Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

30 September tahun 2009, terjadi bencana alam yang masih menjadi


kenangan pahit bagi masyarakat Sumatra Barat. Jumlah korban tewas akibat
bencana tersebut mencapai 1.195 jiwa dengan perincian Kota Padang 383 jiwa,
Kabupaten Padang Pariaman 666 jiwa, Kota Pariaman 48, Kabupaten Pesisir
Selatan 11 jiwa, dan Kabupaten Agam 81 jiwa. Penyebab utama dari jumlah yang
besar ini akibat kerusakan stukrur rumah warga dan bangunan infrastruktur lainya.
Tercatat total rumah masyaraklat yang rusak berat sebanyak 119.005 unit, rusak
sedang 73.733 unit, dan rusak 78.802 unit[1].

Sekitar 71 persen wilayah bumi ini terdiri atas laut dan samudera, atau dengan
kata lain berupa air. Lempeng-lempeng bumi ini sebenarnya adalah bagian dari
kerak bumi yang terdiri atas berbagai jenis bebatuan. Efek dari pergeseran itu
adalah berupa getaran yang disebut gempa. Gempa terjadi karena ada perpindahan
massa dalam lapisan batuan bumi. Kekuatan suatu gempa bergantung pada jumlah
energi yang terlepas, saat terjadi pergeseran dan tumbukan. Pergeseran tersebut
memang memungkinkan terjadinya tumbukan. Ada kalanya pergeseran itu
menyebabkan perubahan bentuk yang tiba-tiba, sehingga terjadi ledakan dan
paaman yang menimbulkan gempa hebat yang disebut sebagai gempa tektonik.

Melihat kondisi tersebut maka perlu dilakukan antisipasi sedini mungkin.


Salah satunya adalah dengan merancang bangunan atau rumah yang aman terhadap
gempa, dan mengetahui teknik membangun rumah. Bertolak dari keadaan itulah
maka adanya sebuah sistem bangunan yang sederhana yang diharapkan mampu
beraman terhadap pengaruh gempa bumi yaitu sistem AOV (Absortion Of
Vibration)[2]. Suatu sistem dimana secara strukturnya tidak mengubah konstruksi,
melainkan hanya menambah sebuah sistem agar bangunan aman terhadap gempa.

Rumah aman gempa sistem AOV ini secara struktur tidak mengubah
konstruksi, melainkan hanya menambahkan sebuah sistem agar bangunan aman
terhadap gempa bumi. Sistem AOV berfungsi hanya untuk memperkecil getaran
gempa yangtimbul pada konstruksi bangunan. Jika terjadi gempa, hanya pondasi
sajalah yang akan mendapat getaran kuat, sedangkan untuk bangunan diatas
pondasi akan berkurang getarannya. AOV menjadi salah satu pilihan terbaik bagi
pembangunan rumah aman gempa di Indonesia terutama daerah Sumatra Barat,
selain tidak perlu membuat desain baru seacara keseluruhan, harga dan pengerjaan
yang ditawarkan pun sangat murah dan terjangkau, sehingga hal ini akan sangat
cocok dengan kondisi daerah Suamatra Barat yang rawan gempa.

Dalam makalah ini, akan dijelaskan bagaimana konsep pembangunan rumah


aman gempa dengan penerapan sistem AOV pada bangunan rumah tipe 36, dengan
2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dilengkapi dengan ruang tengah dan dapur terpisah.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah :

1. Bagaimana cara merancang rumah sederhana aman gempa dengan


sistem AOV.
2. Spesifikasi teknis apa saja yang dibutuhkan untuk membangun rumah
sederhana aman gempa dengan sistem AOV.

