Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kata dispepsia berasal dari bahasa yunani yang berarti pencernaan yang abnormal
atau adanya gangguan pada sistem pencernaan, biasanya dikenal sebagai sakit perut.
Kondisi ini mengacu pada gangguan pencernaan, gangguan pencernaan adalah suatu
kondisi medis yang ditandai dengan nyeri kronis atau nyeri berulang pada bagian atas
perut. merasa kenyang lebih awal dari yang dibutuhkan ketika makan, hal ini juga
disertai dengan rasa kembung, bersendawa, mual dan mulas. Dyspepsia ialah masalah
umum dan sering terjadi akibat penyakit gastroesophageal reflux (GERD) atau gastritis,
tetapi dalam sebuah minoritas kecil mungkin merupakan gejala pertama dari ulkus
peptikum ( tukak lambung dari lambung ke duodenum ). (SUDARSWONO, 2010)
Dari berbagai sumber banyak juga angka yang mengatakan bahwa ada yang
menyebutkan 2 dari 10 orang terkena dispepsia, namun ada juga yang mengatakan
sekitar 35% dari setiap lingkungan hidup. Menurut data tahun 2011 wanita lebih
dominan terkena penyakit ini dari pada pria. Penyakit ini tidak mengenal batas usia baik
muda maupun tua bisa saja terkena penyakit ini. Di Indonesia atas survei yang telah
dilakukan oleh dr. Ari F Syam dari FKUI pada tahun 2012 menembus angka hampir
mendekati 50% dari 90 pasien yang ditelitinya. Bahkan tidak hanya di indonesia saja
diluar negeri juga. Menurut sumber dari internet, banyak orang yang tidak terlalu
menganggap serius tentang penyakit ini. Mereka merasakan ada yang tidak nyaman pada
perut atau lambung mereka, tetapi mereka beranggapan hal itu tidak perlu untuk segera
memeriksakan diri ke dokter. ( Nanda nic noc askep dyspepsia )
Namun, menurut penelitian masih dari luar negeri ditemukan bahwa dari sekian
orang yang memeriksakan diri ke dokter 1dari 4 yang tidak memiliki ulkus ( borok )
pada lambungnya atau dyspepsia non-ulkus. Di Indonesia sendiri penyebab dyspepsia
mencapai angka 80% dyspepsia fungsional, dan 10% ulkus dan 2% disebabkan oleh
kanker lambung. Di Indonesia sendiri dyspepsia berada pada peringkat ke 10 dengan
proporsi 1.5% dari kategori 10 penyakit terbesar pada pasien rawat jalan diseluruh rumah
sakit di Indonesia. ( menurut Depkes, 2011)
Pada tahun 2013 dyspepsia menempati urutan 20 dari daftar 50 penyakit dengan pasien
rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3% dan menempati urutan ke-35
dari 50 penyakit penyebab kematian. Survey yang dilakukan dr. Ari F. Syam dari FKUI
pada tahun 2012 dari 90 pasien yang diteliti hampir 50% mengalami dyspepsia.
Berdasarkan data dari RSUD. Lubuk pakam tahun 2014 didapatkan bahwa angka
kejadian rawat inap atas kasus dyspepsia di ruang seroja berjumlah ± 35 pasien dan
untuk periode bulan juli hingga bulan oktober 2015 terdapat 47 pasien dengan persentase
3%.
Angka harapan hidup di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. Hal itu
berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dibanding jumlah
penduduk secara keseluruhan. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah

1
lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%)
dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di
Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh
tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8
juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Supaya mahasiswa dapat memahami pembuatan asuhan keperawatan dispepsia dan
dapat menerapkannya dalam kehidupan di rumah sakit.

