Anda di halaman 1dari 8

Imunoterapi Anti-IgE Terhadap Penderita

Asma Bronchial
Imunoterapi Anti-IgE Terhadap Penderita Asma Bronchial

(Anti-IgE Immunotherapy For Bronchial Asthma Victim)

HARRY MULYONO

Abstract :

Asthma is one of hypersensitivity reaction example (tipe I) that mediated by IgE. IgE
play important role asthma reaction. Initially inhalant allergen was recognized by
antigen presenting cell (APC). After recognized, allergen is processed and present to
T cell. T cell respon by interleukins producing that stimulate B cell for producing Ig-
E. This antibody binds mast cell and basofil at high affinity receptor on surface of
mast cell and basofil. Ig-E binding induces degranulation of mast cell and basofill
that release inflammatory mediators (i.e histamin). Using recombinant monoclonal
Anti-IgE is one of example for asthma immunotherapy. Recombinant monoclonal
Anti-IgE reduces direct binding of IgE on mast cell and basofil surface. Because IgE
cannot interact with inflammatory cell (I,e mast cell, basofil), so that, hypersensitivity
can be reduced.

Keywords ; asthma, immunotherapy, hypersensitivity, anti-IgE.

Abstraksi :

Asma merupakan salah satu contoh reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang termediasi
ileh Ig-E. Ig-E memegang peranan penting dalam reaksi asma. Berawal dari allergen
yang terhirup dikenali oleh antigen presenting cell (APC). Setelah dikenali, allergen
diproses dan dipresentasikan menuju sel T. sel T membrikan respom berupa
interleukin yang menstimulasi sel B untuk memproduksi Ig-E. antibody ini
mengikat mast cell dan basofil pada reseptor berafinitas tinggi di permukaan mast
cell dan basofil. Ikatan Ig-E menginduksi degranulasi mast cell dan basofil sehingga
melepaskan mediator inflamasi (seperti histamin). Penggunaan rekombinan
monoclonal anti-IgE adalah satu contoh imunoterapi asma. Rekombinan monoclonal
anti-IgE menghambat ikatan langsing IgE pada permukaan mast cell dan basofil.
Karena IgE tidak dapat berinteraksi dengan sel inflamasi (seperti mast cell , basofil),
sehingga reaksi hipersensitivitas dan dikurangi (direduksi).

Kata kunci : asma, imunoterapi, hipersensitivitas, anti-IgE.

Pendahuluan
Asma bronchial merupakan salah satu reaksi contoh reaksi allergy berupa
peradangan (inflamasi) pada saluran pernafasan. Secara imunologi, asma termasuk
dalam reaksi hipersensitivitas tipe I yang termediasi oleh Ig-E. Berbagai macam
penelitian tentang allergy asma bronchial telah dilakukan. Namun penelitian tersebut
masih harus diperbaiki terkait dengan peningkatan keakuratan dalam medikasi.
Contoh penelitian tersebut antara lain penekanan jumlah eosinofil dengan
penggunaan adjuvant (interleukin-12). Penelitian ini didasarkan pada penemuan
jumlah eosinofil pada penderita asma. Namun meskipun dengan eliminasi eosinofil
oleh IL-12 berhasil, hal ini tidak menurunkan hiperreaktivitas saluran pernafasan
pada penderita asma. Dalam karya ilmiah ini akan dibahas secara singkat tentang
imunoterapi dengan rekombinan monoclonal anti-IgE. Metode yang digunakan dalam
karya tulis ini berupa study pustaka dari beberapa sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Isi
Sistem imun
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi
disebut system imun dan reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul
terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respon imun. System imun diperlukan
tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan
berbagai bahan dalam lingkungan hidup.1
REPORT THIS AD

Pada masa sekarang arti respon imun sudah lebih luas, yang dasarnya
mencakup pengertian pengaruh zat atau benda asing bagi suatu makhluk hidup,
denagn segala rangkaian kejadian yang melibatkan system retikuloendotelial.
Rangkaian kejadian yang dimaksud mencakup netralisasi, metabolism ataupun
penyingkiran zat asing tersebut dengan atau tanpa akibat berupa gangguan pada
makhluk hidup yang bersangkutan.2

Reaksi hipersensitivitas
System imun merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perlindungan
terhadap penyakit, tapi kadang terjadi reaksi yang berlebihan di dalam tubuh dalam
rangka melakukan fungsi proteksi tersebut yang disebut reaksi hipersensitivitas. Gell
dan coombs membagi reaksi hipersensitivitas emnjadi 4 :

 Tipe I : reaksi hipersensitivitas terjadi dengan mediator antobodi IgE, yang


berikatan dengan mast cell. Ketika berikatan dengan antigen, IgE memacu
pecahnya mast cell yang mengeluarkan mediator yang bertanggung jawab
terhadap gejala anafilaksis. Reaksi bersifat cepat, Nampak beberapa menit
setelah terpapar antigen.