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Sebagai prasyarat pada perlombaan desain rumah aman gempa nasional


disaster management event V oleh KOSBEMA Universitas Andalas
2018.
2. Memberikan gambaran umum dan teknis mengenai pembangnan rumah
aman gempa pada masyarakat.
3. Mengenalkan pada masyarakat sistem AOV (Absortion Of Vibration)
yang efektif mengurangi dampak gempa bumi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Rumah Aman Gempa Berbasis AOV

Konsep bangunan tahan gempa pada dasarnya adalah upaya untuk membuat
seluruh elemen rumah menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tidak lepas/runtuh
akibat gempa. Penerapan konsep tahan gempa antara lain dengan cara membuat
sambungan yang kuat diantara berbagai elemen tersebut serta pemilihan material
dan pelaksanaan yang tepat. Konsep rumah contoh yang dikembangkan Kantor
Menteri Negara Riset dan Teknologi (KMNRT) tidak hanya mengacu kepada
konsep desain tahan gempa saja, akan tetapi mencakup konsep pemanfaatan
material setempat, budaya masyarakat dalam membangun rumah, serta aspek
kemudahan pelaksanaan.

Mengacu dari konsep yang ada, sistem AOV (Absortion Of Vibration)


berfungsi untuk mengurangi getaran berlebih pada bangunan, sehingga
ditambahkan peredam berupa rubbber / karet pada tiap sambungan rumah.
Perancangan rumah dalam makalah ini berupa rumah dengan ukuran 8x7 meter2
dengan denah sebagai berikut.

Gambar 2.1 Denah rumah aman gempa


2.1.1 Pondasi dan Balok Sloof Bangunan.

Pondasi sistem menerus dibuat dengan batu kali yang mengelilingi seluruh
bagian rumah, ditambah bagian tengah terdapat kolom yang permukaanya dipelebar
dengan ukuran 40cm x 40 cm. Penambahan rubber dilakukan pada setiap
sambungan pondasi.

Gambar 2.2 Tampak pondasi

Gambar 2.3 Tampak struktur pondasi


Untuk kolom, buatkan lubang kotak yang berukuran 13 cm x 13 cm sehingga
lebar lubang menjadi 13 + 4 + 4 cm (4 cm adalah penjumlahan tebal styrofoam 1,5
cm dan ketebalan beton deking 2,5 cm = 4 cm). jadi, ukuran lubang menjadi 21 cm
x 21 cm dengan kedalaman 10 cm. Permukaan lubang kotak juga diberi pasangan
pecahan keramik dengan permukaan yang licin dibagian atas. Adukan semen-pasir
untuk pasangan batu kali di bagian kotak lubang dibuat dengan perbandingan 1
semen : 2 pasir. Alternatif lain dapat dibuatkan cincin beton berdiamer 8mm yang
dipasang sebanyak tiga buah, kemudian kotak dicor. Pasang rangkaian besi sloof
diatas pondasi batu kali.

Pada setiap pertemuan antara besi kolom dengan besi ring balok harus
diperhatikan adanya pejangkaran pada tiap ujung besi kolom dan ujung besi ring
balok. Panjang penjangkaran yang disarankan adalah sepanjang 40 kali diameter
besi yang dipakai. Misalnya, besi yang dipakai adalah 8 mm maka panjang
penjangkarannya sebesar 40 mm × 8 mm = 320 mm atau 32 cm. Penjangkaran pada
sistem struktur sangat berperan penting untuk menahan getaran gempa pada sebuah
bangunan. Panjang penjangkaran sangat berperan terhadap ketahanan bangunan
pada waktu terjadi gempa. Selama ini dalam membangun sebuah rumah banyak
pekerja mengabaikan persyaratan panjang penjangkaran besi. Akibatnya, ikatan
antara besi kolom dengan besi balok atau ring balok tidak memenuhi persyaratan
konstruksi.

