Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA DI RUANG


ANTURIUM RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Livia Dwi Ramadhani, S.Kep.
NIM 192311101155

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh:


Nama : Livia Dwi Ramadhani, S.Kep
NIM : 192311101155
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA
DI RUANG ANTURIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBER

telah diperiksan dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Anturium RSD dr. Soebandi Jember

Jember, Oktober 2019


Tim Pembimbing

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Anturium
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep Ns. Sulis Setyowati, S.Kep


NIP. 19810712 200604 2 001 NIP 19740708 2006 04 2 019

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:


Nama : Livia Dwi Ramadhani, S.Kep
NIM : 192311101155
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA
DI RUANG ANTURIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBER

telah diperiksan dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Anturium RSD dr. Soebandi Jember

Jember, Oktober 2019


Tim Pembimbing

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Anturium
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep Ns. Sulis Setyowati, S.Kep


NIP. 19810712 200604 2 001 NIP 19740708 2006 04 2 019

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................. 1
A.Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi..................................................... 1
B.Definisi Anemia........................................................................................ 11
C.Klasifikasi Anemia................................................................................... 13
D.Etiologi Anemia....................................................................................... 15
E.Manifestasi Klinis Anemia....................................................................... 17
F.Patofisiologi Anemia................................................................................. 18
G.Komplikasi Anemia.................................................................................. 19
H.Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 20
I.Penatalaksanaan......................................................................................... 23
J.Clinical Pathway....................................................................................... 26
Konsep Asuhan Keperawatan...................................................................... 29
a.Pengkajian/Assesment............................................................................... 29
b.Diagnosa Keperawatan............................................................................. 30
c.Intervensi Keperawatan............................................................................. 32
d.Evaluasi Keperawatan............................................................................... 40
e.Discharge Planning................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 42

iv
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ANEMIA

A.Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi


1.Hematologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang
berbeda dengan organ yang lain karena berbentuk cairan. Dalam keadaan
fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan
fungsinya sebagai pembawa oksigen (oxygen carrier), mekanisme pertahanan
tubuh terhadap infeksi dan mekanisme hemostasis. Darah merupakan suatu
suspensi partikel dalam suatu larutan kolid cair yang mengandung elektrolit dan
merupakan suatu medium pertukaran antar sel yang terfikasi dalam tubuh dan
lingkaran luar (Price dan Wilson, 2013).

Gambar 1. Sistem Hematologi


Pada umumnya, darah terdiri dari dua komponen utama, yaitu:
a) 55% adalah sel plasma, cairan matriks ekstraselular yang mengandung zat-zat
terlarut
b) 45% adalah sel darah, unsur yang diedarkan yang terdiri dari sel dan fragmen-
fragmen sel. Komponen padat yang terdapat di dalam plasma darah yang
terdiri dari sel eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan
trombosit (bekuan darah) (Pearce, 2015).
Pada umumnya, sekitar 99% dari unsur yang diedarkan merupakan sel darah
merah (eritrosit), kurang dari 1% adalah sel darah putih (leukosit) dan platelet
(Tortora, 2013).

1
Darah arteri berwarna merah terang yang menandakan bahwa darah
teroksigenasi dengan baik. Sementara darah vena berwarna gelap karena kurang
teroksigenasi. Darah mengalir 4-5 kali lebih lambat dibandingkan air karena darah
4-5 kali lebih ketal dari pada air. Berat jenis darah bervariasi berkisar antara
1,054-1,065, suhu darah adalah 38oC, dan pH 7,38. Volume darah dalam tubuh
berkisar 8% dari berat badan, rata-rata mendekati 5-6 liter (Syaifuddin, 2013).
Fungsi darah adalah sebagai berikut:
a) Membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke
jaringan tubuh. Darah bekerja sebagai sistem pengangkutan (sirkulasi,
distribusi dan transportasi) dari tubuh dan mengantarkan semua bahan kimia
(mineral, vitamin, hormon, enzim, dll.), oksigen, dan zat makanan, nutrisi
atau gizi yang dibutuhkan sel dan jaringan untuk melakukan aktivitas
fisiologis serta membuang karbondioksida serta hasil pembuangan sisa
metabolisme dan lainnya ke luar tubuh.
b) Mengantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Sel darah merah
(eritrosit) mengantarkan oksigen (O2) dari paru-paru ke seluruh jaringan
tubuh dan mengangkut karbondioksida (CO2) dari jaringan tubuh menuju ke
paru-paru.
c) Mengangkut produk buang dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk di
ekskresikan
d) Mengangkut hasil sekresi kelenjar endokrin (hormon) dan enzim dari organ
ke organ
e) Ikut berperan dalam mempertahankan keseimbangan air, sistem buffer seperti
bicarbonat di dalam darah membantu mempertahankan pH yang konstan pada
jaringan dan cairan tubuh
f) Berperan penting dalam pengendalian suhu tubuh dengan cara mengangkut
panas dari struktur yang lebih dalam menuju ke permukaan tubuh. Pengantar
energi panas dari tempat aktif ke tempat yang tidak aktif untuk menjaga suhu
tubuh atau sebagai respons pengaktifan sistem imunitas.
g) Mengatur konsentrasi ion hydrogen dalam tubuh (keseimbangan asam dan
basa)
h) Membantu pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sel darah putih (leukosit)
menyediakan banyak tipe sebagai pelindung, misalnya beberapa tipe yang

2
fagositik untuk melindungi tubuh terhadap serangan kuman dengan cara
memangsa, melawan infeksi dengan antibodi.
i) Pembekuan darah pada luka mencegah terjadinya kehilangan darah yang 8
berlebihan pada waktu luka serta mengandung faktor-faktor penting untuk
pertahanan tubuh terhadap penyakit .

