Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya. umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini
erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Nanny, 2010. Hal 102).
Asfiksia neonatorum akan terjadi apabila saat lahir bayi mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan
dalam persedian O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi ibu atau kelainan pada ibu saat
kehamilan. (Wiknjosastro, H. Hal 109 )
Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia (World Health
Organization) bahwa setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi
lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL
(usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu BBL yang meninggal.
Penyebab kematian BBL di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah
(29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan
kongenital (JNPK-KR 2008 hal.143).
Di Indonesia angka kematian neonatal sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup.
Dan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007
penyebab utama kematian neonatal dini adalah Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) sebanyak (35%), Asfiksia (33,6%), dan Tetanus (31,4%). Angka tersebut
cukup memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap morbiditas dan
mortalitas bayi baru lahir.

1
Menurut data Depkes tahun 2010, penyebab langsung kematian bayi
disebabkan BBLR (28%), asfiksia (12%), tetanus (10%), masalah pemberian
makanan (10%), infeksi (6%), gangguan hematologik (5%) dan lain-lain (27%).
(cetak.kompas.com)
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi
penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah pelayanan antenatal berkualitas,
asuhan persalinan normal, dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga
profesional. Untuk menurunkan kematian BBL karena asfiksia, persalinan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan
keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. Kemampuan dan
keterampilan ini di gunakan setiap kali menolong persalinan.
Sehubungan dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang ditemukan serta
besarnya resiko yang ditimbulkan sehingga penulis termotivasi untuk membahas
tentang asfiksia sedang.

1.2 Tujuan
1 Tujuan Umum
a. Memberikan Asuhan Kebidanan kepada bayi dengan asfiksia.
b. Mampu memberikan asuhan kebidanan secara menyeluruh kepada bayi
dengan asfiksia dengan manajemen Varney dan pendokumentasian
dengan metode SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada bayi Ny.W dengan
asfiksia sedang.
b. Mampu melakukan interprestasi data dasar untuk menentukan
diagnosa, masalah dan kebutuhan pada bayi Ny.W dengan
asfiksia sedang.
c. Mampu membuat rencana asuhan secara menyeluruh secara tepat dan
rasional pada bayi Ny.W ngan asfiksia ringan

1.3 Manfaat Penulisan Kasus

1. Untuk Penulis / Mahasiswa

2
Sebagai sarana belajar komprehensif bagi penulis untuk mengaplikasikan
teori yang diperoleh selama perkuliahan dalam rangka menambah
wawasan khususnya asuhan kebidananan , serta dapat mempelajari
kesenjangan yang terjadi di masyarakat.
2. Untuk Lahan Praktek
Dengan adanya presentasi kasus ini lebih banyak perhatian dan bimbingan
kpada mahasiswa dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan dan
pendidikan.
3. Untuk Instansi Pendidikan
Semoga dengan adanya presentasi kasus ini dapat dijadikam klarifikasi
antara teori dikampus dengan dilahan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

3
2.1 Pengertian Asfiksia

a. Saifuddin, 2002, hal 347


Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis. Bila proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan
otak atau kematian
b. Sarwono, 2007, hal 709
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi
lahir.
c. JNPK-KR, 2008, hal 144
keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan
dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah
persalinan.
d. Jitowiyono, Sugeng, 2010, hal 71
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
e. Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan ke II, hal 421
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang
tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan
O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia
adalah melancarkan kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar
terjadi pada waktu persalinan.

2.2 Etiologi
Pada janin kegagalan pernafasan disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, diantaranya disebabkan oleh beberapa hal
sebagai berikut

