Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT

Kelompok 1 :

Ketua : Wa Ode Fatmawati (21910002)


Anggota : Jeri (21910004)
Nasra (21910006)
Anita Jelian (21910008)
Muh. Risky Aris (21910174)

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikumwarohmatullahiwabarokatuh…………..

Puji dan syukur tetap kita haturkan kepada Allah SWT. Karena atas ijin Dialah
sehingga pembuatan makalah ini dengan judul “Sejarah dan perkembangan Filsafat
Ilmu” dapat terselesaikan diselesaikan pada tepat waktunya. Filsafat dan ilmu adalah
dua bidang pengetahuan yang saling berhubungan dan banyak orang telah
mendeskripsikan pengetahuan mereka tentang Filsafat dan Ilmu. Namun juga banyak
orang yang telah mempelajari tentang Filsafat dan Ilmu akan tetapi mereka tidak
mengetahui sejarah serta perkembangan filsafat dan ilmu itu sendiri. Oleh karena itu,
dalam penulisan makalah ini penulis akan menjelaskan mengenai sejarah perkembangan
filsafat ilmu.
Makalah ini didedikasikan kepada semua pembaca khusunya mahasiswa universitas
Muhammadiyah Kupang, Fakultas Agama Islam, Jurusan Tarbiyah. Sebagai penyusun,
kami menyadari banyak hal yang masih kurang. Dan jika dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kesalahan atau kekeliruan, mohon kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 5
A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan ..................................................................................... 5
B. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM) ........................................................................................ 7
C. Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM) ..................................................................................... 8
D. Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM) .................................................................................. 9
E. Masa Renaissance (14-17 M) ............................................................................................... 9
F. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M) ............................................................. 10
G. Zaman Kontemporer........................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan...................................................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari sejarah perkembangan
filsafat ilmu, sehingga muncullah ilmuwan yang digolongkan sebagai filosof dimana
mereka meyakini adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat ilmu.
Filsafat ilmu yang dimaksud adalah sistem kebenaran ilmu sebagai hasil dari berpikir
radikal, sistematis, dan universal.[1] Oleh sebab itu, filsafat ilmu hadir sebagai upaya
menata kembali peran dan fungsi Iptek sesuai dengan tujuannya, yakni memfokuskan
hubungan (inter konektivitas) antara berbagai macam ilmu pengetahuan.
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Oleh sebab
itu, epistimologi banyak mengalami perkembangan seiring dengan pesat atau majunya
tingkat peradaban manusia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada pernyataan di atas maka penulis memberikan rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan?
2. Apa tantangan yang dihadapi ilmu keIslaman dewasa ini?

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa, semula
adalah muncul di Yunani pada abad keenam sebelum Masehi. Ilmu pengetahuan yang
banyak berkaitan dengan dunia materi pada waktu itu masih bersatu dengan dunia
filsafat yang banyak memusatkan perhatiannya pada dunia metafisika (dunia di balik
materi). Ilmu dan filsafat masih berada dalam satu tangan. Phytagoras, Aristoteles,
Ptolemy, Galen, Hyppocrates misalnya, mereka adalah disamping seorang filosof juga
seorang ilmuwan.
Ketika ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di ambil alih oleh para ilmuwan Muslim
melalui penerjemahan karya-karya klasik Yunani secara besar-besaran ke dalam Bahasa
Arab dan Persia di “Darul Hikmah” (Rumah Ilmu Pengetahuan) Bagdad pada abad ke-
VIII hingga abad ke-XIII Masehi, seperti : Abu Yahya al-Batriq berhasil
menterjemahkan ilmu kedokteran dan filsafat Yunani karya besar Aristoteles dan
Hyppocrates. Hunain Ibn Ishaq berhasil menterjemahkan buku : “Timacus” karya Plato,
buku “Prognotik” karya Hyppocrates, dan buku “Aphorisme” karya penting dari Galen.
Ghasta Ibn Luka (Luke) al-Ba’labaki berhasil menterjemahkan ilmu kedokteran dan
matematika hasil karya dari : Diophantus, Theodosius, Autolycus, Hypsicles,
Aristarchus dan karya Heron. Dan juga Tsabit Ibn Qurra al-Harrani (826-900) berhasil
menterjemahkan ilmu-ilmu kedokteran dan matematika Yunani karya besar dari :
Apoloonius, Archimedes, Euclid, Theodosius, Ptolemy, Galen dan Eutocius.[2] Dan
masih banyak karya besar lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu.
Pada masa periode Islam ini, kematerian ilmu pengetahuan yang semula hanya bersatu
dengan dunia filsafat, akhirnya masuk pula kesatuan agama di dalamnya. Hal ini dapat
dilihat pada para tokoh muslim seperti : Ibn Rusyd, Ibn Sina, al-Ghazali, al-Biruni, al-
Kindi, al-Farabi, al-Khawarizmi dan yang lainnya, mereka adalah disamping sebagai
seorang filosof, ilmuwan juga seorang agamawan (teolog maupun ahli dalam bidang
hukum Islam).[3]