2. Hematopoiesis
Hematopoiesis adalah proses dan perkembangan sel darah. Pada masa
embrio dan fetus, proses ini melibatkan beberapa organ, yaitu hati, limpa, timus,
getah bening, dan sumsum tulang. Akan tetapi, setelah fetus dilahirkan sampai
dewasa, proses ini hanya melibatkan sumsum tulang dan sedikit peran dari getah
bening (Dorland, 2012). Sumsum tulang adalah jaringan lunak, berongga, dan
terletak pada bagian dalam dari tulang tengkorak, tulang skapula, tulang rusuk,
tulang panggul, dan tulang belakang. Semua jenis sel darah diproduksi di sumsum
tulang. Sumsum tulang terbentuk dari sejumlah kecil stem sel darah, sel
pembentuk darah, sel lemak, dan jaringan yang membantu pertumbuhan sel darah
(American Cancer Society, 2013). Pembentukan sel darah dimulai dari sel punca
yang disebut sebagai pluripoten stem sel/hemositoblas. Sel ini mempunyai
kapasitas untuk merubah diri menjadi berbagai macam tipe sel. Stem sel ini terdiri
dari mieloid stem sel dan limfoid stem sel. Perkembangan awal dari mieloid stem
sel hingga menjadi sel darah merah (eritrosit), patelet, monosit, neutrofil,
eosinofil, dan basofil terjadi di sumsum tulang merah. Berbeda dengan limfoid
stem sel (limfosit T, limfosit B, dan sel NK), perkembangan awalnya sama dengan
mieloid stem sel. Akan tetapi, penyempurnaan sel ini terjadi pada jaringan limfatik
(Tortora, 2013).

3
Gambar 2. Komponen Cairan Darah

Gambar 3. Hematopoesis

4
Gambar 4. Perkembangan Sel Darah
Selama hematopoesis, stem sel mieloid berdiferensiasi menjadi sel
progenitor. Akan tetapi, beberapa stem sel mieloid dan stem sel limfoid
berkembang secara langsung menjadi sel. Sel – sel progenitor dikenal sebagai
colony- forming units (CFUs), yaitu: CFU-E yang menghasilkan sel eritrosit,
CFU-Meg menghasilkan megakariotik yang merupakan sumber platelet,
sedangkan CFU-GM yang menghasilkan granulosit (terutama neutrofil) dan

5
monosit. Sel ini juga disebut sebagai sel prekursor (sel blas). Secara keseluruhan,
pembelahan sel ini akan berkembang sesuai dengan sel pembentuknya.
Contohnya, monoblas akan berkembang menjadi monosit, eosinofil mieloblas
berkembang menjadi eosinofil, begitu juga selanjutnya (Tortora, 2013).

3. Plasma Darah
Plasma darah termasuk dalam kesatuan cairan ekstra seluler, dengan
volumenya kira-kira 5% dari berat badan. Susunan plasma terdiri dari 91 % air, 8
% protein (albumin, globulin, protombin dan fibrinogen), mineral 0,9% (kalsium,
fosfor, magnesium, besi dan lainnya) dam 0,1% diisi oleh sejumlah bahan organik
seperti glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolestrol dan asam amino.

Gambar 5. Plasma Darah


Plasma darah juga berisi hormon-hormon, enzim dan antibodi (Pearce, 2015).
Protein dalam plasma darah terdiri dari:
a) Antihemolitik berguna mencegah anemia
b) Tromboplastin berguna dalam proses pembekuan darah
c) Protombin mempunyai peranan penting dalam pembekuan darah
d) Fibrinogen mempunyai peranan penting dalam pembekuan darah
e) Albumin berguna dalam pemeliharaan tekanan osmosis darah
f) Gammaglobulin berguna dalam senyawa antibodi yaitu mengangkut
metabolisme dari jaringan ke alat-alat pengeluaran, mengangkut energi panas
dari tempat aktif ke tempat yang tidak aktif untuk menjaga suhu tubuh,

6
mengedarkan air, hormon dan enzim ke seluruh tubuh, melawan infeksi
dengan antibodi dan leukosit (Irianto, 2013).
Plasma darah diperoleh dengan cara mensentrifugasi darah, sehingga plasma
darah akan terpisah dari sel darah. Plasma darah akan berada di bagian atas.

4. Korpuskili (Sel Darah)


Korpuskili adalah butiran-butiran darah yang di dalamnya terdiri atas:

Gambar 6. Sel Darah


a) Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%)
Fungsi utama eritrosit adalah untuk pertukaran gas. Eritrosit membawa
oksigen dari paru menuju ke jaringan tubuh dan membawa karbon dioksida (CO2)
dari jaringan tubuh ke paru. Eritrosit tidak mempunyai inti sel, tetapi mengandung
beberapa organel dalam sitoplasmanya. Sebagian besar sitoplasma eritrosit berisi
hemoglobin yang mengandung zat besi (Fe) sehingga dapat mengikat oksigen.
Eritrosit berbentuk bikonkaf, berdiameter 8-9 µ. Bentuk bikonkaf tersebut
menyebabkan ertrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewati lumen pembuluh
darah yang sangat kecil dengan lebih baik. Melalui mikroskop, eritrosit tampak
bulat, berwarna merah, dan bagian tengahnya tampak lebih pucat, disebut central
pallour yang diameternya kira-kira sepertiga dari keseluruhan diameter eritrosit.

