id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Informal
Konteks sekolah sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah bahwa pendidikan
merupakan usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya sendiri, masyarakat,
bangsa, dan negara. Istilah pendidikan adalah sistem pembelajaran yang tidak
teroganisir dan merupakan pembelajaran seumur hidup. Dengan kata lain proses
pendidikan adalah proses pembelajaran.
Pendidikan formal, informal dan nonformal merupakan bagian dari
pendidikan Sepanjang Hayat (life long education). Istilah life long education
menunjuk pada suatu kenyataan, kesadaran baru, suatu azas baru dan juga suatu
harapan baru, bahwa: proses pendidikan dan kebutuhan pendidikan berlangsung di
sepanjang h
untuk belajar, sebab dia memang berlangsung dan dapat sengaja diarahkan dan
intensifkan di sepanjang hidup manusia (Faisal, 1981: 47). Ketiga jenis pendidikan
dapat dijelaskan bahwa pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersrtuktur
dan berjenjang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi (UU Sisdiknas tahun 2003: pasal 1). Pendidikan nonformal, adalah setiap
kegiatan pendidikan yang terorganisir dan sistematis yang diadakan di luar kerangka
sistem formal guna memberikan materi pembelajaran khusus bagi sebagian kelompok
masyarakat, baik orang dewasa maupun anak-anak (Kamil, 2009: 11). Adapun
pendidikan informal menurut Rogers adalah proses pendidikan sepanjang hayat di
mana setiap individu memperoleh dan mempelajari tingkah laku, norma-norma,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dapat berubah menjadi lebih baik lagi. Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah
proses pembelajaran yang menunjukkan sesuatu untuk dipelajari diluar situasi yang
terencana. (Wiyani, 2013: 17-20). Dengan kata lain, pendidikan informal berperan
besar dalam pembelajaran sepanjang hayat semua orang dan memiliki kaitan sangat
-13). Berikut gambaran
mengenai persamaan antara pendidikan nonformal dan informal (Faisal, 1981: 49).
Persamaan pendidikan informal dan nonformal:
1. Kedua-keduanya terjadi terjadi di luar pendidikan formal
2. Clientele (murid) diterima tidak atas dasar credentials (seperti misalnya ijazah
dan lain sebagainya), juga tidak atas dasar usia
3. Dibanding dengan pendidikan formal, pada keduanya materi pendidikan pada
umumnya lebih banyak yang bersifat praktis
4. Dapat menggunakan metode mengajar yang sama
5. Dapat diselenggarakan atau berlangsung di dalam atau di luar sekolah
Sedangkan perbedaan antara pendidikan nonformal dan informal, yaitu:
No Pendidikan Nonformal Pendidikan Informal
1 Bisa diselenggarakan di dalam Tidak pernah secara khusus
gedung sekolah diselenggarakan di sekolah
2 Medan pendidikan yang Medan pendidikan yang bersangkutan
bersangkutan memang diadakan tidak diadakan pertama-tama dengan
bagi kepentingan penyelenggara maksud penyelenggaraan pendidikan
pendidikan
3 Pendidikan diprogram secara Pendidikan tidak diprogramkan secara
tertentu tertentu
4 Ada waktu belajar yang tertentu Tidak ada waktu belajar yang tertetu
5 Metode pengajarannya lebih formal Metode pengajarannya tidak formal
6 Ada evaluasi yang sistematis Tidak ada evaluasi yang sistematis
7 Diselenggarakan oleh pemerintah Umumnya tidak diselenggrakan
dan pihak swasta pemerintah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
antara murid kelak mempunyai keahlian melebihi empu (Mulyanto dalam Rohmadi &
Subiyantoro, 2011: 156). Hal ini ditekankan oleh Sukiman bahwa hakikat tanggung
jawab belajar berada pada diri peserta didik itu sendiri, adapun guru
bertanggungjawab untuk menciptakan sistem lingkungan yang mendorong prakarsa
dan motivasi belajar peserta didik (2012: 11).
Murid/cantrik dan guru/empu merupakan salah satu unsur penting dalam
proses pembelajaran nyantrik. Pembuat keris di Jawa di kenal dengan sebutan empu,
di Bali dikenal dengan nama pande atau wangsa pandie. Sumber-sumber seperti
prasasti dan naskah sastra banyak menyebut kelompok profesi ahli logam dengan
sebutan atau sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing. Oleh
karena itu dikenal adanya istilah pande dalam masyarakat. Sebutan empu sendiri
didapat bilamana ia memiliki kesaktian, kepandaian, dan kemampuan batin yang
lebih dari orang kebanyakan. Sebutan empu tidak hanya untuk para ahli membuat
keris, tetapi juga diberikan kepada mereka yang mempunyai kemampuan lebih
dibidangnya (Yuwono, 2011: 58).
