Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis

Disusun oleh:

Kelompok 4
1. Alifia Ainun Nisa 165154001
2. Anita Rifa’atul Sidiqqa 165154002
3. Aqila Zainab 165154003
4. Nada Gerandini 1651540
5. Rahma Rizky Monetary 1651540
6. Rifan Romadon 1651540

KELAS 4 A
PROGRAM STUDI AKUNTANSI DIPLOMA 4
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis, yakni:
1.
2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan berupa dukungan moril
dan materiil.
3. Teman-teman Program Studi Diploma 4 Akuntansi Jurusan Akuntansi
Penulis berharap makalah ini mampu menjadi objek penilaian mata kuliah
Etika Bisnis dengan memberikan nilai yang baik. Selain itu, penulis berharap bahwa
makalah ini dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan judul makalah ini, “Hak dan Kewajiban Pekerja”.

Bandung, 23 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 1
Bab II Pembahasan .................................................................................................. 2
2.1 Hak Pekerja .............................................................................................. 2
2.1.1 Hak atas Pekerjaan ............................................................................ 2
2.1.2 Hak atas Upah yang Adil .................................................................. 3
2.1.3 Hak untuk Berserikat dan Berkumpul ............................................... 4
2.1.4 Hak atas Perlindungan Keamanan dan Kesehatan ............................ 4
2.2 Kewajiban Pekerja .................................................................................... 5
2.2.1 Kewajiban Ketaatan .......................................................................... 5
2.2.2 Kewajiban Konfidensialitas .............................................................. 6
2.2.3 Kewajiban Loyalitas.......................................................................... 9
2.2.4 Melaporkan Kesalahan Perusahaan (Whistle Blowing) .................. 13
Bab III Kasus dan Pembahasannya ....................................................................... 16
3.1 Kasus ...................................................................................................... 16
3.2 Pembahasan Kasus Dikaitkan dengan Hak dan Kewajiban Pekerja ...... 16
Bab IV Penutup ..................................................................................................... 17
4.1 Simpulan ................................................................................................. 17
4.2 Saran ....................................................................................................... 17
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia bisnis,
1.2 Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah yang telah dibuat adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan hak pekerja dan macam-macamnya?
2. Apa yang dimaksud dengan kewajiban pekerja dan macam-macamnya?
1.3 Tujuan
Tujuan yang telah dibuat berdasarkan dari rumusan masalah di atas terdiri
atas beberapa berikut di bawah.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hak pekerja dan macam-
macamnya.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kewajiban pekerja dan
macam-macamnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hak Pekerja


Hak pekerja merupakan salah satu topik yang memiliki keterkaitan erat
dengan etika bisnis. Bisnis diharuskan berlaku adil terhadap para pekerja
dengan menerapkan prinsip keadilan dalam bisnis. Keadilan yang dimaksud
mengacu pada perlakuan terhadap pekerja yang sesuai dengan hak-hak yang
seharusnya mereka terima. Penerapan dan penegakan keadilan ini sangat
menentukan baik dan etisnya sebuah bisnis berjalan.
Pengakuan, penghargaan, dan jaminan atas hak-hak pekerja akan sangat
menentukan kinerja sebuah perusahaan. Alasannya, karena sikap, komitmen,
loyalitas, produktivitas para pekerja berpengaruh langsung terhadap kinerja
perusahaan. Sehingga pengakuan, penghargaan, dan jaminan atas hak para
karyawan tersebut menjadi faktor yang menentukan kelangsungan dan
keberhasilan bisnis suatu perusahaan. Maka, hak pekerja menjadi perhatian
yang serius di era bisnis modern.
Secara umum, ada beberapa macam hak yang mendasar dan harus dijamin.
Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut.
2.1.1 Hak atas Pekerjaan
Hak atas pekerjaan termasuk sebuah hak asasi manusia. Hal ini
dikarenakan beberapa alasan, diantaranya. Pertama, kerja melekat pada
tubuh manusia. Karena tubuh adalah melekat pada diri setiap orang,
maka tidak dapat dilepakan dari manusia.
Kedua, kerja merupakan perwujudan diri manusia. Dalam
pelaksanaanya, manusia dapat mewujudkan dan merealisasikan dirinya
di dunia pekerjaan. Jaminan terhadap hak atas pekerjaan menandakan
bahwa manusia dihormati sebagai mahluk yang mampu mengembangkan
dan menentukan dirinya sendiri. Hal ini ditunjukan, denga kemandirian
dan pembebasan dari ketergantuangan terhadap orang lain sebagai hasil
dari kerja itu sendiri. Namun, dilain sisi, menandakan bahwa
pengangguran merupakan kebalikan dari hak atas pekerjaan. Maka dari

