Anda di halaman 1dari 32

DISIPLIN ILMU NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 02 November 2019

NYERI KEPALA PRIMER

Oleh :

Aridayana

111 2018 2117

Pembimbing

dr. Nikmawaty, Sp.S. M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Aridayana

NIM : 111 2018 2117

Judul Referat : Nyeri Kepala Primer

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, November 2019

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Nikmawaty, Sp.S. M.Kes


TINJAUAN PUSTAKA

NYERI KEPALA PRIMER

Menurut kriteria IHS yang diadopsi oleh PERDOSSI, yang termasuk nyeri kepala
migren, nyeri kepala tipe tegang atau TTH (Tension Type Headache), nyeri kepala
klaster dan sefalgia trigeminal- otonomik yang lain serta nyeri kepala primer
lainnya.2

Nyeri kepala berulang, kronik atau lama dan setiap hari biasanya merupakan nyeri
kepala primer seperti nyeri kepala migren, nyeri kepala TTH atau nyeri kepala
klaster. Masing-masing jenis nyeri kepala ini memiliki karakteristik sendiri-
sendiri.1

Karakteristik nyeri pada nyeri kepala migren adalah unilateral, berdenyut atau
menusuk, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang
rutin dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. Durasi nyeri
kepala pada migren adalah 4–72 jam. Nyeri kepala migren secara fungsional
melumpuhkan. Karakteristik nyeri pada nyeri kepala tegang (TTH) adalah
bilateral, rasa menekan atau mengikat band-like atau holocephalic dengan
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktivitas fisik rutin,
tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia. Durasi nyeri kepala
pada TTH adalah 30 menit sampai 7 hari.1,2,3

Karakteristik nyeri pada nyeri kepala klaster digambarkan sebagai nyeri yang
membosankan, seperti dibor, pedih atau hebat, selalu unilateral di orbita dan
daerah sekitarnya (supraorbita, temporal atau kombinasi dari tempat-tempat
tersebut). Serangan-serangannya disertai satu atau lebih sebagai berikut,
semuanya ipsilateral: injeksi konjungtival, lakrimasi, kongesti nasal, rhinorrhoea,
berkeringat di kening dan wajah, miosis, ptosis, edema palpebra. Selama serangan
sebagian besar pasien gelisah atau agitasi. Durasi nyeri kepala pada klaster adalah
15 sampai 180 menit dan terjadi dengan frekuensi dari sekali tiap dua hari sampai
8 kali sehari.1,2,4
Serangan trigeminal neuralgia adalah paroksismal sesaat seperti tersetrum listrik.
Setelah dokter menetapkan bahwa kondisi nyeri kepala adalah termasuk nyeri
kepala primer, jenis nyeri kepala spesifik harus didiagnosis, apakah terkategori
migren, TTH atau klaster. Setelah diagnosis telah ditegakkan, pilihan terapi umum
harus diuraikan dalam rencana pengobatan yang disesuaikan dengan pasien.2

MIGREN

1. Definisi
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat,
bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual
dan/atau fotofobia dan fonofobia.6

2. Klasifikasi
Secara umum migren dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Migren dengan aura
Migren dengan aura disebut juga sebagai migren klasik. Diawali
dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh
nyeri kepala unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi
berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit
yaitu sekitar 5-20 menit.
2. Migren tanpa aura
Migren tanpa aura disebut juga sebagai migren umum. Sakit
kepalanya hampir sama dengan migren dengan aura. Nyerinya pada salah
satu bagian sisi kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia
dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam.

3. Patofisiologi7,8
Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam
terjadinya migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri
kepala disertai denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang
mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf
nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh
darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut
jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang untuk merasakan sakit
kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin
akan mengurangi sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin
akan memperburuk sakit kepala.

Teori Neurovaskular dan Neurokimia


Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh
para neurologist di dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus
trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam
jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah
multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang
tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin,
adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar
di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam
sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal,
dan sistem urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP
dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan
pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang
akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang
memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi
oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita migren
yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron
pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi
rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini
menyebabkan penderita migren menjadi rentan mendapat serangan, sebuah
keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat
fakta bahwa pada saat serangan migren, sering terjadi alodinia (hipersensitif
nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode
migren. Mekanisme migren berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular
yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini
yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi
dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen
pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.

Teori cortical spreading depression (CSD)


Patofisiologi migren dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia
nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti
dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga
membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip
neurokimia CSD ialah pelepasan kalium atau asam amino eksitatorik seperti
glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan
neurotransmiter lagi.
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus
kaudatus, memulai terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil
di neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi
migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh
kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti
calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan,
terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan
vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril neurogenik pada
kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa
mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi
dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini
bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat
vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin, dan
antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migren dengan
efektif.

