Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan yang luar biasa, baik dari sumber
daya alam, adat, warisan budaya maupun peninggalan sejarahnya. Salah satu warisan budaya
yang terkenal baik dalam negeri maupun dunia adalah batik. Batik merupakan salah satu
warisan budaya Indonesia yang terkenal di dunia yang banyak digunakan sebagai bahan
pakaian. Batik merupakan salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Batik adalah kerajinan
yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak lama.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda penggunaan batik sebagai
bahan pakaian dianggap konservatif atau kuno. Karena, persepsi mereka bahwa batik hanya
digunakan oleh orang tua atau digunakan pada saat ada acara tertentu. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu, semenjak batik diperkenalkan oleh para designer kreatif Indonesia, maka
pandangan generasi muda berangsur berubah sehingga pandangan mereka yang menganggap
batik itu kuno menjadi modern. Saat ini batik merupakan salah satu tren dimana banyak dari
generasi muda khususnya wanita yang menggunakan batik sebagai bahan dari pakaian mereka.
Mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi saat ini, membuat tim kir IPS tertarik untuk
melakukan penelitian terkait dengan kebenaran pernyataan tersebut di samping upaya untuk
melestarikan budaya batik melalui kegiatan ektrakurikuler di MTs Wahid Hasyim Bangsri

1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa perbedaan kain batik klasik dan batik modern yang ada di Indonesia?
2. Bagaimana fenomena penggunaan kain batik sebagai bahan pakaian yang menjadi tren
Fashion saat ini?
3. Bagaimana fenomena kain batik sebagai tren fashion yang menjadi penggerak ekonomi
kerakyatan?
4. Bagaimana upaya melestarikan budaya seni batik di MTs Wahid hasyim?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka karya ilmiah ini bertujuan:
1) Untuk mengetahui perbedaan kain batik klasik dan batik modern yang ada di Indonesia;
2) Untuk mengetahui fenomena yang terjadi mengenai penggunaan kain batik sebagai bahan
pakaian yang menjadi tren fashion saat ini;dan
3) Untuk mengetahui fenomena kain batik sebagai tren fashion yang menjadi penggerak
ekonomi kerakyatan.

1.4Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini:
1) Menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai perkembangan warisan
budaya Indonesia khsuusnya perkembangan batik di Indonesia;dan
2) Sebagai masukan untuk pemerintah dan masyarakat untuk selalu melestarikan budaya
Indonesia yaitu batik.

1.5 Sistematika Penulisan


BAB1 PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat Penelitian
serta sistematika penulisan.
BAB 2 KERANGKATEORETIS
Berisi teori-teori yang mendukung penelitian yang saya lakukan, seperti sejarah batik di
Indonesia, batik sebagai budaya nasional, mempatenkan batik serta jenis-jenis batik yang ada
di Indonesia.
BAB 3 METODELOGIPENELITIAN
Berisi jenis penelitian, teknik pengumpulan data (studi pustaka), serta teknik pengolahan
data.
BAB 4 PEMBAHASAN PENELITIAN
Berisi hasil analisis data yang sudah dikumpulkan yaitu sejarah perkembangan batik masa
kini, batik sebagai tren Fashion serta batik sebagai salah satu penggerak ekonomi kerakyatan.
BAB 5 PENUTUP
Berisi keseluruhan dari hasil penelitian yaitu berupa simpulan serta terdapat saran yang
membangun kepada berbagai pihak yang terkait.

BAB 2
KERANGKA TEORETIS

2.1 Sejarah Batik Indonesia


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal
dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan sebagai "kultur" dalam bahasa
Indonesia. Definisi Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya tebentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian,
dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari. Budaya juga dapat diartikan sebagai suatu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan prilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Dengan
demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang
lain. Kebudayaan Indonesia bisa diartikan seluruh ciri khas suatu daerah yang ada sebelum
terbentuknya nasional indonesia, yang termasuk kebudayaan Indonesia itu adalah seluruh
kebudayaan lokal dari seluruh ragam suku-suku di Indonesia.

Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan


Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan,
pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada
masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak
zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya.
Meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia (khususnya suku Jawa) mulai
akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah
satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya
terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para
pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka
kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan di tempatnya masing-
masing.
Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas
menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.
Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga keraton, kemudian menjadi pakaian
rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
Berikut ini ada beberapa sejarah batik yang ada di Indonesia:
a) Zaman Majapahit
Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, dapat ditelusuri di
daerah Mojokerto dan Tulunggung. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri
dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo. Pada saat
bekembangnya kerajaan Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati
Kalang yang tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.
Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati,
Adipati Kalang tewas dalam pertempuran di sekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret.
Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluarga kerajaan Majapahit yang menetap dan
tinggal di wilayah Bonorowo (sekarang Tulungagung) antara lain juga membawa kesenian
membuat batik asli. Ciri khas batik Kalangbret hampir sama dengan batik-batik keluaran
Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua.
Saat berkecamuknya clash antara tentara kolonial Belanda dengan pasukan-
pasukan pangeran Diponegoro, sebagian dari pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah
timur (sekarang bernama Majan). Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan
ini desa Majan berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala desanya seorang kiyai
yang statusnya turun-temurun. Pembuatan batik Majan ini merupakan naluri (peninggalan) dari
seni membuat batik zaman perang Diponegoro itu.

b) Zaman Penyebaran Islam


Riwayat pembatikan di daerah Jawa Timur lainnya adalah di Ponorogo. Seni
batik di daerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-
kerajaan dahulu. Konon, di daerah Batoro Katong, ada seorang keturunan dari kerajaan
Majapahit yang namanya Raden Katong (adik dari Raden Patah). Batoro Katong inilah yang
membawa agama Islam ke Ponorogo yang salah satu petilasannya adalah masjid di daerah
Patihan Wetan.
Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan keraton. Oleh karena putri
keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh
pengiring-pengiringnya. Di samping itu banyak pula keluarga keraton Solo belajar di pesantren
ini. Peristiwa inilah yang membawa seni batik keluar dari keraton menuju ke Ponorogo.
Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia I yang
dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad
ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya
pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada
pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo.

c) Pembatikan di Jakarta
Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembang bersamaan dengan daerah-
daerah pembatikan lainnya, yaitu kira-kira akhir abad ke-19. Pembatikan ini dibawa oleh
pendatang-pendatang dari Jawa Tengah yang bertempat tinggal di daerah-daerah pembatikan.
Daerah pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar di dekat Tanah Abang, yaitu: Karet,
Bendungan Ilir dan Udik, Kebayoran Lama, dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet.
Sejak zaman sebelum Perang Dunia I (PD I), Jakarta telah menjadi pusat
perdagangan antar daerah di Indonesia. Setelah PD I (saat proses pembatikan cap mulai
dikenal), produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran
baru. Daerah pemasaran untuk tekstil dan batik di Jakarta yang terkenal ialah: Tanah Abang,
Jatinegara dan Jakarta Kota. Batik-batik produksi daerah Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo,
Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu
di Pasar Tanah Abang. Dari sini baru dikirim ke daerah-daerah di luar Jawa.
Oleh karena pusat pemasaran batik sebagian besar di Jakarta, khususnya Tanah
Abang, dan juga bahan-bahan baku batik diperdagangkan di tempat yang sama, maka timbul
pemikiran dari pedagang-pedagang batik itu untuk membuka perusahaan batik di Jakarta.
Tempat yang dipilih berdekatan dengan Tanah Abang. Pengusaha-pengusaha batik yang
muncul sesudah PD I, terdiri dari bangsa Cina, dan buruh-buruh batiknya didatangkan dari
daerah-daerah pembatikan Pekalongan, Yogya, dan Solo.
Selain dari buruh batik luar Jakarta itu, diambil pula tenaga-tenaga setempat di
sekitar daerah pembatikan sebagai pembantunya. Melihat perkembangan pembatikan ini
membawa lapangan kerja baru, maka penduduk asli daerah tersebut juga membuka
perusahaan-perusahaan batik. Motif dan proses batik Jakarta sesuai dengan asal buruhnya
didatangkan yaitu: Pekalongan, Yogya, Solo, dan Banyumas.

