Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MANAJEMEN KESEHATAN

PATIENT SAFETY

Oleh :

Ginanjar Satya Narotama


15/382683/KG/10357

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara yang masih berkembang. Menurut WHO
dikutip dari Wardhani (2017) ,insiden keselamatan pasien di negara berkembang
lebih serius dibanding negara industri maju. Dalam suatu publikasi pada tahun 2013
ditemukan angka medical error yang mempengaruhi patient safety sangat tinggi.
Kasus insiden keselamatan pasien di Indonesia diperkirakan melebihi kasus
internasional. Data dari komite keselamatan pasien rumah sakit Indonesia pada tahun
2011 menemukan bahwa adanya kasus tidak diinginkan sebesar 14,41 % (Wardhani,
2017).

Kesalahan medis atau medical error didefinisikan sebagai suatu kegagalan


intervensi pelayanan kesehatan dimana perencaanaan dan pelaksanaan tidak berjalan
semestinya. Kesalahan medis dapat terjadi karena tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan (error of omission), atau melakukan sesuatu yang seharusnya
tidak dilakukan (error of commission). Dampak dari kesalahan tersebut dapat
berpotensi menimbulkan insiden keselamatan pasien dalam berbagai bentuk
(Wardhani, 2017).

Patient safety saat ini menjadi fokus utama dalam pelayanan rumah sakit di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program untuk mengajak berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (WHO, 2004). Keselamatan pasien
atau patient safety merupakan prioritas utama yang harus dilaksanakan. Keselamatan
pasien merupakan suatu sistem asuhan yang bertujuan membuat pasien merasa lebih
aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat suatu
tindakan atau kesalahan dalam pengambilan suatu tindakan (Firawati dkk., 2012).
Indonesia telah melakukan tindakan nyata untuk menunjukkan perhatian terhadap
pentingnya keselamatan pasien dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 161 Tahun 2011 tentang keselamatan pasien di rumah sakit. Keselamatan
pasien saat ini telah menjadi tuntutan masyarakat dan fokus peenting dalam

1
pelayanan masyarakat. Sebagai pelayan kesehatan kita perlu mengetahui secara jelas
apa makna keselamatan pasien, prinsip dan acuan pelaksanaan program keselamatan
pasien yang tepat dan jelas, juga tujuan dari pelaksanaan program keselamatan
pasien itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang didapat adalah:
1. Apa pengertian dari keselamatan pasien?
2. Bagaimana pelaksanaan keselamatan pasien yang tepat?
3. Apa saja tujuan dari pelaksanaan keselamatan pasien?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian dari
keselamatan pasien, prinsip dan acuan pelaksanaan program keselamatan pasien
yang tepat, dan tujuan dari pelaksanaan program keselamatan pasien itu sendiri.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Patient Safety


Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), keselamatan
pasien (patient safety) rumah sakit didefinisikan sebagai sebuah sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien menjadi lebih aman. Keselamatan pasien/patient
safety didefinisikan pula sebagai bebas dari cedera yang seharusnya tidak terjadi atau
potensi cedera yang diakibatkan dari error pelayanan kesehatan. Error ini dapat
berbentuk kegagalan dalam perencanaan atau merancang suatu rencana yang salah
(Wardhani, 2017).
Dampak dari error yang terjadi adalah terjadinya Insiden Keselamatan Pasien
(IKP) yang dibagi lagi menjadi beberapa bentuk yaitu Kondisi Potensial Cedera
(KPC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan
Kejadian Tidak Fdiharapkan (KTD), dan kejadian sentinel (Wardhani, 2017).