Interaksi pebelajar (cantrik) dan orang yang mengajari (empu) yang
berlangsung di kehidupan manusia dapat diubah menjadi interaksi yang bernilai
edukatif, yakni dengan interaksi yang sadar meletakkan tujuan untuk mengubah
tingkah laku dan perbuatan seseorang. Interaksi yang bernilai pendidikan ini dinilai
memunculkan istilah guru di satu pihak dan anak didik di lain pihak. Keduanya
berada dalam interaksi edukatif dengan posisi, tugas, dan tanggung jawab yang
berbeda, namun bersama-sama mecapai tujuan. Guru bertanggungjawab untuk
mengantarkan anak didik kearah kedewasaan susila yang cakap dengan memberikan
sejumlah ilmu pengetahuan dan membimbingnya. Sedangkan anak didik berusaha
untuk mencapai tujuan itu dengan bantuan dan pembinaan dari guru (Djamarah,
2005: 11).
Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah dengan
sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga interaksi itu merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
hubungan yang bermakna dan kreatif. Proses edukatif sendiri adalah suatu proses
yang mengandung sejumlah norma. Semua norma itulah yang harus guru transfer
kepada anak didik. Proses seperti ini sebagai jembatan menghidupkan persenyawaan
antara pengetahuan dan perbuatan (Djamarah, 2005: 11).
Proses
Pros
Isi/materi
Metode
Media
Evaluasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
mencapai tujuan. Sebagai sebuah sistem, pembelajaran meliputi komponen antara lain
tujuan, materi pembelajaran, metode, alat dan sumber, serta evaluasi. Agar tujuan itu
tercapai semua komponen yang ada harus diorganisasikan agar sesama komponen
terjadi kerjasama (Djamarah & Zain, 2006: 41).
Mulyanto menjelaskan berkenaan dengan dunia pendidikan, ruang lingkup
penilaian terletak pada semua aspek yang berkaitan dan yang terjadi dalam dunia
pendidikan. Misalnya, penilaian pendidikan di lingkungan sekolahan, apabila calon
siswa serta aspek-aspeknya yang menunjang lainnya dipandang sebagai bahan
mentah (input), sekolah sebagai tempat terjadinya pengolahan (proses), maka lulusan
siswa merupakan hasil olahan (output dan outcome). Input adalah bahan mentah dari
suatu program, seperti siswa, guru, fasilitas belajar, dan kurikulum. Proses
merupakan tempat berlangsungnya pengolahan input atau bahan mentah guna
menghasilkan suatu lulusan. Unsur-unsur dalam proses belajar mengajar ini meliputi
materi, metode, fasilitas, sistem penilaian , dan administrasi. Sedangkan output
adalah luaran, akibat dari proses yang diharapkan dari sekolah (2006: 1-2).
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu
kegiatan. Dalam tujuan terdapat sejumlah nilai-nilai yang harus ditanamkan kepada
anak didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan
berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah
(Djamarah & Zain, 2006: 42). Tujuan pembelajaran menurut Mulyanto
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan kondisi psikologis anak didik.
Sehingga kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat (Djamarah
& Zain, 2006: 46). Macam-macam metode menurut Sri Anitah (2009, 85-120):
a) Metode ceramah
Adalah penuturan dan penerangan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Alat
kemungkinan guru
menyelipkan pertanyaan-pertanyaan, akan tetapi kegiatan utama peserta didik
yang utama adalah mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok
penting yang dikemukakan guru. Dalam situai tertentu metode ceramah
merupakan metode yang paling baik, tetapi dalam situasi lain mungkin tidak
efisien. Grur dituntut agar bijaksana menyadari kondisi-kondisi situasi
pembelajaran yang dihadapinya.
b) Metode Tanya jawab
Metode ini mencakup pertanyaan-pertanyaan dan penyumbangan ide-ide dan
pihak peserta didik. Dengan metode ini, guru bisa mengetahui tingkat-tingkat
proses pemikiran peserta didik, guru dapat memberi kesempatan peserta didik
untuk bertanya sehingga guru mengetahui hal-hal yang belum diketahui peserta
didik, dan kelas menjadi lebih aktif karena peserta didik tidka sekedar
mendengarkan.