d) Pembatikan di Luar Jawa


Dari Jakarta, yang menjadi tujuan pedagang-pedagang di luar Jawa, batik
kemudian berkembang di seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia yang ada di luar Jawa.
Sumatera Barat (khususnya daerah Padang) adalah daerah yang jauh dari pusat pembatikan di
kota-kota Jawa, tetapi pembatikan bisa berkembang di daerah ini.
Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum PD I,
terutama batik-batik produksi Pekalongan, Solo, dan Yogya. Di Sumatera Barat yang
berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan yang terkenal tenun Silungkang dan
tenun Plekat. Pembatikan mulai berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang. Sejak
putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, persediaan batik
yang ada pada pedagang batik sudah habis. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia,
hubungan antara kedua pulau bertambah sulit. Semua ini akibat blokade-blokade Belanda.
Maka pedagang-pedagang batik yang biasa berhubungan dengan pulau Jawa mencari jalan
untuk membuat batik sendiri.
Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari batik-batik yang
dibuat di Jawa, ditirulah pembuatan pola-polanya dan diterapkan pada kayu sebagai alat cap.
Obat-obat batik yang dipakai juga hasil buatan sendiri yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti
mengkudu, kunyit, gambir, dammar, dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari
kain putih bekas dan hasil tenun tangan. Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah
Sampan Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946 antara lain; Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi
Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim (asal
Pekalongan) dan Sutan Razab.
Setelah Padang serta kota-kota lainnya menjadi daerah pendudukan tahun 1949,
banyak pedagang batik membuka perusahaan/bengkel batik dengan bahannya diperoleh dari
Singapura melalui pelabuhan Padang dan Pakanbaru. Tetapi, setelah hubungan dengan pulau
Jawa mulai terbuka kembali, mereka kembali berdagang dan perusahaannya kemudian mati.

2.2 Batik Sebagai Budaya Nasional


Menilik dari sejarahnya, batik telah mengakar dalam sejarah bangsa Indonesia.
Batik tidak hanya tumbuh dan berkembang di pulau Jawa, tetapi juga di luar pulai Jawa seperti
Padang di pulau Sumatera.
Corak dan motif batik yang sangat beragam, menunjukkan kekhasan masing-
masing daerah. Motif-motif tersebut tidak hanya menjadi ciri khas daerah, tetapi juga menjadi
simbol budaya daerah tersebut. Di Jawa Timur saja, misalnya, motif dan warna dasar batik
Surabaya, berbeda dengan batik Malang atau Mojokerto. Motif-motif batik Surabaya mewakili
budaya Surabaya sebagai daerah pesisir, sementara batik Malang tentu saja menggambarkan
budaya masyarakat Malang yang sejuk.
Batik telah mendarah daging dalam perjalanan bangsa Indonesia. Maka wajar
jika kemudian kita marah, bahkan sangat geram, terhadap klaim Malaysia atas batik kita (dan
juga klaim Malaysia atas kebudayaan kita yang lain, misalnya tari pendet, angklung, reog, lagu
rasasayange, dan sebagainya).