B. Tujuan Patient Safety


Menurut Setyarini dan Herlina (2013), patient safety mempunyai beberapa
tujuan yaitu :
1. Menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Program pencegahan terlaksana sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian yang tidak diharapkan

Dalam mencapai tujuan tersebut perlu cara-cara untuk menjaga keselamatan


pasien yaitu dengan cara (Setyarini dan Herlina, 2013):
1. Membangun kesadaran nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan system pelaporan
5. Melibatkan dan mengomunikasikan dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cedera dengan implementasi system keselamatan pasien

C. Pelaksanaan Patient Safety


Pelaksanaan patient safety meliputi hal berikut :
1. Organisasi
Kegiatan pengaturan pekerjaan yang menyangkut pelaksanaan langkah-
langkah yang harus dilakukan sedemikian rupa sehingga semua kegiatan
yang akan dilaksanakan serta tenaga pelaksana yang dibutuhkan, mendapat
pengaturan yang sebaik-baiknya, serta setiap kegiatan yang akan
dilaksanakan tersebut memiliki penanggungjawab pelaksanaannya (Firawati
dkk, 2012).
2. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien merupakan cara
menciptakan kepemimpinan dan budaya terbuka dan adil yang mesti
dilakukan staf segera setelah insiden (Firawati dkk, 2012).
Membangun kesadaran tentang nilai keselamatan pasien dengan
menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Langkah
penerapannya meliputi
a. Bagi rumah sakit
- Memastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjelaskan peran
bila terjadi insiden.
- Menumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang telah
terjadi di rumah sakit.
- Melakukan penilaian/ asesmen dengan menggunakan survei
kesehatan.
b. Bagi unit/ tim
- Memastikan rekan kerja merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bila terjadi insiden.
- Memastikan laporan dibuat secara terbuka, terjadi proses
pembelajaran, serta pelaksanaan tindakan atau solusi yag tepat
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
3. Memimpin dan mendukung staff
Diperlukan pemimpin yang benar-benar mengerti tentang keselamatan
pasien, karena dalam organisasi keselamatan pasien ada tim yang
bertanggungjawab, termasuk dalam system pelaporan isiden. Tim juga akan
membuat perencanaan dalam memutuskan solusi terhadap insiden yang
terjadi (Firawati dkk, 2012).
Memimpin dan mendukung staf dilakukan dalam bentuk membangun
komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di
rumah sakit. Langkah penerapannya meliputi:
a. Bagi rumah sakit
- Memastikan ada anggota/ direksi yang bertanggung jawab atas
keselamatan pasien.
- Mengidentifikasi orang- orang yang dapat diandalkan menjadi
penggerak dalam gerakan keselamatan pasien.
- Memprioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/
pimpinan maupun rapat manajemen rumah sakit.
- Memasukkkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf
rumah sakit dan memastikan pelatihan diikuti dan diukur
efektivitasnya.
b. Bagi unit/ tim
- Menominasikan penggerak dalam tim untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien.
- Menjelaskan kepada tim relevansi dan pentingnya serta manfaat
menjalankan gerakan keselamatan pasien.
- Menumbuhkan sikap kstria yang menghargai pelaporan insiden
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
4. Mengintegrasikan aktivitas manajemen resiko
Dalam keselamatan pasien, aktivitas pengelolaan risiko salah satu
(pasien atau masyarakat) oleh pihak yang lain (pemberi pelayanan).
Berdasarkan hal tersebut dari segi sumber daya, manajemen risiko dimulai
dari pembuatan standar, mematuhi standar yang telah ada, kenali bahaya dan
mencari pemecahan masalah (Firawati dkk, 2012).
Langkah ini dilakukan dengan mengembangkan sistem dan proses
pengelolaan resiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal yang
potensial bermasalah. Langkah penerapannya meliputi:
a. Bagi rumah sakit
- Menelaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen
resiko klinis dan non klinis, serta memastikan hal tersebut mencakup
dan terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf.
- Mengembangkan indikator- indikator kinerja bagi sitem pengelolaan
resiko yang dapat dimonitor oleh direksi/ pimpinan rumah sakit.
- Menggunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari
sistem pelporan insiden dan asesmen resiko untuk dapat secara
proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
b. Bagi unit/ tim
- Membentuk forum- forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan
isu- isu keselamatan pasien guna memberikan umpan balik kepada
manajemen terkait.
- Memastikan ada penilaian resiko pada individu pasien dalam proses
asesmen resiko rumah sakit.
- Melakukan proses asesmen resiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap resiko, dan mengambil langkah- langkah yang
tepat untuk memperkecil resiko tersebut.
- Memastikan penilaian resiko tersebut disampaikan sebagai masukan
ke proses asesmen dan pencatatan resiko rumah sakit (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
5. Mengembangkan system pelaporan
