Disusun Oleh:
Asmaul Khusnah
NIM 162303101019
................................................................ ................................................................
NIP......................................................... NIM........................................................
PEMBIMBING AKADEMIK
.....................................................
NIP..............................................
LAPORAN PENDAHULUAN
PERITONITIS
1.1 Konsep penyakit
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa
inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak
lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena
perforasi organ berongga karena trauma abdomen
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung/dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukak disentri amuba/colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
1. Secara langsung dari luar.
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon
terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan
peritonitis lokal.
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
2. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut corwin ( 2014 ) gambaran klinis pada penderita peritonium
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang
b. Peningkatan kecepatan denyut jantungakibat hipovolemia karena perpindahan
cairan kedalam peritonium
c. Mual dan muntah
d. Abdomen yang kaku
e. Ileus paralitik ( paralisis saluran pencernaan akibat respon neurogenikatau
otot terhadap trauma atau peradangan )
f. Tanda – tanda umum peradangan ( demam, peningkatan sel darah putih dan
takikardia )
g. Dehidrasi
h. Lemas
i. Nyeri tekan pada abdomen
j. Bising usus berkurang atau hilang
k. Berkeringat dingin
D. KLASIFIKASI
Pengelompokan dari peritonitis, diantaranya meliputi:
a. Primary peritonitis
Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) adalah infeksi bakteri akut pada cairan
asites. Kontaminasi dari rongga peritoneal diduga hasil dari translokasi bakteri di
dinding usus atau saluran limfatik mesenterika dan, lebih jarang, melalui paparan
hematogen di hadapan bakteremia. SBP dapat terjadi sebagai komplikasi dari
setiap keadaan penyakit yang menghasilkan sindrom klinis asites, seperti gagal
jantung dan sindrom Budd -Chiari. Anak-anak dengan nefrosis atau lupus
eritematosus sistemik dengan asites memiliki risiko tinggi menderita SBP.Risiko
tertinggi SBP terdapat pada pasien dengan sirosis yang dalam keadaan
dekompensasi (Runyon BA,2004).
b. Secondary peritonitis
Peritonitis sekunder (SP) terjadi akibat perforasi usus buntu, ulkus lambung
dan duodenum, serta perforasi sigmoid yang disebabkan diverculitis, volvulus,
kanker dan strangulasi. Necrotizing pancreatitis juga dapat dikaitkan dengan
peritonitis dalam kasus infeksi pada jaringan nekrotik. Patogen yang terlibat
dalam SP saluran pencernaan proksimal berbeda dengan saluran pencernaan
distal. Organisme Gram-positif mendominasi dalam saluran pencernaan bagian
atas, dengan pergeseran ke arah organisme gram negatif dalam saluran GI atas
pada pasien asam lambung terapi supresif jangka panjang. Kontaminasi dari usus
kecil distal atau sumber usus awalnya dapat mengakibatkan pelepasan beberapa
ratus spesies bakteri (dan jamur), respon imun tubuh dengan cepat menghilangkan
sebagian besar organisme ini
c. Tertiary peritonitis
Berkembang lebih sering pada pasien immunocompromised dan pada orang
dengan yang sudah ada sebelumnya kondisi komorbiditas yang signifikan.
Meskipun jarang diamati pada infeksi peritoneal tanpa komplikasi, insiden
peritonitis tersier pada pasien yang membutuhkan perawatan ICU untuk infeksi
perut yang parah mungkin setinggi 50-74%.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1. Komplikasi dini.
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok hipovolemik.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem
d. Abses residual intraperitoneal.
e. Portal Pyemia (misal abses hepar).
2. Komplikasi lanjut.
a. Adhesi.
b. Obstruksi intestinal rekuren.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Test laboratorium
a. Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein
(lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar
diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
b. Hematokrit meningkat
c. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien
peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
d. X. Ray
2. Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
a. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
b. Usus halus dan usus besar dilatasi.
c. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
a. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior.
b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal proyeksi anteroposterior.
H. PENATALAKSANAAN
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir
semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi
eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri
tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda
perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis),
dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan
saluran cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
E. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan
obstuksi usus.
masuk ke rongga
peritoneum
peritonitis
2. Nutrisi kurang dari Setelah diberikan asuhan 1.Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisiklien.
kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama 2x24 2.Kaji penurunan nafsu makan klien.
mual, muntah, dan jam diharapkan kebutuhan 3.Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.
anoreksia nutrisi klien terpenuhi secara 4.Ukur tinggi dan berat badan klien.
adekuat 5.Dokumentasikan masukan oralselama 24 jam, riwayat makanan,
jumlahkalori dengan tepat (intake)
6.Ciptakan suasana makan yangmenyenangkan.
7.Berikan makanan selagi hangat.
3. Nyeri akut b.d proses setelah dilakukan tindakan 1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
inflamasi asuhan keperawatan selama lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
1x24 jam diharapkan pasien presipitasi
Dahlan, Zul. 2009. Buku Ajar Ilmu Pernyakit Dalam. Jakarta: balai penerbit FKUI