2
itu perlu diberantas, karena bertentangan dengan hak atas pekerjaan.
Sehingga pengangguran bukan saja berarti masalah ekonomi, namun
berkaitan dengan masalah psikologis.
Ketiga, kerja merupakan hak yang berkaitan dengan hak hidup.
Melalui kerja, seseorang dimungkinkan akan mendapatkan hak hidup
yang layak. Karena dirasa pentingnya hal tersebut, maka beberapa negara
melakukan kodifikasi dalam hukum positif. Indonesia, contohnya, Pasal
27, ayat 2, UUD 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Konsekuensinya bahwa negara wajib menjamin dan melaksanakan hak
tersebut.
2.1.2 Hak atas Upah yang Adil
Hak atas upah yang adil merupakan hal yang legal yang diterima dan
dituntut orang sejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan.
Melalui upah yang adil, maka terdapat beberapa penegasan, yakni
sebagai berikut.
Pertama, bahwa setiap pekerja berhak mendaptkan upah. Hal ini
berasal dari pemikiran, bahwa setiap orang berhak memperoleh dan
menikmati hasil kerjanya. Sehingga secara lebih mendalam dianggap
sebagai hak asasi manusia.
Kedua, setiap orang berhak memperoleh upah yang adil. Hal ini
berdasarkan prinsip komutatif, yaitu kesetaraan dan keseimbangan antara
apa yang diperoleh pemilik perusahaan melalui dan dalam bentuk tenaga
yang disumbangka setiap pekerja di satu pihak dan apa yang diperoleh
setiap pekerja dalam bentuk upah di pihak lain.
Ketiga, yang perlu ditegaskan yakni tidak bolehada perlakuan yang
berbeda terhadap pemberian upah kepada karyawan. Maksudnya, upah
yang sama untuk pekerjaan yang sama.
Upah yang adil adalah upah yang berfluktuasi diatas tingkat upah
minimum ini sesuai dengan mekanisme pasar. Hal ini menjadikan upah
yang adil tetap mengenal adanya perbedaan dalam tingkat upah, namun
tetap berada atas tingkat upah minimum. Di sisi lain juga, perbedaan

3
tingkat upah tidak hanya didsarkan pada mekanisme pasar, melainkan
faktor risiko pekerjaan, pengalaman kerja, lama kerja, pendidikan,
lingkup tanggung jawab, volume pekerjaan, tingkat upah dalam industri
sejenis dan sebagainya.
2.1.3 Hak untuk Berserikat dan Berkumpul
Hak untuk berserikat dan berkumpul ini biasanya terkait dengan hal
yang dilakukan untuk bisa memperjuangkan kepentingannya, khususnya
untuk hak atas upah yang adil, pekerja harus diakui dan dijamin haknya
untuk berserikat dan berkumpul. Hak ini merupakan salah satu syarat
untuk dapat memperjuangkan hak atas upah yang adil. Karena umumnya
di negara-negara sedang berkembang, pengusaha mendapat perhatian
khusus dan perlindungan dari pemerintah agar dapat memajukan
negaranya. Sehingga terkadang, pengusaha dengan kepentingannya atas
profit, menindas pekerja. Hal ini dapat diatasi dengan adanya hak untuk
berserikat dan berkumpul untuk memperjuangkan hak-hak yang harus
mereka terima.
Terdapat dua dasar moral yang penting dari hak berserikat dan
berkumpul. Pertama, ini merupakan wujud dari hak atas kebebasan
karena sejatinya manusia adalah mahluk sosial yang cenderung
berkumpul dan berserikat dengan manusia lainnya. Kedua, dengan hak
berserikat dan berkumpul para pekerja dapat memperjuangkan hak
lainnya. Karena jika mereka menyatukan posisi secara bersama sama,
kedudukan mereka akan kuat untuk memperjuangkan apa yang menjadi
hak mereka.
2.1.4 Hak atas Perlindungan Keamanan dan Kesehatan
Hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan semakin dianggap
penting dalam era modern ini. Terlebih lingkungan kerja modern ini,
cenderung memiliki tingkat risiko yang tinggi. Dasar dari hak ini, ialah
hak hidup. Karena itu, perusahaan mempunyai kewajiban untuk dapat
menjaga dan menjamin hak ini, setidaknya mencegah dari terancamnya
keamanan dan kesehatan para pekerja.