7
Eritrosit berjumlah paling banyak dibanding sel-sel darah lainnya. Dalam
satu milliliter darah, terdapat kira-kira 4,5-6 juta eritrosit, itu sebabnya darah
berwarna merah. Parameter untuk mengukur keadaan eritrosit biasanya dilakukan
dengan mengukur kadar hemoglobin dalam satuan gram per desiliter (g/dL),
mengukur perbandingan volume eritrosit dengan volume darah (hematokrit), dan
menghitung jumlah eritrosit. Untuk mengetahui ukuran eritrosit diperoleh dengan
cara menghitung volume eritrosit rata-rata (mean corpuscular volume, MCV) atau
yang merupakan hasil dari hematokrit dibagi dengan jumlah eritrosit, satuannya
adalah femtoliter (fL), nilai normalnya adalah 80-100 fL. Bila nilai MCV kurang
dari 80 fL disebut mikrositik, sebaliknya bila lebih dari 100 fL disebut makrositik.
Umur eritrosit kira-kira 120 hari, sehingga kira-kira setiap hari, 1% dari jumlah
eritrosit mati dan digantikan dengan eritrosit yang baru (Kiswari, 2014).
Pembentukan eritrosit diatur oleh eritropoetin, suatu hormon yang
disintesis oleh ginjal dan keluar ke aliran darah menuju sumsum tulang sebagai
respon terhadap adanya hipoksia jaringan. Dalam sumsum tulang terjadi
mobilisasi sel stem multipoten. Dalam perkembangannya sel stem multipoten ini
akan membentuk progenitor myeloid yang kemudian akan menghasilkan calon sel
darah merah dan trombosit serta granulosit dan monosit. Semua proses ini
berlangsung di sumsum tulang dan berakhir pada lepasnya eritrosit ke sirkulasi
darah perifer dalam bentuk sel dewasa yang telah masak (Sofro, 2012). Nilai
normal eritrosit diklasifikasikan berdasarkan usia dan jenis kelamin sebagai
berikut (Dacie dan Lewis, 2012).
Tabel 1. Nilai Normal Eritrosit
Kelompok Eritrosit
Dewasa laki-laki 4,5-5,5 juta sel/mm3
Dewasa perempuan 3,8-4,8 juta sel/mm3
Anak-anak (1 tahun) 3,9-5,1 juta sel/mm3
Anak-anak (2-12 tahun) 4,0-5,2 juta sel/mm3
Bayi baru lahir 5,0-7,0 juta sel/mm3

b) Sel darah putih atau leukosit (0,2%)


Sel darah putih (leukosit) jauh lebih besar daripada sel darah merah.
Namun jumlah sel darah putih jauh lebih sedikit daripada sel darah merah. Pada

8
orang dewasa setiap 1 mm3 darah terdapat 6.000- 9.000 sel darah putih. Tidak
seperti sel darah merah, sel darah putih memiliki inti (nukleus). Sebagian besar sel
darah putih bisa bergerak seperti Amoeba dan dapat menembus dinding kapiler.
Sel darah putih dibuat di dalam sumsum merah, kelenjar limfa, dan limpa (kura).
Sel darah putih memiliki ciri-ciri, antara lain tidak berwarna (bening), bentuk
tidak tetap (ameboid), berinti, dan ukurannya lebih besar daripada sel darah
merah. Berdasarkan ada tidaknya granula di dalam plasma, leukosit dibagi:
1) Leukosit Bergranula (Granulosit)
(a) Neutrofil adalah sel darah putih yang paling banyak yaitu sekitar 60%.
Plasmanya bersifat netral, inti selnya banyak dengan bentuk yang
bermacam-macam dan berwarna merah kebiruan. Neutrofil bertugas
untuk memerangi bakteri pembawa penyakit yang memasuki tubuh. Mula
7 mula bakteri dikepung, lalu butir-butir di dalam sel segera melepaskan
zat kimia untuk mencegah bakteri berkembang biak serta
menghancurkannya.
(b) Eosinofil adalah leukosit bergranula dan bersifat fagosit. Jumlahnya
sekitar 5%. Eosinofil akan bertambah jumlahnya apabila terjadi infeksi
yang disebabkan oleh cacing. Plasmanya bersifat asam. Itulah sebabnya
eosinofil akan menjadi merah tua apabila ditetesi dengan eosin. Eosinofil
memiliki granula kemerahan. Fungsi dari eosinofil adalah untuk
memerangi bakteri, mengatur pelepasan zat kimia, dan membuang
sisasisa sel yang rusak.
(c) Basofil adalah leukosit bergranula yang berwarna kebiruan. Jumlahnya
hanya sekitar 1%. Plasmanya bersikap basa, itulah sebabnya apabila
basofil ditetesi dengan larutan basa, maka akan berwarna biru. Sel darah
putih ini juga bersifat fagositosis. Selain itu, basofil mengandung zat
kimia anti penggumpalan yang disebut heparin.
2) Leukosit Tidak Bergranula (Agranulosit)
(a) Limfosit adalah leukosit yang tidak memiliki bergranula. Intiselnya
hampir bundar dan terdapat dua macam limfosit kecil dan limfosit besar.
20% sampai 30% penyusun sel darah putih adalah limfosit. Limfosit tidak
dapat bergerak dan berinti satu. Berfungsi sebagai pembentuk antibodi.

9
(b) Monosit adalah leukosit tidak bergranula. Inti selnya besar dan berbentuk
bulat atau bulat panjang. Diproduksi oleh jaringan limfa dan bersifat
fagosit.
Antigen adalah apabila ada benda asing ataupun mikroba masuk ke dalam
tubuh, maka tubuh akan menganggap benda yang masuk tersebut adalah benda
asing. Akibatnya tubuh memproduksi zat antibodi melalu sel darah putih untuk
menghancurkan antigen. Glikoprotein yang terdapat pada hati kita, dapat menjadi
antigen bagi orang lain apabila glikoprotein tersebut disuntikkan kepada orang
lain. Hal ini membuktikan bahwa suatu bahan dapat dianggap sebagai antigen
untuk orang lain tetapi belum tentu sebagai antigen untuk diri kita sendiri. Hal
tersebut juga berlaku sebaliknya. Leukosit yang berperan penting terhadap
kekebalan tubuh ada dua macam:
1) Sel Fagosit akan menghancurkan benda asing dengan cara menelan
(fagositosis). Fagosit terdiri dari dua macam:
(a) Neutrofil, terdapat dalam darah
(b) Makrofag, dapat meninggalkan peredaran darah untuk masuk kedalam
jaringan atau rongga tubuh.
2) Sel Limfosit Limfosit terdiri dari:
(a) T Limfosit (T sel), yang bergerak ke kelenjar timus (kelenjar limfa di
dasar leher)
(b) B Limfosit (B Sel) Keduanya dihasilkan oleh sumsum tulang dan
diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, menghasilkan
antibodi yang disesuaikan dengan antigen yang masuk ke dalam tubuh.
Seringkali virus memasuki tubuh tidak melalui pembuluh darah tetapi
melalui kulit dan selaput lendir agar terhindar dari lukosit. Namun selsel
tubuh tersebut tidak berdiam diri. Sel-sel tersebut akan menghasilkan
interferon suatu protein yang dapat memproduksi zat penghalang
terbentuknya virus baru (replikasi). Adanya kemampuan ini dapat
mencengah terjadinya serangan virus.
c) Keping-keping darah atau trombosit (0,6-1,0%)
Dibandingkan dengan sel darah lainnya, keping darah memiliki ukuran
yang paling kecil, bentuknya tidak teratur, dan tidak memiliki inti sel. Keping
darah dibuat di dalam sumsum merah yang terdapat pada tulang pipih dan tulang

