Anda di halaman 1dari 6

 N07 Hereditary nephropathy, not elswhere classified

1. Pengertian
2. Etiologi
Hiperglikemia adalah faktor utama penyebab nef- ropati. Disamping itu terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya nefropati antara lain hipertensi,
genetik, dan kebiasaan merokok juga ber- kontribusi. Hipertensi adalah faktor yang
penting ka- rena dapat mempercepat onset mikroalbuminuria dan sebagai riwayat
keluarga dapat meningkatkan risiko.
 N08 Glomerular disorders in diseases classified elswhere
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia. Uremia adalah suatu keadaan
dimana urea dan limbah nitrogen lainnya beredar dalam darah yang merupakan
komplikasi akibat tidak dilakukannya dialisis atau transplantasi ginjal
(Nursalam,2006).
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan
kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, sehingga menyebabkan uremia (Smeltzer dan Bare, 1997 dalam
Suharyanto dan Madjid, 2009). GGK adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama
atau lebih 3 bulan dengan LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 (Perhimpunan
Nefrologi Indonesia, 2011).
2. Etiologi

Secara garis besar, Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)


mengelompokkan. Etiologi gagal ginjal sebagai berikut.

Etiologi Insidensi

Glomerulonefritis 46,39%

Diabetes melitus 18,65%

Obstruksi dan infeksi 12,85%

Hipertensi 8,46%

Penyakit lain 13,65%


(Sumber : Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2009)

Sedangkan, etiologi dari penyakit GGK sangat bervariasi seperti pada Tabel 4.

Etiologi Insidensi

Diabetes melitus 44%

- Tipe 1 (7%)

- Tipe 2 (37%)

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%

Glomerulonefritis 10%

Nefritis interstitialis 4%

Kista dan penyakit bawaan lain 3%

Penyakit sistemik (misalnya SLE) 2%

Neoplasma 2%

Idiopatik 4%

Penyakit lain 4%

(Sumber : Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2009)

3. Patofisiologi
Patofisiologi GGK diawali dengan adanya PGK yang bersifat
progresif. Patofisiologinya diawali dengan adanya etiologi yang mendasarinya,
tetapi dalam proses selanjutnya perkembangan yang terjadi kurang lebih sama
(Suwitra, 2009).
Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan
gangguan fungsi ginjal pada GGK. Sudut pandang tradisional mengatakan bahwa
semua unit nefron telah terserang penyakit, namun dalam stadium yang berbeda-
beda dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu
dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Misalnya, lesi organik
pada medula akan merusak susunan anatomik pada lengkung Henle dan vasa
rekta, atau pompa klorida pada pars ascendens lengkung Henle yang akan
mengganggu proses aliran balik pemekat dan aliran balik penukar. Pendekatan
kedua dikenal dengan nama hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh,
yang berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya
akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia
akan terjadi bila jumlah nefron sudah sangat berkurang sehingga keseimbangan
cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini
sangat berguna untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit ginjal
progresif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan air dan
elektrolit tubuh saat LFG sangat menurun.
Urutan peristiwa dalam patofisiologi GGK dapat diuraikan dari segi hipotesis
nefron yang utuh. Meskipun PGK terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang
harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidak berubah,
meskipun jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun
secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami
hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi
peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam
setiap nefron meskipun LFG untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam
ginjal turun di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi
ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron
sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron
tinggi sehingga keseimbangan glomerulus atau tubulus (keseimbangan antara
peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat lagi
dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun pada proses zat
terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat
mengubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin rendah LFG (yang
berarti makin sedikit nefron yang ada) semakin besar perubahan kecepatan
ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan urin
menyebabkan berat jenis urin menyebabkan nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu
sama dengan konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan
nokturia (Sherwood, 2002).
 N08.0
1. pengertian
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Glomerulonefritis
akut (GNA) adalah suatu proses inflamasi di glomeruli yang merupakan reaksi
antigen-antibodi terhadap infeksi bakteri atau virus tertentu. Infeksi yang paling
sering terjadi adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A tipe
nefritogenik.
2. epidemiologi

Sekitar 75% GNAPS timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang
disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49.
Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit. Infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut
paska streptokokus berkisar 10-15%.

Streptokokus sebagai penyebab GNAPS pertama kali dikemukakan oleh Lohlein pada
tahun 1907 dengan bukti timbulnya GNA setelah infeksi saluran nafas, kuman
Streptokokus beta hemolyticus golongan A dari isolasi dan meningkatnya titer anti-
streptolisin pada serum penderita. Protein M spesifik pada Streptokokus beta hemolitikus
grup A diperkirakan merupakan tipe nefritogenik. Protein M tipe 1, 2, 4 dan 12
berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas sedangkan tipe 47, 49, dan 55
berhubungan dengan infeksi kulit.

Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya
GNAPS. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:4, 5

1. Bakteri: Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus viridans,


Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella
typhi, dll
2. Virus: Hepatitis B, varicella, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika
3. Parasit: Malaria dan toksoplasma
3. Patofisiologi
Bakteri streptokokus tidak menyebabkan kerusakan pada ginjal, terdapat suatu
antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Pada GNAPS terbentuk kompleks antigen-
antibodi didalam darah yang bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks
tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.4, 7, 9
Selanjutnya
komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan
enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang
diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan eritrosit dapat keluar ke
dalam urin sehingga terjadi proteinuria dan hematuria. Kompleks komplemen antigen-
antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron
dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan
hiperseluler disertai invasi PMN.
DAFTAR PUSTAKA
Toga A.S. dan Sumanto Wijaya. 2010. “Nefropati pada Pasien Diabetes
Mellitus”. Dalam jurnal Damianus Journal of Medicine,9. Hal.31.
Riskawa,hilmi dan Dedi Rahmadi. 2010. “Glomerulonefiritis pada Anak”.
Bandung: Universitas Padjajaran.

Anda mungkin juga menyukai