Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) atau sindrom

kegagalan kekebalan tubuh merupakan kumpulan gejala atau penyakit

yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh

virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini telah menjadi

pandemik yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping

belum di temukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga

memiliki “window periode”dan fase asimptomatik yang relatif panjang

dalam perjalanan penyakitnya (DepKes RI, 2007).

Data epidemi HIV dan AIDS menunjukkan terdapat 34 juta orang

yang telah terinfeksi HIV sejak kasus HIV pertama yang ditemukan pada

tahun 1981. 97% dari jumlah orang yang hidup dengan HIV tersebut

terdapat di negara berkembang, terutama di negara-negara Sub-Sahara

Afrika. Hampir 50% infeksi baru menyerang kelompok orang muda di

bawah usia 25 tahun. Khusus pada tahun 2010, setiap harinya terdapat

77.000 infeksi baru dengan total infeksi baru sebesar 2,7 juta di seluruh

dunia dan 390.000 di antaranya terjadi pada anak-anak. Meskipun

demikian jumlah infeksi baru ini lebih rendah 21% dibandingkan puncak

infeksi baru pada 1997 (USAID, 2011).

1
2

ASIA Tenggara dan Selatan menempati urutan kedua jumlah orang

yang hidup dengan HIV setelah kawasan Sub-Sahara Afrika. Sekitar 4 juta

atau 12% total ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) di dunia ada di

Asia Tenggara dan Selatan. Di tingkat nasional, jumlah ODHA di

Indonesia diperkirakan 287.357 orang yang tersebar di seluruh provinsi di

Indonesia, meningkat sedikit dibandingkan pada 2007 sebesar 270.000

orang. Prevalensi HIV pada orang dewasa mencapai 0,3%. Indonesia

merupakan salah satu negara di Asia setelah India dan China yang

mempunyai peningkatan jumlah infeksi baru paling tinggi (USAID, 2011).

Di Provinsi Riau kasus HIV terus meningkat ini dapat dilihat dari

data yang diperoleh dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Provinsi

Riau bahwa pada tahun 2013 kasus HIV dan AIDS yaitu sebanyak 259 kasus

HIV dan 171 kasus AIDS dan meningkat pada tahun 2014 yaitu sebanyak

316 kasus HIV dan 248 kasus AIDS.

Berdasarkan data yang di peroleh dari Yayasan Utama Riau, kasus

HIV dan AIDS di Kota Pekanbaru setiap tahunnya selalu meningkat,

selain itu Pekanbaru juga penyumbang kasus HIV terbanyak daripada

Kab/kota lain yang ada di Riau yaitu sebesar 654 kasus HIV selama tahun

2005 sampai2014.

Salah satu prinsip untuk mengetahui apakah seseorang tertular HIV

adalah melalui pemeriksaan darah yang disebut dengan tes HIV melalui tes

VCT. Tes VCT adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan

apakah seseorang sudah positif terkena HIV atau tidak, yaitu dengan cara
3

mendeteksi adanya antibodi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

didalam sampel darahnya (Wulansari dkk, 2012).

VCT didefinisikan sebagai Proses konseling pra testing, konseling

post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan

secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra

testing memberikan pengetahuan tentang HIV & manfaat testing,

pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV

yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk

mengerti & menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan

(KPAP Sumut, 2007).

Manfaat VCT adalah untuk mempromosikan perubahan perilaku

dan mengurangi resiko mendapat infeksi dan penyebaran HIV,

mempercepat diagnosis HIV, meningkatkan penggunaan layanan

kesehatan termasuk terapi Antiretriviral (ARV), mencegah terjadinya

infeksi Lain pada ODHA, memberikan pengetahuan seputar HIV dan

AIDS, dan bisa mengetahui status HIV dan AIDS (Machmudah dkk,

2011).

VCT juga merupakan suatu prosedur diskusi pembelajaran antara

konselor dan klien untuk memahami HIV dan AIDS beserta risiko dan

konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya.

Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku kearah perilaku lebih sehat

dan lebih aman (Kemenkes RI, 2005)


4

LayananVCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang

berlangsung tidak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan

untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi

serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungan (Sari,

2014)

VCT merupakan program pencegahan sekaligus jembatan untuk

mengakses layanan manajemen kasus serta perawatan, dukungan dan

pengobatan bagi ODHA.Program layanan VCT dimaksudkan membantu

masyarakat terutama populasi berisiko dan anggota keluarganya untuk

mengetahui status kesehatan yangberkaitan dengan HIV dimana hasilnya

dapat digunakan sebagai bahan motivasi upayapencegahan penularan dan

mempercepat mendapatkan pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan

(Aswar dkk, 2011). Layanan VCT belum berjalan dengan maksimal, hal

ini di karenakan kurangnya kesadaran untuk memanfaatkan layanan VCT

terutama bagi orang risiko tinggi (Darmawansyah, 2014).

Kesadaran diartikan sebagai kondisi terjaga atau mampu mengerti

apa yang sedang terjadi. Selain itu kesadaran juga diartikan sebagai semua

ide, perasaan, pendapat, dan sebagainya yang di miliki seseorang atau

sekelompok orang (Prasanti, 2013).