4
Pertama, setiap pekerja berhak menerima hak atas perlindungan
keamanan dan kesehatan melalui program jaminan atau asuransi.
Jaminan ini berlaku sejak awal bekerja pada perusahaan.
Kedua, setiap pekerja berhak mengetahui kemungkinan risiko yang
akan diterima selama menjalankan pekerjaannya. Sehingga perusahaan
berkewajiban menjelaskan informasi serinci mungkin tentang
kemungkinan risiko yang dihadapi. Selain itu, mengenai kompensasi
yang akan diterima bila risiko terjadi. Sehingga tidak akan terjadi
kemungkinan perusahaan dituntut oleh pekerja dan keluarganya, dan
pekerja pun terhindar dari kecurangan perusahaan mengenai kompensasi
risiko pekerjaan.
2.2 Kewajiban Pekerja
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama
pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari
kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap
tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih
kepentingan sendiri dalam cara-cara yang curang.
Dari semua kewajiban yang harus dilakukan karyawan terhadap
perusahaan, menurut K. Bertens, dalam buku yang berjudul Pengantar Etika
Bisnis, ada tiga kewajiban yang menimbulkan masalah khusus, yaitu kewajiban
ketaatan, konfidensialitas, dan loyalitas.
2.2.1 Kewajiban Ketaatan
Karyawan harus taat kepada atasannya di perusahaan, justru karena
ia bekerja di situ. Bila direktur perusahaan berdiri di depan pintu
kantornya dan memberi perintah kepada orang yang kebetulan lewat di
jalan, orang itu tidak wajib sama sekali mematuhi perintah itu, karena
tidak mempunyai ikatan apa pun dengan perusahaan di mana sang
direktur memegang pimpinan. Demikian juga, jika sang direktur
memberi perintah kepada karyawan dari perusahaan lain. Tetapi bagi
orang yang mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan, salah satu
implikasi dari statusnya sebagai karyawan adalah bahwa ia harus
mematuhi perintah dan petunjuk dari atasannya.

5
Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa karyawan harus
menaati semua perintah yang diberikan oleh atasannya. Ada beberapa
pengecualian bagi seorang karyawan untuk menaati atasannya.
1. Mematuhi perintah yang menyuruh dia melakukan sesuatu yang
tidak bermoral apalagi melanggar peraturan atau hukum.
2. Mematuhi perintah atasannya yang tidak wajar, walaupun dari segi
etika tidak ada keberatan.
3. Mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan,
tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati.
2.2.2 Kewajiban Konfidensialitas
Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan
informasi yang bersifat konfidensial – dan karena itu rahasia – yang telah
diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Banyak profesi mempunyai
suatu kewajiban konfidensialitas, khususnya profesi yang bertujuan
membantu sesama manusia. Yang tertua adalah profesi kedokteran.
"Konfidensialitas" berasal dari kata Latin confidere, yang berarti
"mempercayai". Artinya bahwa seseorang yang bekerja kemudian
dipercayakan suatu informasi, tidak akan memberitahukannya kepada
orang lain. Selain dokter, profesi seperti psikolog, pengacara, pendeta,
pastor, atau ulama sering berjumpa dengan kewajiban konfidensialitas.
Dalam konteks perusahaan juga, konfidensialitas bisa memegang
peranan penting. Karena seseorang bekerja pada suatu perusahaan, bisa
saja ia mempunyai akses kepada informasi rahasia. Pengetahuan rahasia
itu diperoleh oleh seseorang justru karena dia karyawan; seandainya ia
tidak bekerja di situ, ia tentu tidak akan mengetahui informasi itu.
Konsekuensinya, sebagai karyawan, ia wajib menjaga kerahasiaan.
Perlu dicatat lagi, kewajiban konfidensialitas tidak saja berlaku
selama karyawan bekerja di perusahaan, tetapi berlangsung terus setelah
ia pindah kerja. Jika ia pindah kerja, kewajiban ini malah menjadi lebih
aktual, terutama bila perusahaan baru itu bergerak di bidang yang sama
seperti perusahaan lama, adalah sangat tidak etis, jika seseorang pindah
kerja sambil membawa rahasia perusahaan ke perusahaan baru, supaya

