Perkembangan Industri Farmasi Tradisional-1
Perkembangan Industri Farmasi Tradisional-1
OLEH:
O1B1 19 001
FAKULTAS FARMASI
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, memiliki
lebihkurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di antaranya termasuk
tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu
tradisional) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka.
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan
oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya
naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak
pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan
Boreh Wulang nDalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan
orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya.
Obat herbal telah diterima secara luas di negara berkembang dan di negara
maju. Menurut WHO (Badan KesehatanDunia) hingga 65% dari penduduk
negara maju dan 80 % dari penduduk negara berkembang telah menggunakan
obat herbal. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal
di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat
prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat
modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses
informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. Pada th 2000 diperkirakan
penjualan obat herbal di dunia mencapai US$ 60 milyar.
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal
dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan
penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker.
Hal ini menunjukkan dukungan WHO untuk back tonature yang dalam hal
tertentu lebih menguntungkan. Untuk meningkatkan keselektifan pengobatan
dan mengurangi pengaruh musim dan tempat asal tanaman terhadap efek,
serta lebih memudahkan dalam standardisasi bahan obat maka zat aktif
diekstraksi lalu dibuat sediaan fitofarmaka atau bahkan dimurnikan sampai
diperoleh zat murni Di Indonesia, dari tahun ke tahun terjadi peningkatan
industri obat tradisional, menurut data dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan sampai th 2002 terdapat 1.012 industri obat tradisional yang
memiliki izin usaha industri yang terdiri dari 105 industri berskala besar dan
907 industri berskala kecil. Karena banyaknya variasi sediaan bahan alam
maka untuk memudahkan pengawasan dan perizinan maka Badan POM
mengelompokkan dalam sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan
fitofarmaka. Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu
pemakaiannya secara empirik berdasarkan pengalaman, sediaan herbal
terstandar bahan bakunya harus distandardisasi dan sudah diuji farmakologi
secara eksperimental sedangkan sediaan fitofarmaka sama dengan obat
modern bahan bakunya harus distandardisasi dan harus melalui uji klinik.
Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan
baru 180 tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh
industri maka peluang bagi profesi kefarmasian untuk meningkatkan peran
sediaan herbal dalam pembangunan kesehatan masih terbuka lebar.
Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan
informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi farmasis
agar obat herbal semakin dapat diterima oleh masyarakat luas.
Peningkatan jumlah penduduk dan harga obat sintetis yang jauh diatas
harga obat tradisional pada saat ini, mengakibatkan masyarakat berpikir untuk
kembali ke alam atau back to nature. Obat sintetis mulai ditinggalkan karena
dirasa terlalu mahal dengan efek samping yang cukup membahayakan.
Masyarakat berpikir bahwa dengan obat tradisional akan lebih murah dan tidak
membahayakan kesehatan karena bahannya yang berasal dari alam. Selain itu
juga faktor pengalaman dan alasan hasil warisan turun-temurun yang dipercaya
kemanjurannya telah menjadi salah satu motivasi bagi mereka untuk
mengembangkan industri farmasi tradisonal di Indonesia.
Adanya pasar AFTA yang akan dibuka tahun 2010, menyebabkan pangsa
pasar akan bertambah besar sehingga jika dapat dikuasai akan menciptakan
keuntungan yang sangat besar. Selain memperbesar pangsa pasar, dibukanya
pasar AFTA akan menyebabkan semakin tingginya persaingan. Industri farmasi
tradisional tidak hanya bersaing dengan industri farmasi nasional saja, tetapi juga
dengan perusahaan asing.
Oleh karena itu peningkatan daya saing industri farmasi tradisional harus
ditingkatkan, berbagai strategi harus dirancang setiap perusahaan-perusahaan
industri farmasi tradisional sehingga prospek industri farmasi tradisional di masa
depan akan semakin baik, tetapi jika tidak, industri farmasi tradisional nasional
akan semakin terancam atau jika tidak industri tidak bisa bertahan (Lestari,
2007).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah industri farmasi tradisonal di Indonesia ?