Salah satu populasi berisiko tinggi terkena penyakit HIV dan AIDS

di Indonesia adalah WPS karena pada kelompok ini mereka melakukan

aktifitas seksualnya dengan pasangan yang tidak tetap (Sembiring, 2011).


5

Mengingat kelompok WPS merupakan salah satu kelompok yang menjadi

pintu masuknya penularan HIV/AIDS dari kelompok berisiko ke

masyarakat, maka seharusnya terdapat kesadaran pada WPS untuk

melakukan Voluntary Conseling and Testing (Febrina, 2013).

Berdasarkan data dari Yayasan Utama Riau yang melakukan

Mobile VCT pada bulan Maret 2015 di lokalisasi Maredan, didapatkan

data bahwa dari 120 orang WPS yang berada di lokalisasi Maredan hanya

90 orang WPS yang mau untuk mengikuti tes VCT sedangkan 30

diantaranya berhasil melarikan diri untuk tidak mengikuti test tersebut.

Seharusnya seluruh WPS di lokalisasi maredan wajib untuk mengikuti test

karena WPS merupakan salah satu Populasi Kunci (POCI) dalam

penyebaran HIV dan AIDS.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahrir (2013) mengenai

Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan klinik VCT Di puskesmas

kota Makassar didapatkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan

tinggi mngenai HIV dan VCT lebih mempunyai keinginan untuk

mengikuti VCT guna untuk mencegah penularan HIV dan AIDS

dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan rendah.

Faktor-faktor yang berhubungan kesadaran WPS untuk melakukan

VCT yaitu pengetahuan, sikap, peran petugas kesehatan dan peran

pemangku kepentingan. Menurut Syahrir (2013), pengetahun seputar HIV


6

dan AIDS sangat penting agar bisa melakukan perubahan perilaku berupa

pencegahan dan penularan kepada oranglain.

Hasil wawancara penulis dalam survey awal yang dilakukan di

lokalisasi Maredan terhadap 9 orang WPS, didapatkan bahwa masih ada

yang tidak mengtahui tentang VCT dan ada juga yang tidak mau

mengikuti test dengan alasan takut disuntik/diambil darah dan juga

mengatakan bahwa VCT itu bersifat sukarela dan tidak diwajibkan, jadi ia

tidak mau mengikuti test. Selain itu ada juga WPS yang tidak mengikuti

test karena belum tau VCT itu apa karena masih kurangnya penyuluhan

dari petugas kesehatan. Mereka yang tidak mengetahui tentang VCT ini

kebanyakan merupakan WPS yang masih baru bekerja di lokalisasi

Maredan.Selain itu juga masih kurangnya dukungan dari para pemangku

kepentingan yang bersangkutan dengan lokalisasi Maredan seperti

mucikari dan pemuda setempat.Dukungan mucikari berpengaruh terhadap

keikutsertaan WPS dalam mengikuti test, karena mucikari sangat berperan

penting di lokalisasi.

Berdasarkan data yang di peroleh dari Yayasan Utama Riau dan

dari hasil survey awal yang telah di lakukan di lokalisasi maredan, maka

peneliti tertarik untuk meneliti tentang kesadaran WPS terhadap VCT di

lokalisasi Maredan, selain itu juga karena belum pernah di lakukan

penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan kesadaran WPS

terhadap VCT di lokalisasi Maredan.


7

B. Rumusan Masalah

HIV sangat berisiko menular melalui kontak seksual maupun non

seksual.Bila penularan ini tetap dibiarkan tanpa upaya pencegahan maka

kasusnya akan terus meningkat.Pencegahan penularan HIV dan AIDS

salah satunya dapat dilakukan dengan cara mengikuti test VCT.

Berdasarkan survey awal penulis di lokalisasi Maredan, dari 9 orang yang

diwawancarai masih banyak yang tidak mengetahui tentang VCT dan

bersifat acuh tak acuh terhadap test ini, ada yang beranggapan bahwa test

ini bersifat sukarela, selain itu masih kurangnya penyuluhan dari petugas

kesehatan tentang VCT dan masih kurangnya dukungan dari pemangku

kepentingan kepada WPS untuk melakukan test VCT. Maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa sajakah yang

berhubungan dengan kesadaranwanita pekerja seks (WPS) terhadap

Voluntary Counselling and Testing (VCT) dalam upaya pencegahan

HIV dan AIDS di lokalisasi Maredan tahun 2015”

C. Pertanyaan Penelitian

1. Apakah ada hubungan pengetahuan dengan kesadaran dalam upaya

pencegahan HIV dan AIDS di lokalisasi Maredan?

2. Apakah ada hubungan sikap dengan kesadaran dalam upaya

pencegahan HIV dan AIDS di lokalisasi Maredan?

3. Apakah ada hubungan peran petugas kesehatan dengan kesadaran

WPS dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS di lokalisasi Maredan?