4
a. Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan dengan
adanya lilitan tali pusat, simpul pada tali pusat, tekanan yang kuat pada tali
pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali pusat menumbung, dan
kehamilan lebih bulan (post term).
b. Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang menggunakan
narkosa.
2. Faktor dari ibu selama kehamilan meliputi:
a. Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang dapat menyebabkan
hipertoni
b. Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solution plasenta yang dapat
menyebabkan turunnya tekanan darah secara mendadak.
c. Vasokonstriksi arterial pada kasus hipertensi kehamilan dan pre eklampsia
dan eklampsia.
d. Kasus solution plasenta yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas
(oksigen dan zat asam arang). (Dewi, 2010 : 103).
Towell (1996) mengajukan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi baru lahir
yaitu:
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu, dapat terjadi karena hipoventilisasi akibat pemberian obat
analgetika atau anastesia dalam sehingga akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya
b. Gangguan aliran darah uterus. Menguranginya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan kekurangan pengaliran O2 ke plasenta dan janin. Misalnya :
gangguan kontraksi uterus (hiportemi, hipotoni, tetani uterus akibat penyakit
/ obat), hipotensi mendadak pada ibu akibat perdarahan, hipertensi akibat
penyakit eklamsia.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin atas terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusi plasenta, perdarahan plsenta dan plasenta previa.
3. Faktor fetus

5
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ii dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbug, tali
pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
3. Factor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir yang dapat terjadi beberapa hal
yaitu
a. Pemakaian alat anastesi (analgetika yang berlebihan pada ibu)
b. Trauma yang terjadio pada persalinan (perdarahan intracranial)
c. Kelainan congenital pada bayi (hernia diafragmatika, atesi/stnosis saluran
pernafasan, hipoplasia). (Dewi, 2010 : 103)

d. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia
pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O 2 dalam darah (PaO2) terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan

6
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. (Aziz,
2010)

2.4 Klasifikasi dan Tanda Gejala Klinis


Tanda dan gejala asfiksia neonatorum pada masing – masing klasifikasi
berbeda, diantaranya:
1. Asfiksia berat (nilai APGAR Score 0 – 3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul
pada asfiksia berat adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung lemah (< 40 kali permenit)
b. Tidak ada usaha nafas
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d. Reflex terhadap rangsangan kurang bahkan tidak ada
e. Warna kulit bayi pucat atau kelabu
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR Score 4 – 6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 100 kali per menit
b. Usaha nafas lambat
c. Tonus otot kurang baik
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsang
e. Bayi tampak sianosis
f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR Score 7 – 10)
Pada asfiksia ringan tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai
berikut :
a. Takipnea dengan nafas lebih dari 60 kali per menit
b. Bayi tampak sianosis
c. Adanya retraksi dada
d. Bayi merintih
e. Ada penafasan cuping hidung
f. Bayi kurang aktivitas
g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, dan wheezing positif

7
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardivaskuler yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaraya:
a. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
b. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan
termasuk
otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung
c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah
mengalami gangguan

2.4 Penanganan Asfiksia


1.Prinsip dasar resusitasi ialah:
a. Memberi lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan
b. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan
usaha nafas lemah
c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
2. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
Tidak membiarkan bayi kedinginan agar tidak memperoleh kondisi asifiksia.
Dapat dilakukan dengan pemakaian lampu yang cukup kuat untuk pemanasan luar
dan pengeringan tubuh bayi perlu dikerjakan untuk mengurangi evaporasi.
b. Pembersihan jalan nafas
Pada saat pemberishna saluran nafas bagian atas dari lender dan cairan amnion
letak kepala harus lebih rendah untuk memudahkan dan melancarkan keluarnya
lender. Bila terdapat lender kental yang melekat ditrakea dan sulit dikeluarkan
dengan penghisapan biasa, dapat digunakan laringoskop neonatal.