2. Tujuan khusus
a. Mengetahui defenisi dispepsia
b. Mengetahui etiologi dispepsia
c. Mengetahui anatomi fisiologi dispepsia
d. Mengetahui patofisiologi dispepsia
e. Mengetahui manifestasi klinis dispepsia
f. Mengetahui komplikasi dispepsia
g. Mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjang dispepsia
h. Mengetahui proses keperawatan pada pasien dispepsia

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam
lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2007 hal : 488).
dispepsia adalah kelainan di dalam tubuh akibat reaksi tubuh terhadap keadaan
sekeliling yang menimbulkan gangguan ketidakseimbangan metabolisme yakni makanan
di dalam saluran pencernaan, terutama menyerang usia produktif 30 - 50 tahun (NN,
2002).Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak enak di perutbagian ulu hati (NN,2004).
Dispepsia didefinisikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada
perut bagian ata ( Roma,2004 ).
Dispepsia merupakan istilah yang menyebabkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan
pada bagian atas perut .kata dispepsiaberasal dari bahasa yunani yang berarti
“pencernaan yang jelek”.( Almatsier 2005 ).
Dispepsia merupakan kumpulan dari gejala klinis (sindrom)yang terdiri dari rasa
sakit/tidak enak diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan
lain,perasaan panas didadadidaerah jantung, regurgitasi,kembung,perut terasa penuh,
cepat kenyang,bersendawa,anoreksia,mual,muntah dan beberapa keluhan lainya. (
Sarwono,2006 )
Dispepsdia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom)yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman diepigastrium,mual,muntah,kembung rasa penuh atau cepat
kenyang,dan sering bersendawa.biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak
teratur ,makanan yang pedas,beasam,minuman bersoda, kopi,obat-obatan tertentu dan
stress. (Wibawa, 2006 )
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yg tak mengenyangkan sesudah makan, yg
berhubungan dgn mual, sendawa, nyeri ulu hati & mungkin kram & begah perut. Kerap
kali kali diperberat karena makanan yg berbumbu, berlemak / makanan berserat cukup
tinggi, & karena asupan kafein yg berlebihan, dyspepsia tiada kelainan lain menunjukkan
adanya gangguan fungsi pencernaan (Williams & Wilkins, 2011).
Dyspepsia ialah kumpulan keluhan/gejala klinis dari rasa tidak enak/sakit di perut
bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan gastroesofagus klasik
berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi
termasuk dyspepsia. (Mansjoer, Arif Edisi III,2012 hal :488)
Menurut Mansjoer pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap
organ tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas,
radang empedu, dan lain-lain.

3
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau
gangguan struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi,
dan endoskopi (teropong saluranpencernaan).

B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia dikarenakan karena ulkus lambung / penyakit acid reflux. Hal ini
menyebabkan nyeri di dada dan beberapa perubahan yg terjadi pada saluran cerna atas
dampak proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006).
Terkadang penyebab dispepsia belum bisa diketemukan.
Penyebab dispepsia secara rinci ialah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum / ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu & produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan, / depresi
10. Infeksi Helicobacter pylory
11. Perubahan pola makan
12. Pengaruh obat-obatan yg dimakan secara berlebihan & dlm waktu yg lama
13. Alkohol & nikotin rokok
14. Stres
15. Tumor / kanker saluran pencernaan

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Anatomi

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila

4
penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2
liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus.
Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah
lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah,
mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi
lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter
kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi
makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan
mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung.

Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :


1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot
esophagus.
b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk
otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan
dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura
minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak
kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan.

Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian
anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia.
Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan
pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel.
Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah
menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida
dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam
usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-
sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini
mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam
hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah
enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung
dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus
mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang
anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan
pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.

5
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum.
Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan,
dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat
gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa
(meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi
aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa)
terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang
mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua
cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri
pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior
duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan
menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari
pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta.

2. Fisiologi
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric
juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL
(hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung
masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah
menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,
glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam
duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi
peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.

D. PATOFISIOLOGI / WOC
1. patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan. ( Corwin, 2004)

6
2. Woc
Perubahan pola makan, pengaruh obat-obatan alkohol, nikotin, rokok, tumor/kanker
saluran pencernaan, stres

Erosi dan ulcerasi Peningkatan


3. Timbulnya tanda dan
mukosa lambung 4. gejala klinik gangguan
produksi HCL sistem cerna
5.
6.
Pelepasan mediator 7.
kimia (bradikinin, Impuls ke fleksus8.
meissner ke Perubahan status
histamin, nervus vagus
9. kesehatan
prostaglandin) 10.
11.
Merangsang medulla12. oblongata
Kurang informasi
13.
Nosiceptor
14.
15.
Impuls kefleksus miesenterikus
16.
pada dinding lambung
Saraf afferen 17. Kurang pengetahuan
18. tentang penyakitnya
19.
Anoreksia, mual
20.
21.
Thalamus Stressor
22.
23.
24.
Corteks cerebri Intake kurang muntah
25.
26.
Cemas
27.
Nyeri

Perubahan
Ketidakseimbangan kesimbangan cairan
Nutrisi Kurang dari
28.
dan elektrolit
kebutuhan tubuh 29.

