Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Seorang Laki-Laki 57 Tahun dengan Oculi Dextra Ulkus Kornea Perforasi et


causa Suspek Bakterial

Penguji kasus : dr. Maharani, Sp.M (K)


Pembimbing : dr. Kasihana
Dibacakan oleh : Melinda Dwi Hardiyanti
Dibacakan tanggal : 1 Maret 2016

I. PENDAHULUAN
Permukaan mata secara regular terpajan lingukungan luar dan mudah
mengalami trauma, infeksi, dan reaksi alergi. Penyakit peradangan dan
infeksi pada mata perlu mendapat penanganan segera agar tidak
menimbulkan gangguan pengelihatan dan bahkan kebutaan. Pembentukan
jaringan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
gangguan penglihatan di seluruh dunia, sedangkan ulkus yang sembuh dapat
menyebabkan kekeruhan kornea dan mengakibatkan penurunan tajam
penglihatan. Di Indonesia kekeruhan kornea merupakan masalah kesehatan
mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama
kebutaan.3
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea biasanya ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea, serta diskontinuitas jaringan kornea yang
dapat terjadi dari epitel sampai stroma.1 Ulkus kornea dapat terjadi akibat
adanya trauma oleh benda asing, gangguan air mata atau penyakit yang
menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga
menimbulkan infeksi atau peradangan.2
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa
descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Penatalaksanaan
yang tepat berupa menetapkan diagnosis penyebabnya secara dini dan
mengobatinya secara memadai akan dapat mengurangi komplikasi yang
dapat ditimbulkan.

1
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. MD
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sendang Kulon RT 03/RW 01, Kendal
Pekerjaan : Tukang bangunan
No. CM : C573653

III. ANAMNESIS
(Autoanmanesis dengan pasien pada tanggal 24 Februari 2016 di poliklinik
mata RSDK)

Keluhan Utama:
Mata kanan nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang:


± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa mata kanan
kelilipan percikan kerikil saat bekerja. 3 hari setelah kelilipan pasien merasa
mata kanan nyeri (+), merah (+), mata terasa mengganjal (+) dan kemeng
(+) mata kabur (+), silau (+), nrocos (+), keluar kotoran (+), dibilas dengan
air sirih (-). Pasien kemudian berobat ke puskesmas dan diberi obat tetes
berwarna merah muda yang diteteskan 2 jam sekali dan obat minum 3
macam.
± 2 hari setelahnya, timbul putih-putih di manik mata kanan. Mata
merah (+), kemeng (+), nrocos (+), keluar kotoran (-), mata kabur (+).
Karena dirasa tidak ada perbaikan, pasien memeriksakan diri ke dokter
keluarga, diberi obat tetes mata 1 macam  kontrol 1 minggu kemudian,
pandangan kabur (+), mata merah (+), nyeri (+) semakin bertambah, nrocos
(+), keluar kotoran (-)  pasien kemudian dirujuk ke RSDK.

2
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat sakit seperti ini sebelumnya (-)
- Riwayat mata merah berulang (-)
- Riwayat mata kabur sebelumnya (-)
- Riwayat menggunakan kacamata (-)
- Riwayat penggunaan lensa kontak (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat operasi mata (-)
- Riwayat penggunaan obat-obatan dalam jangka panjang sebelumnya (-)
- Riwayat sakit kencing manis (-)
- Riwayat hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


- Riwayat keluarga yang sakit seperti ini (-)
- Riwayat alergi pada keluarga (-)

Riwayat Sosial Ekonomi:


- Pasien bekerja sebagai tukang bangunan
- Istri merupakan ibu rumah tangga
- Memiliki 2 anak yang belum mandiri
- Pembiayaan Rumah Sakit menggunakan BPJS non PBI
Kesan: sosial ekonomi kurang

IV. PEMERIKSAAN
(Tanggal 24 Februari 2016)
A. PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesen:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86x / menit

3
RR : 20x / menit
Suhu : 36,7oC

Kepala : mesosefal
Thoraks : Cor : tidak ada kelainan
Pulmo : tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan

Status Oftalmologi:
kornea edema (+), defek (+), letak parasentral, ukuran 2 x 1 mm,
kedalaman superfisial, batas tegas. Infiltrat (+) ukuran 3 x 4 mm
disekitar defek, kedalaman 1/3 stroma. Jaringan nekrotik (+),
fluorescein test (+), siedel test (-), tampak iris membayang
OD OS

mixed injection (+)

Oculi Dexter Oculi Sinister


1/~ LPB VISUS 6/10
Tidak dilakukan KOREKSI Tidak dilakukan
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas Gerak bola mata bebas
PARASE/PARALYSE
ke segala arah ke segala arah
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
PALPEBRA
Edema (-), spasme (-) Edema (-), spasme (-)
SUPERIOR
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (+), sekret (-), KONJUNGTIVA Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-) PALPEBRALIS edema (-)
Hiperemis (+), sekret (-), KONJUNGTIVA Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-) FORNICES edema (-)

4
Mixed injeksi (+), sekret KONJUNGTIVA Injeksi konjungtiva (-),
(-), kemosis (-) BULBI sekret (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Edema (+), defek epitel
(+) ukuran Ø 2x1 mm,
parasentral, kedalaman
superfisial, batas tegas.
Infiltrat (+) 3x4 mm di Jernih, edema (-), erosi
sekitar infiltrat, (-), infiltrat (-),
CORNEA
kedalaman 1/3 stroma, fluorescein test (-)
jaringan nekrotik (+),
fluorescein test (+),
siedel test (-), tampak
iris membayang

CAMERA OCULI Kedalaman cukup,


Kedalaman dangkal
ANTERIOR TyndallEffect (-)
Sulit dinilai IRIS Kripte (+), sinekia (-)

Bulat, central, regular,


Detail sulit dinilai PUPIL
d : 3 mm, RP (+) N
Jernih LENSA Detail sulit dinilai
(-) FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang
T (digital) normal TENSIO OCULI T (digital) normal
SISTEM CANALIS
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
LACRIMALIS

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Tes Fluoresin pada Oculi Dextra (24 Februari 2016)
- Didapatkan warna hijau pada kornea  epitelisasi dari iris yang
prolaps

V. RESUME
Seorang pria 57 tahun datang ke poli mata RSDK dengan keluhan
mata kanan nyeri (+), mata kanan hiperemis (+), visus mata kanan

5
turun (+), terasa mengganjal, cefalgia (+), fotofobia (+), lakrimasi (+),
sekret (-).
± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, mata kanan mulai terasa nyeri
(+), hiperemis (+), terasa mengganjal (+), visus mata kanan turun (+),
cefalgia (+), fotofobia (+), nyeri (+), lakrimasi (+), sekret (+) sejak 3
hari setelah trauma. Pasien kemudian berobat ke puskesmas dan diberi
obat tetes berwarna merah muda yang diteteskan 2 jam sekali dan obat
minum 3 macam.
± 2 hari kemudian muncul leukokoria (+) pada mata kanan, visus mata
kanan semakin turun, sekret (-)  kontrol ke dokter keluarga dan
diberikan obat tetes 1 macam  kontrol 1 minggu, tidak ada
perbaikan  rujuk RSDK

Status Oftalmologi:

Oculi Dexter Oculi Sinister


1/~ LPB VISUS 6/10
Hiperemis (+), sekret (-), KONJUNGTIVA Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-) PALPEBRALIS edema (-)
Hiperemis (+), sekret (-), KONJUNGTIVA Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-) FORNICES edema (-)
Mixed injeksi (+), sekret KONJUNGTIVA Injeksi konjungtiva (-),
(-), kemosis (-) BULBI sekret (-)
Edema (+), defek epitel
(+) ukuran Ø 2x1 mm,
parasentral, kedalaman
superfisial, batas tegas.
Infiltrat (+) 3x4 mm di Jernih, edema (-), erosi
sekitar infiltrat, (-), infiltrat (-),
CORNEA
kedalaman 1/3 stroma, fluorescein test (-)
jaringan nekrotik (+),
fluorescein test (+),
siedel test (-), tampak
iris membayang

CAMERA OCULI Kedalaman cukup,


Kedalaman dangkal
ANTERIOR Tyndall Effect (-)

6
Sulit dinilai IRIS Kripte (+), sinekia (-)
(-) FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang
Lain-lain Detail sulit dinilai

Tes fluoresin (+)  didapatkan warna hijau pada kornea  epitelisasi


dari iris yang prolaps.