Rumah sakit harus memastikan staf agar lebih mudah melaporkan
kejadian serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) dan melaporkan juga insiden yang terjadi dan
insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi karena mengandung bahan
pelajaran yang penting.
Setiap pihak yang terlibat dalam aktivitas pelayanan kesehatan
merupakan orang yang beresiko untuk insiden keselamatan pasien. System
pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan risiko dalam budaya tidak
saling menyalahkan merupakan metode yang dapat digunakan untuk
mengenali resiko (Firawati dkk, 2012).
Pengembangan sistem pelaporan dilakukan dengan memastikan staf
dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit
mengatur pelaporan kepada komite keselamatan pasien rumah sakit
(KKPRS). Langkah penerapannya meliputi:
a. Bagi rumah sakit
- Melengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam
maupun ke luar, yang harus dilaporkan k eKKPRS- PERSI.
b. Bagi unit/ tim
- Memberikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi, karena mengandung bahan pelajaran yang penting
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
6. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Rumah sakit harus memastikan memiliki kebijakan yang secara jelas
menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien
dan keluarganya, memprioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan
keluarga apabila terjadi insiden dan segera memberikan informasi yang jelas
(Firawati dkk, 2012).
Komunikasi dengan pasien dilakukan dengan mengembangkan cara- cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien. Langkah penerapannya meliputi:
a. Bagi rumah sakit
- Memastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas
menjabarkan cara- cara komunikasi terbuka selama prosesasuhan
tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya.
- Memastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang
benar dan jelas bila terjadi insiden.’
- Mmberikan dukungan, pelatihan, dan dorongan semangat kepada staf
agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.
b. Bagi tim/ unit
- Memastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien
dan keluarganya bila telah terjadi insiden.
- Memprioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bila
terjadi insiden dan segera memberikan informasi yang jelas dan benar
secra tepat.
- Memastikan segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada
pasien dan keluarganya (Departemen Kesehatan RI, 2006).
7. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
Rumah sakit melakukan analisis akar masalah yang di dalamnya
mencakup semua insiden yang telah terjadi. Langkah dari analisis masalh
yaitu investigasi kejadian, menentukan tim investigator, mengumpulkan data
(observasi, dokumentasi, interview), menganalisis informasi, rekomendasi
dan rencana kerja (Firawati dkk, 2012).
Hal ini dilakukan dengan mendorong staf untuk melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. Langkah
penerapannya meliputi:
a. Bagi rumah sakit
- Memastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian
insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab.
- Mengembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/ RCA)
yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun
melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses
resiko tinggi.
b. Bagi unit/ tim
- Mendiskusikan tim pengalaman dari hasil analisis insiden.
- Mengidentifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak
di masa depan dan membagi pengalaman tersebut secara lebih luas
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
8. Mencegah cedera melalui implementasi system keselamatan pasien
Informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari system pelaporan,
kajian insiden serta analisis yang bertujuan untuk menentukan solusi. Karena
solusi dapat mencakup penjabaran ulang system penyesuaian terhadap
keselamatan pasien (Firawati dkk, 2012).
Langkah ini dengan menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/
masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. Langkah
penerapannya yaitu:
a. Bagi rumah sakit
- Menggunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari
sistem pelaporan, asesmen resiko, kajian insiden, dan audit serta
analisis, untuk menentukan sokusi setempat.
- Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/ kegiatan klinis, termasuk
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
- Melakukan asesmen resiko untuk setiap perubahan- perubahan yang
direncanakan.
- Mensosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS- PERSI.
- Memberi umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang
diambil atas insiden yang dilaporkan.
b. Bagi unit./ tim
- Melibatkan tim dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat
asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
- Menelaah kembali perubahan- perubahan yang dibuat tim dan
memastikan pelaksanaannya.
- Memastikan tim menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut
tentang insiden yang dilaporkan (Departemen Kesehatan RI, 2006).