5
Perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, adalah terjadinya kilas balik transformasi
Ilmu dari Timur (Islam) ke dunia Barat (Eropa). Hal itu terjadi berkat kerja keras orang-
orang Eropa yang belajar di Universitas-Universitas Andalusia, Cordova dan Toledo
(Spanyol Islam), seperti : Michael Scot, Robert Chester, Adelard Barth, Gerard dan
Cremona dan yang lainnya. Terjadinya kerja sama Islam – Kristen di Sicilia yang
pernah dikuasai Islam tahun 831 hingga tahun 1091, dimana Ibu Kota Sicilia pernah
dijadikan tempat penterjemahan buku-buku karya ulama Muslim ke dalam bahasa Latin,
sehingga melahirkan renaisans di Italia.[4] Juga terjadinya kontak Islam – Kristen
selama perang salib. Sejak peristiwa ini, ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah
dikuasai oleh dunia Islam dibawa kembali ke dunia Barat (Eropa) dan sebagai
akibatnya, Eropa keluar dari masa kegelapan dan memasuki masa renaisans dan
selanjutnya perkembangan ilmu pengetahuan memasuki abad modern dengan kemajuan
teknologinya yang cepat dan spektakuler. Sifat ilmu pengetahuan yang semula masih
bersatu dalam kesatuan filsafat dan agama, pada masa renaisans Eropa hingga
memasuki zaman modern seperti saat ini, ilmu pengetahuan telah lepas dari ikatan
agama dan pengaruh filsafat. Ilmu pengetahuan hanya memusatkan perhatiannya kepada
dunia materi, kekayaan materilah yang diyakini akan membawa kebahagiaan hidup dan
yang bisa memecahkan segala problematika yang dihadapi. Dari pengaruh
mengumpulkan materi, kekayaan, harta benda inilah yang mendorong bangsa-bangsa
Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Perancis berlomba-lomba
merebut wilayah Islam yang membentang dari Atlantik hingga Pasifik, dari India
Selatan, memasuki jantung Afrika sampai Siberia, Albania dan Bosnia dan lain-lainnya,
harus mengakui akan kekuatan Barat (Eropa) baik dari segi politik, ekonomi, militer
maupun kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuannya. Faktor kemajuan ilmu
pengetahuan inilah yang menjadi tantangan dan ancaman besar bagi dunia Islam setelah
menyadari kekalahannya atas peristiwa invansi Mesir oleh Napoleon pada tahun 1789.
Dari perjalan sejarah tersebut lahirlah pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan,
yang di istilahkan oleh para ilmuan sebagai “Sekulerisasi Sains”. Paham sekulerisasi
yang berkembang dalam kemajuan ilmu pengetahuan modern secara ontologis,
membuang segala sesuatu yang bersifat religius dan bersifat mistis karena dipandang
tidak relefan dalam ilmu pengetahuan. Mitos dan religi disejajarkan dan dipandang

