Anda di halaman 1dari 4

C.

KENISCAYAAN BERIMAN DAN BERTAUHID


Ketika seseorang telah menyakini adanya pencipta alam semesta, lalu ia menemukan Islam
sebagai agama kebenaran dan mengharuskannya secara objektif harus ia pilih, maka
konsekuensi dari semua itu adalah seyogianya ia mewujudkannya di dalam keyakinan dan
perilakunya. Jika ia tidak bersikap demikian, maka ia telah mengingkari kebenaran itu
sendiri. Berikut ini akan dibicarakan hal-ihwal seputar keimanan.
Secara etimologi, iman artinya percaya. Oleh sebab itu, setiap ajaran Islam yang berhubungan
dengan kepercayaan disebut dengan iman. Dengan demikian, iman mengambil pusat
kesadarannya di dalam hati manusia. Para ulama memberikan terminologi iman dengan
beragam istilah. Namun demikian, disepakati bahwa keimanan itu diawali dengan
pengikraran seseorang terhadap asas keimanan tersebut dengan lisan (lidah), membenarkan
dengan sepenuh hati tanpa keraguan, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu
dengan anggota tubuh. Inilah kerangka dasar iman yang disepakati Ahli Sunnahwaal-
Jamaah.
Mengikrarkan dengan lisan berarti mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu bersaksi tiada
tuhan yang hak disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan
Allah.
Membenarkan dengan hati adalah meyakini sepenuhnya makna dua kalimat syahadat yang
diucapkannya dan segala ajaran-ajaran yang ditimbulkan syahadat tersebut. Dengan
demikian, ketika seseorang mengikrarkan dua kalimat syahadat tetapi ia tidak
menyakinididalam hatinya hakikat dari ikrarnya tersebut maka ia tergolong seorang munafik.
Orang munafik dalam hal keimanan lebih berbahaya dari orang kafir. Oleh karenanya Allah
menempatkan mereka di hari akhirat di dalam neraka yang paling bawah. Artinya, mereka
akan mendapatkan azab yang paling pedih. Allah berfirman dalam surah an-Nisa’ ayat 145 :

Merealisasikan tuntutan keimanan berarti tunduk dan patuh kepada segala ajaran-ajaran yang
ditimbulkan keimanan dengan cara melaksananakannya. Oleh sebab itu, ia akan
menempatkan ajaran-ajaran yang wajib pada kedudukan wajjb, ajaran-ajaran yang
sunnatpada kedudukan sunnat, larangan-larangan yang haram pada posisi haram, larangan-
larangan makruh (dibenci Allah) pada posisi makruh, dan hal-hal yang mubah (boleh) pads
kedudukan boleh dilaksanakan dan boleh ditinggalkan.
Syahadat kepada Allah memiliki 7 syarat. Diantaranya adalah :
1. Ilmu (al-‘ilm), yaitu mengetahui dan memahami maksud darj syahadat tersebut, yaitu
apa yang tiadakan (nafy) dan apa yang ditetapkan (itsbat). Artinya meniadakan yang
hak untuk disembah dari segala yang dituhankan dan diibadahi manusia (nafy)
menetapkan hanya Allah sebagai tuhan sebenarnya serta berhak untuk disembah
(itsbat).
2. Yakin (al-yaqin), meyakini dengan sesungguhnya tanpa sedikitpun keraguan atas apa
yang diikrarkan.
3. Menerima (al-qabul), menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat tersebut,
yaitu hanya menyembah Allah semata dan meninggalkan semua ibadah kepada selan-
nya. Karena itu, seorang yang telah menerima (al-qabul)syahdah tauhid tidak akan
melakukan ritual apapun yang berasal dari kesyirikan serta tidak mendukung dan
melanggenkannya.
4. Tunduk dan patuh (al-inqiyad), yaitu tunduk dan patuh terhadap kandungan dan
makna syahadat tauhid tersebut. Karena itu seorang yang bersyahadat tauhid tidak
akan membangkang terhadap titah Allah.
5. Jujur (ash-sidq), yaitu mengucapkan syahadat tauhid dengan hati yang tulus dan
membenarkannya. Karena itu, seorang yang berssyahadat tauhid tidak membedakan
antara yang diikrarkannya dengan yang ada di dalam hatinya.
6. Ikhlas (al-ikhlash), membersihkan amal hati, amal lisan, dan perbuatan dari segala
riya dan kesyirikan.
7. Cinta (al-mahabbah), yaitu menintai kalimat ini beserta segala isi dan
konsekuensinya. Seorang yang bersyahadat tauhid akan mencintai Allah dengan cinta
yang tulus dan bersih dari kesyirikan.