E. MANISFESTASI KLINIS
1. nyeri perut (abdominal discomfort)
2. Rasa perih di ulu hati
3. Mual, kadang-kadang sampai muntah
4. Nafsu makan berkurang

7
5. Rasa lekas kenyang
6. Perut kembung
7. Rasa panas di dada dan perut
8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba). (sarjono, 2006)

F. KOMPLIKASI
1. Penurunan berat badan yang dratis
2. Luka di dinding lambung
3. Muntah darah
4. Anemia
5. Bab kehitaman
6. Kanker lambung
7. ulkus peptikum
.(wibawa, 2006).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius, terutama kanker
lambung, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin. Sebagian pasien memiliki
resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk terapi empiris tanpa endoskopi. Menurut
Schwartz, M William (2004) dan Wibawa (2006) berikut merupakan pemeriksaan
penunjang:
1. Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius.
Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum
namun belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan.
2. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium Barret, dan
ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk H.pylori (tes CLO).
Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk menyingkirkan kausa organic
pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H. pylori merupakan pendekatan
bermanfaat pada penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi
diindikasikan terutama pada pasien dengan keluhan yang muncul pertama kali pada
usia tua atau pasien dengan tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah,
disfagia, atau perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan kemungkinan
komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ, endoskopi
direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi penderita dispepsia dan
sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia
organik atau fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk
mengetahui keadaan patologis mukosa lambung.
3. DPL : Anemia mengarahkan keganasan
4. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis

8
5. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah
lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan
parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau pengeluaran darah lewat saluran cerna
maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian
atas.
6. Radiologis : Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di
saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap
saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
7. USG (ultrasonografi) : Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini
makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu
penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap
saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
8. Waktu Pengosongan Lambung : Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet
radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 %
kasus.

H. PENATALAKSANAAN.
1. Penatalaksanaan non farmakologis
a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
b. Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang
berlebihan, nikotin rokok, dan stres
c. Atur pola makan
d. pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan tubuh
2. Penatalaksanaan farmakologis yaitu: Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan
yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat
dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa
sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan
meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat
pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah). (Wibawa,
2006).

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
a. Biodata
1) Identitas Pasien :
Nama :
Umur : tidak mengenal batas usia muda maupun tua dan usia
produktif yang terkena adalah umur 30 -50 tahun

jenis kelamin :
suku / bangsa :
agama :
pekerjaan :
pendidikan :
alamat. :
2) Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
b. Keluhan Utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping dada depan
epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa kenyang
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis, riwayat minum-
minuman beralkohol
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit saluran
pencernaan
e. Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan maakn yang tidak teratur, makan makanan yang
merangsang selaput mukosa lambung, berat badan sebelum dan sesudah sakit.
f. Aspek Psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah interpersonal
yang bisa menyebabkan stress
g. Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat tinggal, hal-hal dalam
pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis dan pola makan
h. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Klien tampak kesakitan, berat badan menurun, kelemahan dan cemas,
2) Palpasi
Nyeri tekan daerah epigastrium, turgor kulit menurun karena pasien sering muntah
3) Auskultasi
Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar (<5x/menit)

10
4) Perkusi
Pekak karena meningkatnya produksi HCl lambung dan perdarahan akibat perlukaan

11
B. DIAGNOSA
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mencerna makanan
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d muntah
3. Nyeri kronis b.d anoreksia
4. Ansietas b.d stresor

