Anda di halaman 1dari 37

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Masa Nifas

a. Pengertian

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya

plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Wiknjosastro,

2008). Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil, berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin, 2009).

Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan

selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga

kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil.

Periode ini disebut juga puerperium dan wanita yang mengalaminya

disebut puerperal (Varney, 2007).

b. Tahapan masa nifas

Menurut Mochtar (2011), tahapan masa nifas dibagi menjadi

beberapa macam, yaitu:

1) Puerperium dini

Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini

ibu telah diperbolehkan berdiri dan jalan-jalan. Dalam agama

Islam, dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.


commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

2) Puerperium intermedial

Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh

alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6 – 8 minggu.

3) Remote puerperium

Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih

dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu

persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna

dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan

tahunan.

c. Perubahan Masa Nifas

Menurut Mochtar (2011), tahapan masa nifas dibagi menjadi

beberapa macam, yaitu:

1) Involusi Uterus

Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua

dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan

penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus

juga ditandai dengan warna dan jumlah lochia (Varney, 2007).

Tabel 2.1
Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi

Involusi TFU Berat


Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gr
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gr
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gr
6 minggu Bertambah kecil 50 gr
8 minggu Sebesar normal 30 gr
commit
Sumber: Mochtar (2011)to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

2) Serviks agak terbuka seperti corong pada pasca persalinan dan

konsistensinya lunak. Segera setelah melahirkan, tangan pemeriksa

masih dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri, setelah dua jam

hanya dapat dimasukkan 2-3 jari, dan setelah satu minggu hanya

dapat dimasukkan 1 jari.

3) Endometrium mengalami perubahan, yaitu timbulnya trombosis,

degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta.

4) Luka jalan lahir, seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka

pada vagina dan serviks yang tidak luas akan sembuh primer.

5) Ligamen-ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada

waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur

menjadi ciut dan pulih kembali.

d. Lochea

Adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui

vagina selama puerperium (Varney, 2007). Sekret yang keluar

merupakan sisa lapisan endometrium dan sisa dari tempat implantasi

plasenta (Manuaba, 2008).

Menurut Wiknjosastro (2008), lochea dibagi menjadi beberapa

macam, yaitu:

1) Lochea rubra (Cruenta)

Hari ke-1 dan ke-2 pasca persalinan, berwarna merah dan hitam.

Terdiri dari darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel

desidua, sel verniks kaseosa, rambut lanugo


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

2) Lochea Sanguinolenta

Lochea yang keluar setelah lochea rubra pada hari ke 3-7, berupa

darah bercampur lender

3) Lochea Serosa

Hari ke-7 sampai ke-14 pasca persalinan. Berwarna kekuningan

dan tidak mengandung darah

4) Lochea Alba

Setelah hari ke-14 pasca persalinan, berwarna putih

5) Lochea Purulenta

Bila terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk

e. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Tujuan asuhan masa nifas menurut Saifuddin (2009):

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.

2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi.

3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan

diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

f. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

Tabel 2.2
Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 jam a. Mencegah perdarahan masa nifas
setelah karena atonia uteri
persalinan b. Mendeteksi dan merawat
penyebab lain perdarahan, rujuk
jika perdarahan berlanjut
c. Memberikan konseling pada ibu
atau salah satu anggota keluarga
mengenai bagaimana cara
mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri
d. Pemberian ASI awal
e. Melakukan hubungan antara ibu
dengan bayi yang baru lahir
2 6 hari setelah a. Memastikan involusi uterus
persalinan berjalan normal: uterus
berkontraksi, fundus di bawah
umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau
b. menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi, atau perdarahan
abnormal
c. Memastikan ibu mendapatkan
cukup makanan, cairan, dan
istirahat
d. Memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu
mngenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat,
dan merawat bayi sehari-hari
3 2 minggu Sama seperti diatas
setelah
persalinan
4 6 minggu a. Menanyakan pada ibu tentang
setelah kesulitan-kesulitan yang ia atau
persalinan bayinya alami
b. Memberikan konseling KB
commit to user
secara dini
Sumber : Saifuddin ( 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

g. Tanda-tanda bahaya masa nifas

Jika pada masa nifas ibu mengalami salah satu keadaan di bawah

ini, secepatnya harus datang ke pelayanan kesehatan terdekat, ke bidan

atau ke dokter. Tanda-tanda bahaya masa nifas menurut Sulistyawati

(2009) antara lain:

1) Perdarahan per vaginam yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah

banyak

2) Pengeluaran per vagina yang berbau busuk (menyengat)

3) Rasa sakit yang hebat di perut bagian bawah dan punggung

4) Rasa sakit kepala yang terus menerus, nyeri epigastrik, atau

masalah penglihatan

5) Pembengkakan di wajah atau di tangan dan kaki

6) Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan sakit

2. Perdarahan Post partum

a. Pengertian

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml

dalam masa 24 jam setelah anak lahir (Mochtar, 2011).Perdarahan post

partum adalah perdarahan yang dapat terjadi sampai 24 jam setelah

kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui

saluran genital (Ester, 2007).