2.1.2 Dinding Bangunan

Pemasangan dinding dapat dibuat dengan batu bata, bata celcon atau hebel,
bata kapur, atau batako. Untuk sebuah bangunan yang baik dan tahan terhadap
gempa, disarankan menggunakan batu bata merah. Dinding berbahan batu bata
merah akan mampu menahan daya tahan terhadap gempa. Untuk kesempurnaan,
pada rancangan rumah ini bata di lapisi dengan kawat ayam sebelum diplester dan
diaci sehingga konstruksi bangunan yang dihasilkan lebih kuat. Ketika pemasangan
dinding telah selesai, konstruksi ring balok dipasang untuk menutup pasangan
dinding.
Gambar 2.4 Tampak struktur dinding

Untuk pemasangan dinding bata, diperlukan adanya angkur dinding. Fungsi


angkur adalah untuk memegang dinding agar tetap berdiri selama terjadi getaran
gempa. Selain itu, angkur bata juga berfungsi untuk mentransfer gaya gempa. Jika
dinding mengalami kerusakan, kerusakan hanya terjadi pada daerah angkur saja.
Pemasangan angkur biasanya dilakukan setelah bekesting dipasang. Angkur dapat
memakai besi berdiameter 8 mm. Panjang dari tepi kolom minimal 30 cm. Angkur
dipasang pada kolom yang akan dipasangi dinding bata. Jarak antar angkur adalah
pada setiap 5 - 8 susun pasangan bata.

Pada dinding yang memiliki luas 9 m2 atau kurang tidak memerlukan


penambahan kolom pengaku (kolom praktis). Namun, pada dinding yang luasnya
melebihi 9 m2 harus dipasangi sebuah kolom penguat. Misalnya, panjang dinding
di ruang tamu 4 m dan tinggi 3 m. Berarti luas dinding adalah sebesar 4 m x 3 m
=12 m2. Oleh karena luasnya lebih dari 9 m2 maka diperlukan sebuah kolom praktis
untuk pengaku dinding di tengah -tengah.

Pada kasus lain untuk sebuah dinding yang luasnya lebih dari 9 m2 , misalnya
panjang dinding 5 m dan tinggi dinding 5 m, total luas dinding adalah 5 m x 5 m =
25 m2. Untuk kasus seperti ini dinding memerlukan tambahan sebuah kolom praktis
dan sebuah balok beton praktis yang dipasang di tengah-tengah dinding. Dengan
demikian di dapat luasan dinding sebesar 2,5 m x 2,5 m =6,25 m2 (lebih kecil dari
9 m2). Tidak semua dinding harus ditambahkan balok di tengahtengahnya. Untuk
dinding yang mempunyai ketinggian lebih dari 5 m, penambahan balok harus
dilakukan dengan perhitungan struktur

Pada bagian kusen, terutama di atas pintu atau jendela yang lebar (60 - 80 cm)
diperlukan pasangan rollag batu bata. Sementara untuk kusen yang mempunyai
lebar lebih dari 1 m harus ditambahkan balok beton di atas kusen. Balok beton ini
harus masuk kedalam kolom jika lebar kusen 3 - 4 m. Jika lebar hanya 1,5 m, di
kedua sisi kusen dibuatkan kolom penjepit kusen dan di atas kusen tetap dibuatkan
balok beton.Sesungguhnya adanya bukaan pada dinding akan melemahkan dinding
dari kerusakan jika ada gempa. Karena diperlukan bagian terbuka dari sikulasi
udara, keluar masuknya penghuni, dan pemasukan cahaya maka dibuatlah jendela
atau pintu. Adanya bukaan pada bidang dinding harus diimbangi dengan perkuatan
berupa tambahan kolom penguat dan balok beton penguat.

2.1.3 Atap Bangunan

Atap merupakan bagian penting dalam pembangunan rumah tahan gempa,


dengan memilih struktur yang tepat, maka rumah yang akan dibagung cenderung
lebih tahan gempa. Konsepnya, semakin ringan bahan atap, maka rumah akan
semakin taha gempa, namun perlu diperhatikan bahwa sekedar ringan juga salah,
kekuatanya harus diperhatikan agar tidak membahayakan penghuninya.
Penggunaan baja ringan saat ini menjadi pilihan utama dalam pembangunan rumah
aman gampa, selain karena ringan, bahan ini juga kuat dalam menahan atap rumah.