4. Manifestasi Klinis6,8
Migren tanpa aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau
tidak berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1. mual dan/atau muntah
2. fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Migren dengan aura


Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa.
Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur
gambaran positif dan negatif, kemudian menghilang sempurna yang
memenuhi kriteria migren tanpa aura.
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak
dijumpai kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-
kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles),
dan/atau negatif (hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau
jenis aura yang lainnya > 5 menit.
3. Masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

5. Pemeriksaan Penunjang9
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk menegakkan diagnosis
migraine. Gejala migren yang timbul perlu diuji dengan melakukan
pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dan
kemungkinan lain yang menyebabkan sakit kepala. Pemeriksaan lanjutan
7
tersebut adalah:
1. MRI atau CT Scan, yang dapat digunakan untuk
menyingkirkan tumor dan perdarahan otak.
2. Punksi Lumbal, dilakukan jika diperkirakan ada
meningitis atau perdarahan otak.

6. Tatalaksana8,10,11

Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan


fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi
media humoral ( misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah
vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.

Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM


diberikan sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam.
Secara oral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul.
Dosis tidak boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal
adalah 0,5 mg (sekali semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4
semprotan). Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah,
trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil.
Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan
pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik gunakan
pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat –
obat lain. Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead, siproheptidin
hidroklorida, pizotifen, dan propranolol

Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan


menghindari faktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus
menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.
7.

CLUSTER

1. Definisi
Nyeri kepala tipe cluster merupakan nyeri kepala pada satu sisi yang
disertai dengan keluarnya air mata dan hidung tersumbat. Serangan
berlangsung regular selama 1 minggu hingga 1 tahun. Serangan-serangan
diantarai oleh periode bebas nyeri yang berlangsung setidanknya satu bulan
atau lebih lama. Nyeri kepala memiliki diagnosis diferensial berupa nyeri
kepala tipe lain seperti migraine, nyeri kepala sinus, serya nyeri kepala tipe
tegang.15,16
Berdasarkan kriteria diagnosis yang disusun oleh International Headache
Society (HIS), nyri kepala tipe cluster memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pasien mengeluhkan serangan nyeri kepala yang sangat hebat, bersifat
unilateral (orbital, supraorbital, atau temporal) yang berlangsung selama
15- 180 menit, dan menyerang mulai dari sekali hingga delapan kali per
hari.
2. Serangan nyeri kepala disertai dengan satu atau lebih gejala berikut
(semuanya ipsilateral): injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti nasal,
rinore, produksi keringat pada dahi danwajah, miosis, ptosis, atau edema
palpebral.

2. Klasifikasi
Nyeri kepala tipe cluster dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama:
1. Tipe episodic, dimana terdapat setidaknya dua fase cluster yang
berlangsung selama 7 hari hingga 1 tahun, yang diantarai oleh periode
bebas nyeri selama 1 bulan atau lebih lama
2. Tipe kronis, dimana fase cluster terjadi lebih dari sekali dalam setahun,
tanpa disertai remisi, atau dengan priode bebas nyeri yang kurang dari 1
bulan