C. INTERENSI
dx. keperawatan NOC NIC
1. Ketidakseimbanga 1. Status nutrisi : asupan 1. Manajemen nutrisi
n nutrisi kurang nutrisi Aktivitas :
dari kebutuhan 2. Fungsi  Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
tubuh b.d gastrointestinal pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
ketidakmampuan Indikator :  Identifikasi adanya alergi atau intoleransi
mencerna makanan  Asupan kalori (3/5) makanan yang di miliki pasien
 Asupan protein (3/5)  Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan
 Asupan lemak (3/5) bagi pasien
 Asupan karbohidrat  Instruksi pasien mengenai kebutuhan nutrisi
(3/5) (yaitu : membahas pedoman diet dan piramida
 Asupan serat (3/5) makanan
 Asupan vitamin (3/5)  Bantu pasien dalam menentukan pedoman atau
 Asupan mineral (3/5) piramida makanan yang cocok dalam memenuhi
 Asupan zat besi (3/5) kebutuhan nutrisi dan preferensi ( mis piramida
 Asupan kalsium (3/5) makanan vegetarian, piramida panduan
 Asupan natrium (3/5) makanan, dan piramida makanan untuk lanjut
 Toleransi terhadap usia lebih dari 70 tahun)
makanan (3/5)  Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang di
 Nafsu makan (4/5) butuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
 Waktu pengosongan  Berikan pilihan makanan yang lebih sehat jika di
lambung (3/5) perlukan
 Frekuensi bab (4/5)  Atur dien yang dimperlukan ( yaitu :
menyediakan makanan protein tinggi,
 Warna feses (5/5)
menyarankan menggunakan bumbu dan rempah
 Konsistensi feces
– rempah sebagai alternatif untuk garam,
(4/5)
menyediakan pengganti gula, menambah atau
 Jumlah feces (4/5) mengurangi kalori, menambah atau mengurangi
 Bising usus (3/5) vitamin, mineral, atau suplemen )
 Warna cairan
lambung (3/5) 2. Bantuan peningkatan berat badan
 Jumlah residucairan Aktiitas :
lambung ketika  Jika di perlukan lakukan pemeriksaan diagnostik
aspirasi (3/5) untuk mengetahui penyebab penurunan berat
 Ph cairan lambung badan
(2/5)  Timbang pasien pada jam yang sama setiap hari
 Serum albumin (4/5)  Diskusikan kemungkinan penyebab berat badan
 Hematokrit (4/5) berkurang
 Glukosa darah (4/5)  Monitor mual – muntah

12
 Nyeri prut (2/5)  Kaji penyebab mual muntah dan tangan i dengan
 Distensi perut (4/5) tepat
 Perut melunak (5/5)  Berikan obat – obat untuk meredakn mual dan
 Regurgitasi (5/5) nyeri sebelum makan
 Refluk lambung (4/5)  Monitor asupan kalori setiap hari
 Peningkatan  Monitor nilai albumin,limfosit, dan nilai
peristaltik (3/5) elektrolit
 Darah pada feces  Dukung peningkatan asupan kalori
(5/5)  Instruksikan cara peningkatan asupan kalori
 Peningkatan hitung  Sediakan pariasi makanan yang tinggi kalori dan
sel darah putih (4/5) bernutrisi tinggi
 Peningkatan hitung  Kaji makanan kesukaan pasien baik kesukaan
sel darah merah (4/5) pribadi atau di anjurkan budaya dan agamanya
 Diferensiasi hitung sel  Lakukan perawatan mulut sebelum makan
darah putih (5/5)  Berikan istirahat yang cukup
 Dispepsia (2/5)  Yakinkan bahwa pasien duduk sebelum makan
 Mual (4/5) atau di suapi makan.
 Muntah (4/5)  Bantu pasien untuk makan atau suapi makan
 Hematemesis (4/5)  Berikan makanan yang sesuai dengan instruksi
 Diare (4/5) dokter untuk pasien diet umum, teksturnya
 Kontipasi (4/5) lembut, memblender atau menghaluskan
 Penurunan berat makanan melalui selang NGT atau PEG,atau
badan (2/5) memberikan makanan total parenteral
 Perdarahan  Ciptakan lingkungan yang menyenangkan dan
gastrointestinal (2/5) menenangkan
 Sajikan makanan dengan menarik
 Diskusikan dengan pasien dan keluarga faktor
bahwa faktor sosial ekonomi mempengaruhi
nutrisi yang adekuat
 Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai persepsi atau faktor penghambat
kemampuan atau keinginan untuk makan
 Rujuk kepada lembaga di komunitas yang dapat
membantu dalam memenuhi makanan
2. Resiko 1. Keseimbangan 1. Manajemen elektrolit
ketidakseimbangan elektrolit Aktivitas :
elektrolit b.d 2. Keparahan mual &  Monitor nilai serum elektrolit yang abnormal
muntah muntah  Monitor manisfestasi ketidakseimbangan
Indikator : elektrolit
 Penurunan serum  Pertahankan kepatenan akses IV
sodium (3/5)  Beri cairan sesuai resep jika di perlukan
 Peningkatan serum  Pertahankan pencatatan asupan dan keluaran
sodium (5/5) yang akuran
 Penurunan serum  Pertahankan pemberian cairan intraenous berisi
potasium (3/5) elektrolit dengan laju yang lambat
 Peningkatan serum  Berikan suplemen elektrolit ( mis. Pemberian
potasium (5/5) secara oral, mesogastrik dan oemberian melalui
 Penurunan serum intraena ) sesuai resep dan keperluan
klorida (3/5)