c) Metode diskusi
Adalah cara penyampaian bahan pelajaran yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengumpulkan pendapat, mumbeuat kesimpulan atau
menyususn berbagai alternatif pemecahan masalah.
d) Metode kerja kelompok
Dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang memandang peserta
didik dalam suatu kelas sebagai kelompok, sehingga memupuk kerjasama antar
individu dan dapat memunculkan persaingan yang sehat.
e) Metode demonstrasi dan metode eksperimen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
Media pembelajaran menurut Sri Anitah (2009: 124) adalah setiap orang,
bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan
pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dengan pengertian itu,
guru atau dosen, buku ajar, lingkungan adalah media pembelajaran. Setiap media
adalah sarana untuk mencapai tujuan. Di dalamnya terkandung informasi yang dapat
dikomunikasikan kepada orang lain, seperti dari buku-buku, rekaman, internet, film,
microfilm, dsb. Media terbagi menjadi tiga yaitu media audio adalah media yang isi
pesannya disampaikan dan diterima melalui indera pendengaran seperti radio,
cassette recorder, dan lain-lain, media visual adalah media yang isi pesannya
disampaikan dan diterima melalui indera penglihatan seperti foto, lukisan, gambar,
slides, dll, dan media audio-visual media yang isi pesannya disampaikan dan diterima
melalui indera pendengaran dan penglihatan. Dalam konteks ini tidak selalu
dirancang khusus untuk tujuan pembelajaran, melainkan sebagai alat dan proses
produksi yang secara kebetulan pengoperasiaannya sering digunakan sebagai saluran
informasi yang dapat mempermudah pemahaman warga belajar (murid/cantrik)
terhadap bahan ajar yang tersaji (Anwar, 136-137). Alat adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran, sebagai perlengkapan,
mempermudah mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan. Alat dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran. Alat adalah berupa suruhan,
perintah, larangan, dan sebagainya. Sedangkan alat bantu pengajaran adalah berupa
globe, papan tulis, batu tulis, batu kapur, gambar, diagram, slide, video, dan
sebagainya (Djamarah & Zain, 2006: 47). Kegiatan pembelajaran dalam nyantrik
tidak terlepas dari komponen media pembelajaran.
Sumber-sumber bahan dan belajar adalah sesuatu yang dapat dipergunakan
sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang.
Sumber belajar merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang
mengandung hal-hal baru bagi si pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk
mendapat hal baru (perubahan). Sumber belajar banyak terdapat di mana-mana: di
sekolah, di halaman, di pusat kota, di pedesaan, dan sebagainya. Pemanfaatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
(4) akibat yang ditanggung sendiri untuk menyimpang atau kepatuhan terhadap atran
tingkah laku. Sedangkan untuk menilai proses internalisasi sebagian melalui
pernyataan seseorang tentang pikiran maupun perasaannya, dan sebagian lagi dengan
mengetahui bagaimana seorang bertindak tanpa pengawasan dari pihak lain
(Haryono, 2013: 65). Hal-hal penting yang harus diketahui mengenai proses
internalisasi, yaitu bahwa di dalam internalisasi: (1) mempunyai komponen kognitif,
berupa pengetahuan mengenai ukuran dan cara berfikir tentang mana yang baik dan
mana yang buruk; (2) memiliki komponen afektif, yaitu ungkapan perasaan negative
mengenai kesalahan tertentu, berupa pelanggaran yang dipertentangkan dengan
perasaan khawatir terhadap akibat lain; (3) dimanifestasikan dalam bentuk tingkah
laku atau psikomotor, berupa kepatuhan yang standart dan ukurannya moral (Staub
dalam Wahida, 2007: 11). Dalam bentuk perlakuan lebih kongkrit, dari segi pendidik
kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan cara seperti: (1) memberikan contoh;
(2) mengajar didaktis (bersifat mendidik); (3) hukuman ganjaran. Segi didaktik
merupakan cara pembelajaran yang menekankan pada usaha memberikan bimbingan,
membentuk kepribadian, menanamkan nilai-nilai dengan cara ceramah atau
penjelasan dan pengertian-pengertian (Djamarah, 2005: 43). Sedangkan cara
pembelajaran dengan memberikan contoh adalah metode yang diterapkan agar terjadi
proses membiasakan peniruan (Vembiarto dalam Wahida, 2007: 11). Cara-cara
pembelajaran seperti pemberian hukuman, pada umumnya dilakukan terhadap orang
yang sedang belajar melakukan kesalahan dan diberikan sebagai akibat pelanggaran,
sebaliknya apabila yang dilakukan keberhasilan maka pihak pendidik memberikan
ganjaran dan hadiah (Djamarah, 2005: 193-197).