3. Patofisologi
Patofisiologi yang mendasari nyeri kepala tipe cluster masih belum
sepenuhnya dipahami. Pola periode serangan menunjukkan adanya keterlibatan
jam biologis yang diatur oleh hipotalamus (yang mengendalikan ritme
sikardian), yang disertai dengan disinhibisi jalur nosisepif dan otonomik –
secara spesifik, jalur nosiseptif nervus trigeminus.19
Nervus trigeminus (N.V) adalah saraf campuran. Saraf ini memiliki
komponen yang lebih besar (porsio mayor) yang terdiri dari serabut sensorik
untuk wajah, dan komponen yang lebih kecil (porsio minor) yang terdiri dari
serabut motoric untuk otot-otot pengunyah (mastikasi). 20
Ganglion trigeminale (gasserian) bersifat seperti ganglia radiks dorsalis
medulla spinalis untuk persarafan sensorik wajah. Seperti ganglia radiks
dorsalis, ganglion ini mengandung sel-sel ganglion pseudounipolar, yang
prosesus sentralnya berproyeksi ke nucleus sensorik prinsipalis nervis trigemini
(untuk raba dan diskriminasi) dan ke nucleus spinalis tigemini (untuk nyeri dan
suhu). Nukleus mesensefali nervis trigemini merupakan kasus khusus, karena
sel-selnya mirip dengan sel-sel ganglion radiks dorsalis meskipun terletak di
dalam batang otak; yaitu seakan-akan nucleus perifer telah dipindahkan ke
system saraf pusat. Prosesus perifer neuron pada nucleus ini menerima impuls
dari reseptor perifer di spindle otot yang berbeda di dalam otot-otot pengunyah,
dan dari reseptor lain yang memberikan respons terhadap tekanan. 6
Aktivasi area spesifik pada otak selama periode nyeri tipe cluster 19
Ketiga nukleus yang disebutkan tadi membentang dari medulla spinalis
servikalis hingga ke mesensefalon, seperti yang terlihat pada Gambar 4.30.
Ganglion trigiminale terletak di basis kranii di atas apeks os. Petrosus, tepat di
lateral bagian posterolateral sinus kavernosus. Ganglion ini membentuk tiga
buah cabang nervus trigeminus ke area wajah yang berbeda, yaitu nervus
oftalmikus (V1), yang keluar dari tengkorak melalui fisura orbitalis superior,
nervus maksilaris (V2), yang keluar melalui foramen rotudum; dan nervus
mandibularis (V3), yang keluar melalui foramen ovale.20
Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) dan morfometri berhasil
mengidentifikasi area abu-abu pada bagian posterior hipotalamus sebagai area
inti dari defek pada nyeri kepala tipe cluster.19
Pencitraan Voxel-based morphometry (VBM) menunjukkan area spesifik
pada otak (hipotalamus) yang mengalami perbedaan dengan otak pada pasien
tanpa nyeri kepala tipe cluster19
Terdapat perubahan pola sirkuit neuron tregimenus-fasial sekunder terhadap
sensitisasi sentral, yang disertai dengan disfungsi jalur serotonergic nuclei-
hipotalamus. Disfungsi fungsional hipotalamus telah berhasil dikonfirmasi
dengan adanya metabolisme yang abnormal berdasarkan marker neuron N-
asetilaspartat pada pemeriksaan magnetic resonance spectroscopy.19
Neuron-neuron substansia P membawa impuls motoric dan sensorik pada
divisi maksilaris dan oftalmik dari nervus trigeminus. Nervus ini berhubungan
dengan ganglion sphenopalatina dan pleksus simpatis perivaskuler karotis.
Dilatasi vaskuler mungkin memiliki peranan penting dalam pathogenesis
nyeri kepala tipe cluster, meskipun hasil penelitian terhadap aliran darah masih
menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Aliran darah ekstra kranial mengalami
peningkatan (hipertermi dan peningkatan aliran darah arteri temporalis), namun
hanya setelah onset nyeri.
Sekalipun bukti-bukti terkait peranan histamine masih inkosisten, namun
nyeri kepala tipe cluster dapat dipresipitasi dengan sejumlah kecil histamine.
Terdapat peningkatan jumalh sel mast pada kulit area yang terasa nyeri pada
beberapa pasien, namun temuan ini tidaklah konsisten. 19
4. Gejala Klinis
Nyeri pada tipe cluster digambarkan sebagai berikut:
1. Karakterisitik: nyeri sangat hebat, menyiksa, menusuk, tajam, bola mata
seperti hendak dicungkil keluar
2. Lokasi: unilateral, pada area periorbita, retro-orbital, temporal, umumnya
tidak menjalar sekalipun kadang-kadang dapat menjalar ke area pipi,
rahang, oksipital, dan tengkuk
3. Distribusi: nyeri pada divisi pertama dan kedua dari nervus trigemnius;
sekitar
18-20% pasien mengeluhkan nnyeri pada area trigeminus
4. Onset: tiba-tiba, memuncak dalam 10-15 menit
5. Durasi: 5 menit hingga 3 jam per episode
6. Frekuensi: dapat terjadi 1-8 kali sehari selama berbulan-bulan
7. Periodisitas: regularitas sikardian pada 47% kasus
8. Remisi: periode panjang bebas nyeri dapat ditemukan pada sebagian
pasien;

Nyeri dapat disertai dengan berbagai gejala parasipatis karnial, antara lain:
1. Lakrimasi ipsilateral (84-91%) atau injeksi konjungtiva
2. Hidung tersumbat (48-75%) atau rinore
3. Edema palpebral ipsilateral
4. Miosis atau ptosis ipsilateral
5. Perspirasi pada dahi dan wajah sisi ipsilateral (26%)8