8

4. Apakah ada hubungan dukungan pemangku kepentingan dengan

kesadaran WPS dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS di lokalisasi

Maredan?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kesadaran

WPS terhadap VCT dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS di

lokalisasi Maredan.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan kesadaran

WPSterhadap VCT dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS di

lokalisasi Maredan

b. Diketahuinya hubungansikap dengan kesadaran WPSterhadap

VCTdalam upaya pencegahan HIV dan AIDS di lokalisasi

Maredan

c. Diketahuinya hubungan pelayanan petugas kesehatan dengan

kesadaran WPSterhadap VCT dalam upaya pencegahan HIV dan

AIDS di lokalisasi Maredan.

d. Diketahuinya hubungan dukungan pemangku kepentingan dengan

kesadaran WPS terhadap VCT dalam upaya pencegahan HIV dan

AIDS di lokalisasi Maredan


9

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Merupakan kesempatan bagi penulis untuk mengaplikasikan

ilmu kesehatan masyarakat dan menambah pengetahuan serta

pengalaman dalam penulisan khususnya di bidang kesehatan.

2. Bagi Institusi Kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan

dapat memberikan informasi kepada pengambil keputusan dalam

upaya meminimalisasirkasus HIV dan AIDS.

3. Bagi STIKes Hang Tuah Pekanbaru

Hasil dari penelitian ini agar dapat memberikan sumbangan

ilmiah dibidang ilmu kesehatan, khususnya studi ilmu kesehatan

masyarakat, dan dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa lain

yang akan melakukan penelitian yang berhubungan dengan faktor-

faktor yang berhubungan dengan kesadaran Wanita Pekerja Seks

(WPS) terhadap VCT dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS serta

tambahan bacaan perpustakaan STIKes Hang Tuah Pekanbaru.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, penulis akan

melakukan penelitian di lokalisasi Maredan pada bulan Mei-Juni tahun

2015 dengan populasi para Wanita Pekerja Seks (WPS) berjumlah 120

orang, dan sampel yang dipakai untuk penelitian adalah 120 orang. Ruang
10

lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor yang

mempengaruhi kesadaran WPS terhadap VCTdalam upaya pencegahan

HIV dan AIDS berdasarkan pengetahuan, sikap, peran petugas kesehatan

dan peran pemangku kepentingan.Fokus penelitian ini dilakukan pada

WPS yang ada di Lokalisasi Maredan Pekanbaru.


11

E. Penelitian Sejenis

Tabel 2
Keaslian Penelitian
Keterangan Penelitian sekarang Mujiati Syahrir
(2015) (2014) (2013)

Judul Faktor-faktor yang Faktor persepsi dan Faktor yang


mempengaruhi tingkat sikap dalam berhubungan
kesadaran Wanita pemanfaatan layanan dengan pemanfaatan
Pekerja Seks (WPS) voluntary counseling klinik
terhadapVoluntary and testing (vct) oleh Voluntary
Counseling and kelompok berisiko
counseling and
Testing(VCT) dalam hiv/aids di kota
upaya pencegahan Bandung tahun 2013 testing (vct)
HIV/AIDS di Di puskesmas kota
lokalisasi Makassar
Maredan tahun 2015

Desain Cross sectional Cross sectional Cross sectional

Variabel Pengetahuan, sikap, Persepsi, sikap, Umur, pengetahuan,


peran petugas pemanfaatan layanan sikap, peran petugas
kesehatan, dukungan vct kesehatan, dukungan
pemangku keluarga
kepentingan

Subjek WPS dilokalisasi Kelompok berisiko Klien VCT di


Maredan HIV/AIDS yang Puskesmas Andalas
berkunjung ke Klinik
VCT RSUD Kota
Bandung, RS Al Islam
Bandung, Puskesmas
Kopo, Puskesmas
Ujungberung Indah,
Klinik Mawar PKBI
dan LSM Abiasa

Tempat Pekanbaru Bandung Makasar


12

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Voluntary Counseling And Testing(VCT)

1. Pengertian VCT

VCT adalah konseling dan testing HIV dan AIDS secara

sukarela. VCT juga merupakan suatu prosedur diskusi

pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV dan

AIDS berserta resiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan

keluarga serta orang disekitarnya. Tujuan utamanya adalah

perubahan perilaku kearah perilaku lebih sehat dan lebih aman

(Kemenkes RI, 2005)

Konseling dalam VCT adalah kegiatan yang menyediakan

dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS,

mencegah HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang

bertanggung jawan, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan

berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS (Kemenkes RI,

2005)

2. Peran Voluntary Counseling And Testing (VCT)

Konseling dan Testing Sekarela yang di kenal sebagai VCT

merupakan salah satu startegi kesehatan masyarakat dan sebagai

12
13

pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan AIDS secara

berkelanjutan. Dapat dilihat dari gambar berikut ini:

VCT
Merupakan pintu masuk untuk pencegahan dan perawatan HIV

Penerimaan sero-
status, coping &
perawatan diri
1. Perencanaan Memfasilitasi
masa depan perubahan
2. Perawatan perilaku
anak yatim
piatu
3. pewarisan
Memfasilitasi
Voluntary
intervensi MCTC
Counselling
Normalisasi Testing
HIV dan AIDS
Infeksi
oportunistik &
Rujukan dukungan IMS; introduksi
sosial dan sebaya ARV
Terapi pencegahan
& perawatan
reproduksi

Sumber : Kemenkes RI (2005)

Gambar 1
Peran Voluntary Counseling And Testing (VCT)

3. Prinsip Pelayanan VCT menurut Kemenkes RI (2005):

a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV

Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar

kerelaan, tanpa paksaan dan tanpa tekanan.keputusan untuk


14

melakukan testing terletak pada kemauan sendiri, namun hal ini

tidak berlaku pada saat akan melakukan donor darah di unit

transfuse darah dan transpalasi jaringan otot, organ tubuh dan

sel.

b. Saling mempercayai dan terjamin kofidensialitas

Layanan harus bersifat professional, menghargai hak

dan martabat semua klien.Semua yang disampaikan klien harus

dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan,

tidak diperkenankan di diskusikan diluar konteks kunjungan

klien.Semua informasi yang tertulis harus disimpan didalam

tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak

berhak.

c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil

hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing

untuk mengurangi perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan

juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing

dan tahapan penerimaan hasil testing positif.

d. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT

WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan

pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV.


15

Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti konseling pasca

testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang

disetujui oleh klien.

4. Model layanan VCT menurut Kemenkes (2005) terdiri dari:

a. Mobile VCT (penjangkauan dan keliling)

Model penjangkauan dan keliling dapat dilaksanakan

oleh LSM atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi

sasaran kelompok masyarakat yang memiliki perilaku berisiko

tertular HIV dan AIDS di wilayah tertentu.Layanan ini di awali

dengan survey atau penelitian atas kelompok masyarakat di

wilayah tersebut dan survey tentang layanan kesehatan dan

layanan dukungan lainnya di daerah setempat.

b. VCT statis (Klinik VCT tetap)

Layanan VCT bertempat dan menjadi bagian dari

layanan kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatanmya harus

memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan

konseling dan testing HIV dan AIDS.

5. Proses pelayanan VCT

Sebelum dilakukan tes darah, terlebih dahulu dilakukan

konseling. Hal tersebut di perlukan karena sebelum tes darah


16

dilakukan, kita harus tahu dahulu informasi lengkap tentang HIV

dan AIDS, keuntungan dan kerugian melakukan tes, faktor resiko

apa saja dan cara menguranginya sehingga kita siap melakukan tes.

Kemudian setelah tes darah dilakukan, kita juga

membutuhkan persiapan menghadapi hasil tes dan semua

konsekuensi dari hasil tes tersebut. Karena itulah seorang konselor

akan membantu dan menemani relawan melihat hasil tes dan

memberikan saran apa saja yang harus dilakukan (PKBI,2012)

6. Tahapan Konseling Pre Test VCT terdiri dari: a) Alasan test; b)

Pengetahuan tentang HIV & manfaat testing; c)Perbaikan

kesalahpahaman tentang HIV / AIDS; d)Penilaian pribadi resiko

penularan HIV; e)Informasi tentang test HIV; f)Diskusi tentang

kemungkinan hasil yang keluar; g)Kapasitas menghadapi hasil /

dampak hasil; h) Kebutuhan dan dukungan potensial - rencana

pengurangan resiko pribadi; i) Pemahaman tentang pentingnya test

ulang; j) Memberi waktu untuk mempertimbangkan; k)

Pengambilan keputusan setelah diberi informasi; l) Membuat

rencana tindak lanjut; m) Memfasilitasi dan penandatanganan

Informed Consent

7. Konseling Pasca Test tediri dari : a) Dokter & konselor mengetahui

hasil untuk membantu diagnosa dan dukungan lebih lanjut; b)

Hasil diberikan dalam amplop tertutup; c) Hasil disampaikan


17

dengan jelas dan sederhana; d) Beri waktu untuk bereaksi; e) Cek

pemahaman hasil test; f) Diskusi makna hasil test; g) Dampak

pribadi , keluarga , sosial terhadap ODHA , kepada siapa &

bagaimana memberitahu; h) Rencana pribadi penurunan resiko; i)

Menangani reaksi emosional; j) Apakah segera tersedia dukungan;

k) Tindak lanjut perawatan & dukungan ke layanan managemen

kasus atau layanan dukungan yang tersedia di wilayah.

8. Sasaran VCT

Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status

HIV agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit

yang lain dan penularan kepada orang lain. Masyarakat yang

datang ke layanan VCT disebut sebagai klien.Sebutan klien dan

bukan pasien merupakan salah satu pemberdayaan dimana klien

akan berperan aktif di dalam proses konseling.