8
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
a. Sebagian besar dapat dilakukan dengan penghisapan lender dan cairan
amnion melalui nasofaring
b. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung
c. Rangsangan nyeri dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki
bayi menekan tendom Achilles
4. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat (skor apgar 0-3);
1. Memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan O2 dengan tekanan
dari intermiten / melakukan intubasi endotrakeal
2. Meletakkan Katter dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak
lebih dari 30 cm H2O untuk mencegah kemungkinan terjadinya inflasi
paru berlebihan yang dapat menimbulkan rupture alvedi
3. Memberikan antibiotika profilaksi pada bayi yang mendapat tindakan
pemasangan kateter
4. Asfiksia yang disertai asidosis paru perlu diberikan bikar bonas natrikus
dengan dosis 2-4 mEg/kgbb atau larutan bikarbonas natrikus 7,5 %
ditambah dengan glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 ,l/kgbb (kedua obat
ini disuntikan secara intravena dengan perlahan-lahan melalui
umbilikalis)
5. Jika setelah 3x inflasi tidak ada perbaikan pernafasan maka harus segera
masase jantung eksternal dengan frekuensi 80-100 x / menit. Dilakukan
dengan cara 1 kali ventilisasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi
dinding toraks
b. Asfikisa sedang (skor apgar 4-6)
1. Melakukan stimulasi dalam waktu 30-60 detik bila tidak timbul
pernafasan spontan maka ventilisasi aktif harus segar dilakukan
2. Cara ventilisasi aktif yaitu dengan meletakkan kateter O2 intranasal dan
O2 dialirkan dengan aliran 1-2 1/menit
3. Memberikan posisi dorsoflkeis kepala pada bayi
4. Lakukan gerakan membuika dan menutup nares dan mulut secara
teratur disertai gerakan dagu keatas da ke bawah dalam frekuensi
20x/menit sambil memperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen

9
5. Jika tidak ada hasil yang diperlihatkan oleh bayi maka lakukan
ventilisasi mulut ke mulut atau ventilisasi kantong masker. Ventilisasi
dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20 – 30 x/menit sambil
memperhatikan gerakan pernafasan spontan yang timbul. (Hasan, 1985:
1077)

Menurut APN (2008), setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa


BBL perlu resusitasi, maka tindakan harus segera dilakukan. Pemotongan tali
pusat dapat dilakukan diatas perut ibu atau di dekat perineum.
1. Pemotongan tali pusat diatas perut ibu
Bayi baru lahir segera diletakkan di atas kain yang ada di perut ibu
dengan posisi kepala sedikit ekstensi, kemudian diberikan selimut tetapi
bagian dada tetap terbuka. Kemudian klem dan potong tali pusat. Tali
pusat tidak usah diikat dulu, dan tidak dibungkus.
2. Pemotongan tali pusat di dekat perineum
Biasanya dilakukan jika tali pusat terlalu pendek, sehingga cara yang
memungkinkan setelah bbl dinilai tetapi sebelumnya bbl diletakkan
diatas kain di dekat perineum. Kemudian segera klem dan potong tali
pusat.

Jika setelah pemotongan tali pusat bayi tidak segera menangis atau bayi
mengalami asfiksia maka perlu dilakukan tindakan resusitasi sedini mungkin.
Langkah – langkah dalam melakukan resusitasi adalah sebagai berikut:
1. Tahap Awal
Pada tahap awal ini harus diselesaikan dalam waktu < 30 detik. Langkah
tersebut meliputi:
a. Jaga bayi agar tetap hangat

10
a) Letakkan bayi di atas kain ke 1 yang ada di atas perut ibu atau sekitar 45 cm
dari perineum
b) Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada, dan perut tetap terbuka,
potong tali pusat
c) Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke 1 ke atas kain ke 2 yang telah
digelar di tempat resusitasi
d) Jaga bayi tetap diselimuti dengan wajah dan dada terbuka dan dibawah
pemancar panas

b. Atur posisi bayi


a) Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong
b) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi
dengan mengganjal ahbu
c. Isap lendir
a) Isap lendir mulai dari mulut, kemudian dari hidung
b) Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu
memasukkan
c) Jangan melakukan pengisapan terlalu dalam yaitu > 5 cm kedalam mulut
karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi
tiba – tiba berhenti bernafas. Untuk hidung jangan sampai melewati cuping
hidung
d. Keringkan dan berikan rangsangan taktil
e. Atur kembali posisi kepala bayi
f. Lakukan penilaian bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau megap
megap.
a. Jika bayi bernapas normal: lakukan asuhan pascaresusitasi.
b. Jika bayi megap – megap atau tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi
bayi.