Adapun eksternalisasi atau aktualisasi dari apa yang diimitasi, diidentifikasi
serta diinternalisasikan dalam diri seseorang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku.
Tingkah laku sebagai bentuk aktualisasi diri ini merupakan cerminan hasil belajar
yang dialami oleh terdidik baik dari proses imitasi, identifikasi maupun internalisasi
(Haryono, 2013: 67). Eksternalisasi yang diwujudkan oleh terdidik ini diharapkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
mengandung nilai-nilai dan kompetensi positif sesuai dengan tujuan pendidikan pada
umumya.
Dalam proses transformasi kompetensi seperti ini, bahan ajar yang
digunakan berupa informasi yang disampaikan dalam bentuk pengetahuan,
ketrampilan dan sikap untuk mencapai tujuan. Bahan ajar dalam konteks tulisan ini
tidak ditemukan dalam bentuk tertulis, melainkan dalam bentuk symbol dan gerakan.
Bahan ajar disajikan lebih dominan ketrampilan motorik, tetapi pengetahuan, sikap,
dan ketrampilan intelektual tidak dilupakan. Hal ini berarti bahwa bahan ajar yang
(Davies dalam Anwar, 2004: 92).
Sistem nyantrik sebagai pembelajaran yang dilakukan di luar sekolah,
berupa kegiatan belajar yang tidak terlepas dari kejatidirian (authenticy). Ditekankan
kembali oleh Anwar bahwa pembelajaran diperoleh melalui belajar reflektif
(reflective learning) dan berusaha membantu orang lain menjadi diri sendiri. Teknik
pembelajaran yang digunakan hampir sama untuk semua format pembelajaran, yaitu
demonstrasi, pelatihan, ceramah, dan Tanya jawab. Teknik ini tidak dirancang
sebelumnya untuk tujuan pembelajaran, melainkan terjadi secara alamiah sesuai
dengan kondisi kegiatan pembelajaran/produksi di bengkel. (2004: 93).
3. Keris
Kata kris
pengertian keris dari aspek bentuk menurut Yuwono memiliki karakter bentuk khas
sehingga bisa dibedakan dengan tosan aji lainnya. Keris bagi masyarakat Jawa
disebut sebagai yang artinya
(hulu) (Yuwono, 2011: 17). Menurut Haryoguritno, bilah keris memiliki ragam
bentuk atau tipologi yang sangat banyak, dikenal dengan istilah dhapur. Dari segi
bentuk, keris tergolong senjata tikam yang berukuran relative pendek, asimetris (baik
lurus maupun berlekuk), dan terbuat dari beberapa macam logam yang ditempa
menjadi satu (2006: 1511).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
Sebagai salah satu benda tradisi karya Adiluhung bangsa Indonesia, keris
termasuk produk budaya yang tangible atau yang dapat disentuh, yaitu berupa benda
konkret yang umumnya berupa benda yang merupakan buatan manusia dan dibuat
untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Namun suatu benda budaya yang bersifat
tangible memiliki sifat budaya atau sejumlah aspek intangible (tak dapat diraba) yang
terhadap unsur (-unsur) intangible pada suatu benda umumnya memerlukan suatu
keahlian khusus (Sedyawati, 2007: 160-162).
Selain itu bilah keris harus selalu membuat sudut tertentu terhadap ganja,
tidak tegak lurus. Kedudukan bilah keris yang miring atau condong ini adalah
perlambang dari sifat orang Jawa, dan suku bangsa Indonesia lainnya. Bahwa
seseorang, apapun pangkat dan kedudukannya harus senantiasa tuunduk dan hormat,
bukan saja pada Sang Pencipta tetapi juga pada semuanya. Kata pepatah ilmu padi,
makin berilmu seseorang makin tunduk orang itu (Harsrinuksmo, 2004: 9).
Harsrinuksmo memberikan penjelesan lebih rinci bahwa ukuran panjang bilah keris
yang lazim adalah antara 33-38 cm. Beberapa keris luar Jawa bisa mencapai 58 cm.