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi

500 ml. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk

menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan operasional


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

untuk periode pascapersalinan adalah setelah bayi lahir. Sedangkan

tentang jumlah perdarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang lebih

dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital ( pasien

mengeluh lemah, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik

< 90 mmHg, nadi > 100 x/ menit, kadar Hb <8 g% ) ( Saifuddin,

2009).

b. Penyebab perdarahan postpartum menurut Wiknjosastro (2008)

1) Atonia Uteri

Adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang

menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka

dari tempat implantasi plasenta stelah bayi lahir dan plasenta lahir.

2) Robekan jalan lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan

dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif

dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu

dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks

belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,

robekan spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi.

Semua sumber perdarahan yang terbuka harus diklem, diikat dan

luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai

perdarahan berhenti.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

3) Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta setengah

jam setelah anak lahir (Sastrawinata, 2005). Retensio plasenta

dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi,

menyebabkan sinus – sinus darah tetap terbuka dan menimbulkan

perdarahan postpartum (Hakimi, 2010).

4) Retensio Sisa Plasenta

Retensio sisa plasenta adalah jika ditemukannya kotiledon

yang tidak lengkap maupun tidak lengkapnya plasenta serta masih

adanya perdarahan padahal plasenta sudah lahir (Sulistyawati,

2009).

c. Macam–macam perdarahan post partum

Perdarahan dibagi atas dua bagian:

1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrage) yang

terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir (Mochtar,2011).

Sebab utamanya menurut Manuaba (2007):

a) Atonia uteri

b) Retensio plasenta

c) Robekan jalan lahir

2) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemmorhage)

yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15

postpartum (Mochtar, 2011). Perdarahan pada Masa Nifas atau

Perdarahan Post Partum Sekunder ( late postpartum hemorrhage)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas ( puerperium) tidak

termasuk 24 jam pertama setelah kala III (Nugroho, 2010).

a) Bentuk perdarahan post partum sekunder menurut Manuaba

(2007) yaitu :

(1) Terus – menerus setelah seharusnya lochea rubra berhenti.

(2) Dapat terjadi perdarahan mendadak, seperti perdarahan

postpartum primer dan diikuti gangguan system

kardiolovaskuler sampai syok.

(3) Mudah terjadi infeksi sekunder sehingga dapat

menimbulkan fundus uteri tidak segera mengalami

involusi, terjadi sub involusi uteri.

b) Sebab perdarahan postpartum sekunder

Sebab utamanya menurut Manuaba (2007):

(1) Plasenta rest dan tertinggalnya selaput ketuban

(2) Trauma persalinan, bekas SC-pembuluh darah terbuka.

(3) Infeksi menimbulkan subinvolusi bekas implantasi plasenta

Menurut Sastrawinata (2005), etiologi dari perdarahan

post partum sekunder adalah sebagai berikut :

(1) Sisa plasenta dan polip plasenta

Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan

dan infeksi. Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir

selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Sisa plasenta atau

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga

masih ada pembuluh darah yang terbuka.

(2) Endometritis puerperalis

Lochia bertambah banyak, berwarna merah atau

coklat, dan berbau. Perdarahannya biasanya tidak banyak.

(3) Perdarahan fungsional

Dalam golongan ini termasuk :

(a) Perdarahan karena hiperplasia glandularis yang dapat

terjadi akibat siklus yang anovulatoir dalam nifas.

(b) Perubahan dinding pembuluh darah.

Pada golongan ini tidak ditemukan sisa plasenta,

endometritis, ataupun luka.

(4) Perdarahan karena luka

Kadang- kadang robekan serviks atau robekan rahim

tidak didiagnosis sewaktu persalinan karena perdarahan

pada waktu itu tidak menonjol, beberapa hari pasca

persalinan dapat terjadi perdarahan yang banyak.

c) Terapi penanganan perdarahan postpartum sekunder menurut

Manuaba (2007) yaitu

Persiapan terapi perdarahan post partum sekunder :

(1) Infuse dan transfusi darah.

(2) Tergantung dari sumber perdarahannya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

(a) Perdarahan berasal dari perlukaan terbuka yaitu dijahit

kembali, evaluasi kemungkinan terjadi hematoma

(b) Perdarahan berasal dari bekas implantasi plasenta yaitu

lakukan anesthesia dengan demikian kuretase dapat

dilakukan dengan aman dan bersih, jaringan yang

didapatkan harus dilakukan pemeriksaan untuk

memperoleh kepastian.

(c) Perawatan terapi sekunder perdarahan postpartum:

rehidrasi diteruskan sampai tercapai keadaan optimal,

berikan antibiotik, berikan pengobatan suportif meliputi

gizi yang baik,vitamin dan praparat Fe, terpai lanjung

tergantung dari hasil patologi anatominya.

3. Retensio Sisa Plasenta

a. Definisi retensio sisa plasenta

Retensio sisa plasenta adalah penyebab perdarahan postpartum

dikarenakan tertinggalnya sebagian dari plasenta, lobus, kotiledon

atau suatu fragmen plasenta. Begitu bagian plasenta terlepas dari

dinding uterus, perdarahan terjadi di daerah itu. Bagian plasenta yang

masih merintangi retraksi miometrium menyebabkan perdarahan

berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan

(Hakimi, 2010).