Jarak ideal dari rangka atap kayu ke rangka atap lain berbahan genting tanah
atau genting beton adalah 3,5 m. Jika dipaksakan dengan jarak 4 m, gordingnya
harus berukuran besar, minimal 8 cm x 15 cm. Jika ukuran gording lebih kecil,
misalnya 8 cm x 12 cm, kemungkinan besar atap akan melendut ke bawah.
Lendutan ini dapat berakibat atap mudah bocor atau tampias. Bahkan dapat
berakibat runtuhannya rangka atap.
Didalam dunia konstruksi, ada 2 perlakuan khusus untuk pengangkuran
rangka atap pada balok atap beton (ring balok). Rangka atap baja atau rangka atap
kayu sama saja perlakuannya. Di dua tempat, pertemuan balok beton dengan rangka
atap harus memakai angkur besi. Pertemuan antar balok beton dengan rangka atap
disebut tumpuan. Salah satu tumpuan harus diikat “mati”, disebut tumpuan sendi.
Sementara tumpuan yang satu lagi diikat dengan ikatan yang bersifat fleksibel atau
dapat bergerak dengan batasan tertentu dengan penerapan sistem AOV. Jika terjadi
gempa, kedua sistem sendi ini dapat bergerak secara elastis mengikuti goyangan
gempa dan tidak merusak dinding. Namun, jika kedua ujung tumpuannya diangkur
mati, kemungkinan besar dinding akan runtuh akibat goyangan rangka atap.

Gambar 2.5 Tampak struktur atap baja

2.2 Rancangan Anggaran Belanja

Dibuat pake exel besok


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah :

 Kekenyalan struktur sangat ditekankan sekali untuk mencegah keruntuhan


bangunan.
 Gaya gempa hanya dapat ditahan oleh sistem struktur yang menerus (jalur
lintasan gaya yang menerus) dari puncak bangunan sampai ke tanah.
 Kelemahan struktural, bahan yang lemah dan rapuh, sambungan yang
kurang baik, dan kesalahan dalam perencanaan dapat mengurangi
kemampuan bangunan dalam menahan beban horizontal.
 Pada saat terjadinya gempa sedang hingga berat, kerusakan pun dapat terjadi
pada bangunan-bangunan yang dirancang dengan baik. Bangunan harus
dirancang dangan baik sehingga tidak runtuh walaupun mengalami
kerusakan.
 Bahan berat seperti genteng akan menyebabkan beban lebih besar daripada
bahan yang lebih ringan.

3.2 Saran

 Agar menghindari bangunan dari gempa sebaiknya perletakan rumah pada


tempat yang aman misalnya jauh dari tebing untuk menghindari terjadinya
longsor apabila terjadi gempa.
 Hindari penggabungan elemen-elemen berbeda type agar bisa lebih
menahan beban dari arah yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

[1] https://edukasi.kompas.com/read/2009/10/28/11141045/1.195.Tewas.4.8.Tri
liun.Kerugian.Gempa.Padang. (diakses 19 April 2018)
[2] Sahay, Nugraha Sagit. “Penerapan Bentuk Desain Rumah Tahan Gempa”. ISSN
1907-8536. Volume 5 Nomor 1 Juli. 2010.
[3] Widjanarko, Agoes. “Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan
Gempa”. Juni 2010. Cipta Karya : Jakarta.
[4] Gregory, A. J. Szakats. “Meningkatkan Daya Tahan Terhadap Gempa Pada Gedung
Kecil, Rumah, dan Prasarana Daerah”. www.acconsulting.co.nz . Wellington,
New Zealand.

Anda mungkin juga menyukai