10
pendek. Setiap 1 mm3 darah terdapat 200.000 – 300.000 butir keping darah.
Trombosit yang lebih dari 300.000 disebut trombositosis, sedangkan apabila
kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit hanya mampu bertahan 8
hari. Meskipun demikian trombosit mempunyai peranan yang sangat penting
dalam proses pembekuan darah. Pada saat kita mengalami luka, permukaan luka
tersebut akan menjadi kasar. Jika trombosit menyentuh permukaan luka yang
kasar, maka trombosit akan pecah. Pecahnya trombosit akan menyebabkan
keluarnya enzim trombokinase yang terkandung di dalamnya. Enzim
trombokinase dengan bantuan mineral kalsium (Ca) dan vitamin K yang terdapat
di dalam tubuh dapat mengubah protombin menjadi trombin. Selanjutnya, trombin
merangsang fibrinogen untuk membuat fibrin atau benang-benag. Benang-benang
fibrin segera membentuk anyaman untuk menutup luka sehingga darah tidak
keluar lagi.

A. Definisi Anemia
Anemia adalah keadaan yang menandakan adanya penurunan jumlah
eritrosit/red cell mass yang ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit, dan eritrosit (red cell count). Anemia merefleksikan jumlah eritrosit
yang kurang dari normal didalam sirkulasi yang dapat menyebabkan jumlah
oksigen yang dihantarkan ke jaringan tubuh juga berkurang (Smletzer, 2013).
Proses sintesis hemoglobin memerlukan ketersediaan besi dan protein yang cukup
dalam tubuh. Protein dapat berperan dalam pengangkutan besi ke sumsum tulang
untuk membentuk molekul hemoglobin yang baru. Anemia dapat ditandai dengan
berkurangnya sel darah merah hingga di bawah nilai normal, kualitas hemoglobin
dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2013).

11
Gambar 7. Anemia
Anemia menjadi indikasi kekurangan zat besi yang paling berat dan terjadi
jika konsumsi hemoglobin jauh di bawah ambang batas yang ditentukan. Anemia
adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan
sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar
hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria
tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki
kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37%, maka wanita
itu dikatakan anemia. Nurafif dan Kusuma (2015) menyatakan bahwa kriteria
anemia sebagai berikut.
Tabel 2. Kriteria Anemia
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa < 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl
Wanita hamil < 11 g/dl

B. Klasifikasi Anemia
Menurut Mansjoer (2001) dalam Nurafif dan Kusuma (2015); Oehadian
(2012) klasifikasi anemia yaitu :
Berdasarkan morfologi dan etiologi
1. Anemia Mikrositik Hipokromik mikrositer, jika MCV < 80 flt dan MCH < 27
pg. Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam
eritrosit. Dengan penurunan MCH (Mean Concentration Hemoglobin) dan
MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah

12
tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom adalah berkurangnya Fe: anemia
defisiensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defisiensi tembaga,
berkurangnya sintesis hemoglobin akibat keracunan logam, anemia
sideroblastik kongenital dan didapat. Berkurangnya sintesis globin akibat
talasemia dan hemoglobinopati.
a) Anemia Defisiensi Besi
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia
paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang
(ankilostomiasis). Infestasi cacing tambang pada seseorang dengan
makanan yang baik tidak akan menimbulkan anemia. Bila disertai
malnutrisi, baru akan terjadi anemia.
b) Anemia Penyakit Kronik
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi,
seperti infeksi ginjal, paru-paru (abses, empiema dll), inflamasi kronik
(artritis reumatoid) dan neoplasma.
c) Thalassemia major
d) Anemia sideroblastik
2. Anemia Makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100
fL. Anemia makrositik dapat disebabkan oleh peningkatan retikulosit,
peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua
keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan
gambaran peningkatan MCV, metabolisme abnormal asam nukleat pada
prekursor sel darah merah (defisiensi folat atau cobalamin, obat-obat yang
mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea), gangguan
maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut),
penggunaan alkohol, penyakit hati, hipotiroidisme.
a) Defisiensi Vitamin B12
Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan
absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, namun di
Indonesia penyebab anemia ini adalah karena kekurangan masukan
vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat.
b) Defisiensi Asam Folat
Anemia defisiensi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di

13
seluruh saluran cerna. Gejalanya yaitu perubahan megaloblastik pada
mukosa, mungkin dapat ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti
gangguan kepribadian.
3. Anemia normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL).
Keadaan ini dapat disebabkan oleh anemia pada penyakit ginjal kronik,
sindrom anemia kardiorenal akibat anemia, gagal jantung, dan penyakit
ginjal kronik, anemia hemolitik, anemia hemolitik karena kelainan intrinsik
sel darah merah, kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim
(defisiensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell), anemia
hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah ( imun, autoimun (obat,
virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi
transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati
(purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi
(malaria), dan zat kimia (bisa ular).
Anemia akibat kekurangan eritropoetin: pada gagal ginjal kronik
1. Anemia karena perdarahan
a) Perdarahan akut akan timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup
banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari
kemudian.
b) Perdarahan Kronik biasanya sedikit - sedikit sehingga tidak diketahui
pasien. Penyebab yang sering adalah ulkus peptikum dan perdarahan
saluran cerna karena pemakian analgesik.
2. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunn usia sel darah merah (normal 120
hari). Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu
mengatasinya karena usia sel darah merah sangat pendek.
3. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel
darah. Hal ini bisa karena kongenital namun jarang terjadi