2.3 Mempatenkan Batik


Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil penemuannya di bidang
teknologi. Paten diberikan untuk selama waktu tertentu karena melaksanakan sendiri
penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
Kita sambut gembira masuknya batik Indonesia dalam 76 warisan budaya
nonbenda dunia. Hal ini memiliki makna bahwa kita telah mempatenkan batik sebagai warisan
budaya Indonesia. Meskipun dari 76 seni dan budaya warisan dunia yang diakui Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), Indonesia hanya
menyumbangkan satu, sementara China 21 dan Jepang 13 warisan. Jumlah ini jangan
menyurutkan rasa gembira dan rasa syukur kita.
Semangat untuk mempatenkan motif batik di daerah-daerah harus terus
didorong. Teringatlah kita kepada Malaysia. Demi memiliki identitas, negara itu gencar
mengklaim batik, reog, tari pendet, beberapa judul lagu, dan angklung sebagai milik sendiri.
Kita desak Malaysia meminta maaf. Dengan bermacam dalih, mereka meminta maaf walaupun
pada saat bersamaan terus mencari celah kelalaian kita. Jajak pendapat Kompas (31/8/2009)
menunjukkan reaksi keras atas dipakainya simbol-simbol kebudayaan lokal Indonesia dalam
iklan pariwisata Malaysia. Kita bangga atas kekayaan budaya kita, sebaliknya kita tidak
mengenali dan memanfaatkannya.
Kata kuncinya kelalaian. Kita lalai tidak mengenal budaya sendiri, alih-alih
mengurus hak kekayaan intelektual dan hak cipta. Sementara Malaysia, yang bangga atas
kemajuan ekonomi, bermasalah ketika tidak memiliki identitas budaya. Padahal sebuah bangsa
menjadi besar jika memiliki identitas yang kuat. Untuk menghindarkan klaim negara lain
terhadap produk budaya nasional, Indonesia perlu segera mematenkannya di lembaga
internasional. Kalau lalai, negara lain seperti Malaysia akan mengklaimnya sebagai produk
budaya mereka.
Contoh-contoh di atas menunjukkan urgensi dan perlu proaktifnya pendataan
dan perlindungan hak cipta atas karya pribadi dan hak paten atas karya komunal. Kalau lalai,
tidak saja kekayaan budaya hilang, bahkan berakibat buruk hilangnya identitas budaya kita.
Prosedur yang ditempuh untuk pengakuan itu dilakukan sesuai Konvensi
Unesco tahun 2003 tentang Warisan Budaya Tak Benda. Konvensi Unesco tersebut telah
diratifikasi oleh pemerintah melalui PP Nomor 78 Tahun 2007 dan, terhitung 15 Januari 2008,
Indonesia resmi menjadi Negara Pihak Konvensi. Dengan demikian, Indonesia berhak
menominasikan mata budayanya untuk dicantumkan dalam daftar representatif Unesco.
UU. Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menjamin perlindungan hak
kekayaan intelektual komunal ataupun personal. Daerah diberi kebebasan mendaftarkan agar
mendapat perlindungan sebagai kekayaan budaya bangsa. Upaya itu sudah dilakukan
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Pemprov Bali. DIY menyangkut
batik gaya Yogyakarta, sedangkan Bali terkati dengan tarian dan tetabuhan musik. Dalam UU
ini, hak cipta didefinisikan sebagai, "Hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"
(pasal 1 ayat 1).

2.4 Jenis-jenis Batik di Indonesia


Batik di Indonesia tidak hanya mempunyai satu jenis saja, namun batik di
Indonesia memiliki beragam jenis yang masing-masing mempunyai corak yang unik sehingga
bisa menjadi daya tarik dari batik itu sendiri. Adapun jenis-jenis batik yang ada di Indonesia
adalah sebagai berikut:
a) Batik Keraton
Batik Keraton merupakan asal muasal dari segala batik yang sekarang beredar
di Indonesia. Motif dari batik keraton ini memiliki makna filosofi hidup. Batik keraton ini
merupakan batik yang sangat khas dan terhormat, karena dibuat oleh putri keraton beserta para
pembatik – pembatik ahli di lingkungan keraton. Corak – corak yang ada pada batik keraton
ini, bisa dibilang “terlarang” untuk digunakan ataupun dibuat pada batik biasa. Motif – motif
tersebut seperti Batik Parang Barong, Batik Parang Rusak, dan termasuk juga Batik Udan Liris.

b) Batik Kawung

Motif dari batik kawung ini adalah berpola buatan mirip buah kawung. Kawung
adalah sejenis kelapa atau kadang – kadang sebagai buah kolang – kaling. Motif kawung ini
diurut secara geometris. Kadang – kadang motif kawung ini digambarkan juga sebagai bunga
lotus. Makna dari bunga lotus itu sendiri adalah melambangkan umur panjang dan juga
kesucian. Lotus sendiri merupakan sebuah tumbuhan yang memiliki 4 buah daun bunga yang
merekah.
Batik kawung ini diklasifikasikan lagi secara lebih spesifik dengan
memperhatikan motif dan juga pola. Kawung Picis adalah motif kawung yang tersusun oleh
bentuk bulatan yang kecil. Picis adalah mata uang senilai sepuluh senyang bentuknya kecil.
Sedangkan Kawung Bribil adalah motif-motif kawung yang tersusun oleh bentuk yang lebih
besar daripada kawung Picis. Hal ini sesuai dengan nama bribil, mata uang yang bentuknya
lebih besar daripada picis dan bernilai setengah sen. Sedangkan kawung yang bentuknya bulat-
lonjong lebih besar daripada Kawung Bribil disebut Kawung Sen.