13
 Peningkatan serum  Konsultasikan pada dokter terkait pemberian
klorida (5/5) elektrolit dengan sedikit obat – obattan ( mis.
 Penurunan serum Spironolakton )
kalsium(3/5)  Berikan elektrolit terikat/elektrolyt binding atau
 Peningkatan serum elektrolit terikat zat ( mis sodium polystyrene
kalsium(5/5) sulfanote (kayexalete) sesuai resep dan
 Penurunan serum keperluan
magnesium(3/5  Ambil spesimen sesuai order untuk dapat
 Peningkatan serum melakukan analisis leel elektrolit ( mis ABG,
magnesium(5/5) urin dan leel serum ) dengan tepat
 Penurunan serum  Monitor kehilangan cairan dengan elektrolit (
fosfor(3/5) mis. Suksion nasogastrik, drainase ilyostomi,
 Peningkatan serum diare, drainase luka dan dhiaphoresis
fosfor (5/5)  Lakukan pengukuran untuk kontrol kehilangan
 Frekuensi mual (5/5) elektrolit yang berlebihan ( mis. Dengan
 Intensitas mual (5/5) mengistirahatkan saluran cerna, perubah diuretik
 Distres mual (5/5) atau pemberian antipiretik dengan tepat
 Frekuensi muntah  Irigasi pipa naso gastrikdengan normal saline
(3/5)  Kurang pemberian jumlah es batu atau asupan
 Intensitas muntah konsumsi secara oral dengan menyambungkan
(2/5) pipa gastrik ke suksion
 Distres muntah (3/5)
2. Manajemen muntah
 Sekresi airludah yang
Aktivitas :
banyak (4/5)
 kaji emesis terkait dengan warna,kansistensi,
 Perubahan
akan adanya darah, waktu, dan sejauh mana
pengecapan (4/5)
kekuatan emesis
 Intoleransi bau (5/5)
 ukuran atau pertukaran olume emesis
 Kehilangan berat
 sarankan membawa kantong plastik untuk
badan (2/5)
menampung muntah
 Rasa panas dalam
perut (4/5)  pertimbangkan frekuensi dan durasi muntah
dengan menggunakan skala seperti duke
 Nyeri lambung (2/5)
description scale dan rhados index of nausea
 Muntah proyektil and omitting (INV) farmulir 2
(3/5)
 dapatkan riwayat lengkap mengenai perawatan
 Darah dalam sebelumnya
muntahan (4/5)
 dapatkan riwayat makan seperti makanan yang
 Muntahan serbuk kopi di sukai yang tidak di sukai dan prefelensi
(5/5)
makanan sesuai budaya
 Muntahan bau feces  identifikasi faktor – faktor yang dapat
(5/5) menyebabkan atau berkontribusi terhadap
 Ketidakseimbangan muntah ( mis obat – obatan ) dan prosedur
elektrolit (2/5)
 pastikan obat antiemetik yang efektif di berikan
untuk mencegah muntah bila memungkinkan
 kendalikan faktor – faktor lingkungan yang
mungkin membangkitkan keinginan untuk
muntah ( mis, bau yang menyengat, suara, dan
stimulus isual yang tidak menyenangkan ).
3. Nyeri kronis b.d 1. Kontrol nyeri 1. Manajemen nyeri