6
mendapat gaji lebih tinggi. Karena ada kerahasiaan ini, industrial
espionage pun harus dianggap tidak etis.
1. Rahasia Perdagangan (Trade Secrets)
Informasi kepemilikan atau rahasia perdagangan terdiri dari
informasi non-publik yang (1) menyangkut aktivitas, teknologi,
perencanaan, kebijakan, atau catatan perusahaan lainnya yang jika
diketahui oleh pesaingnya akan menghilangkan kemampuan
perusahaan dalam bersaing secara komersial, (2) suatu hal
kepemilikan perusahaan, baik yang dimiliki hak paten atau hak
ciptanya, maupun kepemilikan yang diciptakan untuk digunakan
sendiri yang diciptakan oleh sumber dayanya sendiri ataupun
melalui pembelian dengan pihak lain, (3) langkah-langkah
pengamanan atau perjanjian kontraktual dengan pegawai bahwa
perusahaan tidak ingin ada orang luar yang diizinkan mengetahui
atau memilikinya.
Apa saja termasuk trade secrets atau "rahasia perdagangan" ini?
Banyak sekali hal yang masuk ke dalam pembahasan ini, misalnya,
resep makanan atau minuman, hasil penelitian, program komputer,
keadaan finansial perusahaan, daftar pelanggan dan mailing list
sebuah perusahaan. Di samping itu, termasuk di dalamnya juga
rencana perusahaan di waktu mendatang (terutama di bidang
produksi dan pemasaran) dan strateginya saat sekarang.
Perlu ditekankan lagi, kewajiban konfidensialitas ini terbatas
pada informasi perusahaan. Hal-hal lain yang diperoleh atau
diketahui sambil bekerja di perusahaan, pada prinsipnya tidak
termasuk kewajiban konfidensialitas. Informasi rahasia tidak boleh
dibocorkan kepada perusahaan lain, tetapi keterampilan itu tentu
boleh dibawa ke perusahaan lain. Jika seorang programmer pindah
kerja, ia tidak boleh membawa program yang dibuatnya di
perusahaan lama ke perusahaan baru. Tetapi keterampilan yang
diperolehnya selama beberapa tahun bekerja di perusahaan pertama
boleh saja ia bawa ke perusahaan baru.