2. Tahap 2 : Ventilasi

11
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif, untuk membuka alveoli paru
agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
Langkah – langkah:
a. Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.
b. Ventilasi 2 kali
a) Lakukan tiupan atau remasan denan tekanan 3g0 cm air.
Tiupan awal tabung dan sungkup atau remasan awal balon dan sungkup
penting untuk menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka
alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas.
b) Lihat apakah dada bayi mengembang
Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi
mengembang. Jika tidak mengembang:
 Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
 Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.
 Periksa cairan atau lendir di mulut. Jika ada lendir atau cairan lakukan
penghisapan.
 Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm , jika dada
mengembang lakukan tahap berikutnya.
c. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
a) Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30 detik,
dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan atau
menangis.
b) Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, setelah
30 detik lakukan penilaian ulang napas.
d. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas.
a) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik ( dengan tekanan 20 cm air
b) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang bayi
apakah bernapas, tidak bernapas atau megap – megap:
→ Jika bayi mulai bernapas normal / tidak megap – megap dan atau
menangis, hentikan ventilasi bertahap, kemudian lakukan asuhan
pascaresusitasi.

12
→ Jika bayi megap – megap / tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam
30 detik, kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik.
e. Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi.
a) Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang anda lakukan dan mengapa
b) Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
c) Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
d) Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan
f. Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung
a) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik ( dengan tekanan 20 cm air )
b) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian nilai ulang napas dan nilai
denyut jantung
Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar, lanjutkan ventilasi
selama 10 menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak
terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta
lakukan pencatatan bayi yang mengalami henti jantung 10 menit
kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.

13
14
15
BAB III

MANAJEMEN ASUHA KEBIDANAN

1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas
Nama : By.M
Umur : 1 menit
Tgl/Jam/Lahir : 29 Agustus 2019/ 03.00
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 3700 gram
Panjang Badan : 50 cm

b. Anamnesa
Bayi baru lahir dengan usaha nafas lemah tidak teratur, frekuensi jantung
80 x/menit, badan merah dan ekstremitas biru

1) Riwayat Penyakit Kehamilan : Tidak ada keluhan


2) Riwayat Kehamilan
a) Ibu mengatakan bahwa ini adalah anaknya yang kedua dan tidak
pernah keguguran sebelumnya
b) HPHT : 10 November 2018
c) HTP : 17 Agustus 2019
d) Masa gestasi : 40 Minggu + 3 hari
e) Keadaan Kesehatan Ibu Selama Hamil : Baik
f) ANC Selama Hamil : Teratur, 4 kali
g) TT Selama Ibu Hamil : Ada 2 kali
h) Dapat Tablet Fe Selama Hamil : Ada
i) Penyakit Menyertai Ibu Selama Hamil : Tidak ada
j) Gizi Ibu Selama Hamil : Baik
k) Foto Rontgen Selama Hamil : Tidak ada
l) Tempat Pemeriksaan Hamil : BPM yulia fonna
3) Riwayat Persalinan Dahulu : Spontan
4) Riwayat Persalinan Sekarang
a) Jenis Persalinan : Normal
b) Ditolong Oleh : Bidan

16
c) Lama Persalinan
Kala 1 : 8 jam
Kala 2 : 30 menit
d) Ketuban Pecah : 02.25 WIB
Warna : jernih
Jumlah : 1000cc
e) Komplikasi Persalinan : Adanya lilitan tali
pusat dan umur kehamilan lebih dari perkiraan lahir
f) Keadaan Bayi Baru Lahir : Hidup, pernafasan
lambat tidak teratur,reaksi terhadap rangsangan sedikit gerakan
mimik, frekuensi jantung 80 x/menit, badan merah ekstremitas biru,
tonus otot aktif.
g) Nilai APGAR Scor :6

NO KRITERIA NILAI

1 Warna kulit 1

2 Denyut jantung 1

3 Reaksi terhadap rangsangan 1

4 Tonus otot 2

5 Pernafasan 1

JUMLAH 6

h) Resusitasi : Ada
i) Rangsangan : Ada
j) Pengisapan Lendir : Ada
k) Massange Jantung : Ada
l) Intubasi Endutraheal : Tidak ada
m) Oksigen : Tidak ada
n) Terapi : Tidak ada

c. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)