14
anoreksia 2. Tingkat nyeri Aktivitas :
Indikator :  Lakukan pengkajian nyeri konprehensif yang
 Mengenali kapan meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
nyeri terjadi (4/5) frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
 Menggambarkan dan faktor pencetus.
faktor penyebab(4/5)  Obserasi adanya petunjuk nonerbal mengenai
 Menggunakan jurnal ketidaknyamanan terutama pada mereka yang
harian untuk tidak dapat berkomunikasi secara efektif
memonitor gejala dari  Pastikan perawatan analgesik bagi pasien di
waktu ke waktu (1/1) lakukan dengan pemantauan yang ketat
 Menggunakan  Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
tindakan pencegahan mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
(4/5) penerimaan pasien terhadap nyeri
 Menggunakan  Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien
tindakan pengurangan mengenai nyeri
( nyeri ) tanpa  Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap
analgesik (3/5) respon nyeri
 Menggunakan  Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap
analgesik yang di kualitas hidup pasien (mis. Tidur, nafsu makan,
rekomendasikan (4/5) pengertian, perasaan, hubungan, performa kerja
 Melaporkan dan tanggung jawab peran )
perubahan terhadap  Gali bersama pasien faktor – faktor yang dapat
gejala nyeri pada menurunkan atau memperberat nyeri
profesional kesehatan  Ealuasi pengalaman nyeri di masa lalu yang
(4/5) meliputi nyeri kronik individu atau keluarga atau
 Melaporkan gejala nyeri yang menyebabkan disability/
yang tidak terkontrol ketidakmampuan/ kacacatan,dengan tepat.
pada profesional  Ealuasi bersama pasien dan tim kesehatan
kesehatan (4/5) lainnya, mengenai efektifitas tindakan
 Menggunakan sumber pengontrolan nyeri yang pernah di gunakan
daya yang tersedia sebelumnya.
(4/5)  Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan
 Mengenali apa yang dukungan
terkait dengan gejala  Gunakan metode penilaian yang sesuai dengan
nyeri(3/5) tahap perkembangan yang memungkinkan untuk
 Melaporkan nyeri memonitor perubahan nyeri dan akan dapat
yang terkontrol (4/5) membantu mengidentifikasi faktor pencetus
 Nyeri yang di aktual dan potensial ( mis. Catatan
laporkan (2/5) perkembangan dan harian)
 Panjangnya episode  Tentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan
nyeri(2/5) pengkajian ketidaknyamanan pasien dan
 Menggosok area yang mengimplementasikan rencana monitor.
terkena dampak (4/5)  Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
 Mengerang dan penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan di
menangis(3/5) rasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan
 Ekspresi nyeri wajah akibat prosedur
(2/5)  Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
 Tidak bisa beristirahat mempengaruhi responpasien terhadap
(5/5) ketidaknyamanan (mis. Suhu ruangan,

15
 Angitasi(4/5) pencahayaan, suara bising )
 Iritabilitas (3/5)  Kurangi atau eliminasi faktor – faktor yang
 Mengernyit(4/5) dapat mencetuskan atau meningkatkan nyeri
 Mengeluarkan (mis ketakutan, kelelahan, keadaan monoton dan
keringat (3/5) kurang pengetahuan)
 Berkeringat  Pertimbangkan keinginan pasien untuk
berlebihan (5/5) berpartisipasi ,kemampuan berpartisipasi,
 Mondar mandir (5/5) kecenderungan, dukungan dari orang terdekat
 Fokus menyempit terhadap metode dan kontraindikasi ketika
(5/5) memilih strategi penurunan nyeri.
 