7
Ada alasan etika apa yang mendasari kewajiban ini. Alasan
utama adalah bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia
itu. Membuka informasi rahasia sama dengan mencuri. Milik tidak
terbatas pada barang fisik saja, tetapi meliputi juga ide, pikiran, atau
temuan dari seseorang. Dengan kata lain, di samping milik fisik
terdapat juga milik intelektual. Jadi, dasar untuk kewajiban
konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property rights
dari perusahaan.
Alasan lain yang sebetulnya berhubungan erat dengan alasan
pertama tadi adalah bahwa membuka rahasia perusahaan
bertentangan dengan etika pasar bebas. Kewajiban konfidensialitas
terutama penting dalam sistem ekonomi pasar bebas, di mana
kompetisi merupakan suatu unsur hakiki. Memiliki informasi
tertentu dapat mengubah posisi perusahaan satu terhadap perusahaan
lain dengan drastis, sehingga membuka rahasia perusahaan akan
sangat mengganggu kompetisi yang fair.
2. Pencurian Komputer
Penggunaan komputer untuk membobol bank data suatu
perusahaan, mengopi program-program komputer suatu perusahaan,
menggunakan atau menyalin data-data komputer perusahaan,
menggunakan komputer perusahaan bukan pada jam kerjanya
(kecuali jika secara eksplisit diizinkan), semua tindakan tersebut
merupakan upaya pencurian yang tidak etis karena semuanya
melibatkan penggunaan atau pengambilan properti milik orang lain
tanpa persetujuan pemiliknya yang sah.
Hak yang paling penting adalah hak eksklusif atas penggunaan
aset; hak untuk memutuskan kapan dan bagaimana orang lain boleh
menggunakan aset tersebut; hak untuk menjual, memperdagangkan,
atau memberikannya kepada orang lain; hak atas penghasilan atas
penggunaannya; dan hak untuk mengubah atau memodifikasi aset
tersebut. Semua hak tersebut dapat dan memang ada pada komputer,
data komputer, dan program-program komputer, yang

8
dikembangkan perusahaan dengan menggunakan sumber dayanya
sendiri atau dibeli sendiri. Jadi, informasi atau program komputer
semacam itu merupakan properti perusahaan, dan hanya perusahaan
yang berhak atas penggunaan atau keuntungan-keuntungannya.
Merampas hak atas properti, termasuk penggunaanya, merupakan
salah satu bentuk pencurian properti sehingga otomatis juga tidak
etis.
3. Insider Trading
Insider trading adalah tindakan membeli dan menjual saham
perusahaan berdasarkan informasi “orang dalam” perusahaan.
Informasi “dari dalam” atau “dari orang dalam” tentang suatu
perusahaan merupakan informasi rahasia yang tidak dimiliki publik
di luar perusahaan, namun memiliki pengaruh material pada harga
saham perusahaan. Insider trading adalah ilegal dan tidak etis karena
salah satu bentuk dari “pencurian informasi”. Orang yang
melakukannya berarti mencuri informasi dan memperoleh
keuntungan yang tidak adil dari anggota masyarakat lain.
2.2.3 Kewajiban Loyalitas
Kewajiban loyalitas pun merupakan konsekuensi dari status
seseorang sebagai karyawan perusahaan. Dengan mulai bekerja di suatu
perusahaan, karyawan harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan,
karena sebagai karyawan ia melibatkan diri untuk turut merealisasikan
tujuan-tujuan tersebut, dan karena itu pula ia harus menghindari segala
sesuatu yang bertentangan dengannya. Dengan kata lain, ia harus
menghindari apa yang bisa merugikan kepentingan perusahaan.
Karyawan yang melakukan hal itu memenuhi kewajiban loyalitas.
Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas
adalah konflik kepentingan (conflict of interest), artinya konflik antara
kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan
tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersaing dengan
kepentingan perusahaan. Berdasarkan kontrak kerja atau setidak-
tidaknya karena persetujuan implisit (kalau tidak ada kontrak resmi),