Retensio Sisa Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta atau

selaput janin dapat mengakibatkan perdarahan postpartum


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

(Wiknjosastro, 2009). Sewaktu suatu bagian dari plasenta satu atau

lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara

efektif (Saifuddin, 2009).

b. Etiologi retensio sisa plasenta menurut (Cunningham, 2006) :

1) Manajemen Aktif Kala III yang kurang benar

Dorongan atau pemijatan uterus akan mengganggu

mekanisme pelepasan plasenta dan mengakibatkan pemisahan

sebagian plasenta. Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata

jaringan plasenta tidak lengkap, harus dilakukan eksplorasi kavum

uteri. Potongan-potongan plasenta yang ketinggalan tanpa

diketahui biasanya menimbulkan perdarahan pasca persalinan

(Sastrawinata, 2005).

Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti

manipulasi dari uterus tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan

dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian

uterotonik tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi

dan menahan plasenta, serta pemberian anestesi (Faisal, 2008).

Pada akhir persalinan “fundus fiddling” ( ketika profesional

kesehatan memberikan tekanan yang sering dan tidak teratur pada

fundus uterus, biasanya untuk mengecek kontraktilitas yang baik),

traksi tali pusat yang terlalu kuat pada plasenta yang belum lepas

dan kombinasi tidak tepat teknik yang harus dikelola aktif/ dikelola

secara fisiologis pada kala III, semuanya turut berperan pada


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

insiden hemoragi pascapartum. Semuanya mempengaruhi

kontraksi ritmis normal yang dirancang untuk mengoordinasi

kontraksi dan retraksi otot yang tepat dengan pelepasan plasenta

dengan/ atau tanpa pemberian oksitosin (Boyle,2007).

2) Abnormalitas plasenta

Kelainan plasenta meliputi bentuk dan insersi plasenta

dalam uterus. Usahakan melahirkan plasenta jika belum lahir,

lakukan dengan tarikan pada tali pusat, lalu segera inspeksi

keadaan plasenta tersebut. Bila plasenta tidak berhasil dilahirkan

dengan dugaan adanya plasenta akreta, maka perlu dilakukan

laporotomi/histerektomi. Bila hanya sisa plasenta, pengeluaran

dapat dilakukan secara manual ataupun dengan kuret

(Chunningham dkk., 2006).

3) Kelahiran bayi yang terlalu cepat.

Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mengganggu

pemisahan placenta secara fisiologis (Chunningham dkk., 2006).

c. Jenis perlekatan plasenta menurut (Saifuddin, 2009) :

1) Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion

plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi

fisiologis.

2) Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

memasuki sebagian lapisan miometrium.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

3) Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai atau memasuki miometrium.

4) Plasenta Perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding

uterus.

5) Plasenta Inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum

uteri, disebabakan oleh konstriksi ostium uteri.

d. Diagnosis

Menurut (Saifuddin, 2009) diagnosis perdarahan karena

retensio sisa plasenta dapat ditegakkan melalui:

1) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.

2) Inspeksi : memeriksa plasenta dan selaput ketuban apakah lengkap

atau tidak dan apakah terdapat perdarahan per vaginam lebih dari

normal.

3) Pemeriksaan dalam : mencari sisa plasenta atau selaput ketuban

dan plasenta suksenturiata serta apakah masih ada pembukaan atau

tidak.

4) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks dan vagina.

5) Pemeriksaan Laboratorium dilakukan pemeriksaan darah yaitu Hb

dan golongan darah.

e. Patofisiologi

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi.

Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak

relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan

kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara

progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.

Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat

perlekatan plasenta.Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi

maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari

dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis

dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan

plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus

berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan.

Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retraksi

otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan

berhenti. Apabila fungsi retraksi dan kontraksi otot rahim terganggu,

penutupan pembuluh darah akan terhambat dan menyebabkan

perdarahan yang banyak. Retraksi dan kontraksi otot rahim terganggu

karena sebagian kecil plasenta masih melekat pada dinding uterus

(Wiknjosastro, 2006). Untuk menghentikan perdarahan tersebut maka

sisa plasenta harus dikeluarkan dengan eksplorasi digital maupun

kuretase ( Saifuddin 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Bagan 2.1
Skema Patofisiologi Retensio Sisa Plasenta

Inpartu kala III

Pelepasan plasenta

Plasenta lahir lengkap Plasenta lahir tidak lengkap

Kontraksi uterus Retensio sisa plasenta


baik

Kontraksi uterus jelek


Perdarahan sedikit

Perdarahan bertambah

Eksplorasi

Perdarahan (-) Perdarahan (+)

Kuretase

Sumber : diolah dari (Wiknjosastro, 2006) ( Saifuddin 2009).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

f. Gambaran Klinis

Gambaran klinisnya berupa perdarahan terus-menerus dan

keadaan pasien berangsur-angsur menjadi semakin jelek. Denyut

nadi menjadi semakin cepat dan lemah, tekanan darah menurun,

pasien berubah pucat dan dingin, dan napasnya menjadi sesak,

terengah-engah, berkeringat dan akhirnya koma serta meninggal

dunia. Situasi yang berbahaya adalah kalau denyut nadi dan tekanan

darah hanya memperlihatkan sedikit perubahan untuk beberapa saat

karena adanya mekanisme kompensasi vaskuler. Kemudian fungsi

kompensasi ini tidak bisa dipertahankan lagi, dan pasien dalam

keadaan shock. Uterus dapat terisi darah dalam jumlah yang cukup

banyak sekalipun dari luar hanya terlihat sedikit (Hakimi, 2010).