C. Etiologi Anemia
Penyebab anemia terdiri dari:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)

14
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper
Anemia terjadi sebagai akibat gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi sel
darah merah. Penyebab anemia adalah menurunnya produksi sel-sel darah merah
karena kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah
merah, perdarahan, dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal
yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi,
dan membran mukosa menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan
(kronis), mungkin hanya timbul sedikit gejala, sedangkan pada anemia akut yang
terjadi adalah sebaliknya.
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease).
Berdasarkan Nurafif dan Kusuma (2015) pada dasarnya anemia disebabkan oleh
karena:
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3. Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisisi).
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang
diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat.
Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan
genetik, penyakit kronik, keracunan obat, penekanan sumsum tulang (misalnya
oleh kanker), defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi,
folic acid, piridoksin, vitamin C dan copperdan sebagainya. Penyebab umum dari
anemia, yaitu:
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12,
asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan
terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak
dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.

15
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap
zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di
saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat
menyebabkan anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan
lambung (aspirin, anti infl amasi, dan lain-lain). Obat lainnya dapat
menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil
KB, antiarthritis, dan lain-lain).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin
B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya
dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel
darah merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria,
atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.

D. Manifestasi Klinis Anemia


Gejala yang menonjol pada anmia adalah (Smletzer, 2013):
1. Dispnea, nyeri dada, nyeri otot atau kram, takikardia
2. Kelemahan, keletihan, malaise umum
3. Pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mukosa oral)
4. Ikterik (anemia megaloblastik atau hemolitik)
5. Lidah halus dan berwarna merah (anemia defisiensi besi)
6. Lidah luka seperti daging merah (anemia megaloblastik)
7. Keilosis angular (ulserasi pada tepi/sudut mulut)
8. Kuku rapuh, melengkung/membumbung, berbentuk cekung dan pika (secara
tidak lazim lapar tepung, tanah, es) pada pasien anemia defisiensi besi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gejala terkait anemia adalah
kecepatan terbentuknya anemia, durasi anemia, kebutuhan metabolik pasien,
penyakit lain atau disabilitas yang menyertai anemia dan komplikasi atau

16
manifestasi klinis yang menimbulkan anemia. Semakin cepat anemia terbentuk,
semakin berat gejalanya (Smletzer, 2013).
Menurut Nurafif dan Kusuma (2015) tanda-tanda Anemia meliputi:
1. Gejala Umum anemia
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul
pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian
rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala
tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:
a) Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus.
2. Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.

E. Patofisiologi Anemia
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan

17
destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam
sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa
makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan
oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ
penting. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada
perdarahan, menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemia dan hipoksemia.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah gelisah, diaforesis (keringat dingin),
takikardia, sesak nafas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok. Takikardia
dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang
meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan
stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia
berat, dapat menimbulkan payah jantung kongestif sebab otot jantung kekurangan
oksigen dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea, nafas pendek dan
cepat, lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi
berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinitus (telinga
berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenisasi pada susunan saraf
pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang
umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah
anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis.

18
F. Pemeriksaan Penunjang
Pengkajian dan metode diagnostik untuk pasien anemia antara lain
(Smletzer, 2013):
1. Studi hematologi komplit (misalnya: hemoglobin, hematokrit, jumlah
retikulosit, indeks sel darah merah (RBC), volume korpuskular rerata (MVC),
dan luasnye distribusi RBC (RDW)).
2. Studi zat besi (kadar besi serum, kapasitas pengikat besi total (TIBC), persen
saturasi, dan feritin)
3. Kadar vitamin B 12 dan kadar folat serum haptoglobin dan kadar
eritropoietin.
4. Aspirasi sum-sum tulang
5. Studi lain sebagaimana diindikasikan untuk menentukan penyakit yang
mendasari
Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk
pasien anemia (Nurafif dan Kusuma, 2015)
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan, yaitu trimester I dan III.
b) Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
1) Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
2) Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)

19
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31
pg.
3) Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan
hipokrom < 30%.
c) Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk
inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry
hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d) Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih
relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk
membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel
merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan
nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan
zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum
feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda
meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit
protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
e) Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP
naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan
setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya
dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap
variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi
walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
f) Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi

20
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi
serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada
kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi.
Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran
mutlak status besi yang spesifik.
g) Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat
menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal
dan keganasan.
h) Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum
tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum.
Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung
keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang
dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga
sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
a) Faal ginjal
b) Faal endokrin
c) Asam urat
d) Faal hati
e) Biakan kuman
3. Radiologi
a) Toraks
b) Bone survey
c) USG
d) linfangiografi
4. Pemeriksaan sitogenik
5. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polimerase chain raction, FISH =
fluorescence in situ hybridization)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia pada setiap kasus perl diperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut:

21
1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:
1. Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka
harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang
dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut.
2. Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat
besi untuk anemia defisiensi besi.
3. Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi
penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh
infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing tambang.
4. Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi
ini berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika
tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis
ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respons
5. Pencegahan anemia
Upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai berikut:
a) Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging,
ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna
hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe).
b) Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk
meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan
nanas.
c) Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami
haid.
d) Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke
dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.
Berdasarkan Nurafif dan Kusuma (2015) penatalaksanaan anemia
ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. Anemia aplastik

22
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-
10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Jika
diperlukan dapat diberikan tranfusi RBC rendah leukosit dan platelet.
2. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat.
Jika tersedia dapat diberikan eritropoetin rekombinasi.
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk anemianya. Dengan menangani penyakit yang
mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan sendirinya.
4. Anemia pada defisiensi besi dan asam folat
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan
sulfas ferosus 3x10 mg/hari. Tranfusi darah diberikan jika kadar Hb kurang
dari 5 gr%.
5. Anemia megaloblastik
a) Difesiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, jika
defisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b) Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau
malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi
c) Pada anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/hari
d) Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbsi,
penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari secara
IM.
6. Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan tranfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat
diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
7. Anemia hemolitik
Dengan pemberian tranfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.