9
karyawan wajib melakukan perbuatan-perbuatan tertentu demi
kepentingan perusahaan. Karena itu ia tidak boleh melibatkan diri dalam
kegiatan lain yang berbenturan dengan kewajiban itu.
Karena bahaya konflik kepentingan potensial itu, beberapa jenis
pekerjaan tidak boleh dirangkap. Di samping masalah pencampuran
kepentingan, dalam kasus serupa itu kerahasiaan profesi tentu juga
memainkan peranan.
1. Suap dan Pemerasan Komersial
Suap komersial adalah suatu yang diberikan atau ditawarkan
pada seorang pegawai oleh orang dari luar perusahaan dengan tujuan
agar saat pegawai itu melakukan transaksi bisnis perusahaan, dia
akan melakukan suatu yang menguntungkan orang tersebut atau
perusahaan orang tersebut. Sesuatu yang ditawarkan bisa berupa
uang, barang, perlakuan khusus, atau keuntungan-keuntungan lain.
2. Konflik Kepentingan dan Komisi
Istilah "komisi" mempunyai juga arti yang tidak menimbulkan
masalah etika, karena termasuk sistem imbalan yang sah. Untuk
beberapa jenis pekerjaan, di samping gaji tetap diberikan komisi
sebagai insentif khusus. Salesman dalam sektor permobilan atau
perumahan biasanya mendapat komisi sekian persen untuk setiap
unit yang dijual. Hal seperti itu kerap kali bahkan tercantum dalam
kontrak kerja. Biro perjalanan mendapat komisi dari maskapai
penerbangan untuk setiap tiket pesawat yang dijualnya. Agen
asuransi (broker) mendapat komisi untuk setiap asuransi yang laris
melalui jasanya. Komisi dalam arti itu merupakan sebagian dari
sistem bisnis yang sah.
Di sini, yang dimaksudkan komisi yang ada dalam grey area
adalah dalam dalam arti lain, yaitu jumlah uang yang diberikan
kepada karyawan secara pribadi dalam menjalankan tugas atas nama
perusahaannya dengan perusahaan atau instansi lain. Misalnya,
manajer perkantoran harus membeli mebel untuk mengisi gedung
baru. la menghubungi perusahaan mebel dan mulai berunding

10
tentang jenis mebel, waktu penyelesaian pesanan, harga, dan
sebagainya.
Komisi tidak selalu sama jeleknya. Jika kita mengambil kasus
manajer perkantoran yang menerima komisi dalam transaksi dengan
perusahaan mebel tadi, di sini dapat dibayangkan tiga kemungkinan,
yaitu: (l) manajer itu mendapat diskon khusus dan diskon itu hanya
diberikan kepada dia, orang lain yang membeli di situ tidak
mendapatkannya; (2) diskon yang diberi kepada setiap orang yang
membeli dalam kuantitas begitu besar, dikantongi oleh si manajer,
tetapi perusahaannya membayar harga resmi; (3) manajer mendapat
komisi dengan menaikkan harga mebel yang dibelinya bagi
perusahaannya, ia minta, misalnya, supaya pada kuitansinya ditulis
harga lebih tinggi daripada yang dibayarnya yang kemudian
selisihnya masuk ke kantongnya sendiri.
Dengan cara pertama perusahaan tidak dirugikan sama sekali.
Dengan cara kedua perusahaan dirugikan tidak langsung, karena
walaupun tetap membayar harga resmi, perusahaan pun bisa
menikmati diskon yang diberikan untuk pesanan sebesar itu. Cara
ketiga tentunya kemungkinan yang paling jelek. Ini sama saja
dengan mencuri, biarpun uangnya tidak diambil langsung dari kas
perusahaan, tetapi dengan menaikkan harga.
Masalah komisi berkaitan erat dengan apa yang sekarang
dikenal sebagai triade "korupsi, kolusi, nepotisme" atau KKN. Jalan
keluar dari permasalahan ini sebagian besar tergantung dari sikap
yang diambil perusahaan bersangkutan. Jika perusahaan membuat
peraturan yang jelas dan selalu secara konsekuen menegakkan
peraturan itu, komisi seperti kasus tadi tidak perlu terjadi. Peraturan
itu bisa dibuat secara khusus atau dicantumkan dalam kode etik
perusahaan.
3. Konflik Kepentingan dan Hadiah
Hal yang sama bisa dikatakan juga tentang hadiah yang
diberikan oleh perusahaan atau instansi lain kepada karyawan waktu