Gejala perdarahan karena retensio sisa plasenta,gejala dan tanda

yang selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung

membran) tidak lengkap dan perdarahan segera serta dapat pula

disertai tinggi fundus tidak berkurang. (Saifuddin, 2009)

Menurut Chunningham, dkk (2006) tanda gejala yang timbul

yaitu:

1) Perdarahan pervaginam segera (<24 jam).

2) Sebagian placenta hilang (kotiledon tidak lengkap).

3) Uterus berkontraksi tapi tinggi fundus uterus tidak berkurang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

4) Jika pedarahan terus menerus menyebabkan keadaan pasien

berangsur-angsur semakin jelek dan perubahan tanda vital

(sistole <90 mmHg, nadi >100 x/menit).

5) Pada pemeriksaan dalam terdapat pembekuan dan masih dapat

diraba sisa placenta/membrannya.

Menurut Manuaba (2001) gambaran klinisnya yaitu :

1) Perpanjangan perdarahan lochia.

2) Terjadi perdarahan baru setelah pengeluaran lochia normal.

3) Pada pemeriksaan dalam masih terdapat pembukaan dan masih

dapat diraba sisa plasenta dan membrannya.

4) Subinvolusi uteri dan perdarahan terlambat

g. Prognosa

Jika perdarahan banyak, sisa – sisa plasenta tetap harus

dikeluarkan dari kavum uteri walaupun demam. Karena semakin

cepat sisa – sisa plasenta dikeluarkan, maka perdarahan akan segera

teratasi oleh kontraksi uterus yang baik (Sastrawinata, 2005).

h. Penatalaksanaan

Menurut Saifuddin (2009) penatalaksanaannya adalah sebagai

berikut :

a) Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan

pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus

sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian

besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan sub involusio

uterus.

b) Pemasangan infuse profilaksis.

c) Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan

dengan 3 x 1 g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1 g

supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500 mg oral.

d) Lakukan eksplorasi digital (bila servik terbuka) dan mengeluarkan

bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh

instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AVM (Aspirasi

Vakum Manual) atau dilatasi dan kuretase.

Catatan : jaringan yang melekat kuat, mungkin merupakan

plasenta akreta. Usaha untuk melepaskan plasenta yang kuat dapat

mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uterus, yang

biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.

e) Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8

gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

f) Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan

menggunakan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan

terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya

bekuan darah yang lunak yang mudah hancur menunjukan adanya

kemungkinan koagulopati.

Menurut Manuaba (2008) penatalaksanaan retensio sisa

plasenta sebagai berikut:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Bagan 2.2

Penatalaksanaan Retensio Sisa Plasenta

Retensio Sisa

Komplikasi : Gagal Klinis :


1. perdarahan 1. perpanjangan
2. infeksi perdarahan lochea
3. plasenta polip 2. perdarahan
4. degenerasi pascapartum
ganas korio- sekunder
karsinoma 3. infeksi lochea
berbau

Tindakan Operasi: Dilatasi-Kuretase dan PA


Persiapan:
1. Evaluasi sistem hemopoietik
2. Infus dan transfusi
3. Drip oksitosin
4. Pasca-dilatasi-kuretase dapat ditambah
tambah uterovagina

Observasi Pasca-Tindakan:
1. Tanda vital
2. Komplikasi (perdarahan)
3. Tindakan
a. uterotonik uterus
b. ligasi arteri hipogastrika interna
c. histerektomi (anak cukup, ancaman
sepsis)
4. Profilaksis
a. Evaluasi keseimbangan elektrolit

Sumber : Manuaba (2008) commit to user


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

4. Kuretase Pasca Persalinan

a. Definisi

Serangkaian proses dengan memanipulasi jaringan dan instrumen

untuk melepas jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri, dengan

jalan mengerok jaringan tersebut secara sistematis (Saifuddin, 2009).

Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase

(sendok kerokan) (Mochtar,2011).

b. Indikasi

Indikasi untuk kuretase pasca persalinan adalah dengan sisa plasenta

dan sisa selaput ketuban, dan harus hati-hati pada pasien dengan keadaan

umum jelek dengan komplikasi syok hipovolemik, syok septik dan infeksi

berat (Saifuddin, 2009).

c. Komplikasi kuretase menurut Mochtar (2011) adalah :

1) Perforasi

2) Perdarahan

3) Infeksi

4) Robekan pada serviks

d. Prosedur Klinis

1) Persiapan sebelum kuretase

a) Persiapan penderita

Melakukan pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi,

keadaan jantung dan paru-paru dan sebagainya, memasang infus

cairan sebagai profilaksis (Mochtar, 2011). Menidurkan pasien di


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

atas bed gynekologis dalam posisi lithotomi, memasang cairan dan

selang infus, membersihkan perut bawah dan lipat paha dengan air

sabun, menyiapkan celana dalam, pembalut, dan jarik,

medikamentosa: pethidine 50 mg, valium 10 mg, atropin sulfas

0,25 mg, oksigen dan regulator, larutan antiseptik (povidon iodin

10%) (Saifuddin, 2009).