c) Batik Madura
Batik madura merupakan batik yang dibuat di unit – unit rumah tertentu. Dalam
produksi batik madura ini, tetap mempertahankan sistem pembuatan secara tradisional. Batik
madura ini terkenal akan coraknya yang bebas dan warna yang berani seperti warna merah,
kuning, dan hijau muda.
Di Madura ini, para pengrajin batik ini dikumpulkan di suatu wilayah yang
disebut dengan Pamekasan. Di kawasan Pamekasan ini, para pengrajin batik membuat dan
menjual langsung batik – batik yang sudah siap untuk dijual.
d) Batik Cirebon
Batik cirebon atau yang lebih dikenal dengan motifnya megamendung ini
merupakan batik yang telah terkenal di kancah mancanegara. Bahkan motif megamendung ini
adalah motif pertama dan satu – satunya di dunia. Oleh karena itu, Departemen Kebudayaan
dan Kepariwisataan RI akan mendaftarkan corak batik megamendung ini ke UNESCO sebagai
salah satu world heritage.
Motif megamendung ini pada awalnya diharuskan untuk selalu berwarna biru
yang diselingi dengan warna merah untuk menggambarkan sisi kemaskulinan dan suasana yang
dinamis. Sisi kemaskulinan dari batik ini harus ditonjolkan karena ada campur tangan laki –
laki dalam membuatnya. Kaum laki – laki anggota tarekat adalah yang pertama kali merintis
tradisi ini. Warna biru dan merah juga menggambarkan keadaan masyarakat pesisir yang
terbuka, lugas, dan juga egaliter.
Arti lain dari warna biru sendiri digambarkan sebagai warna langit yang berarti
luas, bersahabat, dan juga tenang. Warna biru ini juga digambarkan sebagai pembawa hujan
yang telah dinanti – nantikan sebagai pembawa kesuburan dan yang memberi
kehidupan. Warna biru yang digunakqan dalam batik ini beragam mulai dari biru muda hingga
biru tua. Arti dari biru muda adalah cerahnya kehidupan, sedangkan biru tua menggambarkan
awan gelap mengandung air hujan dan akan memberi kehidupan.
Saat ini motif megamendung telah mengalami berbagai perkembangan dan
modifikasi sesuai dengan permintaan konsumen. Motif megamendung ini dapat
dipadupadankan dengan motif yang lucu – lucu seperti kapal, hewan, tumbuhan, dan lain –
lain. Selain itu, sekarang warna dari batik megamendung ini tidak selalu biru dan
merah. Warna batik megamendung ini telah berkembang menjadi warna kuning, hijau, coklat,
dan lain – lain.

e) Batik Pekalongan
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun
menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data
yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil
berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada
tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau
perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para
pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah
Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya
mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di
Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke
arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan
adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat
dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai,
yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.
Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina,
Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika
pada motif dan tata warna seni batik.
Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai
negara tersebut kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Adapun motifnya
antara lain batik Jlamprang diilhami dari Negeri India dan Arab, batik Encim dan
Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Cina, batik Pagi Sore oleh Belanda, dan batik
Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang.
Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan
malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari
pengaruh negara-negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa.
Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan
pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun
lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di
rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat
Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan
dan Kabupaten Pekalongan.Pasang surut perkembangan batik. Pekalongan, memperlihatkan
Pekalongan layak menjadi ikon bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni
yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu dinamis. Kini batik sudah
menjadi nafas kehidupan sehari-hari warga Pekalongan dan merupakan salah satu produk
unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena
terkenal dengan produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik. Julukan itu datang
dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah,
aneka sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim dan
keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan dan kesiapan masyarakatnya
dalam menerima paham serta pemikiran baru.
Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam
tradisional yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir
seindah dan sehalus batik Pekalongan.

f) Batik Sasambo
Tak banyak yang tahu bahwa Nusa Tenggara Barat mempunyai batik khas yang
dikenal dengan Batik Sasambo. Nama Sasambo sendiri merupakan singkatan dari Sasak (Suku
Lombok), Samawa (Suku Sumbawa), dan Mbojo (Suku Bima dan Dompu). Merangkum tiga
etnik asli Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa tersebut, batik Sasambo hadir diantara batik
daerah di Nusantara, dan tentunya batik Sasambo memiliki ciri khas yang unik dan berbeda
dari batik-batik lainnya. Oleh karena itu, matif batiknya banyak mengusung adat dan budaya
dari kedua pulau tersebut. Batik Sasmbo tersendiri mempunyai beberapa motif atau corak
diantaranya:
- Motif Kangkung
- Motif Lonto Engal
- Motif Goal/Bidaracina
- Motif Kembang Setangi
- Motif Bebele
- Motif Kembang Turi/Ketuju
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian yang penulis lakukan merupakan penelitian yang bersifat kualitatif,
dimana data yang diperoleh dapat diidentifikasi dan dianalisis tanpa menggunakan data
kuantitatif.