23
H. Clinical Pathway
Etiologi
1. Genetik 4. Defisiensi kofaktor eritropoesis (Fe, B12, asam foat)
2. Perdarahan 5. Kerusakam sumsum tulang
3. Hemolitik

Genetik Perdarahan Defisiensi kofaktor eritropoesis Penekanan sumsum tulang

Gangguan Peningkatan kehilangan Penurunan jumlah sel


oembentukan eritrosit Defisiensi Vit B12, asam folat Defisiensi zat besi eritropoetin di sumsum
molekul globin tulang

Penurunan eritrosit Mitosis menurun Gangguan pengikatan zat besi Gangguan eritropoesis
Jumlah Hb dalam komponen darah
dalam eritrosit
rendah Gangguan mutasi Penurunan kualitas dan jumlah Hb Pansitopenia

Penurunan produksi sel darah merah

Penurunan jumlah eritrosit

Penurunan kadar Hb Pertahanan sekunder tidak adekuat

Risiko
Kompensasi Jantung Kompensasi paru-paru Kompensasi tubuh Efek Gastrointestinal infeksi

26
Beban kerja dan curah Peningkatan frekuensi Pembentukan eritrosit oleh Gangguan penyerapan
jantung meningkat nafas sumsum tulang meningkat nutrisi dan defisiensi folat

Takikardi, angina, Dyspneu (kesulitan nafas) Hiperplasia sumsum Glositis berat (lidah
iskemia miokardium tulang meradang), diare, Diare
kehilangan nafsu makan
Penurunan transpor O2
Ketidakefektifan Deformitas tulang
perfusi jaringan perifer Intake nutrisi turun (anoreksia)
Hipoksia
Gangguan citra tubuh
Nyeri akut Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Ketidakefektifan Suplai O2 jaringan menurun Tidur tidak nyenyak Gangguan pola tidur
pola nafas

Metabolisme sel turun Cemas

Hipertrofi
Penurunan pembentukan ATP Ansietas Blok fikiran Defisiensi pengetahuan

Resiko
Penurunan Penurunan produsi energi
Curah Jantung
Kelemahan fisik Defisit perawatan diri
Resiko Syok
Hipovolemik Intoleransi
aktivitas
27
Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian/Assesment
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas,
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea, dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan
otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun,
postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan
keletihan.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis,
menstruasi berat; angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat
endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural. Disritmia, Abnormalis EKG (misalnya depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T), takikardia, unyi jantung murmur
sistolik. Ekstremitas pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva,
mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. kuku mudah patah, berbentuk seperti
sendok (koikologikia). Rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban
secara premature (Doenges, 2014).
3. Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya penolakan transfusi darah.
Gejala : depresi.
4. Eleminasi
Gejala : sindrom malabsorpsi, Hematemasis, feses dengan darah segar,
melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine
Tanda : distensi abdomen.

5. Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan
produk sereal tinggi. Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
6. Neurosensori

29
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala.
8. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore.
Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina
pucat.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung ditandai
dengan hilang atau terbatasnya aliran darah ke arah miokardium dan
nekrosis dari miokardium, resi wajah nyeri (meringis), skala nyeri, fokus
pada diri sendiri, dan perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dispnea, fase ekspansi memanjang, penggunaan otot bantu
pernafasan, penurunan kapasitas vital, pernafasan bibir, pernafasan cuping
hidung, pola nafas abnormal, dan takipnea.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah dan suplai oksigen ditandai dengan penurunan nadi perifer,
perubahan fungsi motorik, perubahan karakteristik kulit, perubahan
tekanan darah di ekstremitas, tidak ada nadi perifer, CRT > 3 detik, dan
warna kulit pucat.
4. Resiko infeksi berhubungan penurunan hemoglobin
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan ditandai dengan penurunan berat badan
(20%) atau lebih dari berat badan ideal, bising usus hiperaktif,
ketidakmampuan memakan makanan, kurang informasi, kurang minat
pada makanan, membran mukosa pucat, dan nyeri abdomen.

30
6. Diare berhubungan dengan malabsorbsi ditandai dengan nyeri abdomen,
kram, bising usus hiperaktif, defeksasi feses cair >3 dalam 24 jam.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas ditandai dengan
perubahan pola tidur normal, sering terjaga, penurunan kemampuan,
ketidakpuasan tidur, dan tidak merasa cukup istirahat.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan dispnea setelah beraktivitas,
keletihan, dan ketidaknyamanan setelah beraktivitas.
9. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini sesak nafas
ditandai dengan ansietas, bloking pikiran, gangguan konsentrasi, gangguan
perhatian, konfusi, menyadari gejala fisiologis, dan penurunan lapang
persepsi.
10. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan
ditandai dengan kurang pengetahuan dan perilaku tidak tepat.
11. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan membasuh tubuh.
12. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit ditandai dengan
gangguan struktur tubuh, menolak menerima perubahan, berfokus pada
penampilan masalalu, dan depersonalisasi.

