilasi pulmonal, yaitu keluar masuknya udara antara atmosfir dan alveoli paru-paru.
c. Transportasi oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ked an dari sel-
sel.
Proses fisiologis respirasi yang memindahkan oksigen dari udara ke dalam jaringan dan
karbon dioksida yang dikeluarkan ke udara dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu
sebagai berikut.
1. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) serta antara
darah sistemik dan sel-sel jaringan.
3. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon diokida dengan darah.
Agar pernapasan dapat berlangsung dengan normal, diperlukan beberapa faktor seperti berikut
ini :
4. Adanya alveoli dan kapiler yang bersama-sama membentuk unit pernafasan terminal
dalam jumlah yang cukup
5. Jumlah hemoglobin yang adekuat untuk membawa oksigen pada sel-sel tubuh
6. Suatu system sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang efektif
6
B. Konsep ARDS
a. Pengertian
Acute Respiratory Distress syndrome (ARDS) adalah satu bentuk dari respiratory failure.
Pada ARDS ini yang dititik-beratkan adalah kurangnya Pa02 didalam darah oleh karena faktor
difusi didalam membrane alveoli. Kelaianan difusi ini oleh karena terhadapnya oedema paru.
Secara klinik setiap odema paru dihubungkan dengan kegagalan dari ventrikel kiri. Akan tetapi
pada ARDS oedema paru ini tidak mempunyai korelasi dengan kegagalan ventrikel kiri oleh
karena itu disebut long oedema non cardiogenic. (Tabrani, 1989)
Istilah ARDS sering pula disebut denga shock paru oleh karena didapat pada 1/3 penderita
shock dengan trauma yang berat. Walaupun difinisi ARDS ini masih bersifat kontrovensil akan
tetapi ARDS dapat disimpulkan sebagai kegagalan paru yang dimanefestasikan dengan
hypoxemi dimana terdapat oedema paru yang primer. Disampin oedema terjadi pula atelektatis
karena paru kehilangan surfactant dan dapat pula terjadi shunting yakni hubungan arteri yang
langsung ke venule tanpa melalui alveoli. Dapat pula terjadi fibrosis yang mengikuti oedema
paru dan keseluruhannya memperberat hipoxemi yang terjadi.
1. Perubahan difusi gas pada membrane difusi. Karena affinitas difusi CO2 lebih tinggi dari O2
maka hipoxemi lebih dominan dari hipercapnoe.
2. Kelainan ventilasi. Oleh karena terjadinya kehilangan surfactant maka diperlukan usaha
ventilasi yang lebih besar untuk mencegah ateletatis paru. Dengan sendirinya ventilasi
perfusi ratio akan lebih kecil oleh karena terdapatnya bagian-bagian atelektasis atau shunting
di dalam paru.
Gambaran lain dari ARDS adalah yakni berkurangnya complaince paru yang berarti
dibutuhkan ventilasi yang lebih besar untuk mempertahankan faal paru. Hal ini disebabkan oleh
bertambahnya tegangan permukaan disebabkan oleh berkurangnya surfactant. Bila complaince
ini makin lama makin berkurang akan terjadi atelektatis.
7
Walaupun sebabnya terjadi ARDS bermacam-macam akan tetapi secara klinik fisiologik dan
patologik memberikan gambaran yang sama. Patofisiologi dalam hal ini masih dalam
penyelidikan kan tetapi gejal-gejala pada permulaan dapat pula terjadi hipoxemi. Pada fase yang
lebih lanjut ditemukan secara patologi anatomi adanya membrane hyaline yang meliputi
alveolus.
ARDS merupakan suatu bentuk dari gagal napas akut yang ditandai dengan hipoksemia,
penurunan compliance paru, dispnea, edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dengan
infiltrat yang menyebar. Dikenal juga dengan nama noncardiogenic pulmonary edema, shock
pulmonary, dan lain-lain. Walaupun awalnya disebut dengan “sindrom gawat napas dewasa
(adult)” istilah “akut” sekarang lebih dianjurkan karena keadaan ini tidak terbatas pada orang
dewasa. (Irman Somantri, 2009)
b. Etiologi
Sebab-sebab yang lain misalnya peninggian tekanan intra cranial, eclampsia, post cardio
verasi.
8
Langsung Tidak Langsung
Infektif (pneumonia, tuberkulosis) Sepsis
Aspirasi cairan lambung Luka bakar
Inhalasi asap berlebih Shock
Inhalasi toksin Anafilatik
Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu Overdosis obat-obatan (salisiat, barbiturat)
lama
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis ARDS bervariasi bergantung pada penyebab. Pada permulaan dan
beberapa jam setelah cedera, klien mungkin bebas dari berbagai tanda dan gejala gangguan
pernapasan. Tanda awal yang sering terlihat adalah peningkatan frekuensi pernapasan yang
segera diikuti dengan dispnea.
Pengukuran ABGs awal akan memperlihatkan penekanan PO2 meskipun PCO2 menurun,
sehingga perbedaan oksigen alveolar-arteri meningkat. Pada stadium dini pemberian oksigen
dengan masker atau dengan kanula akan membuat koreksi yang bermakna pada peningkatan PO2
arteri. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan suara napas ronchi basah yang halus saat inspirasi
meskipun tidak begitu jelas. (Irman Somantri, 2009)
Sindrom dawat pernapasan akut terjadi dalam waktu 24-28 jam setelah kelainan dasar. Mula-
mula penderita akan merasakan sesak napas, biasanya berupa pernapasan yang cepat dan
dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terliat pucat atau biru (sianosis),
dan organ lainnya seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi.
Hilangnya oksigen karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera
setelah sindroma terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak
membaik. Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius
seperti gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila
pengobatan diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu
melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bacterial dalam perjalanan penyakitnya.
9
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan :
Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ
lain)
Penderita sering kali tidak mampu mngeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.
d. Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-
jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat
kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan
penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru
menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik
dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner & Suddart 616).
11
e. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi masalah yang mengancam kehidupan dan harus
segera dilakukan. Penatalaksanaan yang bisa diberikan adalah sebagai berikut.
1. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial mempunyai efek
samping toksik. Klien tanpa dasar penyakit paru tampak toleran dengan oksigen 100% selama
24-72 jam tanpa abnormalitas fisiologis penting.
2. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Tujuan terapi modalitas ini adalah
untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane alveolar-kapiler kembali
balik. Dua tujuan lainnya adalah:
Memelihara ventilasi dan oksigen adekuat selama periode kritis hipoksemia berat
Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan oleh volume ventilator dengan tekanan tinggi dan
kemampuan aliran, dimana PEEP dapat ditambahkan. PEEP dipertahankan dalam alveoli melalui
siklus pernapasan. Selain itu untuk mencegah atau mempertahankan alveoli kolaps pada akhir
ekspirasi.
Komplikasi utama PEEP adalah penurunan curah jantung dan barotrauma. Ini lebih sering
terjadi jika klien diventilasi dengan tidal volume diatas 15 ml/kg atau PEEP tingkat tinggi.
Peralatan selang dada torakostomi darurat harus siap tersedia.
Kebanyakan volume oksigen yang ditranspor ke jaringan dalam bentuk yang telah berkaitan
dengan hemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah menurun, sebagai
12
akibat efek ventilasi mekanik PEEP. Pengukuran seri hemoglobin perlu dilakukan untuk
kalkulasi kandungan oksigen yang akan menentukan kebutuhan untuk tranfusi sel darah merah.
5. Titrasi Cairan
6. Terapi Farmakologi
Selang endotrakeal atau selang trakeostomi disediakan tidak hanya sebagai jalan napas tetapi
juga sangat berarti dalam melindungi jalan napas (dengan cuff utuh), memberikan dukungan
ventilasi kontinu, dan memberikan konsentrasi oksigen terus-menerus. Pemeliharaan jalan napas
meliputi pengetahuan mengenai waktu yang tepat untuk mengisap, melakukan pengisapan
dengan teknik yang benar, mempertahankan tekanan cuff yang adekuat, pencegahan nefrosis
tekanan nasal dan oral untuk membuang sekresi, serta pemantauan kontinu jalan napas bagian
atas.
8. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi saluran pernapasan bagian atas dan bawah serta
pencegahan infeksi melalui teknik pengisapan yang telah dilakukan. Infeksi nosokomial adalah
infeksi yang didapatkan di rumah sakit.
9. Dukungan Nutrisi
Malnutrisi relatif merupakan masalah umum pada klien dengan masalah kritis. Nutrisi
parenteral total (hiperalimentasi intravena) atau pemberian makan per selang (nasogastric
13
tube_NGT) dapat memperbaiki malnutrisi dan memungkinkan klien untuk terhindar dari gagal
napas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot inspirasi.
10. Monitor Semua Sistem Terhadap Respons Terapi dan Potensial Komplikasi
Rata-rata moralitas 50 -70% dapat menimbulkan gejala sisa saat penyembuhan. Prognosis
jangka panjang baik. Abnormalitas fisiologis dari ringan sampai sedang yang telah dilaporkan
adalah abnormalitas obstruksi terbatas, defek difusi sedang, dan hipoksemia selama latihan.
f. Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen dada (Chest X-Ray): tidak terlihat jelas pada stadium awal atau dapat juga
terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region perihilar paru. Pada
stadium lanjut terlihat penyebaran di interstisial secara bilateral dan infiltrat alveolar,
menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada
jantung.
ABGs: hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat terjadi
terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnea
(PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis respiratori (pH >
7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium
lanjut yang berhubungan dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi
alveolar. Asidosis metabolik dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan
peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolism anaerob.
Tes fungsi paru (Pulmonary Fuction Test): Compliance paru dan volume paru menurun,
terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada area terjadinya
vasokonstriksi dan mirkroemboli timbul.
14
C. WOC
Etiologi ARDS
Edema Paru
Sepsis
Hipoventilasi Alveolar
Hipoksemia
15
B1 B2 B3 B4 B5 B6
MK : Gx Perfusi Jaringan
16
D. Konsep asuhan keperawatan pada ARDS
a. Pengkajian
1. Biodata
Sesuai dengan namanya, maka penyakit ini lebih menyerang orang dewasa dibandingkan
anak-anak, namun saat ini ditemukan bahwa seluruh usia dapat terkena ARDS. Tidak
ditemukan perbedaan antara prevalensi timbulnya pada laki-laki dan perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
ARDS dapat terjadi dalam 24-48 jam timbulnya serangan, ditandai dengan napas
pendek, takipnea, dan gejala yang berhubungan dengan penyebab utamanya,
misalnya syok.
Cedera sistem saraf yang serius seperti trauma. CVA, tumor dan peningkatan
(tekanan intracranial-PTIK) dapat menyebabkan terangsangnya saraf simpatis,
sehingga terjadi vasokonstriksi sistemik dengan distribusi sejumlah besar volume
darah ke dalam aliran pulmonal. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan kemudian akan menyebabkan cedera paru (lung injury).
g). Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, NO2, ozon).
17
h). Aspirasi (sekresi gastric, tenggelam, keracunan hidrokarbon).
j). Hemolytic disorder, seperti DIC, multiple blood transfusion, dan cardiopulmonary
bypass.
B1 : Breating
Dyspneu, orthopneu, takipneu, crackles
B2 : Blood
Takikardi
B3 : Brain
Agitasi, penurunan kesadaran
B4 : Bladder
GFR (Glomerular filtration rate) menurun, oliguri
B5 : Bowel
Bising usus turun, ileus paralitik
B6 : Bone
Sianosis, muscle wasting, luka, infeksi kelemahan
b. Diagnosa keperawatan
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Peningkatan kebutuhan metabolik & gangguan
kemampuan mencerna.
7. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen &
melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
c. Intervensi keperawatan
Diagnosa : Gangguan pertukaran gas b/d hipoventilasi alveolar, perubahan membrane kapiler
alveolar.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan Pertukaran gas kembali normal
selama dan sesudah pemasangan ventilator.
Kriteria Hasil : Hasil analisa gas darah normal : PH(7,35 – 7,45), PO2( 80 – 100mmHg),
PCO2(35-45 mmHg), BE (-2 - +2), HCO3, tidak sianosis.
Intervensi Rasional
1. Cek analisa gas darah bila dilakukan Evaluasi keefektifan setting ventilator yg
perubahan setting ventilator. diberikan.
2. Monitor status pernapasan, catat Takipneu adalah mekanisme kompensasi
peningkatan respirasi atau perubahan pola u/ hipoksemia & peningkatan usaha
napas. napas.
3. Pertahankan jalan napas bebas dari sekresi. Sekresi menghambat kelancaran udara
4. Monitor tanda & gejala hipoksia. bernapas.
5. Berikan istirahat yang cukup. Deteksi dini adanya kelainan
Menyimpan tenaga klien & mengurangi
penggunaan oksigen.
U/ mencegah bertambah parahnya
penyakit.
19
Kriteria Hasil : kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas, inspaksi dada simertris.
Intervensi Rasional
1. Obsevasi TTV Untuk mengumpulkan dan menganalisis
2. Monitor managemen jalan napas klien data kardiovaskular, pernapasan dan suhu
3. Lakukan penghisapan jalan napas tubuh pasien untuk menentukan dan
mencegah komplikasi.
untuk pengumpulan dan analisis
memfasilaitasi kepatenan jalan napas
mengeluarkan secret jalan napas dengan
cara memasukkan kateter pengisap
(ventilator) kedalam jalan napas oral
20
2. ajarkan tehnik menenangkan diri kemungkinan krisis perkembangan
3. bantu pasien dalam peningkatan koping situasional
meredahkan kecemasan pada pasien yang
mengalami distress akut
membantu pasien untuk beradaptasi
dengan persepsi stressor
Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Peningkatan kebutuhan metabolik &
gangguan kemampuan mencerna.
Tujuan : Nutrisi klien terpenuhi dalam 5 x 24 jam.
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan BB,nilai Lab. Albumin Normal
intervensi Rasional
1. Evaluasi kemampuan penyerapan terhadap Untuk mengatahui kemampuan lambung
sonde yg diberikan. menyerap makanan.
2. Berikan diet sonde 8 x 200 cc (susu + extra Meningkatkan pemasukan serta u/
telur 3 x 1 butir) & catat distatus. memudahkan pe-mantauan.
3. Timbang BB sesuai indikasi Kehilangan BB bermakna (7 % - 10 %
4. Kaji fungsi GI, seperti : Perubahan lingkar BB) Memberikan petunjuk ttg
abdomen,mual/muntah,diare/konstipasi katabolisme, simpanan glikogen otot &
atau adanya perdarahan. sensitivitas thd ventilator.
21
5. Berikan Albumin 25 % 100 cc/IV Fungsi GI penting u/ penggunaan
6. Awasi hasil pemeriksaan Lab.lainnya spt : makanan enteral. Sacara mekanik klien
Serum,tranferin,BUN/Kreatinin & glukosa dng bantuan ventilasi berisiko u/
mengalami distensi abdomen (udara
terjebak dlm ileus & perdarahan gaster
U/ meningkatkan albumin hingga kembali
normal.
Memberikan informasi ttg dukungan
nutrisi yg adekuat/perlu perubahan.
Diagnosa : Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen &
melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
Tujuan : menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, toleransi aktivitas, ketahanan,
penghematan alergi
Kriteria Hasil : frekuensi pernapasan saat beraktivitas, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat,
menyadari keterbatasan energy
Intervensi Rasional
1. Bantu perawatan diri klien Membantu dan mengarahkan individu
2. Berikan terapi aktivitas pada klien untuk melakukan aktivitas kehidupan
3. Ajarkan promosi latihan fisik sehari-hari
Memberikan ajuran bantuan dalam
aktivitas fisik, kognitif, social, dan
spiritual yang spesifik untuk
meningkatkan rentang, frekuensi, atau
durasi aktivitas individu.
Memfasilitasi latihan otot, resistif secara
rutin untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan otot
22
d. Evaluasi
23
Diagnosa Keperawatan Catatan
Ansietas b/d kesulitan untuk berkonsentrasi S : pasien mengatakan tidak lagi cemas
O : pasien nampak bisa berkonsentrsi kembali
A : tujuan tercapai, masalah dapat teratasi
P : intervensi dihentikan
24
Diagnosa Keperawatan Catatan
Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan S : pasien mengatakan tidak lagi merasakan
antara suplai dan kebutuhan oksigen & letih dan lemas
melaporkan keletihan atau kelemahan secara O : antara suplai dan kebutuhan oksigen
verbal. seimbang
A : tujuan tercapai, masalah dapat teratasi
P : intervensi dihentikan
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom gawat napas akut (acute respiratory distress syndrome, ARDS) secera sederhana
didefinisikan sebagai “sindrom paru bocor” atau “edema paru tekanan rendah (yaitu,
nonkardiogenik)”. Keadaan tersebut meliputi cedera paru inflamatori difus akut, seringkali pada
paru yang sebelumnya sehat sebagai respons terhadap berbagai gangguan langsung yaitu
terinhalasi atau tidak langsung yaitu melalui darah. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi. Organ pernapasan sendiri adalah hidung atau kavum nasal,
laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus.
26
DAFTAR PUSTAKA
Somantri Irman.(2009). Asuhan Keperawatan pada klien dengan system pernapasafan. Jakarta.
Salemba Medika
Judith M. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 NANDA NIC NOC. Jakarta. EGC
27