11
menjalankan tugas kerjanya. Hadiah seperti itu tentu dimaksudkan
untuk mempengaruhi karyawan tersebut. Di sini pun jalan keluar
dari permasalahan adalah membuat peraturan yang jelas dalam kode
etik perusahaan atau dengan cara lain. Hanya saja, berbeda dengan
masalah komisi, tidak masuk akal bila dilarang segala macam
hadiah. Bagaimana mau dilarang karyawan menerima kalender,
agenda, pena, dan lain sebagainya dari perusahaan lain? Karena itu
banyak kode etik perusahaan di luar negeri memuat ketentuan yang
mengatakan bahwa karyawan tidak boleh menerima hadiah yang
berharga di atas jumlah uang tertentu, misalnya, 50 dollar Amerika.
Kalau begitu, di sini pun kawasan kelabu hilang. Hadiah kecil tetap
diperbolehkan, sedangkan hadiah besar seperti mobil atau rumah
dilarang.
4. Kewajiban Loyalitas dan Kesetiaan Karyawan
Dalam konteks kewajiban loyalitas ini muncul pertanyaan lagi
tentang hubungannya dengan kesetiaan. Jika karyawan pindah kerja
karena alasan mencari gaji lebih tinggi, umpamanya, apakah
perbuatan itu bisa dilihat sebagai pelanggaraan kewajiban loyalitas?
Kesan itu bisa timbul, karena dengan berpindah ia tidak setia pada
perusahaannya dan loyalitas rupanya ada implikasi kesetiaan. Dalam
bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris kata "loyal" dikaitan
dengan "setia". Pertanyaan ini bisa dijawab dengan menegaskan
karyawan tidak mempunyai kewajiban saja, ia mempunyai juga hak.
Dan hak karyawan antara lain dicantumkan dalam kontrak kerja, di
mana pasti ada ketentuan bahwa karyawan wajib memberitahukan
satu, dua, tiga bulan sebelumnya (tergantung posisinya dan kesulitan
mencari pengganti), jika ia mau meninggalkan perusahaan. Dengan
demikian kewajiban loyalitas tidak meniadakan hak karyawan untuk
pindah kerja. Di sini tidak ada masalah etika.
Seorang job-hopper yang langsung akan berpindah kerja, kalau
di perusahaan lain ia ditawarkan gaji lebih tinggi. Biarpun perbedaan
gaji tidak seberapa, ia akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk

12
menambah pendapatannya, sehingga bisa terjadi ia pindah kerja tiga
atau empat kali dalam setahun. Apakah perilaku karyawan ini masih
bisa dianggap etis? Jika karyawan memenuhi semua kewajibannya
terhadap perusahaan-pérusahaan di mana ia pernah bekerja,
termasuk juga memberitahukan rencana berpindah kerja dalam batas
waktu yang ditentukan, maka tidak bisa dikatakan ia berlaku kurang
etis terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Namun demikian, dengan itu semua tuntutan etika bagi dia
belum terselesaikan. Orang itu tidak mempunyai etos kerja yang
baik, sebab satu-satunya motivasi kerja bagi dia adalah imbalan
finansial. Untuk satu perusahaan pun ia tidak mempunyai dedikasi
sungguh-sungguh. Sebagai karyawan ia barangkali tidak membuat
kesalahan terhadap suatu perusahaan, tetapi sebagai manusia ia tidak
mempunyai sikap moral yang benar. la diliputi suasana materialistis
dan hedonistis.
2.2.4 Melaporkan Kesalahan Perusahaan (Whistle Blowing)
Whistle blowing dalam dunia bisnis adalah melaporkan kesalahan
yang dilakukan oleh sebuah perusahaan kepada dunia luar, seperti
instansi pemerintah atau pers. Perlu ditekankan bahwa whistle blowing
adalah ketika seorang karyawan melaporkan kesalahan yang ada dalam
perusahaannya sendiri.
Karena bekerja pada suatu perusahaan, seorang karyawan bisa
mengetahui banyak hal mengenai perusahaannya yang tidak diketahui
oleh orang lain, bukan saja hal-hal yang bersifat rahasia (trade secrets),
tetapi juga praktek-praktek yang tidak etis. Jika seorang karyawan
mengetahui terjadinya hal-hal yang kurang etis dalam kegiatan
perusahaan, pertanyaan yang muncul adalah apakah ia boleh
memberitahukan kepada pihak luar sedangkan dia memiliki kewajiban
konfidensialitas dan loyalitas? Di sanalah muncul masalah etika.
1. Whistle Blowing Internal
Whistle blowing internal diartikan sebagai kesalahan di dalam
perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Misalnya,