5. Penatalaksanaan
Agen-agen abortif
Oksigen (8 liter/ menit selama 10 menit) dapat mengurangi nyeri apabila
segera diberikan. Mekanisme kerjanya tidak diketahui.17,18
Agonis reseptor 5-Hydroxytryptamine-1 (5-HT1), seperti triptan atau
alkaloid ergot dengan metoclopramide, sering kali digunakan sebagai terapi lini
pertama. Stimulasi reseptor 5-Hydroxytryptamine-1 (5-HT1) menyebabkan
efek vasokonstriksi langsung dan dapat menghilangkan serangan. Jenis agen
triptan yang paling banyak diteliti sebagai terapi nyeri kepala tipe cluster
adalah sumatriptan. Injeksi per subkutaneus dapat efektif menghilangkan nyeri
oleh karena onset kerja yang cepat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa
pemberian intranasal lebih efektif dibandingkan placebo, namun tidak seefektif
injeksi. Tidak terdapat bukti bahwa pemberian per oral efektif. Dosis umumnya
sebesar 6 mg per subkutaneus, yang dapat diulangi pemberiaannya dalam 24
jam. Semprot nasal (20mg) juga dapat digunakan.17,18
Jenis triptan lain yang dapat digunakan untuk terapi nyeri kepala tipe cluster
antara lain: zolmitriptan, naratriptan, rizatriptan, almotriptan, frovatriptan, dan
eletriptan. Beberapa peneliti telah mulai mempelajari kemungkinan
digunakannya triptan sebagai agen profilaksis nyeri kepala tipe cluster.17,18
Dihydroergotamine dapat menjadi agen abortif yang efektif. Obat ini
biasanya diberikan secara intravena atau intramuskuler; juga dapat diberikan
secara intranasal (0.5mg bilateral). Dihydroergotamine lebih jarang
menimbulkan vasokonstriksi arterial dibandingkan dengan ergotamine tartrate,
dan lebih efektif jika diberikan sedini mungkin.17,18
Opiat parenteral dapat digunakan jika nyeri belum mereda. Karakteristik
nyeri kepala tipe cluster yang tidak dapat diprediksi menyebabkan tidak
efektifnya penggunaan agen narkosis atau analgetik oral. Terdapat resiko
penyalahgunaan obat.17,18
Cyanide dan capsaicin intranasal menunjukkan hasil yang baik pada
pengujian klinis. Penggunaan capsaicin pada mukosa nasal menimbulkan
penurunan angka kejadian dan keparahan nyeri kepala tipe cluster yang
signifikan. 17,18
Pemberian tetes lidokain secara intranasal (1mL larutan 10% yang di
oleskan pada masing-masing nostril selama 5 menit) dapat membantu
meredakannyeri
Agen Profilaksis17,18
Penyekat saluran kalsium merupakan agen yang paling efektif untuk
profilaksis nyeri kepala tipe cluster. Pemberiannya dapat dikombinasikan
dengan ergotamine atau litium. Verapamil merupakan penyekat saluran kalsium
yang paling baik, sekalipun jenis lainnya seperti nimodipine dan diltiazem juga
telah dilaporkan efektif.17,18
Litium juga dipertimbangkan sebagai salah satu pilihan oleh karena sifat
siklik dari nyeri kepala tipe cluster yang serupa pada gangguan bipolar. Litium
secara efektif mencegah terjadinya nyeri kepala tipe cluster. Litium masih
direkomendasikan sebagai agen lini pertama untuk terapi nyeri kepala tipe
cluster. Terdapat kecenderungan terjadinya efek samping didalam minggu
pertama penggunaan.17,18
Methysergide, sangat efektif untuk profilaksis nyeri kepala tipe cluster tipe
episodic dan kronis. Agen ini dapat mengurangi frekuensi nyeri, khususnya
pada pasien-pasien berusia muda dengan tipe episodic. Agen ini tidak boleh
diberikan secara kontinu lebih dari 6 bulan.17,18
Beberapa penelitian kecil menunjukkan bahwa antikonvulsan (misalnya
topiramate dan divalproex) dapat efektif sebagai agen profilaksis nyeri kepala
tipe cluster, sekalipun mekanisme kerjanya belum jelas17,18,23
Kortikosteroid sangat efektif dalam menghentikan siklus nyeri kepala tipe
cluster dan mencegah rekurensi nyeri. Prednison dosis tinggi diberikan untuk
beberapa hari pertama, diikuti dengan penurunan dosis secara gradual.
Mekanisme kerjanya masih belum jelas.17,18,23
Anti depresan tricyclic lebih berguna sebagai profilaksis jenis nyeri kepala
yang lain.17,18

TENSION TYPE HEADCHE

1. Definisi
Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan
(pressing/ squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak
diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai
(atau minimal) mual dan/ atau muntah, fotofobia atau fonofobia.

2. Patofisiologi
Pada TTH kontraksi otot yang terus menerus akan menyebabkan turunnya
perfusi darah dan lepasnya substansi pemicu nyeri (laktat, asam piruvat dan
sebagainya). Substansi substansi ini kemudian menstimulus saraf yang kemudian
akan menghasilkan sensasi nyeri pada otot dan ligamen yang dipersarafi. Nyeri
akan bersifat tumpul. Pada TTH, nyeri muncul pada otot leher belakang di daerah
oksipital. Pada waktu yang bersamaan, nyeri akan menjalar melewati sisi kiri dan
kanan kepala atau melewatu sisi retroorbita. Oleh karena itu nyeri juga dapat
dirasakan pada daerah tersebut. Sementara otot dan ligamen yang tidak terlalu
banyak mendapat persarafan, sensasi yang akan dirasakan adalah pegal.40
3. Manifestasi Klinis
TTH dirasakan di kedua sisi kepala sebagai nyeri tumpul yang menetap
atau konstan, dengan intensitas bervariasi, juga melibatkan nyeri leher.Nyeri
kepala ini terkadang dideskripsikan sebagai ikatan kuat di sekitar
kepala.Nyeri kepala dengan intensitas ringan–sedang (nonprohibitive) dan
kepala terasa kencang. Kualitas nyerinya khas, yaitu: menekan (pressing),
mengikat (tightening), tidak berdenyut (nonpulsating). Rasa menekan, tidak
enak, atau berat dirasakan di kedua sisi kepala (bilateral), juga di leher,
pelipis, dahi.Leher dapat terasa kaku.TTH tidak dipengaruhi aktivitas fisik
rutin.Dapat disertai anorexia, tanpa mual dan muntah.Dapat disertai
photophobia (sensasi nyeri/tidak nyaman di mata saat terpapar cahaya) atau
phonophobia (sensasi tak nyaman karena rangsang suara).TTH terjadi dalam
waktu relatif singkat, dengan durasi beruba-rubah (TTH episodik) atau terus-
menerus (TTH kronis). Disebut TTH episodik bila nyeri kepala berlangsung
selama 30 menit hingga 7 hari, minimal 10 kali, dan kurang dari 180 kali
dalam setahun. Disebut TTH kronis bila nyeri kepala 15 hari dalam sebulan
(atau 180 hari dalam satu tahun), selama 6 bulan.Penderita TTH kronis sangat
sensitif terhadap rangsang.26,33
4. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah reduksi frekuensi dan intensitas
nyeri kepala (terutama TTH) dan menyempurnakan respon terhadap terapi
abortif.30
Tabel 1 Terapi Akut Tension Type Headache30