1. Keadaan Umum : Buruk
2. TTV
a. Suhu : 36,5 °c
b. Pernafasan : Belum bernafas spontan
3. Berat Badan Sekarang : 3700 gram
4. Pemeriksaan Fisik Secara Sistematis

17
a. Kepala
Rambut hitam, tipis, ubun-ubun belum tertutup, tidak ada
benjolan.
b. Mata
Simetris kanan dan kiri, sclera putih, kongjungtiva merah muda,
dan kelopak mata tidak oedema, tidak ada tanda-tanda infeksi.
c. Hidung
Simetris kanan dan kiri, gerakan cuping hidung tidak ada.
d. Mulut dan bibir
Bibir tampak kering dan pucat, terdapat banyak lendir, tidak ada
kelainan
e. Telinga
Simetris kanan dan kiri, tampak bersih, tidak ada secret dan daun
telingan elastis.
f. Leher
Tidak ada pembesaran atau benjolan.
g. Dada dan Perut
Simetris kanan dan kiri, gerakan dada tidak ada, keadaan tali pusat
tampak basah, dan terjepit dengan penjepit tali pusat.
h. Punggung dan Bokong
Tonjolan punggung tidak ada.
i. Genitalia
Testis sudah turun
j. Anus
Tampak ada lubang anus.
k. Ekstremitas
Simetris kanan dan kiri, jumlah jari-jari tangan dan kaki lengkap,
tidak ada pergerakan yang aktif, warna biru dan teraba dingin.
l. Kulit
Verniks kurang, warna tubuh kebiruan, tidak ada tanda lahir
5. Pemeriksaan Neurologi
1) Refleks moro : Tidak ada
2) Refleks hisap : Tidak ada
3) Refleks rooting : Tidak ada
6. Antro Pometri
a. Lingkaran Kepala : 33 cm
b. Lingkaran Dada : 31 cm
c. Lingkar Lengan Atas : 11 cm
d. Panjang Badan : 51 cm
7. Eliminasi
a. Miksi : Belum

18
b. Meconium : Ada

II. INTERPRETASI DATA

a. Diagnosa : By.M umur 1 menit dengan asfiksia ringan


b. Data Dasar
Tanggal : 29 Agustus 2019
Pukul : 03.00 WIB
Suhu : 36,5 °c
RR : 40 x/menit
LK : 33 cm
LD : 31 cm
BB : 3700 gram
PB : 51 cm
c. Masalah : Bayi baru lahir tidak dapat bernafas spontas
d. Kebutuhan : Resusitasi

III. ANTISIPASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL


Diagnosa potensial : Asfiksia berat

IV. TINDAKAN SEGERA ATAU KOLABORASI


1. Nilai usaha nafas, warna kulit, dan frekuensi denyut jantung.
2. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering
dan hangat untuk melakukan pertolongan.
3. Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah tengadah/sedikit
ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain).
4. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.
5. Keringkan tubuh bayi dengan kain yang kering dan hangat, setelah itu
gunakan kain kering dan hangat yang baru untuk bayi sambil
melakukan rangsangan taktil.
6. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai: usaha
nafas, frekuensi denyut jantung dan warna kulit.

19
V. RENCANA MANAJEMEN
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi lalu gunakan sarung
tangan saat memegang bayi.
2. Potong tali pusat bayi segera setelah lahir.
3. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering
dan hangat untuk melakukan pertolongan.
4. Memposisikan bayi dengan baik (kepala bayi setengah tengadah/sedikit
ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain).
5. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.
6. Bungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.
7. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk punggung dan kaki
8. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha
nafas, frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
9. Lakukan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dengan menggunakan
ambubag sebanyak 20 kali dalam 30 detik sampai bayi dapat bernafas
spontan dan frekuensi jantung >100 kali/menit.
10. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas tiap 30 detik.
11. Jika tindakan Ventilasi Tekanan Positif berhasil, hentikan ventilasi dan
berikan asuhan pasca resusitasi.
12. Melakukan perawat tali pusat. .
13. Injeksi vitamin K (Neo-K phytonadione) 0,05 cc.
14. Memberikan salep mata
15. Melakukan pemeriksaan fisik
16. Berikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, di paha kanan
anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.
17. Jika bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan
rujukan, nilai denyut jantung.
18. Observasi TTV tiap 15 menit