Syarat syahadat kepada Nabi Muhammad saw memiliki 6 syarat, yaitu :


1. Mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw dan menyakininya di dalam hati sebagai
utusan Allah kepada makhluknya, jin dan manusia.
2. Mengucapkannya dengan lisan sebagai suatu bukti pengakuan di dalam hati.
3. Mengikuti dan mengamalkan segala sunnah-sunnahnya sesuai dengan kedudukannya
di dalam hukum taklifi.
4. Membenarkan segala yang diinformasikannya, baik itu yang gaib maupun yang akan
terjadi pada masa yang telah lalu atau yang akan datang.
5. Mencintainya melebihi cinta kepada diri sendiri, keluarga, harta, dan seluruh makhluk
Allah.
6. Mendahulukan sabdanya yang shahih dari semua pendapat siapapun dari makhluk
Allah.
Sebagai seorang muslim ia harus mengetahui konsep ketuhanan di dalam Islam sesuai dengan
yang diajarkan agama ini. Di antara konsep terpenting dari agama Islam adalah tauhid.
Tauhid adalah meyakini keesaan Allah dalam rububiyah, ikhlas beribadah kepadanya,
menetapkan baginya nama-nama dan sifat-sifatnya, serta meyakini kesuciannya dari
kekurangan dan cacat. Mentauhidkan Allah berarti tidak menserikatkannya dengan sesuatu
apapun. Mentauhidkan Allah merupakan suatu sikap objektif dan adil. Sebab, pada hakikinya
hanya Allah lah Tuhan dan dia berhak untuk mendapatkan pengakuan sebagai tuhan dan
berhak untuk diibadahi setiap makhluknya. Dengan demikian, kesyirikan adalah sikap
subjektif yang keliru (jahil) dan kezaliman yang tiada tara.
Di dalam Islam tauhid tersebut dikenal tiga macam tauhid., yaitu tauhid rububiyah, tauhid
uluhiyyah, dan tauhid asma’ wa sifat.

1. Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah yaitu mengesankan Allah dalam segala perbuatan-Nya dengan
meyakini bahwa dia sendiri yang menciptakan seluruh makhluk. Allah berfirman
sebagaimana yang terdapat di dalam surah az-Zumar ayat 62 :

Di dalam ayat ini dipahami bahwa Allah penguasa alam dan pengatur dan pencipta
alam semesta. Karena itu Allah lah yang mengangkat dan menurunkan Dia yang
memuliakan dan menghina,serta Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia pengatur
perputaran siang dan malam dengan mencciptakan hukum-hukum dan sistemnya,dan
dia yang menghidupkan dan yang memetikan sesuai dengan kehendak dan ketetapan-
Nya. Dalam kaitan ini Allah berfirman : di dalam surah Ali’Imran ayat 26-27 :

Allah telah menafikan sekutu atau pembantu dalam kekuasaan-Nya sebagaimana dia
menafikan adanya sekutu dalam penciptaan dan pemberian rezeki.

Allah juga berfirman di dalam surah Luqman : 10-11 :

Selanjutnya surahh al-Mulk ayat 21


Selanjutnya, Allah menyatakan pula tentang keesaan-NyA dalam rububiyyah-Nya atas
alam semesta. Sebagaimana dijelaskan di dalam surah al-A’raf ayat : 54.

Allah menciptakan semua makhluk di atas fitrah pengakuan terhadap rububiyyah-


Nya. Bahkan orang-orang musyrik Makkah yang menyekutukan Allah dalam ibadah
juga mengakui keesaan rububiyyah-Nya sebagaimana yang terlihat di dalam surah al-
Mu’minun ayyat 86-89 :

Jenis tauhid ini diakui oleh hampir semua keyakinan dan agama, kecuali para ateis.
Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk mengakui keberadaan pencipta alam
semesta. Orang yang paling terkenal pengingkarannya kepada Allah pada zaman Nabi
Musa adalah Fir’aun. Namun demikian,dii dalam hatinya masih meyakini keberadaan
Allah sebagaimana perkataan Musa as. Kepadannya di dalam surahh al-Isra’ayat 102 :

Syaikh Salih Fauzan mengetakan,’’ perhatikan alam semesta ini, baik yang dia atas
maupun yang di bawah dengan seluruh bagiannya,engkau pasti mendapati semua itu
menunjukkan kepada pembuat,pencipta,dan pemiliknya. Mengingkari dalam akal dan
hati terhadap pencipta semua itu hanya mengingkari ilmu itu sendiri dan
mencampakkannnya,keduanya tidak berbeda. Karena ilmu yang benar menetapkan
adanya pencipta. Adapun pengingkaran adanya Tuhan oleh orang-orang ateis saat ini
hanyalah karena kesombongan dan penolakan terhadap hasil renungan dan pemikiran
akal sehat. Siapa yang seperti ini sifatnya maka dia telah membuang akalnya dan
mengajak orang lain untuk mengejek dirinya.’’