9. Pengertian HIV dan AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang

menyebabkan rusaknya atau melemahnya sistem kekebalan tubuh

manusia. Pada saat kekebalan tubuh mulai melemah, maka tubuh

akan mudah terserang penyakit sehingga muncul berbagai macam

masalah kesehatan. Gejala yang umumnya timbul antara lain

demam, batuk, atau diare yang terus-menerus. Kumpulan gejala


18

penyakit akibat melemahnya sistem kekebalan tubuh inilah yang

disebut dengan Acquired Immuno DeficiencySyndrome (AIDS)

(KPAP Riau, 2014).

10. Gejala HIV dan AIDS

Diagnosis infeksi HIV AIDS dapat ditegakkan berdasarkan

klasifikasi klinis WHO atau CDC.Di Indonesia diagnosis AIDS

untuk keperluan surveilans epidemiologi dubuat bila menunjukkan

tes HIV positing dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala

mayor atau satu gejala minor.Gejala mayor dan minor pada pasien

HIV dan AIDS menurut Nasronudin dalam Sari (2014):

a. Mayor: 1) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan;

2) Diare kriniks yang berlangsung lebih dari 1 bulan; 3)

Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan; 4) Penurunan

kesadaran dan gangguan neurologis; 5) Ensefalopati HIV

b. Minor: 1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan; 2) Dermaititis

generalisata; 3) Herpes zoxter multisegmental berulang; 4)

Kandidiasis orofaringeal; 5) Herpes simpleks kronik progresif;

6) Limfadenopati generalisata; 7) Infeksi jamur berulang pada

alat kelamin wanita; 8) Retinitis oleh virus sitomegalo

11. Cara Pencegahan HIV dan AIDS

Menurut Nasronudin dalam Sari (2014), hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam pencegahan infeksi HIV diantaranya adalah

sebagai berikut:
19

a. Pengurangan dampak buruk penggunaan narkotika suntik

termasuk melalui puskesmas atau lembaga permasyarakatan

(lapas).

b. Menerapkan prinsip ABC, yaitu Abstinence (tidak melakukan

hubungan seksual), Be faithful (setia pada pasangan) dan

Condom (penggunaan kondom jika terpaksa melakukan

hubungan dengan pasangan.

c. Prevention Of Mother-To-Child Transmission (PMTCT) yaitu

pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi.

d. Pemakaian transfusi darah yang aman

e. Penggunaan peralatan kewaspadaan universal

f. Mengikuti program Voluntary Counseling and Testing (VCT)

12. Kesadaran yang berhubungan dengan VCT

Kesadaran diartikan sebagai kondisi terjaga atau mampu

mengerti apa yang sedang terjadi. Selain itu kesadaran juga

diartikan sebagai semua ide, perasaan, pendapat, dan sebagainya

yang di miliki seseorang atau sekelompok orang ( Prasanti, 2013).

Menurut Soekamto dalam Prasanti (2013) terdapat empat

indikator kesadaran yang masing-masing merupakan suatu tahapan

bagi tahapan berikutnya dan menunjuk pada tingkat kesadaran

tertentu, mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi

antara lain pengetahuan,sikap, dan tindakan.


20

13. Pengertian Wanita Pekerja Seks (WPS)

Menurut Sembiring (2011) WPS atau yang sering dikenal

dengan Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual

dirinya dengan melakukan hubungan seks untuk tujuan

ekonomi.Pelanggan WPS disebut juga protituant artinya orang

yang melacur atau membayar pelacur untuk memenuhi naluri

seksualnya dalam mecapai kepuasan seks. .

WPS mempunyai ciri-ciri khas antara lain sebagai berikut:

a. Menarik, aktraktif wajah dan tubuhnya biasanya dapat

merangsang selera seks kaum pria.

b. Umumnya berusia muda, sebesar 75 % WPS di kota berusia

dibawah 30 tahun.

c. Pakaiannya menyolok, beraneka warna dan aneh-aneh untuk

menarik perhatian kaum pria.

d. Menggunakan teknik seksual yang mekanistik, cepat, tidak

pernah mencapai orgasme, sangat provokatif.

e. Sering berpindah-pindah tempat atau kota, dari kota yang satu

ke tempat atau kota yang lainya. Biasanya WPS memakai

nama samaran atau berganti-ganti nama agar tidak dikenal oleh

banyak orang.

B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kesadaran WPS terhadap

VCT:
21

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan hasil

dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan

suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angketyang

menanyakan tentang isi materi dari subjek penelitian atau

responden.

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-

beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan,

yakni:

a. Tahu (know): Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil)

memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

Misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak mengandung

vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar,

penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk

Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau

mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan

pertanyaan–pertanyaan misalnya : apa tanda-tanda anak yang

kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara

melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan

sebagainya.
22

b. Memahami (comprehension): Memahami suatu objek bukan

sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat

menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut. Misalnya orang yang memahami cara untuk

melindungi perokok pasif di tempat umum dengan penerapan

kawasan tanpa rokok, bukan hanya sekedar mengetahui

kawasan tanpa rokok tetapi juga harus dapat menjelaskan

mengapa harus diterapkan kawasan tanpa rokok tersebut.

c. Aplikasi (application): Aplikasi diartikan apabila orang yang

telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan

atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada

situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham

tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat

perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau

dimana saja orang yang telah paham metodologi penelitian, ia

akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan

seterusnya.

d. Analisis (analysis): Analisis adalah kemampuan seseorang

untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari

hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis


23

adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau

memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)

terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat

membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk

biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing

kremi, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis): Sintesis menunjuk suatu kemampuan

seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu

hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan

yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau

meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-

hal yang telah dibaca atau didengar, dan dapat membuat

kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

f. Evaluasi (evaluation): Evaluasi berkaitan dengan kemampuan

seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya seorang

ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita

malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut

keluarga berencana bagi keluarga, dan sebagainya.