31
c. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen nyeri (1400)
(00132) diharapkan kontrol nyeri dapat meningkat dengan kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi,
Kontrol nyeri (1605) karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
No. Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat
Mengenali kapan 1. Tidak pernah
1. 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
nyeri terjadi menunjukkan
Terapi relaksasi (6040)
Menggunakan 2. Jarang
5. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti nafas
tindakan menunjukkan
2. dalam dan musik
pengurangan 3. Kadang-kadang
6. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
dengan analgesik menujukkan
Pemberian analgesik (2210)
Menggunakan 4. Sering
7. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan
pengurangan menunjukkan
3. nyeri sebelum mengobati pasien
nyeri tanpa 5. Secara konsisten
8. Cek adanya riwayat alergi obat
analgesik menunjukkan
9. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
Melaporkan frekuensi obat analgesik yang diresepkan
4. nyeri yang
terkontrol
1.
2. Ketidakefekti Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen jalan nafas (3140)
fan pola diharapkan status pernapasan meningkat dengan kriteria hasil: 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
nafas (00032) Status pernapasan (0415) 2. Monitor status pernafasan dan oksigensi
No. Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Motivasi pasien untuk bernafas pelan
1. Frekuensi 1. Deviasi berat dari Monitor pernafasan (3350)
Pernapasan kisaran 4. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan
bernafas

32
2. Irama normal/sangat 5. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan penggunaan
pernapasan berat otot bantu nafas
3. Retraksi dinding 2. Deviasi cukup dari 6. Monitor suara nafas
dada kisaran 7. Monitor pola nafas (bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
4. Penggunaan otot normal/berat kusmaul)
bantu 3. Deviasi sedang 8. Monitor saturasi oksigen
pernapasan dari kisaran Monitor tanda-tanda vital (6680)
5. Suara napas normal/dukup 9. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
tambahan 4. Deviasi ringan dari pernafasan dengan tepat
kisaran
normal/ringan
5. Tidak ada deviasi
dari kisaran
normal/tidak ada
1.
3. Ketidakefekti Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam Pasien Manajemen cairan (4120)
fan perfusi dapat menunjukkan perubahan ditandai dengan: 1. Jaga intake dan output pasien
jaringan Perfusi jaringan: perifer (0407) 2. Monitor status hidrasi (mukosa)
perifer No. Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu kamar
(00204) 1. Pengisian kapiler Pengecekan kulit (3590)
jari 4. Periksa kulit terkait adanya kemerahan dan kehangatan
2. Tekanan darah 5. Amati warna, kehangatan, pulsasi pada ekstremitas
sistolik Monitor tanda-tanda vital (6680)
3. Tekanan darah 6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
diastolik pernafasan dengan tepat
4. Edema perifer
5. Kram otot

33
4. Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, Kontrol infeksi (6540)
infeksi diharapkan status imunitas dan kontrol resiko meningkat dengan 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai
(00004) riteria hasil: setiap pasien
Kontrol risiko (1992) 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai SOP
No Indikator Awal Akhir Keterangan rumah sakit
1. Mengidentifikasi 1. tidak pernah 3. Batasi jumlah pengunjung
faktor risiko menunjukkan 4. Ajarkan cara mencuci tangan
2. Mengenali resiko 2. jarang Perlindungan infeksi (6550)
3. Memonitor faktor menunjukkan 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
risiko 3. kadang-kadang 6. Berikan perawatan kulit yang tepat
4. Memodifikasi menunjukkan
gaya hidup untuk 4. sering
mengurangi menunjukkan
resiko 5. secara konsisten
menunjukkan
5. Ketidakseimb Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pasien diharapkan dapat Manajemen nutrisi (1100)
angan nutrisi memenuhi status nutrisi (1004) dengan kriteria hasil : 1. Monitor intake makanan dan cairan pasien
kurang dari Skala 2. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengonsumsi
kebutuhan Awal Akhir makanan (bersih dan bebas dari bau yang menyengat)
tubuh 1. Asupan gizi 3. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit
(00002) 2. Asupan makanan pasien (yang tidak berbahaya bagi kesehatan pasien)
4. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
5. Beri dukungan (kesempatan untuk membicarakan
perasaan) untuk meningkatkan peningkatan makan
6. Anjurkan pasien menjaga kebersihan mulut
7. Kolaborasi pemberian obat

34
6. Diare Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan Manajemen diare (0460)
(00013) eliminasi usus meningkat dengan kriteria hasil: 1. Tentukan riwayat diare
Eliminasi Usus (0501) 2. Ajari pasien menggunakan obat diare secara tepat
No. Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Anjurkan pasien menghindari makanan pedas dan yang
1. Pola eliminasi 1. sangat terganggu menimbulkan gas dalam perut
2. Kontrol gerakan 2. banyak 4. Berikan makan dalam porsi sering dan kecil secara
usus terganggu bertahap
3. Feses lembut dan 3. cukup terganggu 5. Identifikasi faktor yang dapat menyebabkan diare
berbentuk 4. sedikit terganggu Manajemen pengobatan (2380)
4. Tekanan sfingter 5. tidak terganggu 6. Tentukan obat apa yang diperlukan berdasarkan resep
5. Suara bising usus yang ditentukan
7. Monitor efek obat
8. Monitor cara pemberian obat yang sesuai
9. Minitor tanda dan gejala toksisitas obat
7. Gangguan Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan tidur Pengaturan posisi (0840)
pola tidur pasien meningkat dengan kriteria hasil: 1. Anjurkan pasien tidur di atas tempat tidur dengan
(000198) Tidur (0004) nyaman
No Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Monitor status oksigenasi setelah perubahan posisi
1. Pola tidur 1. sangat terganggu Peningkatan tidur (1850)
2. Kualitas tidur 2. banyak 3. Tentukan pola tidur dan aktivitas pasien
3. Efisiensi tidur terganggu 4. Jelaskan manfaat tidur yang cukup
4. Tidur dari awal 3. cukup terganggu 5. Monitor pola tidur dan jumlah jam tidur pasien
sampai habis 4. sedikit terganggu 6. Anjurkan untuk tidur di siang hari
dimalam hari 5. tidak terganggu
secara konsisten
5. Perasaan segar
setelah bangun
tidur

