Anda di halaman 1dari 3

RESUME

Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan dengan fundamental terkuat di
kawasan regional. Terbukti, ditengah ketidakpastian ekonomi global, pencapaian pertumbuhan
ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,1% pada tahun ini. Menunjukkan adanya tanda-tanda
perbaikan dalam mesin ekonomi Indonesia. Hal itu tercermin pada perlambatan ekonomi
secara signifikan terutama karena anjloknya kinerja ekspor. Di sisi eksternal, neraca
pembayaran Indonesia mengalami peningkatan defisit dan nilai tukar rupiah mengalami
pelemahan signifikan.

Secara relatif, posisi Indonesia sendiri secara umum bukanlah yang terburuk di antara
negara-negara lain. Perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh sebesar 6,1 persen pada
2008. Sementara kondisi fundamental dari sektor eksternal, fiskal dan industri perbankan juga
cukup kuat untuk menahan terpaan krisis global.

Meski demikian, dalam perjalanan waktu ke depan, dampak krisis terhadap


perekonomian Indonesia semakin terasa. Semakin terintegrasinya perekonomian global dan
bertambah dalamnya krisis menyebabkan perekonomian di seluruh negara mengalami
perlambatan pada tahun 2009. Indonesia tak terkecuali.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
2009 hanya mencapai 4,5 persen sebagai dampak perlambatan ekonomi global. Sementara itu
pertumbuhan ekonomi pada 2014 tercatat sebesar 5,02 persen, tahun 2015 sebesar 4,88 persen,
2016 sebesar 5,02 persen dan tahun 2017 sebesar 5,07 persen. Sedangkan pertumbuhan
ekonomi selama triwulan pertama 2018 mencapai 5,06 persen.

Sri Mulyani mengatakan kinerja investasi yang saat ini sedang tumbuh tinggi atau
mencapai 7,95 persen pada triwulan I-2018 harus ditingkatkan agar makin berkontribusi
kepada perekonomian. Sedangkan sektor ekspor yang tumbuh 6,17 persen, atau hanya setengah
dari impor yang tumbuh 12,75 persen pada periode sama, harus mulai diperkuat untuk
memperkecil defisit neraca transaksi berjalan.

"Ekspor kita baru separuhnya dari impor, dan ini akan jadi salah satu penghambat, apabila kita
ingin tumbuh tinggi maka ekspor kita harus dipacu," katanya.
Untuk itu, pemerintah akan kembali memperkuat kebijakan untuk mendorong kinerja
investasi maupun ekspor, salah satunya dengan perumusan insentif fiskal, agar fundamental
ekonomi makin terjaga.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan perekonomian Indonesia pada triwulan I-2018


tumbuh sebesar 5,06 persen (yoy), lebih menjanjikan daripada periode sama tahun 2017 yang
hanya tercatat 5,01 persen. "Ini sangat menjanjikan karena lebih tinggi dari triwulan satu 2017
sebesar 5,01 persen," katanya. Ia menambahkan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 itu juga
lebih baik dari periode sama tahun 2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,94 persen dan 2015
sebesar 4,83 persen.

Melihat adanya tren kenaikan angka pertumbuhan pada triwulan I 2018, Suhariyanto
mengharapkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan selanjutnya dapat lebih optimal.

Pertumbuhan PDB tertinggi menurut lapangan usaha pada triwulan I-2018 terjadi pada
sektor informasi dan komunikasi 8,69 persen, transportasi dan pergudangan 8,59 persen, jasa
lainnya 8,42 persen, jasa perusahaan 8,04 persen dan konstruksi 7,35 persen.

"Konstruksi, yang menjadi penyumbang struktur PDB terbesar keempat, tumbuh


menggembirakan 7,35 persen. Ini jauh lebih tinggi dari triwulan satu 2017 yang hanya tumbuh
5,96 persen," kata Suhariyanto.

Sedangkan, menurut pengeluaran, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 didukung


oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,95 persen, konsumsi LNPRT 8,09 persen,
konsumsi pemerintah 2,73 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto 7,95 persen, ekspor 6,17
persen dan impor 12,75 persen.

Presiden meminta khusus untuk ekspor, juga dihilangkan hambatannya, baik perizinan,
perbankan, pembiayaan, termasuk pajak dan kepabeanan.

"Hambatan segera kita hilangkan, bukan hanya di pemerintah pusat saja, tapi juga termasuk
pemerintah daerah," kata Kepala Negara. Presiden juga meminta para pembantunya untuk tidak
ragu merancang insentif-insentif yang tepat.

Jokowi juga mengingatkan untuk mewaspadai risiko, terutama ketidakpastian ekonomi


global, gejolak keuangan global yang dipicu kebijakan normalisasi moneter di AS telah banyak
menyebabkan depresiasi mata uang di negara-negara dunia, tidak kecuali di Indonesia.
Presiden juga meminta mewaspadai faktor ekternal yang lain, seperti harga minyak, potensi
perang dagang AS-Tiongkok serta kondisi geopolitik internasional. Presiden juga meminta
tetap fokus menjaga stabilitas keamanan, sehingga seluruh kerja perbaikan kesejahtraan,
penurunan kemiskinan serta penciptaan lapangan kerja dapat dipercepat dan diperbaiki.

Pelemahan rupiah

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kondisi perekonomian global yang saat ini
sedang bergejolak, karena sedang menuju tingkat normal yang baru yang berdampak pada
pelemahan nilai tukar rupiah.

Sri Mulyani mengatakan kondisi normal yang baru tersebut adalah situasi ketika Bank
Sentral AS (The Fed) telah menyesuaikan suku bunga acuan dan memberikan sinyal untuk
menaikkan lagi sebanyak tiga kali pada 2018. Kondisi itu yang menyebabkan terjadinya
perlemahan mata uang di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, dan gejolak di
pasar saham karena pelaku pasar sedang merespons membaiknya perekonomian di AS.

Sementara itu Bank Indonesia menilai peluang penguatan nilai tukar rupiah masih
terbuka dalam beberapa waktu ke depan karena indikator fundamental ekonomi domestik yang
masih terjaga. Tekanan beberapa hari terakhir, menurut BI, lebih didominasi faktor eksternal
karena dinamika ekonomi Amerika Serikat.

Rupiah pada Senin (7/5), untuk pertama kalinya sejak Desember 2015, melemah hingga
melewati batas psikologis Rp14.000 per dolar AS. Di pasar spot, rupiah diperdagangkan hingga
Rp14.003 per dolar AS. Pada Selasa (8/5), rupiah tampak masih depresiatif. Kurs acuan Jakarta
Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) yang diumumkan BI Selasa ini menunjukkan, nilai tukar
rupiah melemah ke Rp14.036 per dolar AS.

Dengan ini, kita mengetahui bahwa para petinggi Indonesia terutama para mentri atau
pakar perekonomian Indonesia telah menerapkan ekonomi kemanusiaan yaitu manusia harus
bekerja keras dan berkreasi untuk mendapatkan perekonomian yang baik, dimana sesuai
dengan akhlak ekonomi islam.

Anda mungkin juga menyukai