D. Implementasi Patient Safety di Kedokteran gigi

Prosedur dasar keselamatan pasien :


1. Mengembangkan budaya keselamatan dan sistem perawatan
kesehatan fokus pada mengutamakan keselamatan pasien.
a. Dokter gigi dan perawat gigi paham tentang pengetahuan
dasar keselamatan pasien.
b. Dalam melakukan perawatan dan tindakan dental harus
memperhatikan langkah-langkah keselamatan pasien.
2. Memperhatikan kualitas catatan klinis.
3. Periksa prosedur pembersihan, desinfeksi, sterilisasi, dan pelestarian
instrumen klinis dan menjaga instrument klinis tetap aman dengan :
a. Jangan melakukan perawatan saluran akar tanpa menggunakan
rubber dam
b. Jangan menggunakan ulang alat dan bahan sekali pakai
c. Jangan memberikan obat tanpa mengetahui riwayat pasien
tentang masalah dan alergi terhadap obat
d. Jangan melakukan x-ray pada wanita yang sedang hamil tanpa
proteksi
e. Berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien dengan
sesama
4. Berhati-hati saat meresepkan obat, hal ini dapat dicapai dengan
mempertimbangkan :
a. Tidak meresepkan obat apa pun tanpa melakukan “kontrol
ganda,” meninjau rekam klinis pasien dan dengan bertanya
pasien langsung tentang alergi yang diketahui.
b. Memberi tahu pasien secara menyeluruh tentang perawatan
misalnya: sasaran, durasi, jumlah dan karakteristik suntikan,
dan menjelaskan pentingnya kepatuhan penuh dari pasien.
c. Memastikan bahwa resepnya dapat dibaca dan konsisten
dengan riwayat medis pasien
d. Pada pasien dengan polifarmasi (biasanya banyak pada pasien
tua), memastikan untuk mendokumentasikan semua obat yang
diambil pasien dan kemungkinan interaksi pasien dengan obat
yang diresepkan.
e. Memastikan bahwa dosis yang digunakan sudah benar,
terutama untuk anak-anak dan pasien dengan metabolisme
yang terganggu atau eliminasi obat (gagal ginjal dan / hati).
f. Selalu menanyakan pada wanita usia subur tentang
kemungkinan kehamilan.
g. Setelah menyelesaikan pengobatan, tanyakan pasien tentang
kinerja fisik dan mental mereka dan catat munculnya masalah
klinis selama pengobatan mereka.
5. Membatasi paparan pasien terhadap radiasi pengion hanya untuk apa
yang benar-benar diperlukan.
a. Jangan pernah menggunakan kembali bahan kemasan atau zat
yang dimaksudkan untuk satu penggunaan klinis saja.
Penggunaan berulang bahan atau alat 1 kali pakai dapat
menimbulkan risiko kontaminasi dengan darah, yang dapat
menularkan infeksi virus ke pasien lain (seperti yang telah terjadi
beberapa kali di rumah sakit).
b. Bahan yang digunakan untuk 1 kali pemakaian hanya memiliki
sedikit pengawet dan mencegah pertumbuhan bakteri, oleh karena
itu apabila digunakan berulang kali dapat menyebabkan infeksi
pada area dimana bahan tersebut ditempatkan.
c. Penggunaan kembali wadah untuk mengemas bahan selain produk
asli juga dapat menyebabkan infeksi berbahaya
6. Melindungi mata pasien selama prosedur gigi.
OESPO mengumpulkan 5 kasus kerusakan mata yang
signifikan (salah satunya hilangnya bola mata) yang disebabkan oleh
instrumen yang jatuh dari nampan kerja atau pemotongan pisau bedah
yang tidak disengaja selama operasi. Perlindungan mata pasien
dengan kacamata merupakan salah satu langkah keselamatan pasien
yang paling mudah dan paling efektif.
7. Membangun hambatan untuk mencegah konsumsi atau inhalasi bahan
atau instrumen kecil.
Dalam OESPO, ada 12 kasus tertelan yang tidak disengaja dan
4 kasus penghirupan bahan dan instrumen yang tidak disengaja, tetapi
2 kasus sangat parah. Yang pertama melibatkan obeng implan yang
menyebabkan perforasi usus dan peritonitis yang fatal. Dalam kasus
kedua, seorang pasien menghirup file endodontik, yang tersangkut di
bronkus sekunder (menyebabkan fokus infeksi), karena tidak
mungkin untuk mengekstraksi instrumen ini secara bronkoskopik,
pasien menjalani pengangkatan lobus paru yang terkena. Hal ini dapat
dicegah dengan pemasangan rubber dam selama proses tindakan
dental, dan pengawasan ekstra dari dokter gigi agar tidak terjadi kasus
penelanan dan penghirupan yang tidak disengaja.
8. Menggunakan daftar periksa dalam semua prosedur bedah mulut.
Meskipun prosedur pembedahan dalam kedokteran gigi
terbatas akan tetapi tetap memiliki resiko eksaserbasi yang biasanya
muncul pada perawatan gigi. Pada prosedur pembedahan di rumah
sakit sudah biasa menggunakan checklist sebagai alat untuk mencegah
kejadian yang tidak diinginkan selama prosedur bedah mulut.
Checklist dapat membantu mencegah intervensi di lokasi yang salah
dan resiko-resiko lainnya.
9. Memantau onset dan perkembangan infeksi dirongga mulut.
Meskipun kebanyakan penyakit infeksius di rongga mulut
biasanya self-limitting akan tetapi ada beberapa kasus yang terkecuali
(dan biasanya pada pasien yang medically compromised), penyakit-
penyakit tersebut dapat membahayakan kehidupan pasien.
10. Memiliki protokol tindakan untuk keadaan darurat yang mengancam
jiwa di klinik gigi.
Protokol yang dilakukan dental team harus dapat terlaksana
dengan tepat, teratur, dan penuh kehati-hatian. Protokol ini harus
dapat mencakup tugas yang spesifik untuk setiap anggota tim
(menemani pasien, membawa dan mengoperasikan pelaratan
emergency, memanggil bantuan dari luar, dan lain-lainnya), seperti:
a. Seseorang harus ditugaskan untuk selalu memperbarui dan
menyiapkan obat-obatan dan peralatan emergency.
b. Dokter gigi tetap menemani pasien sampai masalah kegawat
daruratan terselesaikan atau sampai pasien dibawa ke rumah
sakit oleh tim paramedis.
c. Apabila eksekusi ke rumah sakit dilakukan oleh dental team,
maka dokter gigi tetap menemani pasien.
d. Pada beberapa kasus meskipun pasien telah pulih sepenuhnya,
sangat disarankan untuk menemani pasien sampai ke
rumahnya. (Perea-Perez dkk., 2015)
BAB III
KESIMPULAN