Medikamentosa Dosis Level Rekomendasi

Parasetamol/asetaminofen 500-1000 mg A

Aspirin 500-1000 mg A

Ibuprofen 200-800 mg A

Ketoprofen 25-50 mg A

Naproxen 375-550 mg A

Diclofenac 12,5-100 mg A

Caffeine 65-200 mg B

Tabel 2 Terapi Preventif Non Farmakologis Tension Type Headache30

Terapi Level Rekomendasi

EMG (electromyography) biofeedback A

Cognitive-behavioral therapy C
Pelatihan relaksasi C

Terapi fisik C

Intervensi nonfarmakologis misalnya, latihan relaksasi, relaksasi


progresif, terapi kognitif, biofeedback training, cognitive-behavioural
therapy, atau kombinasinya. Solusi lain adalah modifikasi perilaku dan
gaya hidup. Misalnya: istirahat di tempat tenang atau ruangan gelap.
Peregangan leher dan otot bahu 20-30 menit, idealnya setiap pagi hari,
selama minimal seminggu. Hindari terlalu lama bekerja di depan
komputer, beristirahat 15 menit setiap 1 jam bekerja, berselang-seling,
iringi dengan instrumen musik alam/klasik. Saat tidur, upayakan dengan
posisi benar, hindari suhu dingin. Bekerja, membaca, menonton TV
dengan pencahayaan yang tepat.26,30,38
Tabel 3 Terapi Preventif Tension Type Headache30

Medikamentosa Dosis Harian Level Rekomendasi

Amitriptyline 30-75 mg A

Mirtazapine 30 mg B

Venlafaxine 150 mg B

Clomipramine 75-150 mg B

1. DEFINISI
Neuralgia Trigeminal adalah gangguan yang terjadi akibat kelainan dari
nervus cranialis ke-5 yaitu nervus trigeminal dan dikenal juga sebagai tic
douloureux. Gangguan dari nervus trigeminal dapat dirasakan sebagai rasa
tajam dan tertusuk pada pipi, bibir, dagu, hidung, dahi, maupun gusi pada salah
satu sisi wajah (unilateral). Rasa nyeri dapat terjadi dalam hitungan detik
sampai sekitar 2 menit. Dan episode nyeri ini dapat berlangsung dalam
beberapa minggu hingga beberapa tahun. 46,47
Rasa nyeri ini dapat distimulasi oleh berbagai macam hal seperti
mengunyah atau menyentuh area area tertentu yang terlokalisasi pada wajah
(triggerr zone) Trigger zone biasanya di plika nasolabialis dan atau dagu.
Neuralgia Trigeminal merupakan salah satu bentuk nyeri neuropatik, dimana
nyeri neuropatik ditandai dengan adanya kerusakan saraf.51
2. KLASIFIKASI
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan
Neeuralgia Trigeminal klasik dan Neuralgia Trigeminal simptomatik. Termasuk
Neuralgia Trigeminal klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum
diketahui ( idiopatik ) Sedangkan Neuralgia Trigeminal simptomatik dapat
akibat tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. 41. Perbedaan
neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik
A. Neuralgia Trigeminus Idiopatik.
1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang
maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul
antara beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap
dibanding laki-laki.

