DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI REMAJA BULLYING
1.1 Latar Belakang
Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa (Austiani,2006). Dalam Potter & Perry (2005), remaja juga mengalami perubahan meliputi fisik, kognitif, sosial, dan emosional. Seorang remaja akan berhasil melewati tugas perkembangan jika remaja tersebut dapat bertahan dengan kondisi lingkungannya. jika hal ini tidak terpenuhi remaja akan merasa tertekan, depresi bahkan dapat berkahir dengan bunuh diri. WHO menyatakan bahwa depresi akan menjadi penyebab kematian kedua setelah kardiovaskuler pada tahun 2020. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, persetase remaja di Indonsia akan mengalami depresi dan gangguan kecemasan sebanyak 11.6% atau sekitar 19 juta orang. Sementara yang mengalami gangguan mental serius terdiri dari 0.46 % atau sekitar 1 juta orang (Ramadhani,2013). Gangguan depresi rentan dialami remaja (Dariyo,2004) Depresi pada remaja ditandai dengan adanya perubahan tingkat fungsi disertai dengan suasana perasaan depresi atau hilangnya minat untuk melakukan aktivitas. Remaja yang mengalami depresi akan merasa hampa, sendiri, dan kadang merasakan sakit yang tidak nyata (Rey,2002). Menurut Taylor (2006) stressor memiliki karakteristik tekanan bersifat negatif, tidak dapat dikendalikan, bersifat ambigu dan terlalu membebani. Remaja kerap mendapatkan tekanan di sekolah maupun di rumah. Menurut (Ramadhani,2013) remaja sering mendapatkan tekanan di sekolah, seperti kekerasan yang dilakukan guru, teman, maupun kakak kelas. Kekerasan atau bullying dapat menjadi stresor yang mengancam bagi seorang remaja, remaja akan dikucilkan dan mengakibatkan stres, frustasi dan kesedihan (Santrock,2003). Keluarga dapat berperan sebagai pemberi dukungan sosial yang dapat membantu individu ketika mendapatkan suatu masalah (Videbeck, 2008). Menurut Mazbow (2009) individu yang mendapatkan dukungan dari keluarga terlebih orangtua berupa dukungan sosial dapat lebih optitims dan mampu mengatasi stres. Namun, tidak semua remaja bisa mendapatkan dukungan sosial dari keluarga disebabkan kodisi keluarga yang brokenhome atau ketidakpedulian orangtua terhadap anaknya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalh dalam penlitian ini adalah bagaiamana dukungan keluarga dengan tingkat depresi remaja bullying ?.
Pembimbing : Keksi Girindra Swasti, S.Kep.Ns., M.Kep
PERILAKU MAKAN ORANGTUA TERHADAP TERJADINYA PICKY EATER PADA TODDLER
1.1 Latar Belakang
Usia toddler merupakan periode dimana merupakan periode tumbuh kembang atau dapat disebut dengan “golden age period” artinya perkembangan fisik, psikologi, sosial seorang anak dimulai sangat cepat dan tidak dapat terulang kembali (Anggraini,2014). Pada masa ini anak akan senang mencoba hal-hal yang baru dan mulai meniru perilaku dari orang yang berada didekatnya (Mascola et al,2010). Proses perkembangan dan pertumbuhan pada toddler dapat ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya makanan yang dikonsumsi setiap hari. Toddler membutuhkan asupan karbohidrat 75-90% , protein 10- 20%, lemak 15-20% (Sutomo dan Anggraini, 2010). Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak setelah kematian bayi dan angka kesakitan bayi. Masalah status gizi kurang pada usia toddler di Indonesia belum mengalami perbaikan. Salah satu penyebab terjadinya masalah kesehatan pada usia todler adalah picky eater. Picky eater atau kesulitan makan merupakan perilaku anak tidak mau atau menolak makan, atau sulit mengkonsumsi makanan atau minuman, mulai dari membuka mulut, mengunyah,dan menelan ( Judarwanto,2006 dalam Yuliani, 2016). Prevalensi picky eater di Indonesia sekitar 20%, 44.5% dari anak picky eater mengalami malnutrisi ringan, dan 79.2 % sudah mengalami picky eater selama 3 bulan (Priyanti, 2013). Menurut Anggraini (2014), picky eater terjadi pada usia 2,5 tahun - 4,5 tahun dan berisiko dua kali lebih besar pada anak yang mempunyai berat badan rendah pada usia 4,5 tahun dibandingkan anak yang tidak mengalami picky eater. Masalah pola makanan pada anak usia toddler yang mengalami picky eater dan penanganan yang salah oleh orangtua merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan status gizi kurang maupun gizi buruk yang terjadi di Indonesia (Kurniasih dalam Priynti, 2013). Namun, tanpa disadari perilaku orangtua seperti memilih-milih makanan juga menjadi penyebab anak menjadi picky eater. Hal ini dikarenakan pada usia toddler anak merupakan sosok peniru dari orang-orang terdekatnya. Apapun yang dilihat olehnya merupakan hal yang baik dan harus dicontoh, namun orangtua tidak berfikir jauh bahwa kebiasaan yang dirasa biasa-biasa saja bisa berdampak negatif pada anaknya (Mascola,2010). Melihat kondisi dan dampak yang dapat terjadi akibat sulit makan pada anak yang dapat mempengaruhi tahap tumbuh kembang anak, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian lebih lanjut apakah ada hubungan perilaku makan orangtua terhadap terjadinya picky eater pada toddler.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalh dalam penlitian ini adalah bagaiamana hubungan perilaku makan orangtua terhadap terjadinya picky eater pada toddler ?