Bahkan keris buatan Filipina Selatan panjangnya ada yang mencapai 64 cm. Yang
terpendek adalah keris Budha dan keris buatan Nyi Sombo Padjajaran, yakni sekitar
16-18 cm. Sesungguhnya keris yang amat kecil dan pendek, misalnya hanya 12 cm,
atau bahkan ada yang lebih kecil dari ukuran pulpen. Sehingga tidak dapat di
golongkan sebagai keris, melainkan semacam jimat berbentuk keris-kerisan (2004: 9).
Selain itu Menurut Harsrinuksmo (2004: 9) sebuah benda dapat dikatakan
keris apabila terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian bilah keris dan ganja.
Bagian bilah melambangkan ujud lingga, sedangkan bagian ganja melambangkan
ujud yoni. Dalam falsafah Jawa yang bisa dikatakan sama dengan falsafah Hindu,
persatuan antara lingga dan yoni merupakan perlambangan harapan atas kesuburan,
keabadian (kelestarian), dan kekuatan. Pada bilah keris terdapat pamor, yaitu berupa
hiasan ornamentik baik abstrak maupun figuratif dari hasil penempaan berbagai jenis
logam besi, baja, dan meteorit. Bilah keris juga dilengkapi dengan warangka sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
penutup bilah dan hulu keris sebagai pegangan bilahnya. Menurut Yuwono (2011:
19) bilah keris merupakan karya seni yang dibuat untuk memenuhi nilai estetika
tertentu tanpa kehilangan aspek fungsinya sebagai senjata tikam. Teknik pelipatan
dan penempaan berbagai jenis bahan logam tersebut membuatnya menghasilkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
tosan aji lainnya. Hiasan ini terbentuk pada saat pembuatan keris. ricikan adalah
bagian dan bentuk penghias bilah keris (2006: 151).
Bahan bilah keris menurut Wirahadidarsana & Pusposukadgo (1995: 47)
terbuat dari tiga jenis logam, yaitu besi, nikel, dan baja. Pencampuran dengan cara
pembakaran dan penempaan. Bahan bakar yang baik adalah arang kayu jati. Sedang
bahan penolong lainnya kawat, untuk mengikat pada waktu hendak
mencampur/membuat lapisan. Besi yang digunakan adalah jenis besi putih dengan
kandungan karbon yang rendah. Ini pun masih harus dibersihkan dari bahan-bahan
lain. Cara membersihkan disebut membesot. Sebilah keris memerlukan besi seberat
15 kg, setelah dibesot menjadi 8 kg. Nikel merupakan logam untuk bahan pamor.
Warnanya putih kebiru-biruan. Sifatnya keras dan mudah kusam . Nikel dijual dalam
bentuk batangan, lempengan, dan kawat. Untuk sebilah keris memerlukan kurang
lebih 1 ons. Baja diperlukan untuk penguat bilah keris. Selain itu, juga untuk
membuat bilah yang tajam. Baja yang baik untuk keris adalah baja yang bersifat ulet.
Sebilah keris memerlukan kurang lebih baja 1 kg.
Keris yang baik menurut Hansrinuksmo (2004: 9) harus dibuat dan ditempa
dari tiga macam logam. Minimal dua, yakni besi, baja, dan bahan pamor. Keris-keris
tua, semisal keris Budha tidak menggunakan baja. Dengan demikian keris yang
dibuat dari kuningan, seng, dan bahan logam lainnya tidak dapat digolongkan sebagai
atau yang dibuat dari guntingan drum bekas aspal bukan tergolong keris, melainkan
hanya keris-kerisan. Pembuatan bilah keris menurut Wirahadidarsana &
Pusposukadgo (1995: 49-55) meliputi membesot, mencampur besi dan nikel menjadi
lapisan pamor, membentuk kodokan, membentuk bakalan keris, grabahi,
menghaluskan, dan menyepuh.