VI. DIAGNOSIS BANDING


Oculi Sinistra Ulkus Kornea Perforasi et causa suspek bakteri
Oculi Sinistra Ulkus Kornea Perforasi et causa suspek jamur

VII. DIAGNOSIS KERJA


Oculi Sinistra Ulkus Kornea Perforasi et causa suspek bakteri

VIII. TERAPI
- Gentamicin fortified Eye Drop 0,9%1 tetes/jam (Oculi Dextra)
- Cefazolin fortified Eye Drop 3,3% 1 tetes/jam (Oculi Dextra)
- Sulfas Atropin 1% Eye Drop 1 tetes/ 8 jam (Oculi Dextra)
- Levofloxacin 1 x 500 mg
- Natrium Diclofenac 2 x 50 mg

Program: Eviscerasi + DFG


Keratoplasti

IX. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Ad malam Dubia ad bonam
Quo ad sanam Ad malam Ad bonam
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Ad malam

7
X. SARAN
1. Kontrol 1 minggu kemudian untuk memantau dan mengevaluasi
perkembangan penyakit serta kemungkinan komplikasi.
2. Pemeriksaan scraping kornea mata dengan pengecatan Gram dan
pengecatan KOH 10%
3. Diprogramkan untuk kultur dan test sensitifitas
4. Diprogramkan untuk dilakukan eviscerasi atau keratoplasti apabila ulkus
tidak sembuh dengan pengobatan.

XI. EDUKASI
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa pasien menderita luka pada
manik mata kanan yang menyebabkan timbulnya gejala seperti yang
dikeluhkan.
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien bahwa penglihatan pasien
sesudah perawatan mungkin tidak bisa kembali seperti semula. Terapi
dan perawatan yang dilakukan bertujuan untuk mengendalikan infeksi.
- Menjelaskan kepada pasien agar pasien tidak mengucek mata karena
dapat meningkatkan penyebaran infeksi dan dapat menyebabkan rupture.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar pasien dapat menjaga
kebersihan dengan baik terutama kebersihan tangan.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien dapat
mengikuti dan mematuhi terapi yang diberikan sesuai anjuran dokter.
- Menjelaskan pada pasien agar segera kontrol ke dokter apabila
merasakan gejala yang sama pada mata kiri.

XII. DISKUSI
A. Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea

8
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di
tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm.
Dari luar ke dalam, kornea mempunyai lima lapisan yang
berbeda-beda:4

1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal
dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel
basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi
rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma
dan berasal dari bagian depan stroma.

9
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan
sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane
basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.4
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal
dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus
berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah
limbus, humour aquous, dan air mata.Kornea superfisial juga
mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea

10
dipertahankan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.1
Kerusakan pada sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel
menyebabkan edema local sesaat stroma kornea yang kana
menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air
dari film air mata parakornea berakibat film air mata menjadi
hipertonik, proses itu dan penguapan langsung adalah factor-faktor
yang menarik air dari stroma kornea superficial untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.

B. Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan
kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
1. Etiologi 1,4,5,6
a. Infeksi
- Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus
pneumonia dan spesies Moraxella merupakan penyebab
paling sering.
- Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium,
Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies mikosis
fungoides.
- Infeksi virus : Ulkus kornea oleh virus herpes simplex
- Acanthamoeba

b. Non Infeksi
- Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
- Radiasi atau suhu
- Sindrom Sjorgen

11
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai
keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu
keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi
unsur film air mata (akeus, musin atau lipid
- Defisiensi vitamin A
- Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun,
misalnya; kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine),
anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
- Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
- Pajanan (exposure)
- Neurotropik

c. Sistem Imun (Reaksi Hioersensitivitas)


- Granulomatosa wagener
- Rheumathoid arthritis

2. Patofisiologi Ulkus Kornea


Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus
dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di
retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan
tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan
kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila
letaknya di daerah sentral. 5
Kornea bersifat avaskuler. Jika terjadi peradangan sistem
pertahanan pada kornea akan menstimulasi wandering cell dan
sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, untukbekerja
sebagai makrofag. Kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh

12
darah yang terdapat dilimbus yang tampak sebagai injeksi
perikornea. Kondisi ini dapat berlanjut dengan terdapatnya
infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin. Hal ini dapat berlanjut menjadi kerusakan epitel dan
timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka
kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda
dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Kontraksi iris yang
meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek
yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris. 1
Apabila kerusakan atau cedera pada epithelium telah
dimasuki oleh agen-agen asing, terjadilah sekuel perubahan
patologik yang muncul saat perkembangan ulkus kornea dan
proses ini dapat dideskipsikan dalam empat stadium, yaitu
infiltrasi, ulkus aktif, regresi dan sikatrik. Infiltrat sel leukosit
dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus
yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh
dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan
terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.5 Hasil akhir dari ulkus kornea tergantung kepada
virulensi agen infektif, mekanisme daya tahan tubuh,dan terapi
yang diberikan.
Berdasarkan tiga faktor tersebut, maka ulkus kornea dapat
menjadi :
a. Ulkus terlokalisir dan sembuh

13
b. Penetrasi lebih dalam sampai dapat terjadi perforasi, atau
c. Menyebar secara cepat pada sekuruh kornea dalam bentuk
ulkus kornea
Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea ,
yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba

2. Ulkus kornea perifer


a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

a. Ulkus Kornea Fungi


Pada pasien dengan ulkus kornea karena jamur
biasanya terdapat riwayat trauma mata saat beraktivitas di
luar/lapangan. Selain itu juga perlu diketahui factor resiko
yang dimiliki seperti, trauma (lensa kontak, benda asing,
dan tumbuhan sebagai factor resiko utama), penggunan
kortikosteroid topical, riwayat operasi kornea, keratitis
kronis karena herpes simpleks, herpes zoster, atau
konjungtivitas vernal, dan pekerjaan pertanian.
Mata tidak dapat memberikan gejala selama
beberapa hari sampai beberapa minggu sesudah trauma
yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada
permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-
abuan yang agak kering.Tepi lesi berbatas tegas irregular
dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel

14
yang baik.Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya.4 Ulkus kadang-kadang dalam, seperti ulkus
yang disebabkan bakteri.Pada infeksi kandida bentuk
ulkus lonjong dengan permukaan naik.Dapat terjadi
neovaskularisasi akibat rangsangan radang.Terdapat
injeksi siliar disertai hipopion.

b. Ulkus Kornea Bakterialis


Ulkus Streptokokus1
Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-
abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang
menggaung.Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang
dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

Ulkus Stafilokokus1
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah
defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan
terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

Ulkus Pseudomonas1
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam
kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan
perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa
ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang

15
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk
ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat
terlihat hipopion yang banyak.

Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan
sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut
Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang
penuh dan berwarna kekuning-kuningan.

3. Gejala Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat
berupa:
a. Gejala Objektif
Injeksi siliar, hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat, hipopion
b. Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva, sekret
mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan
kabur, mata berair, bintik putih pada kornea sesuai lokasi
ulkus, silau, nyeri. Infiltat yang steril dapat menimbulkan
sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan
tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

4. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan
slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien
penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit

16
kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus
herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula
ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit
bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga
mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti
diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi
khusus..
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan
diagnostik seperti ketajaman penglihatan, tes refraksi, tes air
mata, pemeriksaan slit-lamp, keratometri (pengukuran kornea),
respon reflek pupil, pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
dan scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa,
atau KOH)

5. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa: kebutaan
parsial atau komplit, korneal perforasi, endoptalmitis, prolaps
iris, sikatrik kornea, glaucoma sekunder.