3.2 Teknik Pengumpulan Data


3.2.1 Studi Pustaka
Untuk mendapatkan data yang lebih jelas dan terperinci, maka kami pun melakukan studi
pustaka melalui buku dan artikel dari internet.

3.3 Teknik Pengolahan Data


Teknik pengolahan data yang penulis lakukan yaitu pertama kami mengklasifikasikan
data-data yang akan kami teliti, mulai dari penentuan masalah kemudian baru melakukan
pencarian data dari masalah tersebut dengan melakukan studi pustaka berupa buku-buku yang
mendukung, internet, dan artikel, untuk mendapatkan informasi yang kompleks sesuai dengan
yang penulis butuhkan. Setelah melakukan klasifikasi data, penulis melakukan analisis data
dengan memilah data yang sesuai dengan kelompok peneltian tersebut sehingga memudahkan
penulis dalam melakukan analisis data tersebut.
BAB 4
PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Perbedaan Batik Klasik dan Modern Yang Ada di Indonesia


Batik tradisional adalah batik yang susunan motifnya terikat oleh suatu aturan tertentu
dan dengan isen-isen tertentu. Oleh karena itu, dalam pembuatannya pun banyak aturan-aturan
yang harus dipatuhi. Batik tradisional bersifat terikat dengan aturan terutama dalam hal
pembuatan motif. Ada beberapa jenis batik tradisional yang terkenal di Indonesia, misalnya
Batik Kerokan, Batik Lorodan, Batik Badesan, Batik Radioan, Batik Pekalongan, Batik
Kalimantan, Batik Kalengan, Batik Monochrome, Batik Jumputan, dan Batik Becak.
Sedangkan batik modern adalah batik yang susunan motifnya tidak terikat oleh suatu
aturan tertentu dan dengan isen-isen tertentu atau batik yang motif dan gayanya tidak seperti
batik tradisional. Batik modern bersifat bebas dan tidak terikat. Selain itu, batik modern juga
relatif lebih lebih mudah dijumpai di pasaran. Perkembangan natik modern dimulai sejak tahun
1967 dan mendapat sambutan pada tahun 1970. Pada tahun 1970 para seniman dan masyarakat
mulai menerima dan mengakui adanya batik modern. Setelah itu para seniman mulai
mengembangkan batik non tradisional atau batik modern.
Seiring perkembangannya, banyak bermunculan jenis batik modern. Adapun jenis-jenis
itu adalah sebagai berikut:
1. Gaya Abstrak
Gaya abstrak adalah batik yang menggambarkan burung terbang, ayam tarung atau beradu,
garuda melayang, ledakan senjata, rangkaian bunga, dan sebagainya.

2. Gaya Gabungan
Gaya gabungan adalah batik yang motifnya merupakan hasil pengolahan dan penggabungan
motif-motif dari berbagai daerah menjadi suatu rangkaian yang indah.
3. Gaya Lukisan
Gaya lukisan adalah batik yang motifnya menggambarkan yang serupa lukisan, seperti
pemandangan, dan lain sebagainya.
4. Gaya Khusus dari cerita lama
Gaya Khusus dari cerita lama batik yang motifnya diambil dari cerita lama seperti
Ramayana atau Mahabrata. Gaya ini terkadang merupakan campuran antara riil dan abstrak.
Dewasa ini batik modern sangat mudah dijumpai. Motifnya yang bebas membuatnya
mudah diaplikasikan dalam bentuk apa saja, misalnya tas, taplak meja, dan lain sebagainya.
Kain batik yang diidentikkan sebagai kain Nusantara kini berkembang menjadi industry
modern. Batik modern merupakan bentuk perkembangan variasi dari batik klasik yang ada di
Indonesia. Konsekuensi dari masuknya batik ke dalam industri modern, perkembangan batik
dituntut mengikuti perkembangan zaman, sesuai perkembangan mode dan dengan tuntutan
pasar. Perkembangan batik yang mengikuti perkembangan zaman dari tahun ke tahun akhirnya
menunjukkan dinamika beragam. Batik sebagai produk seni adiluhung, awalnya kelahirannya
banyak diwarnai simbol-simbol keraton. Penggunaannya pun seperti masih terbatas didominasi
oleh kalangan keraton.
Perbedaan batik klasik dan batik modern dibagi menjadi beberapa kategori yaitu dari
segi motif, aturan yang berlaku serta teknik pembuatan dari batik tersebut. Untuk lebih jelas,
dapat melihat Tabel 4.1 (Perbedaan Batik Klasik dan Batik Modern).