2. Bagaimana perkembangan industri farmasi tradisional di Indonesia.
3. Apa saja industri farmasi tradisional yang berkembang di Indonesia
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam makalah terhadap
permasalahan yang telah dikemukakan diatas adalah untuk:
1. Mengetahui sejarah industri farmasi tradisonal di Indonesia
2. Mengetahui perkembangan industri farmasi tradisional di Indonesia.
3. Mengetahui industri farmasi tradisional yang berkembang di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 SEJARAH
Indonesia kaya akan kekayaan tradisi baik yang tradisi yang tertulis
maupun tradisi turun-temurun yang disampaikan secara lisan. Hal ini menandakan
bahwa masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal ilmu
pengetahuan berdasarkan pengalaman sehari-hari mereka. Pengetahuan tersebut
antara lain perbintangan, arsitektur, pengobatan tradisional, kesusasteraan, dan
lain sebagainya Indonesia kaya akan pengetahuan mengenai pengobatan
tradisional. Hampir setiap suku bangsa di Indonesia memiliki khasanah
pengetahuan dan cara tersendiri mengenai pengobatan tradisional. Sebelum
dituliskan ke dalam naskah kuno, pengetahuan tersebut diturunkan secara turun-
temurun melalui tradisi lisan. Menurut Djojosugito (1985), dalam masyarakat
tradisional obat tradisional dibagi menjadi 2 yaitu obat atau ramuan tradisional
dan cara pengobatan tradisional.
Hal ini sebenarnya sudah dikembangkan puluhan tahun yang lalu sesuai
dengan apa yang tercantum dalam GBHN 1993 yaitu Pemeliharaan &
Pengembangan Pengobatan tradisional sebagai warisan budaya bangsa
(ETNOMEDISINE) terus ditingkatkan dan didorong pengembangannya melalui
penggalian, penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan
termasuk budidaya tanaman obat tradisional yang secara medis dapat
dipertanggungjawabkan Dalam hal ini dapat di formulasikan menjadi 5 hal fokok
yang harus diperhatikan yaitu etnomedicine, agroindustri tanaman obat, iftek
kefarmasian dan kedokteran, teknologi kimia dan proses, pembinaan dan
pengawasan produksi atau pemasaran bahan dan produk obat tradisional.
Kesadaran akan pentingnya “back to nature” memang sering hadir dalam produk
yang kita gunakan sehari-hari.
Banyak ramuan-ramuan obat tradisional yang secara turun-temurun
digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan. Sebagian dari mereka beranggapan
bahwa pengobatan herbal tidak memiliki efek samping, tapi hal ini tidak selalu
benar untuk semua tanaman obat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efek
samping tanaman obat diantaranya yaitu kandungan zat aktif pada bagian tanaman
berbeda-beda, misalnya saja Mahkota dewa, yang dijadikan obat adalah daging
buahnya, namun jika biji kulit ikut tercampur bisa mengakibatkan pusing, mual,
dan muntah. Selain itu waktu penggunaan misalnya Cabe jawa, bisa memperkuat
rahim ibu hamil di awal-awal kehamilan, tapi kalau diminum di trisemester
terakhir akan mempersulit proses kelahiran. Hal ini perlu dibuktikan lebih lanjut
agar obat tradsional ini dapat dibuktikan secara ilmiah.
Tiga bidang Ilmu Dasar Utama yang mendasari pengetahuan tentang obat
tradisional dan perkembangannya agar menjadi bahan obat yang bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau medis adalah :
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan
bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional. Perkembangan selanjutnya obat tradisional
kebanyakan berupa campuran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga
dikenal dengan obat herbal atau obat bahan alam Indonesia. Obat Herbal atau
Obat Bahan Alam Indonesia adalah obat tradisonal yang diproduksi oleh
Indonesia dan berasal dari alam atau produk tumbuhan obat Indonesia.
Usaha jamu / Racikan adalah suatu usaha peracikan pencampuran dan atau
pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel
atau parem dengan skala kecil, dijual di suatu tempat tanpa penandaan dan atau
merek dagang.
Obat Tradisional Lisensi adalah obat tradisional asing yang diproduksi oleh
suatu Industri obat tradisional atas persetujuan dari perusahaan yang
bersangkutan dengan memakai merk dan nama dagang perusahaan tersebut.
Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang digunakan
dengan cara mencoletkan pada dahi.
Parem adalan obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau bubur yang
digunakan dengan cera melumurkan pada kaki dan tangan atau pada bagian
tubuh lain.
Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat pasta atau bubur yang
digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut.