B. Neuralgia Trigeminus simptomatik.


1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus
atau nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul
kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak
terbatas pada golongan usia.51

3. ETIOPATOFISIOLOGI.
Patofisiologi dari trigeminal neuralgia ini dibagi menjadi mekanisme sentral
dan mekanisme perifer.42Mekanisme perifer yang terjadi antara lain
Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V, Ditemukannya malformasi
vaskular pada beberapa penderita Neuralgia Trigeminal, Adanya tumor dengan
pertumbuhan yang lambat, Adanya proses inflamasi pada N.V. 42 Mekanisme
sentral sebagai penyebab Neuralgia trigeminal salah satunya adalah multiple
sclerosis dimana terjadi demielinisasi secara meluas sehingga dapat mengenai
saraf trigeminus. Biasanya tidak ada lesi yang spesifik pada nervus trigeminus
yang ditemukan.42
Teori patofisiologi yang dipakai pada saat ini adalah kompresi pada nervus
trigeminus.46 Teori kompressi nervus trigeminus ini diungkapkan sebagai
berikut. Neuralgia trigeminal dapat disebabkan karena pembuluh darah yang
berjalan bersama nervus trigeminus menekan jalan keluar cabang cabang
nervus trigeminus pada batang otak, misalnya foramen ovale dan rotundum.
Penekanan yang paling sering terdapat pada ganglion gasseri, yaitu ganglion
yang mempercabangkan 3 ramus nervus trigeminus. Pembuluh darah yang
berdekatan dengan ganglion gasseri tersebut akan menyebabkan rasa nyeri
ketika pembuluh darah tersebut berdenyut dan bersentuhan dengan ganglion.
Kompresi oleh pembuluh darah ini lama kelamaan akan menyebabkan mielin
dari nervus tersebut robek/ rusak.43 Seperti yang diketahui, mielin membungkus
serabut saraf dan membantu menghantarkan impuls dengan cepat. Sehingga
pada mielin yang rusak, selain penghantaran impuls tidak bagus, akan terjadi
rasa nyeri sebagai akibat dari kerusakan jaringan mielinnya.49
Teori ini dibuktikan melalui bukti bukti bahwa ketika dilakukan
pemeriksaan penunjang, didapatkan adanya kompresi sekitar 80-90% kasus
pada arteri di area perjalanan nervus trigeminus, dan rasa nyeri pada kasus ini
hilang ketika dilakukan operasi dengan metode dekompresi pembuluh darah.
Sedangkan pada multiple sclerosis dapat pula terjadi neuralgia trigeminal
karena adanya proses demielinisasi dari sistem saraf pusat sehingga dapat
mengenai nervus trigeminus.43,48 Pada orang yang menderita tumor yang
mengenai nervus trigeminus, dapat pula terjadi neuralgia karena tumor
menekan nervus trigeminus. Mielin yang rusak dapat menyebabkan degenarasi
akson sehingga terjadi kerusakan saraf secara menyeluruh. Kerusakan mielin
ini juga mempengaruhi hilangnya sistem inhibisi pada saraf tersebut, sehingga
impuls yang masuk tidak diinhibisi dan terjadi sensibilitas yang lebih kuat dari
yang seharusnya dirasakan.43

5. GEJALA KLINIS DAN FAKTOR RESIKO


Gejala klinis yang dirasakan bervariasi bergantung dengan tipe yang
dirasakan. Sensasi yang dapat muncul antara lain rasa nyeri, tertusuk, terbakar
scara tiba tiba pada wajah, dapat muncul secara mendadak. Setelah rasa nyeri
biasa disertai dengan periode bebas nyeri. Rasa ini dapat muncul oleh
rangsangan pada triger zone yang biasa dilakukan pada saat menyikat gigi,
mengenakan makeup, shaving, cuci muka, bahkan pada saat ada getaran ketika
sedang berlari atau berjalan. Rasa nyeri dapat berlangsung detik hingga menit.
serangan – serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.51,47
Gejala yang dirasakan pada Neuralgia trigeminal tipe I (klasik) biasanya
mempunyai periode remisi yang cukup lama, sedangkan pada neuralgia
trigeminal tipe II (atipikal) periode remisi biasanya jarang dan lebih susah
untuk diterapi..

6. DIAGNOSIS
Neuralgia trigeminal didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan
neurologis terhadap nervus trigeminus. Pada saat ini belum ada tes yang dapat
diandalkan dalam mendiagnosa neuralgia trigeminal. Diagnosa neuralgia
trigeminal dibuat berdasarkan anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan
fisik yang cermat. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi
nyeri , kapan dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan
lamanya , respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain
seperti ada penyakit herpes atau tidak, dsb.43
Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada
cabang mandibularis atau maksilaris.
2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa
menikam atau membakar.
3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral..
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan,
mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area
picu dapat ipsilateral atau kontralateral.
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.42
Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi
serangan, penderita tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak
normal. Reflek kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga
cabang nervus trigeminus bilateral.Membuka mulut dan deviasi dagu untuk
menilai fungsi otot masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot
pterygoideus.Pada neuralgia trigeminal biasa didapatkan sensibilitas yang
terganggu pada daerah wajah.46,52
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT scan kepala atau MRI
kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor
yang tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan
alat ini dapat dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat
mendeteksi tumor yang masih kecil, MRI juga diindikasikan pada penderita
dengan nyeri yang tidak khas distribusinya atau waktunya maupun yang tidak
mempan pengobatan.43
Indikasi lain misalnya pada penderita yang onsetnya masih muda, terutama
bila jarang – jarang ada saat – saat remisi dan terdapat gangguan sensisibilitas
yang obyektif. Selain itu harus diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang klasik
dengan hanya sedikit atau tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa merupakan
gejala – gejala dari tumor fossa posterior.