24

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah semua yang

diketahui oleh responden tentang pencegahan penyakit HIV dan

AIDS melalui VCT.mencakup pengertian, tujuan, manfaat, dan

semua yang berkaitan dengan VCT. Hasil penelitian yang

dilakukan Darmawansyah (2012) Ada hubungan antara

pengetahuan dengan kesadaran melakukan VCT, dengan p value=

0,030 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara

pengetahuan terhadap kesadaran untuk melakukan VCT.

2. Umur

Umur dapat menunjukkan kematangan seseorang dalam

berfikir.Hal tersebut menyebabkan umur merupakan salah satu

karakter individu yang dapat mempengaruhi kesadaran seseorang

yang bisa merubahan perilaku kesehatannya.

Hasil penelitian yang dilakukan Darmawansyah (2012) Ada

hubungan antara umur dengan kesadaran melakukan VCT, dengan

p value= 0,023 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan ada

pengaruh antara umur terhadap kesadaran untuk melakukan VCT.

3. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan berkaitan dengan pengetahuan

seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin baik

penerimaan informasi tentang kesehatan (Paramani, 2013). Tingkat

pendidikan dipercayai mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap


25

perilaku dengan cara mempengaruhi persepsi individu seperti persepsi

terhadap keseriusan. Individu dengan pendidikan tinggi, cenderung

memiliki perhatian yang besar terhadap kesehatannya sehingga jika

individu tersebut mengalami gangguan kesehatan maka ia akan segera

mencari pelayanan kesehatan (Purwaningsih, 2010)

Wanita dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan

lebih selektif dan kritis dalam menentukan pengobatannya dan

apabila tidak memiliki risiko akan menolak tes tersebut

(Kurniawati, 2014)

Penelitian yang dilakukan Westheimer (2004), disebutkan

bahwa tingkat pendidikan yang tinggi berhubungan dengan

penerimaan tes HIV dengan nilai p value=0,02, sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh antara tingkat pendidikan

terhadap kesadaran untuk melakukan tes VCT.

4. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup

dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan-

batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap tidak

dapat langsung dilihat tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku tertutup (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari beberapa

tingkatan, yakni:

a. Menerima (receiving): Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap


26

orang tehadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu

terhadap ceramah-ceramah.

b. Merespon (responding): Memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah

suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang

menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing): Mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responding): Bertanggung jawab atas

segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah

merupakan sikap yang paling tinggi.

Selain itu menurut Syahrir (2013) sikap adalah kesiapan

seseorang untuk bertindak terhadap suatu hal tertentu. Sikap dapat

dibagi menjadi dua, yaitu positif dan negatif. Sikap positif diartikan

sebagai kecenderungan tindakan yang mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek tertentu. Sikap negatif ditunjukkan dengan

kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak

menyukai objek tertentu. Sikap merupakan salah satu faktor

predisposisi lainnya yang mempengaruhi pemanfaatan suatu

pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Sikap ditunjukkan

responden dalam bentuk pendapat atau tanggapan responden


27

terhadap VCT oleh kelompok risiko tinggi HIV dan AIDS serta

pelaksanaan pelayanan VCT berupa kesiapan responden dalam

melaksanakan pemeriksaan maupun mengetahui hasil tes HIV

tersebut.

Penelitian yang dilakukan Aswar (2012) menunjukkan ada

hubungan antara sikap dengan kesadaran terhadap VCT. Hasil

analisis presentase menunjukan bahwa yang tidak menggunakan

layanan VCT lebih tinggi pada kelompok yang bersikap negatif

dibandingkan dengan yang bersikap positif dengan (p<0,05)

sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara

sikap dengan kesadaran terhadap VCT,.

5. Akses kepelayanan

Akses terhadap kepelayanan merupakan tidak adanya

halangan bagi seseorang untukmendapatkan pelayanan, baik itu

hambatan geografis.Akses geografis dapat diukur dengan jarak

transportasi, jarak, waktu perjalanan dan hambatan fisik lainnya

yang dapat menghalangi seseorang untuk memperoleh pelayanan

kesehatan.

6. Peran petugas kesehatan

Peran petugas kesehatan sengat penting karena petugas

kesehatan sebagai referensi perilaku masyarakat. Menurut

(Anggraini, 2012) peran adalah suatu pola tingkah laku,

kepercayaan, nilai, sikap yang diharapkan oleh masyarakat muncul


28

dan menandai sifat dan tindakan sipemegang kedudukan. Peran

petugas kesehatan didalam program kesehatan yaitu sebagai

pendidik kesehatan. Salah satu dari fungsi petugas kesehatan

adalah memberikan informasi atau pendidikan tentang kesehatan.