6. Pengobatan Ulkus Kornea Secara Umum


a. Penatalaksanaan Medikamentosa
1) Antibiotik Topical
Terapi inisial (sebelum didapatkan hasil kultur dan tes
sensitivitas) hendaknya diberikan antibiotik spektrum
luas.8
2) Antibiotik Sistemik
Dapat diberikan pada kasus berat dengan perforasi
atau jika sklera ikut terkena.8
3) Anti Jamur

17
- Jamur yang belum diidentififikasi penyebabnya:
topikal amphotericin B 1,2,5 mg/ml, thiomerosal
10 mg/ml, natamicin > 10 mg/ml, golongan
imidazole
- Jamur berfilamin: topical amphotericin B,
thiomerosal,natamicin, imidazole
- Ragi (yeast): amphotericin B, Natamicin, Imidazol
- Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan
sulfa, berbagai jenis antibiotik
4) Anti Virus
5) Obat Siklopegik.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M.
konstriktor pupil.
6) Obat Analgesik Sistemik Dan Anti Inflamasi

b. Penatalaksanaan Bedah
- Keratektomi superfisial tanpa membuat perlukaan pada
membran Bowman
- Keratektomi superfisial hingga membrane Bowman
atau stroma anterior
- Tarsorafi lateral atau medial
- Tissue adhesive atau graft amnion multilayer
- Flap konjungtiva
- Patch graft dengan flap konjungtiva
-
Keratoplasti tembus
-
Fascia lata graft1

18
XIII. PEMBAHASAN
Pasien ini didiagnosis OD Ulkus Kornea et causa suspek bakterial
dengan dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai berikut:
Pada anamnesis penderita mengeluh mata kanan nyeri, kabur, merah,
kemeng, silau, dan terasa mengganjal setelah terkena kerikil. Pada
pemeriksaan fisik mata kanan ditemukan penurunan visus mata kanan 1/~
LPB dan visus mata kiri 6/10. Pada konjungtiva bulbi didapatkan mixed
injeksi. Pada kornea didapatkan kornea edema (+), defek epitel (+) ukuran Ø
2x1 mm, parasentral, infiltrat (+) 3x4 mm disekitar defek, kedalaman 1/3
stroma, batas tegas, fluorescein test (+), siedel test (-), tampak iris
membayang.
Penyebab dari ulkus kornea pada kasus ini belum dapat ditentukan,
sehingga disarankan dilakukan pemeriksaan scrab kornea dengan
pengecatan gram dan KOH 10 %, serta dilakukan kultur dan tes senisitifitas.
Pada kasus ini diberikan terapi gentamisin fortified eye drop dan
cefazolin fortified eye drop (antibiotik topikal) dan levofloxacin tablet
(anibiotik sistemik) karena sudah terjadi perforasi pada korneanya. Sulfas
atropine 1 % juga diberikan sebagai siklopegik untuk mengurangi nyeri dan
menyebabkan paralisis m. siliaris, mengakibatkan mata tidak mempunyai
daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya
m. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehingga sinekia posterior yang telah
ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru.1
Diberikan pula Natrium Diklofenac sebagai anti inflamasi dan anti nyeri.
Pasien ini juga diprogramkan eviscerasi + DFG atau keratoplasti,
karena ulkus korneanya tidak sembuh dengan pengobatan dan sudah terjadi
perforasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000


2. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com 2007.
3. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id.
2007.
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
5. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisike
2,Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
6. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
7. Anonymous, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.HealthCare.com. 2007-04-
14
8. Murillo-Lopez, Fernando H. MD. Corneal Ulcer Treatment and
Management. Dikutip dari www.medscape.com. 2012-10-15

20

Anda mungkin juga menyukai