8. PENALAKSANAAN
A. Terapi Farmakologik.
Dalam guidline EFNS ( European Federation of Neurological Society )
disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 200-1200mg
sehari ) dan oxcarbazepin ( 600 1800mg sehari ) sebagai terapi lini pertama.
Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin. (5) Melihat
dari tipe nyerinya, dapat pula diberikan gabapentin yang biasanya diberikan
pada nyeri neuropati. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi
sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan
frekwensi serangannya43
B. Terapi non Farmakologik.
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang
tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka
diperlukan terapi pembedahan51
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,
dan dekompresi mikrovaskuler. Dekompresi Mikrovaskular dilakukan dengan
memberi pemisah (dapat menggunakan tampon atau pad) antara pembuluh
darah dan nervus yang bersentuhan. Prosedur ini harus dilakukan kraniotomi
suboksipital pada fossa posterior (di belakang telinga). Prosedur ini
kelebihannya adalah biasanya fungsi sensorik hampir dapat kembali sempurna
tanpa meninggalkan rasa kram atau tebal pada wajah.47

Adapula tindakan operatif lainnya yang dikenal dengan sensory rhizotomy.


Prinsip operasi ini adalah memutuskan hubungan impuls antara nervus
trigeminus dengan otak. Tekniknya dilakukan dengan memotong ganglion
gasseri secara permanen. Namun teknik ini akan meneybabkan muka mati rasa
secara total, jadi teknik ini hanya dilakukan apabila segala teknik operasi dan
segala terapi farmakologik tidak berhasil dilakukan.47
Teknik operasi lain yang dapat dilakukan contohnya adalah gangliolisis.
Gangliolisis dilakukan dengan menggunakan cairan gliserol yang dimasukkan
melaui foramen Ovale untuk menuju ke ganglion gasseri. Gliserol yang
dimasukkan, akan merusak serabut serabut saraf baik yang bermielin maupun
tidak. Teknik ini ditujukan untuk menghancurkan nervus yang menghantarkan
nyeri.47
Teknik operasi yang dapat pula dilakukan adalah radiofrequency rhyzotomy.
teknik ini mirip dengan menggunakan gliserol, hanya bedanya yang
menghancurkan serabut saraf pada teknik ini adalah radiasi panas yang
dimasukkan pada area ganglion gasseri. Tujuannya sama yaitu menghancurkan
serabut atau ganglion yang menghasilkan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Grosberg BM, Friedman BW, Solomon S. Approach to the Patient with