20
VI. IMPLEMENTASI
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi dan menggunakan
sarung tangan saat memegang bayi.
2. Potong tali pusat bayi segera setelah lahir.
3. Menilai usaha nafas, warna kulit, dan frekuensi denyut jantung.
4. Membungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.
5. Mengatur posisi bayi dengan benar (kepala tengadah/sedikit ekstensi
atau dapat meletakkan handuk/kain di bawah bahu bayi..
6. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan deele
7. Mengeringkan bayi dan melakukan rangsangan taktil.
8. Mengobservasi pemberian O2 sebanyak 1 liter/menit menggunaka
nasal kanul.
9. Melakukan tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) sebanyak 20 kali
dalam 30 detik sampai bayi bernafas spontan dan tanpa kesulitan
10. Memasang infus dextrose 10% 8 tpm.
11. Melakukan perawatan tali pusat.
12. Menginjeksi vitamin K ( Neo-K phytonadione ) 0,05 cc.
13. Memberikan salep mata
14. Mengobservasi TTV tiap 15 menit.
15. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada tali pusat bayi yaitu tali pusat
merah, bengkak, ada pengeluaran nanah/darah.

VII. EVALUASI
Setelah dilakukan tindakan bayi sudah dapat menangis spontan, warna
kulit seluruhnya kemerahan, frekuensi jantung 100 x/menit dan keadaan
bayi sudah mulai membaik.

21
PENDOKUMENTSIAN SOAP

S : Bayi baru lahir dengan usaha nafas lemah tidak teratur, frekuensi
jantung 80 x/menit, badan merah dan ekstremitas biru

O : K/U : Buruk
TTV
1) Frekuensi jantung : 80 x/menit
2) Pernafasan : Belum bernafas spontan
3) Suhu : 36,5 °c
4) BB : 2700 gram
5) PB : 50 cm
6) JK : Perempuan

A : By.M umur 1menit dengan asfiksia ringan

P :

1. Potong tali pusat bayi segera setelah lahir.


2. Menilai usaha nafas, warna kulit, dan frekuensi denyut
jantung.
3. Membungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.
4. Mengatur posisi bayi dengan benar (kepala tengadah/sedikit
ekstensi atau dapat meletakkan handuk/kain di bawah bahu
bayi..
5. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan
deele
6. Mengeringkan bayi dan melakukan rangsangan taktil.
7. Mengobservasi pemberian O2 sebanyak 1 liter/menit
menggunaka nasal kanul.

22
8. Melakukan tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
sebanyak20 kali dalam 30 detik sampai bayi bernafas
spontan dan tanpa kesulitan
9. Memasang infus dextrose 10% 8 tpm.
10. Melakukan perawatan tali pusat.
11. Menginjeksi vitamin K ( Neo-K phytonadione ) 0,05 cc.
12. Memberikan salep mata
13. Mengobservasi TTV tiap 15 menit.
14. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada tali pusat bayi yaitu
tali pusat merah, bengkak, ada pengeluaran nanah/darah.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya. umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini
erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Nanny, 2010. Hal 102).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia
pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia

IV.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat lebih memperdalam teori atau bahasan mengenai
asfiksia neonatorum, agar nantinya dapat dengan mudah memberi asuhan dan
melakukan penatalaksanaan terhadap kasus bayi dengan asfiksia di lahan praktek.
Dalam penanganan kasus asfiksia perlunya bidan dapat mengenal tanda-tanda
atau gejala asfiksia sedini mungkin dengan observasi yang lebih jelas pada tanda-
tanda vital agar dapat mengantisipasi kemungkinan yang terjadi pada ibu dan
janin sebelum ibu melahirkan.

DAFTAR PUSTAKA

24
Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta

Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika

Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO. 2011. Angka Kematian Bayi. Jakarta: Pusdiknakes

Rahayu, Sri Dedeh. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta:
Salemba Medika

Sarwono Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

25

Anda mungkin juga menyukai