35
8. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen energi (0180)
aktivitas diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil: 1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan
(00092) Toleransi terhadap aktivitas (0005) keletihan
No. Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Monitor intake dan asupan nutrisi
Saturasi oksigen 1.Sangat terganggu 3. Konsultasi dengan ahli gizi terkait cara peningkatan
1. energi dari asupan makanan
saat beraktivitas 2.Banyak terganggu
Frekuensi nadi 3.Cukup terganggu 4. Monitor/catat waktu dan lama waktu istirahat tidur
2. pasien
saat beraktivitas 4.Sedikit terganggu
Frekuensi 5.Tidak terganggu 5. Anjurkan tidur siang jika diperlukan
3. pernapasan saat 6. Anjurkan aktivitas fisik (misal ambilasi, ADL) sesuai
beraktivitas dengan kemampuan (energi) pasien
Kemudahan Terapi latihan: ambulasi (0221)
4. dalam melakukan 7. Beri pasien pakaian yang tidak mengekang
ADL 8. Anjurkan pasien menggunakan alas kaki agar tidak
cidera
9. Dorong untuk duduk di tempat tidur, di samping tempat
tidur (menjutai), atau di kursi, sesuai toleransi pasien
10. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk
memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh.
9. Ansietas Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan tingkat Pengurangan kecemasan (5820)
(00146) kecemasan berkurang dengan kriteria hasiil: 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Tingkat kecemasan (1211) 2. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan
No Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan
1. Tidak dapat 1. Berat dan prognosis
beristirahat 2. Cukup berat 4. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara
2. Perasaan gelisah 3. Sedang yang tepat

36
3. Wajah tegang 4. Ringan 5. Dengarkan klien
4. Rasa cemas 5. Tidak ada Terapi relaksasi (6040)
disampaikan 6. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti nafas
secara lisan dalam dan musik
7. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
10. Defisiensi Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan Pengajaran: individu (5606)
pengetahuan pengetahuan proses penyakit meningkat dengan kriteria hasil: 1. Bina hubungan baik
(00126) Pengetahuan : Proses Penyakit (1803) 2. Pertimbangan kesiapan pasien untuk belajar
No. Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari
1. Faktor penyebab 1. Tidak ada informasi (tingkat pengetahuan, status fisiologi,
dan faktor yang pengetahuan kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi, dan adaptasi
berkontribusi 2. Pengetahuan terhadap penyakit)
2. Efek fisiologis terbatas 4. Berikan lingkungan yang kondusif
penyakit 3. Pengetahuan Pengajaran: proses penyakit (5602)
3. Tanda dan gejala sedang 5. Kaji tingkat pengetahuan terkait dengan proses penyakit
penyakit 4. Pengetahuan 6. Jelaskan mengenai penyakit yang dialami
4. Tanda dan gejala banyak 7. Jelaskan tanda dan gejala yang umum terjadi pada
komplikasi 5. Pengetahuan penyakit pasien
penyakit sangat banyak 8. Identifikasi perubahan kondisi fisik pasien
9. Berikan informasi kepada pasien sesuai dengan yang
dibutuhkan
11. Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, citra NIC
citra tubuh tubuh tidak terganggu dengan kriteria hasil: Peningkatan citra tubuh (5220)
(00118) Citra tubuh (1200) 1. Diskusikan mengenai perubahan-perubahan tubuh yang
No Indikator Awal Akhir Keterangan disebabkan perubahan kesehatan
2. Bantu pasien untuk mendiskusikan terkait stresor yang
mempengaruhi citra diri
3. Monitor frekuensi dari pernyataan mengkritik diri

37
1. Kesesuaian anata 1. Tidak pernah Peningkatan harga diri (5400)
realitas tubuh dan positif 4. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
ideal tubuh 2. Jarang positif 5. Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal penilaian
dengan 3. Kadang-kadang diri
penampilan tubuh positif 6. Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan
2. Deskripsi bagian 4. Sering positif 7. Dukung pasien untuk memberikan afirmasi positif
tubuh yang 5. Komitmen 8. Jangan mengkritisi pasien secara negatif
terkena (Dampak) positif 9. Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon positif dari
3. Penyesuaian orang lain
terhadap
perubahan fungsi
4. Kepuasan dengan
fungsi tubuh

38
d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
e. Discharge Planning
a. Berdasarkan Nurafif dan Kusuma (2015) discharge planning yang dapat
dilakukan pada pasien dengan anemia yaitu:
1. Menjalani diet dengan gizi yang seimbang
2. Asupan zat besi yang terlalu berlebihan dapat membahayakan yang
menyebabkan sirosis, kardiomiopati, diabetes, dan kanker jenis tertentu.
Suplemen zat besi hanya boleh dikonsumsi sesuai dengan anjuran dokter.
3. Makan-makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B12 seperti ikan,
produk susu, daging, kacang-kacangan, sayuran berwarna hijau tua,
jeruk, dan biji-bijian.
4. Batasi minum alkohol dan pada ibu hamil dianjurkan untuk
mengonsumsi asam folat untuk mencegah terjadinya anemia defisiensi
asam folat.
5. Pastikan untuk menggunakan sepatu atau sandal untuk menghindari
resiko kecacaingan.
6. Hindari pemaparan berlebihan terhadap minyak, insektisida, zat kimia
dan zat toksik lainnya karena dapat menyebabkan anemia.
7. Konsultasi kembali jika gejala anemia menetap dan untuk mengetahui
faktor penyebab.
8. Kenali tanda-tanda komplikasi.

40
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2013. Breast Cancer. Atlanta: American Cancer


Society.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Dacie dan Lewis. 2012. Practical Haematology. 11ed. Elsevier. Churchill
Livingstone.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A., C,(2014).Rencana Asuhan
Keperawatan pedoman untuk Perencanaan Keperawatan
Pasien.Edisi:3.Jakarta:EGC

41
Dorland, W.A.N. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Gallagher, M. L. 2008. The Nutrients and Their Metabolism. In: Mahanan LK,
Escott-Stump S. Krause Food, Nutrition, and Diet Therapy. Philadelphia:
Saunders.
Irianto. 2013. Mikrobiologi Medis (Medical Microbiology). Bandung: Penerbit
Alfabeta.
Kiswari, R. 2014. Hematologi dan Transfusi. Jakarta : Erlangga.
Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey
Backwell.
Nurarif, A.H dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Publishing.
Oehadian, A. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia.

42

Anda mungkin juga menyukai