6
sebagai pra ilmiah yang bergayut dengan dunia intuisi (dunia rasa). Dalam pandangan
sekuler di alam ini tidak ada yang sakral melainkan semuanya profan, jadi sekulerisme
juga bermakna desakralisasi.[5] Jadi menurut sekulerisme bahwa pendidikan dan soal-
soal sipil lainnya harus jauh dari unsur-unsur keagamaan.[6] Di mana pemikiran
sekulerisasi melahirkan pandangan yang mekanistik mengenai pandangan realitas dari
pandangan dunia yang tidak tempat bagi roh atau nilai-nilai kerohanian.[7] Sekulerisme
ilmu memandang bahwa alam ini tidak mempunyai maksud dan tujuan karena alam
adalah benda mati yang netral, karena orientasi dan tujuan alam manusialah yang
menentukannya dan menyebabkan eksploitasi alam dilakukan untuk kepentingan
manusia semata melalui daya yang dimiliki sehingga mengabaikan ekosistem alam,
yang konsekuensinya dapat bereaksi yang bisa berakibat mencelakakan manusia.[8]
Dalam epistemologi sekulerisme menganggap bahwa ilmu itu menjadi semacam mahluk
hidup yang tidak dapat di intervensi ekosistemnya, jadi ilmu diproduksi dan disebarkan
oleh manusia, lalu dikokohkan menjadi Rigorous Science (ilmu yang ketat) karena
ketatnya alam dalam ilmu maka menjadilah sebuah disiplin, yang mempunyai aturan-
aturan yang ketat untuk menjadi pengetahuan yang solid.[9]
Konsekuensinya dari epistemologi sekuler pada segi aksiologisnya adalah ilmu itu
bebas nilai atau ilmu itu netral nilai, seperti pendapat Nurcholis Majid bahwa ilmu
pengetahuan baik yang ilmiah maupun yang sosial adalah netral, tidak menyandang
nilai (bebas nilai) kebaikan atau kejahatan pada dirinya sendiri. Nilainya diberikan
manusia yang memiliki dan menguasainya.[10] Jadi manusia bebas menggunakan ilmu
pengetahuan itu baik untuk tujuan yang baik maupun yang tidak.
Bagi pendukung ilmu bebas nilai bahwa sumbangan yang paling besar dapat diberikan
untuk kemajuan dan kebaikan ummat manusia, ialah jika selama ilmu pengetahuan
diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan ketentuan ilmu itu sendiri, jadi
dengan memasukkan nilai kedalam ilmu maka akan menyebabkan ilmu itu memihak
dan akan menghilangkan keobyektifitasnya.[11]

B. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)


Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal
peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan

7
batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000
tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara
lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-
gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi
ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi
di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.

C. Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)


Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada
masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya,
Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat. Bangsa Yunani
juga tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap
menerima saja (receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang
menyelidiki secara kritis).
Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir yang
terkenal sepanjang masa.slaha satu tokoh Yunani yang terkenal pada waktu itu
PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya yang ada itu ada” menides tidak
mendefinisikan apa itu "yang ada", tetapi dia menyebutkan beberapa sifatnya yang
meliputi segala sesuatu. Menurutnya, "yang ada" itu tidak bergerak, tidak berubah, dan
tidak terhancurkan. "Yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal.
Kalau orang menyangkal bahwa "yang ada" itu tidak ada, dengan pernyataannya sendiri
orang itu mengakui bahwa "yang ada" itu ada. Sebab, kalau benar "yang ada" itu tidak
ada, orang itu tidak dapat menyangkal adanya "yang ada". Jadi, kenyataan bahwa "yang
ada" itu dapat ditolak keberadaannya menunjukkan "yang ada" itu memang ada,
sedangkan "yang tidak ada" itu tidak ada! Sesuatu "yang tidak ada" sama sekali tidak
dapat dikatakan atau dipikirkan, apalagi didiskusikan (disanggah atau diiyakan).
Sebaliknya, "yang ada" itu selalu dapat dikatakan, dipikirkan, dan didiskusikan.
Oleh sebab itu, pernyataan Parmenides ini menjadi terkenal, "Ada dan pemikiran itu
satu dan sama." Maksudnya, "yang ada" itu selalu bisa dipikirkan, dan "yang dapat
dipikirkan" selalu ada. Parmenides membuat suatu pemisahan tajam antara apa yang
kelak disebut "pengetahuan empiris", yakni pengetahuan yang diperoleh berdasarkan

8
pengalaman atau pencerapan indrawi (empeiria, Yunani), dengan "pengetahuan akal
budi" yang murni dan sejati. Jenis pengetahuan yang terakhir ini hanya diperoleh berkat
akal budi yang mampu menangkap "ada" yang bersifat satu dan tidak berubah, di balik
segala sesuatu yang bersifat indrawi melulu dan tidak mantap. Dengan gaya seorang
penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk berani memakai daya akal budinya
melawan arus pendapat umum, "Jangan biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah oleh
kuatnya kebiasaan dan pandangan umum. Jangan percaya pada penglihatan yang
menyesatkan dan telinga yang hanya mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya
pada lidah: hanya akal budi semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim segala
sesuatu."

D. Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM)


Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di
lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para
theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata
lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada
masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama abad
7 yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi, 8 abad
sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan
Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di
Jundishapur

E. Masa Renaissance (14-17 M)


Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang
bebas dari dogma-dogma agama, Renaissanse adalah zaman peralihan ketika
kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.
Tokoh-tokohnya adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler,
Galilio Galilei. Yang menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat
bahwa pengalaman empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi
semua ilmu pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua
pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang lama
masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya Allah.