2. Tauhid Uluhiyyah
Uluhiyyah adalah ibadah. Tauhid uluhiyyah adalah mengesankan Allah dalam
menyembah-Nya. Dengan kata lain tauhid ini adalah tidak menserikatkan Allah dalam
perbuatan hamba ketika taqarrub ( mendekatkan diri ) seperti berdoa,nazar,berkurban
dan lainnya. Tegasnya,tauhid uluhiyya adalah tidak melakukan kegiatan ritual dan
segala cakupannya kecuali hanya kepada Allah dengan cara yang disyariiatkan-Nya.
Jenis tauhid inilah yang menjadi inti dakwah para rasul di ssamping dua tauhid
lainnya. Dalam kaitan ini Allah berfirman di dalam surah an-Nahl ayat 36, al-Anbiya’
25, al-A’raf 59 :

Sejumlah ayat di atas menegaskan bahwa para rasul diutus adalah untuk mengajak
manusia dalam mentauhidkan Allah pada ibadahnya. Kewajiban pertama bagi setiap
manusia yang mukallaf ( telah baligh dan berakal ) bersaksi bahwa tiada Tuhan yang
berhak untuk disembah kecuali Allah. Allah berfirman :

Disebut dengan uluhiyya karena uluhiyya adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh
nama-Nya, yaitu Allah yang artinya zu al-uluhiyyah ( yang memiliki uluhiyyah ).
Nama lain dari tauhid uluhiyyah adalah tauhid ibadah atau 'ubudiyyah.
Sebab,'ubudiyyah adalah sifat 'abd (hamba),yaitu yang wajib menyembah Allah secara
ikhlas. Oleh sebab itu,tidak boleh seorang hamba melakukan ritual selain kepada
Allah dan dengan syariat yang ditetapkan-Nya. Dengan demikian,segala bentuk ritual
yang terkait dari agama dan kepercayaan selain yang dibawa oleh Rasulullah Saw.,
Maka hal itu bertentangan dengan tauhid uluhiyyah. Misalnya,ritual yang
berhubungan animisme,dinamisme,hinduisme dan lainnya.

3. Tauhid al-Asma'wa ash-shifat


Asma'adalah dari ism yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan "nama".
Ash-shifat adalah jamak dari sifah yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah sifat.
Dalam kaitan ini, asma'dan shifat yang dimaksud adalah nama-nama dan sifat-sifat
Allah. Tauhid asma'wa shifat adalah beriman kepada nama-nama Allah yang baik dan
sifat-sifat-Nya yang sempurna sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al-Qur'an dan
Sunnah. Karena itu,orang yang bertauhid dalam asma'wa shifat adalah mereka yang
meyakini bahwa yang memiliki sebaik-baik nama adalah Allah dan sesempurna sifat
adalah Allah. Karena itu tidak ada yang sama dengan sifat-sifat Allah dalam
kesempurnaan. Allah berfirman di dalam surah al-A'raf ayat 180 dan asy-syura ayat
11 :

Di dalam surah al-A'raf ayat 180 Allah menegaskan bahwa hanya Dia yang memiliki
Asma'al-Husna, sementara pada asy-Syura ayat 11 Allah menyatakan pula bahwa Dia
menolak ( menafikan ) adanya sesuatu yang menyerupai. Selanjutnya, Allah juga
mengatakan bahwa Dia memiliki sifat Maha mendengar dan Maha melihat.
Dalam memahami sifat-sifat Allah haruslah menyakitinya sesuai dengan petunjuk
jalan Allah SWT. Dan Sunnah Rasullulah Saw. Maksudnya, memaknai sifat-sifat-Nya
haruslah sebagaimana diajarkan utusan-Nya kepada para sahabat,lalu hal itu diikuti
generasi salaf,Ahlus Sunnah wa al-Jamaah yang meniti jejak dan menapaki langkah-
langkah mereka. Memahaminya adalah tanda ta'wil ( perpalingan makna ), tanpa
tahrif ( penyimpanan makna ), tanpa takyif ( visualisasi makna ), tanpa ta'thil
( pembatalan makna ), tanpa tamsil ( penyerupaan dengan makhluk), dan tanpa
tafwidh ( menyerahkan makna sepenuhnya kepada Allah tanpa mengikuti dan
mengakui penjelasan Nash dari Allah dan Rasulullah )

Anda mungkin juga menyukai