Mengenai bagian hulu biasa disebut ukiran atau deder merupakan bagian
pegangan dari bilah keris yang terhubung melalui pesi atau peksi yang berada di
bagian bawah bilah. Hulu keris di Jawa juga popular disebut dengan istilah ukiran,
jejeran, atau deder. Hulu keris umumnya juga dilengkapi dan dihias dengan mendak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
atau selut (cincin penguat sekaligus penghias pada pangkal ukiran yang terhubung
dengan wilahan) yang dibuat dari bahan logam mulia. Hulu keris bisanya terbuat dari
bahan kayu yang memiliki warna dan pola tertentu untuk meningkatkan nilai
estetiknya. namun juga ada yang dibuat dari bahan gading atau gigi geraham gajah,
tulang ikan paus, tanduk kerbau, tanduk rusa, atau cula badak dengan maksud yang
sama. Bentuk keris di Jawa merupakan stilasi dari bentuk manusia. Bentuk keris di
Jawa yang paling popular berupa bentuk nunggak semi (stilasi dari ruh manusia)
(Haryoguritno, 2006: 268-269)
Bagian keris yang ketiga dalah warangka. Serat Centini menjelaskan bahwa
warangka merupakan pakaian keris. Warangka dibuat dari kayu, dalam bahasa Arab
sesungguhnya kayun sajaratil yakni art
warangka dibagi menjadi tiga, yaitu warangka ladrang, warangka gayaman, dan
warangka sandang walikat. (Yuwono, 2011: 20).
Menurut Hayoguritno, ditinjau dari mutu serta garapnya, terdapat dua
golongan jenis baru, yakni (1) Golongan pertama adalah keris-keris yang dihasilkan
dari komunitas perajin keris seperti gramen (komoditi) tanpa pesanan siapapun.
Biasanya dipasarkan di kios atau dijadikan souvenir, dan (2) Golongan kedua adalah
keris-keris baru yang dibuat oleh seseorang (baik yang berdarah empu maupun tidak)
dan pada umumnya berdasarkan suatu rencana atau ide tertentu dari dirinya atau
pemesan kerisnya (2006: 145).
Nyantrik termasuk pembelajaran seni rupa dalam konteks budaya. Pada
konteks budaya membahas faktor-faktor yang mempengaruhi sifat/karakter karya
termasuk seniman pencipta karya. Tanggal, periode, lokasi asal karya itu, dan gaya
serta nama yang diberikan pada karya yang memilii kesamaan karakter dibahas pula.
Setiap unsur dari aspek ini berisi hubungan dengan bidang sejarah seni sebagai
pengetahuan yang menjelaskan mengapa karya seni memiliki sifat-sifat tertentu. Juga
bagaimana katya diciptakan, peranan faktor budaya pada karya seni dan faktor
pribadi yang mempengaruhi sifat bagian karya seni yang menjadikan karya seni unik
(Muharram & Sundaryati, 1991: 72).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
tidak terlalu baik tetapi sempurna garapannya akan menjadi mudah aus atau
keropos. Yang terbaik tentu yang baik bahannya dan indah hasil garapannya.
d) Sepuh
Di antara keris yang baik dan yang paling diutamakan adalah keris yang paling
tua umurnya. Nilai menjadi lebih penting apabila keris dianggap sebagai benda
pusaka atau jimat.
e) Pamor/ Nilai keharmonisan bentuk bilah
Pamor merrupakan objek visual paling utama pada bilah keris. Mulai dari bahan
hingga pola gambarnya menjadi kajian yang sangat penting untuk menilai mutu
bilah keris secara keseluruhan. Dalam keris sendiri memiliki 151 lebih bentuk
dan jenis pamor. Bahan pamor meteorit secara teknis memang yang terkuat.
Namun bahan pamor tersebut sangat sulit didapat, dan biasanya terdapat pada
keris sepuh.
f) Waja/ Mutu bahan baja
Agar mempunyai sifat kaku, keras, dan tajam keris harus menggunakan bahan
baja sebagai inti bilahnya. Ketiga sifat ini merupakan syarat utama. Hanya saja
saat ini syarat ketajaman hanya sebagai konsekwensi saja dan bukan syarat
fungsional
g) Wangun
Nilai keserasian anatomis. Pada kenyataannya memang banyak keris yang
ditemukan bentuknya wagu (janggal). Namun hal ini bersifat relative, mengingat
pecinta keris memiliki kriteria penialaian berbeda pada bilah keris.
h) Tangguh
Tangguh adalah konsep penarihan dan waktu pembuatan keris berdasarkan
bahan, bentuk, dan garapan.