Tabel 4.1
Perbedaan Batik Klasik dan Batik Modern

Nomor Kategori Pembeda Batik Klasik Batik Modern


1 Motif Batik Terikat oleh aturan Bebas dan abstrak
tertentu
2 Segi Aturan Mengikuti isen- Tidak ada aturan
isen atau motif yang
yang sudah ada membatasinya
3 Teknik Pembuatan Dibuat dengan Banyak
keterampilan menggunakan
tangan tanpa teknologi
menggunakan alat misalnya dengan
teknologi apapun menggunakan cap
atau stampel,
sablon, printing.

4.2 Fenomena Batik sebagai Tren Fashion di Indonesia


Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa perkembangan batik di Indonesia sekarang sangat
pesat. Seteleh batik diresmikan oleh UNESCO pada tahun 2009 yang lalu, batik seolah menjadi
fenomena tersendiri di Indonesia bahkan di dunia. Sehingga batik semakin berkembang dari
dulu yang kebanyakan masyarakat menganggap batik itu kuno menjadi modern. Yang akhirnya
masyarakat Indonesia berbondong-bondong untuk mengenakan batik sebagai dresscode baik
itu dari acara resmi, seragam kantor, dan masih banyak lagi. Bahkan model dari baju-baju yang
diminati sudah beragam dan indah.
Perkembangan batik ini juga diiringi dengan para designer profesional dan muda
Indonesia mempunyai inovasi yang kreatif mengenai rancangan-rancangan baju pria dan
wanita yang menggunakan kain batik sebagai bahan dari pembuatan baju. Tren fashion batik
yang ada saat ini juga terus diimbangi dengan permintaan masyarakat yang semakin tinggi.
Adapun kreasi fashion menggunakan batik yang berkembang saat ini.
Dengan adanya modifikasi dari segi model pakaian diharapkan para masyarakat
Indonesia khususnya remaja tidak malu ataupun ragu-ragu dalam mengenakan batik.

4.3 Tren Fashion Batik sebagai Penggerak Ekonomi Kerakyatan


Seolah jendela dunia bisnis terbuka lebar ketika pada 2 Oktober 2009 lalu,
UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Sejatinya, inilah
tantangan bagi kita untuk mengangkat batik sebagai salah satu pilar ekonomi rakyat. Deklarasi
itu ternyata mampu membangkitkan semangat “berbatik ria” di masyarakat Indonesia.
Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik laku keras alias laris manis. Inilah
kemeriahan batik. Dengan bahasa lebih bening, kemeriahan batik bakal lebih mendatangkan
aura positif bagi pertumbuhan dan pengembangan perekonomian nasional.
Bagaimana kinerja ekspor batik nasional? Mari kita lihat realisasi ekspor batik
Indonesia selama lima tahun terakhir.
Tabel 4.2
Nilai Ekspor Batik Nasional 2004-2009
Tahun Nilai Ekspor Batik Nasional
2004 US$ 34,41 juta
2005 US$ 12,46 juta
2006 US$ 14,27 juta
2007 US$ 20,89 juta
2008 USS 32,28 juta
Triwulan I 2009 US$ 10,86 juta
Sumber: Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009.

Realisasi ekspor hingga semester 1 tahun 2009 baru mencapai US$ 10,86 juta.
Artinya, baru mencapai 33,64% dibandingkan dengan kinerja ekspor pada 2008. Banyak yang
berharap, kemeriahan batik bakal mampu mengerak kinerja ekspor batik nasional. Sehingga
pada gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja.