 Patient safety merupakan prioritas utama yang harus dilaksanakan oleh


semua platform pelayanan kesehatan
 Tujuan dari patient safety berupa menciptakan budaya keselamatan pasien di

rumah sakit, meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan

masyarakat, serta supaya program pencegahan terlaksana dan tidak terjadi

pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.

 Pelaksanaan patient safety meliputi membangun organisasi keselamatan

pasien, membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, pemimpin yang

mengerti nilai keselamatan pasien dan mendukung staf, mengintegrasikan

aktivitas manajemen resiko, mengembangkan sistem pelaporan, melibatkan

dan berkomunikasi dengan pasien, belajar dan berbagi pengalaman tentang

keselamatan pasien, dan mencegah cedera melalui implementasi sistem

keselamatan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2006, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (Patient Safety), Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Firawati., Pabuty, A., dan Putra, A. S., 2012, Pelaksanaan Program Keselamatan
Pasien di RSUD Solok, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(2): 73-79.

Perea-Perez, B., Labajo-Gonzalez, E., Acosta-Gio, A.E., Yamalik, N., 2015,


Eleven Basic Procedures/Practices for Dental Patient Safety, J Patient Saf,
0(0): 1-5.
Setyarini, E.A., Herlina, L.L., 2013, Kepatuhan perawat melaksanakan standar
prosedur operasional: pencegahan pasien resiko jatuh di Gedung Yosef 3
Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Borromeus, Jurnal Kesehatan
STIKes Santo Borromeus, 94-105.

Wardhani, V., 2017, Buku Ajar- Manajemen Keselamatan Pasien, UB Press,


Malang.

WHO, 2004, World Alliance for Patient Safety, WHO Library Cataloguing, France.

Anda mungkin juga menyukai