 Tipe II : sitolitik atau reaksi sitoklasik terjadi saat antibody IgM atau IgG
berikatan dengan antigen pada permukaan sel dan mengaktifkan komplemen
yang menyebabkan kerusakan sel.

 Tipe III : reaksi imun komplek terjadi, ketika komplek antigen dan antibody
IgM atau IgG terakumulasi di sirkulasi atau pada jaringan yang mengaktifkan
komplemen. Granulosit ikut dalam reaksi dan menyebabkan kerusakan pada
sel dari terlepasnya enzim lisis dari granulosit. Reaksi Nampak dalam
beberapa jam setelah terpapar dengan antigen.

 Tipe IV : reaksi cell mediated immunity (CMI) atau hipersensitivitas tipe


lambat (delayed type hipersensitivity) atau reaksi tuberculin yang terjadi
dengan mediator sel T. Aktivitas sel T menyebabkan terlepasnya limfokin
yang menyebabkan kerusakan local. Reaksi tipe ini memiliki onset yang
lambat dan Nampak setelah 1-2 hari terpapar antigen.3

Pathogenesis Asma bronchial


Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan
dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi
berulang, sesak napas dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini
berhubungan dengan luas inflamasi, menyebabkan obstruksi saluran napas yang
bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel secara spontan maupun dengan
pengobatan. Pada asma khas ditandai dengan peningkatan eosinofil, mast cell,
makrofag serta limfosit-T di lumen dan mukosa saluran napas. Proses ini dapat terjadi
pada asma yang asimptomatik dan bertambah berat sesuai dengan berat klinis
penyakit.4

Antigen-presenting cells / APC (seperti makrofag, sel dendritik) pada saluran


pernafasan menangkap, memproses dan mempresentasikan antigen menuju sel T
helper, sehingga sel T helper teraktivasi dan menskresikan sitokin. Sel T helper dapat
terinduksi dan berkembang (berdeferensiasi) menjadi Th1 (contoh sekresi : ,
interferon-gamma, interleukin [IL]–2) atau TH2 (contoh sekresi : IL-4, IL-5, IL-9, IL-
13). Sekresi sitokin tersebut mengakibatkan sel B memproduksi antibody Ig E (yang
spesifik terhadap allergen3) dan pengerahan eosinofil.5

Dalam keadaan normal, IgE dalam serum kadarnya berkisar antara 0,1-0,4
ug/ml, apabila tubuh tersensitisasi oleh allergen lua, maka kadar IgE meningkat lebih
dari 1mg/ml dan disebut IgE yang tersensitasi. IgE yang tersensitasi memiliki dua
reseptor spesifik Fc-epsilon-RI dan Fc-epsilon-RII. Fc-epsilon-RI IgE akan berikatan
dengan Fc-R pada permukaan mast-cell dan sel basofil.6
Ikatan antara Fc-epsilon-RI IgE dengan dinding mast cell, akan meningkatkan
cairan membrane sehingga terbentuk peningkatan kanal kalsium (Ca++). Peningkatan
kanal Ca++ akan meningkatkan uptake Ca++ ke dalam intrasel. Peningkatan
Ca++ intrasel akan merangsang reticulum endoplasma untuk membentuk granulasi.6

Degranulasi mast cell akan mengeluarkan mediator mast cell seperti histamine
dan protease sehingga berakibat respon allergy berupa asma.5

Histamin berasal dari sintesis histidin dalam aparatus Golgi di mast cell dan
basofil. Histamin mempengaruhi saluran napas melalui tiga jenis reseptor.
Rangsangan pada reseptor H-1 akan menyebabkan bronkokonstriksi, aktivasi refleks
sensorik dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta epitel. Rangsangan reseptor
H-2 akan meningkatkan sekresi mukus glikoprotein. Rangsangan reseptor H-3 akan
merangsang saraf sensorik dan kolinergik serta menghambat reseptor yang
menyebabkan sekresi histamin dari mast cell.