Pemerintah menargetkan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) termasuk di


dalamnya batik – mencapai sekitar US$11,8 miliar pada 2009. Itu sedikit meningkat dibanding
proyeksi ekspor tahun 2008 sebesar US$11 miliar. Industri TPT masih menjadi salah satu
industri prioritas yang akan dikembangkan karena mampu memberi kontribusi yang signifikan
bagi perekonomian nasional.
Industri TPT 2006 lalu menyerap 1,2 juta tenaga kerja, tidak termasuk industri
kecil dan rumah tangga. Selain itu menyumbang devisa sebesar US$9,45 miliar pada 2006 dan
US$10,03 miliar pada 2007. Secara konsisten industri TPT memberi surplus (net ekspor) di
atas US$5 miliar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Oleh karena itu, pemerintah
menargetkan 2009 ekspor TPT mencapai US$11,8 miliar dengan penyerapan 1,62 juta tenaga
kerja.
Tantangan yang dihadapi industri batik itu antara lain mengenai Sumber Daya
Manusia (SDM). Misalnya, generasi pembatik umumnya sudah berusia relatif lanjut, sehingga
perlu upaya khusus untuk menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha batik.
Masalah lain yang harus diatasi adalah masalah pendanaan, ketenagakerjaan, dan penanganan
penyelundupan. Saat ini industri TPT diakui juga menghadapi masalah daya saing terkait usia
mesin industri tersebut yang sebagian besar (sekitar 75%) berusia sekitar 20 tahun sehingga
membutuhkan peremajaan mesin baru untuk bersaing di pasar internasional dan domestik yang
semakin ketat.
Dari sisi teknologi, para pengusaha industri batik umumnya belum melakukan
perbaikan sistem dan teknik produksi agar lebih produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap
lembar kain batik. Itu belum termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum mendapat
hasil stabil satu sama lain. Dilihat dari sisi ketersediaan bahan baku sutera, jumlahnya masih
kurang dari permintaan pasar. Selain itu, serat dan benang sutera umumnya masih impor. Dari
sisi pemasaran, adalah tantangan dari negara pesaing yang semakin meluas antara lain dari
Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Afrika Selatan dan Polandia. Segi pemasaran batik
Indonesia juga belum fokus untuk mengangkat batik Indonesia sebagai high fashion dunia.
Terkait masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI), ditengarai bahwa motif-motif
batik tradisional, belakangan ini banyak ditiru oleh para perajin dari negara-negara lain.
Kondisi tersebut terjadi karena usaha perlindungan HKI di negara ini belum maksimal. Dalam
kaitan tersebut, sesungguhnya kegiatan dokumentasi motif batik sudah banyak dilakukan oleh
masyarakat, bahkan Departemen Perindustrian telah mendokumentasi sebanyak 2.788 motif
batik dan tenun tradisional dalam bentuk CD (Compact Disc).
BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
disimpulkan secara keseluruhan dari penelitian ini adalah:
1) Terdapat perbedaan antara batik klasik dan batik modern yang cukup signifikan. Berdasarkan
hasil penelitian, dapat kita simpulkan bahwa yang membedakan antara batik klasik dan batik
modern adalah dari motif, aturan yang berlaku serta teknik pembuatannya.
2) Tren fashion batik yang terjadi di Indonesia saat ini dikarenakan batik yang telah diresmikan
oleh UNESCO sehingga membuat para designer profesional dan muda melakukan inovasi
yang cukup kreatif sehingga batik bisa diminati oleh masyarakat Indonesia bahkan di dunia.
3) Batik bisa dijadikan sebagai salah satu penggerak ekonomi kerakyatan karena selain
menyumbang devisa yang cukup besar bagi negara, industri batik juga dapat menyerap banyak
pekerja sehingga mengurangi pengangguran yang ada di Indonesia. Disamping itu juga, harga
batik yang ada di Indonesia juga memiliki nilai jual yang tinggi.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka penulis
mempunyai masukan yang dapat diberikan oleh berbagai pihak:
1) Untuk masyarakat, agar bisa lebih menghargai warisan budaya Indonesia sekaligus bangga
akan produk nasional. Serta masyarakat bisa melakukan berbagai inovasi yang kreatif yang
dapat mendukung perkembangan batik di Indonesia.
Untuk pemerintah, agar bisa lebih memperhatikan dari segi sistem regulasi serta pemerintah
bisa menjadikan batik sebagai komoditas ekspor sehingga Indonesia dapat bersaing dengan
negara lainnya

Anda mungkin juga menyukai