Headache in Robbins MS, Grosberg BM, Lipton RB (Eds), Headache.
Hong Kong, Wiley Blackwell: 2013. p. 16-25.
2. Kelompok Studi Nyeri Kepala PERDOSSI. Diagnostik dan
Penatalaksanaan Nyeri Kepala. Airlangga University Press : 2013. p. 1 –
44
3. Magazi DS, Manyane DM. Tension Type Headaches: A Review. South
African Family Practice 57 (1): 2015. p. 23-28.
4. Zakrzewska JM. Cluster Headache: Review of the Literature. British
Journal of Oral and Maxillofacial Surgery 2001: 39, 103–113.
5. Adams and Victor’s Neurology.
6. Gilroy, J. Basic neurology. 3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-
126.
7. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related
headache. [Internet]; 2010 Mar 29 [cited 2013 February 14]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
8. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston:
McGraw Hill. 2007. p 289
9. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup.
[Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2013 February 14]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis
10. CURRENT Diagnosis & Treatment in Family Medicine.
11. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-
Hill. 2006.
12. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited
2013 February 14]. Available from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2
.htm
13. Blanda, M. Migraine headache. [Internet]; 2010 Jul 12 [cited 2013
February 14]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/792267-overview
14. Chawla J. Migraine headache: Follow-up. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited
2013 February 14]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-followup
15. Leroux E, Ducros A. Cluster headache. In: Orphanet Journal of Rare
Diseases; BioMed Central Ltd. Published on 23 July 2008.
http://www.orjd.com/content/3/1/20
16. Forshaw M. Understanding headache and migraine. p.33. America: John
Wiley & Sons, Ltd.
17. Ashkenazi A; Schwedt T. Cluster headache acute and prophylactic
theraphy. USA: Wiley Periodicals, Inc; 2011.
18. Mauskop A. Headache. In: Oken BS, editor. Complementary Theraphies in
Neurology. p. 284. London: Parthenon Publishing Group; 2005.
19. Blande M. Cluster headache. In: MedScape reference. Updated: April, 8
2014. http://emedicine.medscape.com/article/1142459-overview#a0104
20. Brainstem. In: Baehr M, Frotscher M, editors. Topical Diagnosis in
Neurology. 4th edition. p. 160-7. Stutgard: Thieme; 2005.
21. Anonym. The International Clasification of Headache Disorders. In:
Cephalalgia International Journal of Headache. p. 629-808. UK: SAGE
Publication; 2013.
22. Anonym. Headache. In: Lerner AJ. Diagnostic Criteria in Neurology. p.
113. New Jersey: Humana Press; 2006.
23. Matharu M. Cluster headache. In: Clinical evidence. p. 1-39. BMJ
Publishing Group Ltd; 2009.
24. International Association for the Study of Pain. Epidemiology of
Headache. In: Global Year Against Headache.2012
25. Binder MD, Hirokawa N, Windhorst U (Eds.). Encyclopedia of
Neuroscience. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2010
26. Ravishankar K, Chakravarty A, Chowdhury D, Shukla R, Singh S.
Guidelines on the diagnosis and the current management of headache and
related disorders. Ann Indian Acad Neurol. 2012
27. Crystal SC, Grosberg BM. Tension-type headache in the elderly.Curr Pain
Headache Rep. 2010
28. International Headache Society. Tension Type Headache (TTH). Journal
Of International Headache Society.2010
29. Lubis, I. Tension Type Headache. Medan : Universitas Sumatera
Utara.2012
30. Bendtsen L, Fernández-de-la-Peñas C. The role of muscles in tension-type
headache. Curr Pain Headache.2011
31. Vanderah TW. Pathophysiology of Pain. The Medical Clinics of North
America. Med Clin N Am. 2007
32. Chen Y. Advances in the Pathophysiology of Tension-type Headache:
From Stress to Central Sensitization. Current Pain & Headache Reports
2009
33. Fernandez-de-las-Penas C, Lars Arendt-Nielsen L, Robert D. Gerwin RD
(Eds). Tension-Type and Cervicogenic Headache: Pathophysiology,
Diagnosis, and Management. Jones and Bartlell Publishers. USA. 2010.
34. Frishberg BM, Rosenberg JH, Matchar DB, et al. Evidence-based
guidelines in the primary care setting: neuroimaging in patients with
nonacute headache. 2013
35. Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis (SPM) Neurologi. Jakarta:
PERDOSSI.2016
36. Kjersti Aaseth, Ragnhild Berling Grande, et al. Pericranial tenderness in
chronic tension-type headache: the Akershus population-based study of
chronic headache.2014
37. Bendtsen L, Evers S, Linde M, et al. EFNS (European Federation of
Neurological Societies) guideline on the treatment of tension-type
headache: report of an EFNS task force. Eur J Neurol 2010
38. Kaniecki RG. Tension-Type Headache. Continuum Lifelong Learning
Neurol.2012
39. Tension Headache[Internet]. [Place unknown]:University of Maryland
Medical Center;2013 [updated 2013 May 7; cited 2019 September 14]
Available from: http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/tension-
headache
40. Tiara Aninditha, Winnugroho W, Buku Ajar Neurologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2014
41. Nurmiko, T.J, et al. Trigeminal Neuralgia-Patophysiology, diagnosis, and
current treatment. British Journal of Anaesthesia. United Kingdom : 2011
42. Joffroy, A, et al. Trigeminal neuralgia Pathophysiology and treatment.
Dept. of Neurosurgery, Erasmus Hospital, University of Brussels (ULB).
Belgium : 2001
43. Siddiqui, Meraj N, et al. Pain Management : Trigeminal Neuralgia.
Hospital Physician : 2003
44. G. Gronseth, G. Cruccu, J. Alksne, et al. Practice Parameter: The
diagnostic evaluation and treatment of trigeminal neuralgia (an evidence-
based review). American Academy of Neurology. United States : 2008
45. Zakrzewska JM. Diagnosis and differential diagnosis of trigeminal
neuralgia.Clin J Pain. 2002.
46. Krafft, Rudolph M. Trigeminal Neuralgia. Northeastern Ohio Universities
College of Medicine, Rootstown. Ohio : 2008
47. Tew, John. Trigeminal Neuralgia. Mayfield Clinic. Ohio : 2013
48. Mathews, Marlon S, et al. Trigeminal Neuralgia: Diagnosis and
Nonoperative Management. 2010 ; 163-5
49. Benetto, Luke, et al. Trigeminal neuralgia and its management. Institute of
Clinical Neurosciences, University of Bristol, Frenchay Hospital, Bristol :
2007
50. Levivier, M. Trigeminal Neuralgia Pathophysiology and Treatment.
Erasmus Hospital. Belgium : 2001
51. Sunaryo, Utoyo. Neuralgia Trigeminal. PDGI Probolinggo. Indonesia :
2010
52. Lumbantobing, S. M, et al. Neurologi Klinik – Pemeriksaan Fisik dan
Mental. 2012 ; 51-53

Anda mungkin juga menyukai