Ketegangan otot (5/5) Pilih dan implementasikan tindakan yang
 Kehilangan nafsu beragam (mis. Farmakologis, non farmakologis,
makan (2/5) dan interpersonal ) untuk mempasilitasi
penurunan nyeri , sesuai dengan kebutuhan
 Mual (5/5)
 Ajarkan prinsip – prinsip manajemen nyeri
 Intoleransi makanan
(3/5)  Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika
memilih strategi penurunan nyeri
 Frekuensi nafas (3/5)
 Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
 Denyut jantung apikal
menangani nyerinya dengan tepat
(3/5)
 Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis (
 Denyut nadi radial
sep biofeedback,TENS, hypnosis, relaksasi,
(2/5)
bimbingan antisipatif, terapi musik, terapi
 Tekanan darah (3/5)
bermain, terapi aktivitas, akupressure, aplikasi
 Berkeringat (3/5) panas atau dingin dan pijatan,sebelum, sesudah,
dan jika memungkinkan, ketika melakukan
aktiitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri
terjadi atau meningkat, dan bersamaan dengan
tindakan penurunan rasa nyeri lainnya)
 Gali penggunaan metode farmakologi yang di
pakai pasien saat ini untuk menurunkan nyeri
 Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan
nyeri
 Dorong pasien untuk menggunakan obat- obatan
penurunan nyeri yang adekuat
4. Ansietas b.d 1. Tingkat kecemasan 1. Pengurangan kecemasan
stresor 2. Tingkat stress Aktiitas :
Indikator :  Gunakan pendekatan yang tenang dan
 Tidak dapat menyakinkan
beristirahat (3/5)  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
 Berjalan mondar perilaku pasien
mandir (5/5)  Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang
 Meremas – remas akan di rasakan yang mungkin akan di alami
tangan (5/5) klien selama prosedur di lakukan
 Distress (2/5)  Pahami situasi krisis yang terjadi dari perspektif
 Perasaan gelisa (3/5) klien
 Otot tegang (4/5)  Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
 Wajah tegang (3/5) perawatan dan prognosis
 Iritabilitas (5/5)  Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa
 Tidak bisa mengambil aman dan mengurangi ketakutan

16
keputusan (5/5)  Dorong keluarga untuk mendampingin klien
 Mengeluarkan rasa dangan cara yang tepat
marah secara  Berikan objek yang menunjukan rasa aman
berlebihan (5/5)  Lakukan usapan pada punggung / leher dengan
 Masalah perilaku cara yang tepat
(5/5)  Jauhkan peralatan perawatan dari pandangan
 Kesulitan klien
berkonsentrasi (4/5)  dengarkan klien
 Kesulitan dalam  puji/ kuatkan perilaku yang baik secara tepat
belajar / memahami  ciptakan atmosfir rasa aman untuk
sesuatu (5/5) meningkatkan kepercayaan
 Kesulitan dalam  dorongverbalisasi perasaan,persepsi dan
penyelesaian masalah ketakutan
(5/5)  idintifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat
 Serangan panik (4/5) kecemasan
 Rasa takut yang  berikan aktivitas pengganti yang bertujuan untuk
disampaikan secara mengurangi tekanan
lisan (5/5)  bantu klien mengidentifikasikan situasi yang
 Rasa cemas yang di memicu kecemasan
sampaikan secara  kontrol stimulus untuk kebutuhan klien secara
lisan (5/5) tepat
 Perhatian yang  dukung penggunaan mekanisme koping yang
berlebihan terhadap sesuai
kejadian – kejadian  bantu klien untuk mengartikulasi deskripsi yang
dalam kehidupan realitis mengenai kejadian yang akan datang
(5/5)  pertimbangkan kemampuan klien dalam
 Peningkatan tekanan mengambil keputusan
darah (3/5)  instruksikan klien untuk menggunakan teknik
 Peningkatan frekuensi relaksasi
nadi (3/5)  atur penggunaan obat – obatan untuk
 Peningkatan frekuensi mengurangi kecemasan secara tepat
pernafasan (3/5)  kaji untuk tanda erbal dan non erbal kecemasan
 Dilatasi pupil (3/5)
 Berkeringat dingin 2. Pengurangan stress relokasi
(3/5) Aktiitas :
 Pusing (4/5)  Eksplorasi jika individu telah berpindah
 Fatigue (4/5) sebelumnya
 Penurunan  Libatkan individu dalam rencana pemindahan
produktivitas (2/5) dengan tepat
 Penurunan prestasi  Eksplorasi apa yang menjadi hal yang paling
sekolah (5/5) penting dalam kehidupan seseorang (mis.
 Menarik diri (5/5) Keluarga,teman,kepemilikan pribadi)
 Gangguan tidur (3/5)  Dukung individu dan keluarga untuk
 Perubahan pada pola mendiskusikan apa yang menjadi perhatian
buang air besar (3/5) terkait dengan perpindahan
 Perubahan pada pola  Eksplorasi bersama individu mengenai strategi
makan (3/5) koping sebelumnya
 Sakit kepala  Dukung penggunaan strategi koping
berat(4/5)