Pada pasien kuretase biasanya dilakukan pemberian anestesi

umum yaitu tindakan menghilangkan rasa sakit/ nyeri disertai

hilangnya kesadaran. Anestesi ini diberikan melalui injeksi secara

intramuskular atau intravena. Jenis obat yang diberikan biasanya

diazepam, ketamin, tiopental, midazolam, dan poprofol. Diazepam

biasanya digunakan sebagai obat penenang yang diberikan sebelum

tindakan operatif atau medikasi. Dosis pemberiannya yaitu 0,2-1

mg/kgBB intravena. Sedangkan ketamin adalah salah satu obat

anestesi bersifat rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic.

Dosis penggunaannya yaitu 1-4 mg/kgBB intravena dengan rata-

rata 2 mg/kgBB untuk lama kerja 15-20 menit. Dosis pemberian

secara intramuskular yaitu 6-13 mg/kgBB, rata-rata 10 mg/kgBB

untuk lama kerja 10-25 menit (Mansjoer, dkk, 2007)

a) Persiapan alat

Peralatan kuretase harus tersedia dalam bak alat dalam

keadaan aseptik. Alat-alat kuretase tersebut meliputi spekulum 2

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

buah, sonde uterus, busi (dilatator) hegar, dan sendok kuret dalam

berbagai ukuran (Sofian, 2011).

b) Persiapan penolong ( Operator dan Asisten )

Penolong harus memakai alat pelindung diri meliputi masker,

skort, sarung tangan steril, dan alas kaki untuk operator dan asisten.

Instrumen yang diperlukan lampu sorot, mangkuk logam penampung

darah dan jaringan, dan melakukan desinfeksi sebelum tindakan

(Saifuddin, 2009).

2) Proses kuretase menurut Saifuddin (2009) yaitu :

Proses kuretase dilakukan secara mandiri dan kolaborasi dengan

dokter Sp.OG. Menginstruksikan asisten untuk memberikan sedatif

dan analgetik, melakukan kateterisasi, melakukan pemeriksaan

bimanual untuk menentukan besar uterus dan pembukaan serviks,

membersihkan dan mendekontaminasi sarung tangan dengan larutan

klorin 0,5%, memakai sarung tangan steril yang baru, memasang

spekulum sims masuk secara vertikal lalu memutar ke arah bawah,

memasang spekulum sims berikutnya dengan jalan memasukkan

bilahnya secara vertikal kemudian putar dan tarik ke atas sehingga

portio tampak jelas, meminta asisten untuk memegang spekulum atas

dan bawah, mempertahankan pada posisinya semula, mengambil

kapas yang sudah dibasahi larutan antiseptik dengan cunam tampon

untuk membersihkan lumen vagina dan portio, menjepit bagian atas

portio dengan klem ovum, setelah portio terpegang baik, melepaskan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

spekulum atas, mengambil sendok kuret pasca persalinan dengan

tangan kanan, memegang di antara ibu jari dan telunjuk (gagang

sendok berada pada telapak tangan) kemudian memasukkan hingga

menyentuh fundus, meminta asisten memegang gagang klem ovum.

a) Memasukkan sendok kuret sesuai dengan lengkung cavum uteri

kemudian melakukan pengerokan dinding uterus bagian depan

searah jarum jam, mengeluarkan jaringan plasenta (dengan kuret)

dari cavum uteri

b) Memasukkan ujung sendok sesuai dengan lengkung cavum uteri,

setelah sampai fundus, kemudian memutar sendok 180 derajat, lalu

membersihkan dinding belakang uterus dan mngeluarkan jaringan

yang ada

e. Perawatan pasca tindakan kuretase menurut Yulianti (2006)

Perawatan pasca tindakan kuretase dilakukan secara mandiri dan

kolaborasi dengan dokter Sp.OG:

1) Berikan paracetamol 500 mg per oral sesuai kebutuhan.

2) Dorong ibu untuk makan, minum, berjalan sesuai keinginannya.

3) Berikan layanan kesehatan lain termasuk profilaksis tetenus, konseling

atau metode KB jika memungkinkan.

4) Ijinkan ibu yang kasusnya tanpa komplikasi untuk pulang dalam 1-2

jam.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

5) Anjurkan ibu untuk memperhatikan tanda dan gejala yang memerlukan

penangan segera :

a) Kram memanjang ( lebih dari beberapa hari ).

b) Perdarahan memanjang ( lebih dari 2 minggu ).

c) Perdarahan lebih banyak dari perdarahan menstruasi normal.

d) Nyeri meningkat / hebat.

e) Demam, menggigil, hingga pingsan.

B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Penerapan manajemen kebidanan ibu nifas dengan retensio sisa plasenta

menurut 7 Langkah Varney :

a. Langkah I: Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap

Pengumpulan data dasar pada ibu nifas dengan retensio sisa

plasenta adalah:

1) Data Subyektif

a) Identitas/biodata.