Kriteria penilaian dalam seni tempa logam keris secara visual dapat dinilai
dari unsur-unsur tersebut. Namun tidak seluruhnya berlaku, dan tergantung pada
tangguh keris karena keris yang dibuat saat ini bukanlah jenis keris sepuh. Hanya saja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
dalam mengevaluasi karya seni tempa logam keris yang diperlukan tolak ukur. Tolak
ukur dalam seni tempa logam ini dapat
5. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi dan penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang
bermakna dalam mengambil keputusan. Untuk dapat mengambil keputusan secara
tepat tentang hasil belajar tersebut perlu didukung oleh data secara akurat dan
terpercaya. Data ini dikumpulkan dengan melalui kegiatan pengukuran terhadap hasil
belajar baik dengan menggunakan instrument tes maupun non tes (Sukiman, 2012: 4).
Penilaian merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar.
Kegiatan penilaian berperan dan berfungsi sejak proses belajar dimulai sampai
berakhir. Di dalam proses belajar mengajar terdapat tiga komponen yang saling
mempengaruhi, yaitu (1) tujuan intruksional; (2) proses belajar mengajar itu sendiri;
dan (3) penilaian (Mulyanto, 2006: 4). Hubungan ketiga komponen tersebut dapat
digambar sebagai berikut:
Tujuan
Pembelajaran
Proses Belajar
Penilaian
Mengajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
e) Skala Bertingkat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
Yaitu alat penilaian untuk menentukan sejauhmana tingkat atau kualitas yang
dicapai responden. Menururt bentuknya skala bertingkat dibedakan atas skala
bertingkat kuantitatif (perbedaan tingkatan dinyatakan dalam angka), deskriptif
(skala bertingkat deskriptif perbedaan tingkatan tidak jelas), dan grafis
(perbedaaan tingkatan dinyatakan dalam bentuk kolom).
f) Anekdota
Beerbentuk catatan tentang kejadian-kejadian khusus mengenai objek, misalnya
siswa. Anekdota biasa digunakan dalam studi kasus dan penelaahan tentang
perkembangan individu ataupun kelompok. Anekdota yang baik memenuhi
beberapa ketentuan sebagai berikut: (1) objektif, artinya catatan-catatn yang
dibuat dilakukan pada saat kejadian berlangsung, dan catatatan bersifat deskriptif
bukan tafsiran; (2) deskriptif, artinya pencatatan selengkap mungkin dan secara
kronologis; dan (3) selektif, artinya apa yang diamati dicatat berhunbungan
dengan tujuan.
g) Sosiometri
Sosiometri sebagai alat evaluasi untuk mengetahui kedudukan dengan
mengelompokkan dan menentukan hubungan individu atau siswa yang lain
dalam satu kelompok. Dengan demikian guru dapat mengetahui kedudukan siswa
dalam suatu kelompok mengenai satu hal. Hasil sosiometri dapat disajikan dalam
matrik dan grafis.
B. Penelitian Relevan
1. Penelitian Adam Wahida (2007) dengan judul
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
C. Kerangka Berpikir
Tahap awal dari penelitian ini adalah mengetahui latar belakang berdirinya
padepokan. Padepokan ini tentunya memiliki latar belakang pendirian tertentu dalam
pengembangan keilmuan keris. Sebagai padepokan yang melestarikan keris, di
dalamnya terdapat proses interaksi antara pengajar dan yang diajar sebagai salah satu
interaksi dalam upaya pelestarian dan pengembangan keris. Proses pembelajaran akan
maksimal manakala komponen pembelajarannya saling mendukung agar tujuan
pembelajaran tercapai. Proses pembelajaran nyantrik sebagai sebuah sistem,
pembelajaran meliputi komponen tujuan, materi, metode, media, serta evaluasi.
Proses pembelajaran nyantrik berlangsung saat empu mentransformasikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan kepada peserta didik. Hasil transformasi tersebut
berupa perubahan kea rah yang lebih baik. Setelah proses pembelajaran selesai, maka
evaluasi berperan menentukan bagaimana proses transformasi kemampuan apakah
sampai kepada murid/cantrik dengan baik atau tidak, sehingga peserta didik yang
dihasilkan pun sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kemampuan peserta didik
dalam pembelajaran nyantrik sangat tergantung bagaimana proses pembelajaran
tersebut dilakukan. Kemampuan peserta didik meliputi pengetahuan keris, nilai
simbolis keris, dan keterampilan pembuatan keris, sehingga hasil atau lulusan melalui
proses yang diharapkan adalah menjadi seorang ahli di bidang keris.
Tujuan
Materi
Metode
Media
Sumber
commit to user