Sebagai pendidik kesehatan tersebut, petugas kesehatan bertugas

untuk bersedia dan mampu mengubah perilaku masyarakat.

Pendidikan kesehatan mencakup kegiatan peningkatan kesadaran

dan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan

rehabilitasi.

Menurut UU No.36 Tahun 2009, Tenaga kesehatan adalah

setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan

dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

wewenang untuk melakukan upaya kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2007), semua petugas kesehatan

baik dilihat dari jenis maupun tingkatannya, pada dasarnya adalah

pendidik kesehatan. Ditengah-tengah masyarakat petugas

kesehatan menjaditokoh panutan di bidang kesehatan. Untuk itu

petugas kesehatan harus mempunyai sikap dan perilaku yang

sesuai dengan nilai kesehatan.

Adapun kriteria pelayanan kesehatan yaitu dapat membaca

dan menulis, mau bekerja secara relawan, bersikap ramah dan

simpatik, mempunyai waktu yang cukup, mengetahui adat-istiadat


29

serta kebiasaan dan dapat diterima di masyarakat setempat

(Depkes, 2005).

Peran petugas kesehatan sangat penting bagi WPS karena

itu sangat menentukan pencegahan terhadap suatu penyakit. Upaya

yang dilakukan petugas kesehatan di daerah lokalisasi dalam

memberikan informasi, pendidikan dan penyuluhan kesehatan

sangat mempengaruhi kesadaranWPS (Sembiring, 2011)

Hasil penelitian yang dilakukan Darmawansyah (2012)

Ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan kesadaran

melakukan VCT Ada hubungan antaradukungan petugas

kesehatandengan pemanfaatan VCT, dengan p value = 0,000 (p <

0,05).Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara dukungan

petugas kesehatan dengan kesadaran melakukan VCT.

7. Dukungan Pemangku Kepentingan

Pemangku kepentingan merupakankan kelompok atau

individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan

kelangsungan hidup organisasi (Brown, 2011).

Pemangku kepentingan dapat meliputi siapa saja seperti

germo/mucikari, manajer rehabilitasi sosial, pemilik/manajer pusat

hiburan atau panti pijat atau lembaga pemerintah yang terkait

dengan program penanggulangan HIV dan AIDS.Keterlibatan

Pemangku Kepentingan tingkat lokal berperan sangat penting

dalamterciptanya lingkungan kondusif untuk perubahan perilaku,


30

baik perubahan perilaku individumaupun upaya untuk mencapai

transformasi lingkungan sosial di mana perubahan akandilakukan.

Pemangku kepentingan dan masyarakat harus terlibat di setiap

tahapan.Merekaharus didekati secara intensif dan diajak berpikir

kritis dan menganalisis permasalahan yangmereka hadapi. Hanya

dengan cara inilah maka kepekaan, kesadaran serta keinginan

untukmelakukan perubahan dari keadaan saat ini dapat

ditimbulkan. Proses ini bukan merupakanproses sekali jadi

melainkan berlangsung terus menerus. Keterlibatan pemangku

kepentingan juga penting karena mereka tinggal di wilayah tersebut

dapat berpartisipasilebih sering dan merupakan bagian dari sistem

yang ada (USAID, 2011).


31

C. Kerangka Teori atau Landasan Teori

Berdasarkan Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa

kesadaran seseorang dipengaruhi oleh:

1. Pengetahuan

2. Umur

3. Tingkat Pendidikan

4. Sikap Kesadaran
WPS
5. Akses kepelayanan terhadap
VCT
6. Peran Petugas
Kesehatan

7. Dukungan Pemangku
Kepentingan

Sumber: Notoatmodjo (2007)

Gambar 2
Kerangka Teori

1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas, penulis mengambil

beberapa variabel yang untuk diteliti yaitu: pengetahuan, sikap, peran

petugas kesehatan, dan dukungan pemangku kepentingan, sedangkan

faktor-faktor lain tidak dapat diteliti dikarenakan sulit untuk

diinterensi dan dioperasionalkan, keterbatasan waktu penelitian.


32

Independent Variable Dependent Variable

1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Peran petugas Kesadaran WPS
kesehatan terhadap VCT
4. Dukungan pemangku
kepentingan

Gambar 3
Kerangka Konsep

2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan pengetahuan dengan kesadaran WPS terhadap

VCT di lokalisasi Maredan tahun 2015.

2. Ada hubungan sikap dengan kesadaran WPS terhadap VCT di

lokalisasi Maredan tahun 2015.

3. Ada hubungan petugas kesehatan dengan kesadaran WPS terhadap

VCT di lokalisasi Maredan tahun 2015.

4. Ada hubungan dukungan pemangku kepentingan dengan

kesadaran WPS terhadap VCT di lokalisasi Maredan tahun 2015.