Biodata, terdiri dari nama, umur, agama, suku bangsa,

pendidikan, pekerjaan dan alamat pasien dan suami

(Sulistyawati, 2009). Data tersebut dikaji untuk mengetahui

kemungkinan pengaruhnya terhadap perilaku kesehatan klien,

pemahaman dan penerimaan klien terhadap permasalahan

kesehatan yang dialaminya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

b) Keluhan Utama.

Keluhan utama yang terjadi pada pasien dengan retensio

sisa plasenta adanya perdarahan yang dirasakan oleh pasien

dengan sifat keluar terus menerus (Manuaba, 2008).

c) Riwayat Kebidanan, meliputi:

(1) Riwayat obstetri

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang perlu

ditanyakan dalam pengkajian yaitu berapa kali melahirkan,

berapa umur dari setiap kehamilannya, bagaimana cara

persalinannya, dimana dan ditolong oleh siapa, apakah ada

penyulit dalam persalinan, adakah infeksi, jenis kelamin

anak yang dilahirkan dan bagaimana keadaannya sekarang.

Apabila terdapat riwayat persalinan dengan retensio sisa

plasenta, maka untuk persalinan selanjutnya terdapat

kecenderungan untuk hal tersebut terjadi lagi.(Cunningham,

2006)

d) Data Kebiasaan Sehari-hari

Pada ibu nifas dengan retensio sisa plasenta data kebiasaan

sehari-hari yang harus diketahui meliputi pola nutrisi, istirahat

dan aktivitas. Pola nutrisi berkaitan dengan kebiasaan

mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang sehingga dapat

mencegah terjadinya anemia akibat perdarahan karena retensio

sisa plasenta. Pola istirahat dan aktivitas berkaitan dengan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

dikhawatirkannya ibu mengalami anemia sehingga

membutuhkan istirahat yang cukup dan tidak terlalu banyak

beraktivitas terlebih dahulu. (Sulistyawati, 2009)

e) Data Psikososial

Hal ini berhubungan dengan keadaan mental ibu dalam

menghadapi masa nifasnya, apakah ibu merasa senang dengan

kelahiran anaknya dan apakah ini merupakan anak yang

diharapkan. Biasanya ibu nifas dalam menghadapi masa

nifasnya yang tidak normal akan tampak cemas. Pada kasus ini,

suami dan keluarga harus memberikan dukungan dan support

mental supaya ibu merasa tenang (Varney, 2007).

2) Data Objektif

Data obyektif yang dikaji pada retensio sisa plasenta

meliputi:

a) Pemeriksaan Umum

Pada ibu nifas dengan retensio sisa plasenta pemeriksaan

umum yang harus dilakukan meliputi keadaan umum dan

kesadaran, pengukuran vital sign yang meliputi tekanan darah,

suhu, nadi, dan respirasi, jika perdarahan terjadi terus-menerus

menyebabkan keadaan umum ibu semakin jelek dan terjadi

perubahan tanda-tanda vital (sistole < 90 mmHg, nadi > 100

kali per menit) (Chunningham, 2006).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

b) Pemeriksaan fisik

Pada ibu nifas dengan retensio sisa plasenta pemeriksaan

fisik yang harus dilakukan meliputi :

(1) Inspeksi

Pada kasus ibu nifas dengan retensio sisa plasenta,

pada pemeriksaan inspeksi harus diperhatikan dengan

seksama apakah ibu masih mengeluarkan darah dari

kemaluannya dan juga memeriksa kelengkapan plasenta

dan selaput ketuban (Saifuddin, 2009).

(2) Palpasi

Pada ibu nifas dengan retensio sisa palpasi yang

dilakukan untuk merasakan apakah kontraksi uterus

lembek dan TFU masih setinggi pusat. Biasanya pada

kasus ini, didapatkan uterus berkontraksi tetapi tinggi

fundus uteri tidak berkurang (Chunningham, 2006).

(3) Pemeriksaan Inspekulo

Pada ibu nifas dengan retensio sisa plasenta, hasil

yang perlu diketahui melalui pemeriksaan inspekulo

yaitu apakah ada robekan pada serviks dan vagina serta

memastikan apakah serviks sudah menutup atau belum

dan adanya sisa jaringan plasenta yang tertinggal

sehingga dapat ditentukan tindakan selanjutnya yang

akan dilakukan (Saifuddin, 2009).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

(4) Pemeriksaan Dalam

Pada ibu nifas dengan retensio sisa plasenta, hasil yang

perlu diketahui melalui pemeriksaan dalam yaitu apakah

masih ada pembukaan, apakah ada sisa plasenta atau

selaput yang tertinggal dan plasenta suksenturiata

(Manuaba, 2008).

c) Pemeriksaan Penunjang

Data penunjang merupakan data yang diperoleh dari

hasil pemeriksaan laboratorium, USG, rontgen, dan lain-lain

(Salmah, 2006). Pemeriksaan laboratorium diperlukan sebagai

data penunjang untuk mengetahui keadaan umum ibu terutama

pada ibu nifas, meliputi Hb dan golongan darah. Pemeriksaan

Hb untuk mengetahui apakah ibu anemia. Bila kadar HB < 8

gr% harus diberikan tranfusi darah, bila kadar HB ≥ 8 gr% bisa

diberikan sulfat ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

Sedangkan pemeriksaan golongan darah diperlukan bila

sewaktu-waktu ibu memerlukan tranfusi. Pemeriksaan USG

untuk menentukan adanya jaringan plasenta yang tertinggal

(Saifuddin, 2006)

b. Langkah II: Interpretasi Data Dasar

Pada ibu nifas dengan retensio sisa plasenta yang perlu diketahui dari

interpretasi data dasar yaitu

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

1) Diagnosa kebidanan

Diagnosa yang dapat ditegakkan dalam kasus retensio sisa

plasenta adalah diagnosa yang berhubungan dengan gravida,

paragravida, umur ibu, tanggal persalinan. (Salmah, 2006 )