13
seorang karyawan bawahan melaporkan suatu kesalahan langsung
kepada direksi, sambil melewati kepala bagian dan manajer umum.
2. Whistle Blowing Eksternal
Dengan Whistle blowing eksternal dimaksudkan pelaporan
kesalahan perusahaan kepada instansi di luar perusahaan, entah
kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media
komunikasi. Contohnya, karyawan melaporkan bahwa
perusahaannya tidak memenuhi kontribusinya kepada Jamsostek
atau tidak membayar pajak.
Di sini akan membicarakan whistle blowing dalam arti eksternal saja,
karena hanya pelaporan kesalahan itulah yang menimbulkan banyak
masalah etika. Perlu digarisbawahi lagi bahwa whistle blowing
merupakan pelaporan kesalahan perusahaan, bukan pelaporan pribadi
seseorang dalam perusahaan. Misalnya, jika manajer utama melakukan
pelecehan seksual terhadap sekretarisnya dan kelakuannya ini
diberitahukan ke dunia luar, hal itu tidak termasuk whistle blowing,
walaupun di sini terdapat sebuah kasus yang dengan jelas berkonotasi
etika. Kita baru berbicara tentang whistle blowing, bila kesalahannya
melebihi tahap pribadi saja dan melibatkan perusahaan sendiri, seperti
praktek korupsi yang dilakukan oleh manajer dengan memakai uang
perusahaan.
Pelaporan kesalahan perusahaan itu dinilai dengan cara yang sangat
berbeda. Di satu pihak seorang whistle blower (orang yang melakukan
whistle blowing) bisa dipuji sebagai pahlawan, karena ia menempatkan
nilai-nilai moral yang benar dan luhur di atas kesejahteraan pribadi.
Sebab, dengan melaporkan kesalahan perusahaan seorang karyawan
bersedia mengambil risiko besar. Karier selanjutnya dalam perusahaan
bisa terhambat, bahkan ia bisa dipecat dari pekerjaannya. Di lain pihak
seorang pelapor kesalahan perusahaan sering dicap sebagai pengkhianat,
karena ia mengekspos kejelekan dari perusahaannya. la dianggap
melanggar kewajiban loyalitas dengan sangat merugikan kepentingan
perusahaan. Dapat dimengerti, bila dunia bisnis terutama memihak

14
kepada pandangan terakhir ini. Mereka melihat whistle blowing sebagai
hambatan besar untuk lancarnya usaha bisnis. Beberapa negara
mempunyai undang-undang yang melindungi para whistle blowers.
Pertanyaan etika adalah apakah pelaporan kesalahan perusahaan itu
boleh dilakukan, karena dengan jelas bertentangan dengan kewajiban
loyalitas dan konfidensialitas karyawan terhadap perusahaannya. Dengan
pelaporannya, perusahaan itu pasti dirugikan dan sering kali bahkan
banyak dirugikan. Tetapi karyawan tidak saja mempunyai kewajiban
terhadap perusahaan, ia mempunyai kewajiban juga – seperti setiap orang
– terhadap masyarakat umum. Kalau memang diperbolehkan, whistle
blowing dapat dipandang sebagai pengecualian dalam bidang kewajiban
loyalitas. Dasarnya adalah kewajiban lain yang lebih mendesak. Tetapi,
kalau begitu, dapat ditanyakan lagi apakah pelaporan kesalahan bukan
saja boleh dilakukan, melainkan barangkali juga harus dilakukan.

15
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASANNYA

3.1 Kasus
Aaaaaa
3.2 Pembahasan Kasus Dikaitkan dengan Hak dan Kewajiban Pekerja
Aaaaaaa

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Aaaaaa
4.2 Saran
Aaa

17
DAFTAR PUSTAKA

Aaaaaa

18

Anda mungkin juga menyukai