9
Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal melalui wahyu.
Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma tampak sebagai hal-hal
yang tidak masuk akal sama sekali.
Sedangkan Copernicus adalah tokoh gereja ortodok, yang menerangkan bahwa
matahari berada di pusat jagat raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu
perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerakan tahunan mengelilingi matahari. Teori
ini disebut Heliosentrisme. Namun teorinya ditentang kalangan gereja yang
mempertahankan prinsip Geosentrisme yang dianggap lebih benar dari pada prinsip
Heliosentrisme. Setiap siang kita melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan
Tuhan, oleh agama, karena manusia menjadi pusat perhatian Tuhan, untuk manusialah
semuanya, paham demikian disebut Homosentrisme. dengan kata lain prinsip
Geosentrisme tidak dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.

F. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)


Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari
berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme
Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme,
Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat
terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting
pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para
pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat
kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut
Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal
dengan filsafat Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam
Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita
selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme.
Mereka menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-
kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan
David Hume.

10
G. Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era
tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan
pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era
perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer
memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat
sekarang. Yakni dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai
bidang. Yang disebabkan oleh semakin kritisnya umat manusia era sekarang yang di
bantu oleh adanya alat-alat yang canggih. Pada periode ini berbagai kejadian dan
peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat
kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada
waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-
benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga
ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan
percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang
memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi
keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology, dalam bentuk
mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna sangat luar biasa.

Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia


terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa
positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah
membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi
yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini.

Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-


persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis yang hampir
terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap
manusia, karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa
memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir
terjadi di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.

11
Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata
telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi
yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si
penciptanya sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang
dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di
kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut
“Teori Kritik Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary. Kritik
terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme
ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi
dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang oleh aliran
kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia
sosial. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak
ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan
manusia. Akhirnya “Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme dengan
sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang sistem yang eksis.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan Diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1. Perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan mengalami perubahan-
perubahan paradigma, masalah ini berkisar mengenai peranan Agama, apakah
Agama di anggap perlu memasuki wilayah keilmuan ataukah ilmu itu harus
berdiri sendiri. Bagi ummat Islam dalam hal apapun Agama menjadi tolak ukur
atau pegangan dalam menetapkan setiap hal dalam kehidupan, ini bertujuan
agar manusia tidak hanya memperoleh kebahagiaan dunia saja tetapi akhirat
juga
2. Era modern sekarang ini tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan dari
baratlah yang mendominasi perkembangan kemajuan zaman yang dimana tolak
ukur keilmuan mereka adalah: Ilmu pengetahuan hanya terpusat kepada yang
sifatnya materi, materilah yang akan mwembawa dan mewujudkan kebahagiaan
hidup serta mampu memecahkan problematika hidup. Agama tidak mempunyai
hak dalam mengatur kehidupan manusia, menentukan setiap tindakan dan
perbuatan manusia, sehingga ini berdampak kepada setip perbuatan yang
tujuannya hanya demi kepentingan nafsu saja. Inilah yang menjadi tantangan
ummat Islam dewasa ini, bagaimana caranya agar Agama bisa terus mengiringi
setiap perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga manusia dapat
memperoleh kebahagiaan dinia dan akhirat.
3. Bahwa filsafat ilmu mengalami sejarah yang panjang sejalan
denganperkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
4. Bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari
perkembanganpemikiran secara teoritis yaitu senantiasa mengacu kepada
peradabanYunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun
mulai dariperadaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada

13
zaman kontemporer. Penemuan-penemuan yang spektakuler terjadi sepanjang
zaman dari masaPra Yunani kuno sampai pada masa kontemporer tentu saja
sangatdipengaruhi oleh tokoh pemikir (filosof) yang hidup pada zaman masing-
masing dan menambah kekayaan khasanah ilmu pengetahuan khususnyacabang
filsafat yaitu filsafat ilmu.

B. Saran
Saran yang dapat kami sampaikan adalah:

1. Seharusnya kita sebagai calon pendidik haruslah banyak mengetahui


tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, dan siapa saja penemu
yang berperan penting dalam kehidupan ini.
Sebagai umat yang beriman, kita seharusnya mengetahui batasan-bataan
dalam pengembangan ilmu itu sendiri.
2. Sebagai penyusun, kami menyadari banyak hal yang masih kurang. Dan
jika dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan atau
kekeliruan, mohon kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amien, Miska M. Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam. Jakarta:


UI Press, 1983

Anshari, Endang S. Ilmu, filsafat, dan Agama. Bina Ilmu: Surabaya, 1985

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius 1998

Sabri, Muhammad Dkk. Filsafat Ilmu. Makassar: Alauddin Press 2009

Raverts, Jerome R. Filsafat Ilmu.Yogyakarta: Pustaka Pelajar 1982

15

Anda mungkin juga menyukai