33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik yang berrsifat kuantitatif dengan

desain cross sectional. Desain penelitian cross sectional merupakan suatu

penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko (independent)

dengan faktor efek (dependent), dimana melakukan observasi atau

pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan kesadaran WPS terhadap VCT dalam upaya pencegahan HIV dan

AIDS.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di Lokalisasi Maredan

Pekanbaru dan waktu penelitian pada bulan Mei-Juni 2015.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah WPS yang ada di lokalisasi

Maredan Pekanbaru dengan jumlah 120 orang.

33
34

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi WPSyang

dilokalisasi maredan. Untuk menghindari kekeliruan,maka peneliti

menciptakan kriteria inklusi atau karakteristik umum dari suatu

populasi target yang akan di teliti:

a. Dapat berkomunikasi dengan baik

b. WPS yang terdaftar sebagai WPS di lokalisasi Maredan

c. Bersedia menjadi responden

D. Besar Sampel

Jumlah besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh WPS yang

ada di Lokalisasi Maredan dengan jumlah total WPS yaitu berjumlah 120

WPS.

E. Teknik Sampling

Dalam penelitian ini, penulis memilih teknik total samplingyaitu

pengambilan sampel secara keseluruhan yang merupakan seluruh WPS

yang ada di Lokalisasi Maredan yang berjumlah 120 orang..

F. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan

peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument (Notoatmodjo,

2010).
35

Tabel 3
Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional Ukur
Variabel terikat

1. Kesadaran WPS Keadaan dimana Kuesioner Ordinal 0=Ya ≤ median


terhadap VCT responden
menyadari bahwa 1=Tidak > median
VCT penting untuk
dilakukan agar bisa
mengetahui status
HIV dan dapat
mencegah
penularannya.
Variabel bebas

1. Pengetahuan Semua yang Kuesioner Ordinal 0=Rendah, jika


diketahui oleh yang benar ≤ 50%
responden 1=Tinggi , jika
mengenai yang benar > 50%
pencegahanan
penyakit HIV dan
AIDS melalui VCT.
mencakup
pengertian, tujuan,
manfaat, dan semua
yang berkaitan
dengan VCT.
2. Sikap Sikap adalah reaksi Kuesioner Ordinal 0=Rendah, jika
atau respon yang yang benar ≤ 50%
masih tertutup dari 1=Tinggi , jika
seseorang terhadap yang benar > 50%
VCT

3. Peran petugas Kegiatan-kegiatan Kuesioner Ordinal 0=Rendah, jika


kesehatan yang dilakukan yang benar ≤ 50%
petugas kesehatan 1=Tinggi , jika
kepada responden yang benar > 50%
mengenai VCT

4. Dukungan Bentuk dukungan Kuesioner Ordinal 0=Rendah, jika


pemangku atau motivasi yang yang benar ≤ 50%
kepentingan diberikan 1=Tinggi , jika
pemangku yang benar > 50%
kepentingan kepada
responden
mengenai VCT
36

G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis data

Cara memperoleh data dibagi menjadi 2 yaitu data primer dan data

sekunder:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil kuesioner pada

WPS di lokalisasi Maredan. Pengumpulan data yang dilakukan

oleh penulis sendiri, dengan cara memberikan kuesioner kepada

WPS. Kuesioner yang berisikan variabel bebas (pengetahuan,

sikap, peran petugas kesehatan dan dukungan pemangku

kepentingan) dengan kesadaran WPS terhadap VCT.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari Yayasan Utama Riau,

KPA kota Pekanbaru dan KPAProvinsi RIAU.

H. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Editing

Dilakukan untuk melengkapi maupun memeriksa kesalahan

data selanjutnya diperbaiki jika ada kesalahan.

2. Entri Data
37

Memasukkan data ke dalam software pengolahan data,

sebelumnya data telah diperiksa kesalahannya.

3. Coding

Memberikan kode pada data agar memudahkan pengolahan.

4. Processing

Setelah editing, entri data, coding maka langkah selanjutnya

adalah memproses data agar bisa diolah.

5. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

diolah apakah ada kesalahan atau tidak. Untuk kemudahan dalam

pengolahan data peneliti akan mempergunakan bantuan program

computer yaitu SPSS.

I. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara bertahap yang meliputi analisis

Univariat dan bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh distribusi frekuensi

dan proporsi dari masing-masing variabel independen.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisa hubungan variabel

bebas dan variabel terikat. Dimana untuk mengetahui hubungan dua

variabel, di akukan uji stastistik dengan menggunakan ujichi-Square.

Jika p value ≤ α (0,05), maka hipotesis gagal ditolak artinya terdapat


38

hubungan antara dua variabel dan jika p value>α (0,05), maka

hipotesis gagal diterima artinya tidak terdapat hubungan antara dua

variabel.

J. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Jan Feb Maret April Mei Juni


1 Pembuatan
proposal
2 Seminar
proposal
3 Perbaikan
proposal
4 Pengumpulan
data
5 Pengolahan
data analisi
6 Penulisan
skripsi
7 Ujian skripsi

Anda mungkin juga menyukai