Imunoterapi anti Ig-E terhadap penderita asma bronchial


Omalizumab (xolair, genentech) merupakan IgG1 manusia rekombinan
monoclonal (anti IgE) yang berikatan dengan molekul IgE di epitop yang sama pada
bagian Fc yang berikatan dengan Fc-epsilon RI. Desain ini menunjukan bahwa
omalizumab bukan anafilaktogenik, karena omalizumab tidak berinteraksi dengan
IgE, yang bersiap untuk berikatan dengan permukaan sel dan tidak menginduksi
degranulasi pada mast cell atau basofil. Selain itu, omalizumab mengikat
sirkulasi IgE dengan mengabaikan allergen spesifik, secara biologi ikatan komplek
IgE- anti IgE tanpa mengaktifkan komplemen. 7
REPORT THIS AD

Rekombinan antibody manusia monoclonal (rhuMAb-E-25) telah


dikembangkan dengan mengimunisasi tikus dengan IgE. Antibody monoclonal
terpilih dengan mengenal IgE pada tempat yang sama yaitu reseptor berafinitas tinggi
untuk IgE (Fc-epsilon-RI). Antibody monoclonal ini membentuk ikatan kompleks
dengan IgE bebas (tak berikat) selain IgG atau IgA. Antibody monoclonal ini
memblok ikatan IgE ke cell membrane receptor , sehingga menghambat pelepasan
mediator, tetapi tidak mengikat ikatan sel IgE. 8

Penggunaan antibody monoclonal (rhuMAb-E-25) menurunkan konsentrasi


serum IgE segera setelah penyuntikan pertama, rangkaian terapy, memperpendek
reaksi fase awal dan akhir terhadap allergen yang terhisap.8

Saat ini anti IgE disetujui oleh FDA dan tersedia di Amerika untuk terapi
asma. Telah ditunjukan sangat efektif dalam mengeblok respon hipersensitivitas tipe
segera dengan jalan mengeblok degranulasi mast cell, yang mana ini merupakan
masalah yang sangat besar dalam fase ekskalasi dari imunoterapi allergen
konvensional. Bila anti-IgE mAb diberikan sebelum dimulainya imunoterapi
konvensional, fase ekskalasi imunoterapi dapat diperpendek tetapi allergen tetap
dapat menginduksi pengaturan sel T.6

Kesimpulan
1. Asma merupakan salah satu contoh reaksi hipersensitivitas tipe I yang termediasi
oleh Ig-E

2. Ig-E memegang peranan penting dalam patofisiologi asma


REPORT THIS AD

3. Ig-E yang berikatan dengan permukaan mast cell dan basofil melalui reseptor Fc-
epsilon-RI dan Fc akan menstimulasi pelepasan mediator inflamasi (seperti
histamin) yang berakibat reaksi hipersensitivitas tipe I berupa asma allergy.

4. Rekombinan monoclonal anti-IgE dapat mereduksi ikatan Ig-E dengan sel


Inflamasi (seperti mast cell dan basofil) sehingga menghambat terjadinya reaksi
asma allergy.

5. Antibody monoclonal manusia secara langsung melawan IgE sebagai pengobatan


pada allergy asma.8
Ucapan Terimakasih
1. Syukur Alhamdulillah kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah member kemudahan dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini.
2. Ucrapan terimakasih kepada kedua orang tua yang selalu
memberi doa dan mendukung dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini
3. Ucapan terimakasih kepada Universitas Sebelas Maret yang
menyelenggaran symposium “the latest perspective of allergy”
4. Ucapan terimakasih kepada semua teman-temanku yang
mendukung dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini khususnya
Lala FK Unissula 2007, Mbak Pamela FK Unissula 2005, Sandra FK
Unissula 2007.

Daftar Pustaka
1. Baratawidjaja, K Garna. 2004. IMUNOLOGI DASAR. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta. Hal.1
2. Bagian Farmakologi FKUI. 1998. FARMAKOLOGI DAN TERAPI.
Gaya Baru : Jakarta. Hal.702
3. Anan, MK. 2004. HYPERSENSITIVITY REACTION,
IMMEDIATE. Emedicine
Specialties. Http://www.emedicine.com/emedicinespecialties/allergy/pathoge
nesis.htm

4. Indah Rahmawati dkk. 2003. Patogenesis dan Patofisiologi


Asma. Cermin Dunia Kedokteran. Http://kalbe.co.id
5. Kelly, William. 2006. Allergic and Environmental Asthma.
Emedicine Specialties. http://www.emedicine.com/med/allergAsthma.htm
6. Guntur, AH. 2004. One airway one disease. Perspektif Masa
Depan Imunologi-infeksi. Edisi I. editor: Reviono. Sebelas
Maret University Press : Surakarta
7. Strunk, Robert C dkk. 2006. Omalizumab for
Asthma. www.nejm.org
8. Milgrom, Henry dkk. 1999. Treatment of Allergic Asthma with
Monoclonal Anti-IgE Antibody. www.nejm.org

Anda mungkin juga menyukai