Sediaan Galenik adalah ekrtaksi bahan atau campuran bahan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
Bahan tambahan adalah zat yang tidak berkhasiat sebagai obat yang
ditambahkan pada obat tradisional untuk meningkatkan mutu, termasuk
mengawetkan, memberi warna, mengedapkan rasa dan bau serta
memantapkan warna, rasa, bau ataupun konsistensi.
Sumber Perolehan Obat Tradisional Di jaman yang sudah modern ini, obat
tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber (Lestari dan Suharmiati,
2006), yaitu :
a) Obat Tradisional Buatan Sendiri
Pada zaman dahulu nenek moyang mempunyai kemampuan untuk
menggunakan ramuan tradisional untuk mengobati keluarga sendiri.
Obat tradisional seperti inilah yang mendasari berkembangnya
pengobatan tradisional di Indonesia. Oleh pemerintah, cara tradisional
ini dikembangkan dalam program TOGA (Tanaman Obat Keluarga).
Program ini lebih mengacu pada self care, yaitu pencegahan dan
pengobatan ringan pada keluarga.
b) Obat Tradisional dari Pembuat Jamu (Herbalis)
Jamu Gendong
Salah satu penyedia obat tradisional yang paling sering
ditemui adalah jamu gendong. Jamu yang disediakan dalam bentuk
minuman ini sangat digemari oleh masyarakat. Umumnya jamu
gendong menjual kunyit asam, sinom, mengkudu, pahitan, beras
kencur, cabe puyang, dan gepyokan.
Peracik Jamu
Bentuk jamu menyerupai jamu gendong tetapi
kemanfaatannya lebih khusus untuk kesehatan, misalnya untuk
kesegaran, menghilangkan pegal linu, dan batuk.
Obat Tradisional dari Tabib
Dalam praktik pengobatannya, tabib menyediakan
ramuannya yang berasal dari tanaman. Selain memberikan ramuan,
para tabib umumnya mengombinasikan teknik lain seperti spiritual
atau supranatural.
Obat Tradisional dari Shinse
Shinse merupakan pengobatan dari etnis Tionghoa yang
mengobati pasien dengan menggunakan obat tradisional.
Umumnya bahan-bahan tradisional yang digunakan berasal dari
Cina. Obat tradisional Cina berkembang baik di Indonesia dan
banyak diimpor.
Obat Tradisional Buatan Industri
Departemen kesehatan membagi industri obat tradisional
menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu Industri Kecil Obat Tradisional
(IKOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Industri farmasi mulai
tertarik untuk memproduksi obat tradisional dalam bentuk sediaan
modern berupa obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka
seperti tablet dan kapsul.
a. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang tidak memerlukan pembuktian ilmiah
sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan pembuktian empiris atau turun
temurun. Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, dan memenuhi
persyaratan mutu yang berlaku. Contoh : Tolak Angin®, Antangin®, Woods’
Herbal®, Diapet Anak®, dan Kuku Bima Gingseng®.
Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada
hewan dan bahan bakunya telah di standarisasi. Obat herbal terstandar harus
memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat
dibuktikan secara ilmiah atau praklinik, telah dilakukan standarisasi terhadap
bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Contoh : Diapet®, Lelap®,
Fitolac®, Diabmeneer®, dan Glucogarp®.
c. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat
modern karena telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan
uji praklinik pada hewan dan uji klinik pada manusia, bahan baku dan produk
jadinya telah di standarisasi. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria aman sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan dengan uji klinis,
telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk
jadi. Contoh: Stimuno®, Tensigard®, Rheumaneer®, X-gra® dan Nodiar®.
Obat tradisional yang merupakan warisan budaya bangsa dan digunakan secara
turun temurun, umumnya berasal dari tiga macam sumber (Hutapea, 1998), yaitu :
a. Obat tradisional yang berasal dari suatu daerah dalam bentuk sederhana
yang telah dikenal manfaatnya pada suatu daerah, biasanya berupa seduhan,
rajangan yang digunakan menurut aturan atau kebiasaan suatu daerah itu.
b. Obat tradisional yang muncul karena dibuat oleh pengobatan tradisional
(dukun, sebagian bahan baku tumbuh di daerah itu dan biasanya bahan ini
dirahasiakan oleh pengobatan).
Obat tradisional dengan formula yang berasal dari butir (a) dan butir (b)
dalam jumlah besar, diperoleh dari pasar, pemasok maupun kolektor
PENUTUP
A. Kesimpulan
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bloomberg, Reuters, SIDO.JK., 2016, Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul,
Samuel Equity Research.