Diagnosa tersebut ditegakkan berdasarkan data subyektif dan

obyektif. Diagnosa dalam studi kasus ini : Ibu nifas pada Ny. M

umur 31tahun P3A0 dengan retensio sisa plasenta.

2) Masalah

Pada kasus retensio sisa plasenta, masalah yang dialami ibu

biasanya adalah cemas dengan keadaan dirinya, karena masih

mengeluarkan darah dari jalan lahirnya dan ibu merasa lemas

karena banyak mengeluarkan darah (Sulistyawati, 2009)

3) Kebutuhan

Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada ibu, perlu

diberikan informasi dan support mental kepada ibu tentang

penyebab perdarahan postpartum yaitu salah satunya retensio sisa

plasenta (Salmah, 2006). Sedangkan kebutuhan ibu nifas dengan

retensio sisa plasenta adalah bed rest total, mengobservasi keadaan

umum dan tanda-tanda vital, serta memberikan informasi pada ibu

tentang retensio sisa plasenta dan penanganannya (Manuaba,

2008).

c. Langkah III: Identifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial dan

Mengantisipasi Penanganannya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

Diagnosa potensial pada ibu nifas dengan retensio sisa plasenta

adalah potensial terjadi syok hipovolemik dan anemia. Untuk

mengantisipasi terjadinya diagnosa potensial tersebut, bidan perlu

mengobservasi keadaan umum dan vital sign ibu serta pemberian

asupan nutrisi (Sulistyawati, 2009). Mengobservasi ketat kondisi

perdarahan, memperbaiki keadaan umum dan vital sign ibu dengan

pemasangan infus dan pemberian transfusi ( Manuaba, 2008.)

d. Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera

Tindakan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan

ginekologi yang dilakukan pada kasus retensio sisa plasenta yakni

dengan pemberian terapi meliputi pemasangan infus, pemberian

antibiotik, pemberian uterotonika, dan usul tindakan kuretase

(Sulistyawati, 2009).

e. Langkah V: Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh

Menurut Manuaba (2008) dan Saifuddin (2009) dalam kasus

perdarahan postpartum sekunder karena retensio sisa plasenta perlu

dilakukan perencanaan seperti:

Pra tindakan kuretase :

a) Observasi keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital (meliputi

tekanan darah, nadi, suhu, respirasi) untuk mengetahui keadaan

umum pasien dan untuk mendektesi adanya perubahan sistem

tubuh apabila terdapat penyimpangan dari hasil yang diharapkan

(Manuaba, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

b) Observasi kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan,

menurut Chunningham (2006) bertujuan untuk mengetahui apakah

apakah kontraksi lembek dan TFU masih setinggi pusat dan

perdarah lebih dari normal.

c) Pemasangan infus untuk rehidrasi cairan yang hilang dan

memudahkan pemberian transfusi darah dan memasukkan obat

yang diperlukan ( Manuaba, 2008) dan pemberian trasfusi darah

bila kadar Hb< 8gr % ( Saifuddin,2009)

d) Pemberian antibiotik untuk memulai pengobatan segera dan

mengurangi peranan infeksi (Manuaba, 2007)

e) Pemberian uterotonika untuk menghentikan perdarahan sementara

( Manuaba, 2007)

f) Persiapan untuk kuretase

Tindakan kuretase :

a) Pemberian anestesi yaitu diazepam, ketamin, tiopental, midazolam,

dan poprofol sebelum dilakukan kuretase untuk menghilangkan

rasa sakit/nyeri disertai hilangnya kesadaran (Mansjoer, dkk, 2007)

a) Kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk dilakukan kuretase untuk

melepas jaringan yang melkat pada dinding kavum uteri seperti

hasil konsepsi dan sisa jaringan plasenta dengan cara mengerok

jaringan tersebut ( Saifuddin,2009)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

Pasca Tindakan kuretase :

a) Observasi keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital (meliputi

tekanan darah, nadi, suhu, respirasi) untuk mengetahui keadaan

umum pasien dan untuk mendektesi adanya perubahan sistem

tubuh apabila terdapat penyimpangan dari hasil yang diharapkan

setelah dilakukan tindakan kuretase (Manuaba, 2008)

b) Observasi kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan

menurut Chunningham (2006) bertujuan untuk mengetahui apakah

apakah kontraksi baik dan keras , TFU menjadi 2 jari dibawah

pusat dan perdarhan normal kembali.

c) Pemberian Uterotonika untuk mencegah terjadinya perdarahan

(Manuaba,2007)

d) Evaluasi Keseimbangan Elektrolit

e) Pemberian Antibiotik untuk mengurangi peranan infeksi

(Manuaba, 2007)

f. Langkah VI: Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman

Pada langkah implementasi mengenai kasus retensio sisa

plasenta, dilakukan pelaksanaan dari rencana asuhan menyeluruh yang

telah diuraikan pada langkah perencanaan secara efisien dan aman

yaitu seperti berikut:

Pra tindakan kuretase :

a) Melakukan observasi keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital

(meliputi tekanan darah, nadi, suhu, respirasi) dengan cara


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

memeriksa kondisi umum ibu dengan melihat kondisi ibu,

memeriksa tekanan darah sudah sesuai dengan Johnson (2004),

mengukur nadi dengan menghitung nadi saat denyut teratur,

mengukur suhu diletakkan pada ketiak pasien, mengukur respirasi

dan sudah dilakukan sesuai dengan Barbara (2003).

b) Melakukan observasi kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan

pengeluaran pervaginam dengan cara melakukan palpasi untuk

mengetahui bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri

setlah itu melakukan inspeksi memeriksa plasenta dan selaput

ketuban apakah lengkap atau tidak apakah terdapat perdarahan

pervaginam lebih dari normal ( Saifuddin,2009)

c) Memasang infus

d) Memberikan antibiotik dengan memberikan amsilin dosis awal 1 g

IV dilanjutkan dengan 3x1 g oral dikombinasikan dengan

metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3x500 mg oral

(Saifuddin,2009).

e) Memberikan uterotonika dengan cara drip oksitosin

(Manuaba,2008).

f) Mempersiapkan untuk kuretase meliputi persiapan penderita,

persiapan alat kuretase dan persiapan penolong (Saifuddin,2009).

Tindakan kuretase

b) Memberikan anestesi sebelum dilakukan kuretase menurut

Mansjoer, dkk (2007) melalui injeksi secara intramuskular atau


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

intravena, obat yang diberikan biasanya diazepam, ketamin,

tiopental, midazolam, dan poprofol.

c) Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk dilakukan

tindakan kuretase ( Saifuddin,2009).

Pasca Tindakan kuretase :

a) Melakukan observasi keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital

(meliputi tekanan darah, nadi, suhu, respirasi) dengan cara

memeriksa kondisi umum ibu dengan melihat kondisi ibu,

memeriksa tekanan darah sudah sesuai dengan Johnson (2004),

mengukur nadi dengan menghitung nadi saat denyut teratur,

mengukur suhu diletakkan pada ketiak pasien, mengukur respirasi

dan sudah dilakukan sesuai dengan Barbara (2003).

b) Melakukan observasi kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan

perdarahan dengan cara melakukan palpasi untuk mengetahui

bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri setlah itu

melakukan inspeksi memeriksa plasenta dan selaput ketuban

apakah lengkap atau tidak apakah terdapat perdarahan pervaginam

lebih dari normal ( Saifuddin,2009)

c) Memberikan uterotonika

d) Melakukan evaluasi Keseimbangan Elektrolit

e) Memberikan Antibiotik untuk mengurangi peranan infeksi

(Manuaba, 2007)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

g. Langkah VII: Evaluasi

Evaluasi dari asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan retensio

sisa plasenta terdiri dari beberapa kriteria hasil meliputi keadaan

umum baik, kesadaran composmentis, vital sign dalam batas normal,

tinggi fundus uteri setinggi pusat, kontraksi uterus baik dan keras,

perdarahan dalam batas normal,terapi dari dokter Spesialis Obstetri

dan Ginekologi harus sudah dilaksanakan semua dengan baik.

2. Follow up data perkembangan kondisi klien

Tujuh langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP

(Subjektif, Objektif, Analisa, dan Penatalaksanaan). SOAP disarikan dari

proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan

catatan kemajuan keadaan pasien.

S : Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data

klien melalui anamnesa sebagai langkah I Varney. Data diambil dari

evaluasi 7 langkah varney.

Data subjektif pada kasus ibu nifas dengan retensio sisa plasenta,

didapatkan dari hasil wawancara dengan ibu mengenai perubahan

setelah dilakukan evaluasi.

O : Objektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik

klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan

dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

Data objektif pada kasus ibu nifas dengan retensio sisa plasenta

adalah keadaan umum baik, kesadaran composmentis, vital sign

dalam batas normal, tinggi fundus uteri setinggi pusat, kontraksi

uterus baik dan keras, perdarahan dalam batas normal,terapi dari

dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi harus sudah dilaksanakan

semua dengan baik.

A : Analisa

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi

data subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi dan masalah

kebidanan serta kebutuhan, sebagai langkah II Varney.

Pada kasus ibu nifas dengan retensio sisa plasenta, diagnosis

yang dapat tegakkan berdasarkan data subjektif dan objektif adalah

Ny X dengan retensio sisa plasenta. Masalah yang dialami klien

biasanya yakni cemas karena akan dilakukan kuretase.

P : Penatalaksanaan

Mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah

dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan

secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi

atau follow up dari rujukan sebagai langkah III,IV,V,VI dan VII

Varney. Penatalaksanaan pada retensio sisa plasenta yakni melakukan

tindakan kuretase dan pasca tindakan kuretase.

(KepMenKes RI No. 938 / Menkes / SK / VII / 2007).

commit to user

Anda mungkin juga menyukai