17
 Telapak tangan  Nilai kebutuhan / keinginan individu dalam hal
berkeringat (5/5) dukungan sosial
 Terputusnya proses  Ealuasikan dukungan sistem yang tersedia ( mis
berpikir (5/5) keluarga jauh, komunitas, afiliasi religius)
 Pelupa (5/5)  Atur seorang teman bagi indiidu untuk
 Kekeliruan kognitif membantu untuk membantu membiasakan
yang sering (5/5) mereka pada lingkungan yang baru
 Mulut dan  Dukung indiidu dan atau keluarga untuk mencari
tenggorokan kering konseling dengan cara yang tepat
(3/5)  Buat pengaturan terkait dengan barang pribadi
 Diare (4/5) milik indiidu untuk di letakkan sebelum
 Sering buang urin pemindahan
(5/5)  Monitor tanda dan gejala fisik dan psikologi
 Perubahan pada karena adanya pemindahan ( mis anoreksia,
asupan makanan (3/5) cemas , depresi, peningkatan kebutuhan, dan
 Gangguan perut (2/5) kepuasan )
 Kegelisahan (2/5)  Berikan aktivitas pengalih ( mis terlibat dalam
 Gangguan tidur (5/5) hobi. Aktivitas yang biasanya
 Berkurannya  Bantu individi untuk melalui kondisi berduka
perhatian pada hal hal karena kehilangan rumah , teman dan
detail (5/5) kemandirian
 Ledakan emosi (5/5)  Ealuasi dampak dari terganggunya gaya hidup,
 Mudah marah (5/5) kehilangan rumah dan adaptasi pada suatu
 Depresi (5/5) lingkungan baru
 Kecemasan (3/5)
 Kecurigaan (5/5)
 Fikiran menyakiti (
orang lain ) 5/5
 Flashback (5/5)
 Memisahkan diri (5/5)
 Perilaku konpulsif
(5/5)
 Peningkatan
penggunaan alkohol
(5/5)
 Peningkatan
penggunaan obat
psikotropika (5/5)
 Peningkatan merokok
(5/5)
 Ketikhadiran terus
menerus (5/5)
 Penurunan
produktiitas (3/5)
 Peningkatan frukuensi
kecelakaan (5/5)
 Perubahan libio (5/5)

18
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dispepsdia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom)yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman diepigastrium,mual,muntah,kembung rasa penuh atau cepat
kenyang,dan sering bersendawa.biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak
teratur ,makanan yang pedas,beasam,minuman bersoda, kopi,obat-obatan tertentu dan
stress. Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. salah satunya komplikasi dispepsia yaitu penurunan berat
badan yang dratis,di lanjutkan luka di dinding lambung yang dalam atau melebar
tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini
terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan
saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah, di mana merupakan
pertanda yang timbul belakangan dan dapat menyebabkan anemia. Awalnya penderita
pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu yang artinya sudah
ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker
lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi. dan terjadinya ulkus
peptikum.

B. SARAN

19
DAFTAR PUSTAKA

Gibson, John, 2005, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Corwin, J Elizabeth, 2004. Patofisiolog. EGC:Jakarta

Herdman, Heather. 2015-2017. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :


EGC.

Dochterman, Joanne McCloskey. 2000. Nursing Interventions Classification. America :


Mosby.

Swanson, Elizabeth. 2004. Nursing Outcomes Classification. America : Mosby.

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC,
Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai