Anda di halaman 1dari 1

Contoh lainnya yang dapat diterapkan dalam penggunaan Akad Mudharib yaitu:

Pemilik Modal atau Shahibul maal membuat akad mudharabah dengan mudharib antara dengan
modal usaha Rp 30 juta dan kesepakatan nisbah bagi hasil dianatara keduanya sebesar 50:50. Dan
jangka waktu selama 6 bulan.
Lalu, Mudharib antara kemudian membuat perjanjian mudharabah dengan mudharib akhir yang
akan mengelola usaha konveksi, dengan jangka waktu selama 6 bulan. Kedua belah pihak membuat
kesepakatan nisbah bagi hasil diantara keduanya sebesar 40:60 (40% untuk mudharib antara).
Pada Akhir masa akad mudharabah atau setelah 6 bulan, keuntungan mudharib akhir adalah Rp. 20
Juta, maka bagian keuntungan mudharib antara adalah Rp. 8 juta (40% x Rp. 20 juta).
Dikarenakan adanya perjanjian awal dengan Pemilik Modal (Shahibul Maal), maka pendapatan yang
diterima Mudharib antara harus dibagi dengan shahibul maal sebesar perjanjian nisbah yang
disepakati. Sehingga diakhir perjanjian shahibul maal memperoleh pendapatan bagi hasil sebesar
Rp. 4 juta (yaitu 50% x Rp. 8 juta).

Agar dapat lebih memahami, berikut beberapa contoh penggunaan Akad Mudharabah dalam
kehidupan sehari-hari:

Shahibul maal yang bermitra dengan mudharib untuk usaha percetakan selama 6 bulan. Shahibul
Maal memberikan uang untuk modal usaha sebesar Rp. 30 juta. Dan kedua belah pihak sepakat
dengan nisbah bagi hasil 40:60 (40% keuntungan untuk shahibul maal).
Setelah menjalankan usaha selama 6 bulan, modal usaha telah berkembang menjadi Rp. 50 juta,
sehingga mudharib memperoleh keuntungan sebesar Rp. 20 Juta (Rp. 50 juta – Rp. 30 Juta). Maka,
sesuai perjanjian yang telah dibuat diawal shahibul maal berhak mendapatkan keuntungan sebesar
Rp. 8 Juta (40% x Rp. 20 juta). Dan sisanya sebesar Rp. 12 juta menjadi hak mudharib.

Anda mungkin juga menyukai