Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella

typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi

oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009)


Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi manusia

yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella

typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier.

Seseorang yang karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus

membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014)

B. ETIOLOGI
Menurut Inawati (2009) Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan

Salmonella yaitu Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri

tersebut memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2009). Sumber

utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme

penyebab penyakit tersebut, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa

penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp di

dalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5 persen penderita demam tifoid

kelak akan menjadi karier sementara, sedangkan 2 persen yang lain akan menjadi karier

yang menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal

type) sedang yang lain termasuk urinary type.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ngastiyah (2005) tanda dan gejala demam thypoid dibagi dalam

beberapa tahapan yaitu :


1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah

10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
a. Anoreksia
b. rasa malas
c. sakit kepala bagian depan
d. nyeri otot
e. lidah kotor
f. gangguan perut (perut kembung dan sakit)
2. Gejala Khas
a. Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya

sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang

berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,

anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut

lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut

kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada

akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah

kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.
b. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap

hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau

malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus

dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit

pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang

semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi

lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat

yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan

pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi

semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih

sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.


c. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.

Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik,

gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian

justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi,

akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk,
dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium

atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.


Minggu Keempat
d. Minggu keempat
merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi A,

Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh manusia

melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke dinding usus

halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium).

Biasanya pasien belum tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah,

tidak enak badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi

kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran

darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel piogon

akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang mempengaruhi pusat

termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak

segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah

dari peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu)

sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri

tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila

tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dan dapat

memperburuk kondisi pasien


Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal

dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),

dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat

menularkan salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung,

sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus

bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman

berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-

sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung

empedu.
Perubahan pada jaringan limfoid didaerah ileocecal yang timbul selama demam

typhoid dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: hyperplasia, nekrosis jaringan, ulserasi,

dan penyembuhan. Adanya perubahan pada nodus peyer tersebut menyebabkan

penderita mengalami gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan dan perforasi.

Diare dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik yang khas, dijumpai dari 50%

kasus dan biasanya timbul pada minggu kedua. Karena respon imunologi yang terlibat

dalam patogenesis demam typhoid adalah sel mononuklear maka keterlibatan sel poli

morfo nuclear hanya sedikit dan pada umumnya tidak terjadi pelepasan prostaglandin

sehingga tidak terjadi aktivasi adenil siklase. Hal ini menerangkan mengapa pada serotipe

invasif tidak didapatkan adanya diare. Tetapi bila terjadi diare seringkali hal ini mendahului

fase demam enterik. Penulis lain mengatakan bahwa diare dapat terjadi oleh karena

toksin yang berhubungan dengan toksin kolera dan enterotoksin E. coli yang peka

terhadap panas.
Nyeri perut pada demam typhoid dapat bersifat menyebar atau terlokalisir di kanan

bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan karena mediator yang dihasilkan

pada proses inflamasi (histamine, bradikinin, dan serotonin) merangsang ujung saraf

sehingga menimbulkan rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan karena

peregangan kapsul yang membungkus hati dan limpa karena organ tersebut membesar.
Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai lapisan mukosa

dan submukosa sehingga terjadi erosi pada pembuluh darah. Konstipasi dapat terjadi

pada ulserasi tahap lanjut, dan merupakan tanda prognosis yang baik. Ulkus biasanya

menyembuh sendiri tanpa meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus dapat menembus

lapisan serosa sehingga terjadi perforasi. Pada keadaan ini tampak adanya distensi

abdomen. Distensi abdomen ditandai dengan meteorismus atau timpani yang disebabkan

konstipasi dan penumpukan tinja atau kurangnya tonus pada lapisan otot intestinal atau

lambung (Suriadi, 2006).


E. PATHWAY

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi
Mulut
Kurang
pengetahuan
Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis Kurang terpapr informasi

Peningkatan asam lambung Usus

Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di ileum


Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah terminalis
Merangsang peningkatan
(anorexia)
peristaltic usus Perdarahan dan
perforasi intestinal
Diare
Kuman masuk aliran
Defisit nutrisi limfe mesentrial

Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Hipovolemia
Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati


Kurang intake cairan
Pelepasan zat pyrogen Nyeri ulu hati Nyeri Akut

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia Tirah baring Intoleransi


aktivitas

Sumber : Suriadi 2006


F. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut Ngastiyah (2005) antara lain:
a. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama,

lemah, anoreksia.

b. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal kembali

(istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian

berjalan di ruangan.

c. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahkan

makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak

menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan

makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik

dapat juga diberikan makanan lunak.

d. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan obat lainnya

seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg

berat badan/hari (makanan 2 gram per hari), diberikan empat kali sehari per oral atau

intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat

waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin

pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.

e. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi

dan asidosis diberikan cairan secara intravena.

f. Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut Rampengan (2008) selain

kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain:

1) Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.

2) Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.

3) Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.

4) Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.

5) Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.

6) Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.

7) Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).


2. Keperawatan

Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi keperawatan menurut

Ngastiyah (2005), adalah Pasien typhoid harus dirawat di kamar isolasi yang dilengkapi

dengan peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular seperti

desinfektan mencuci tangan, merendam pakaian kotor dan pot atau urinal bekas pakai

pasien. Yang merawat atau sedang menolong pasien agar memakai celemek.

Masalah pasien typhoid yang perlu diperhatikan adalah:

a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.

Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari apatik

sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping anoreksia dan demam lama.

Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi atau cairan sehingga

kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan berkurang pula, dan

memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu, pasien typhoid menderita kelainan

berupa adanya tukak-tukak pada usus halus sehingga makanan harus disesuaikan.

Diet yang diberikan ialah makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat,

tinggi protein dan tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien.

1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan lauk pauk

dicincang (hati, daging), sayuran labu siam atau wortel yang dimasak lunak

sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang atau matang direbus. Susu

diberikan 2 x 1 gelas atau lebih, jika makanan tidak habis diberikan ekstra susu.

2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair per sonde,

kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk

makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika

kesadaran membaik makanan beralih secara bertahap ke lunak.

3) Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl.

Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde di samping infus masih

diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah


kalori, setengahnya masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan

pasien, beralih ke makanan biasa.

b. Gangguan suhu tubuh.

Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus yang khas

demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kondisi

tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan cairan, karena perspirasi yang

meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah, selaput lendir mulut dan bibir menjadi

kering dan pecah-pecah.

Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella typhosa, maka

untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan memberikan obatnya secara

adekuat, istirahat mutlak sampai suhu turun diteruskan 2 minggu lagi, kemudian

mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan makanan melalui sonde, obat dapat

diberikan bersama makanan tetapi berikan pada permulaan memasukkan makanan,

jangan dicampur pada semua makanannya atau diberikan belakangan karena jika

pasien muntah obat akan keluar sehingga kebutuhan obat tidak adekuat.

Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu, menurunkan suhu

tubuh yang biasanya pada sore hari dan malam hari lebih tinggi jika suhu tinggi

sekali cara menurunkan lihat pada pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping

kompres berikan pasien banyak minum boleh sirup, teh manis, atau air kaldu sesuai

kesukaan anak.

Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar penguapan suhu lebih

lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk membantu menurunkan suhu usahakan

agar kipas angin tidak langsung kearah tubuh pasien.

c. Gangguan rasa aman dan nyaman.

Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama dengan pasien lain,

yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat di tempat tidur, jika ia sudah
dalam penyembuhan. Khusus pada pasien typhoid, karena lidah kotor, bibir kering,

dan pecah-pecah menambah rasa tak nyaman disamping juga menyebabkan tak

nafsu makan. Untuk itu pasien perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali sehari,

oleskan boraks gliserin (krim) dengan sering dan sering berikan minum. Karena

pasien apatis harus lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi. Jika pasien

dipasang sonde perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan

minum agar selaput lendir mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu sebagai

akibat lama berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan menggoyang-

goyangkan kakinya dahulu sambil duduk di pinggir tempat tidur, kemudian berjalan

di sekitar tempat tidur sambil berpegangan. Katakan bahwa gangguan itu akan

hilang setelah 2-3 hari mobilisasi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2006) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan

leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat terjadi

walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula ditemukan anemia

ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit demam typhoid

dapat meningkat.
2. SGOT dan SGPT
Seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Kenaikan

SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

3. Kultur Darah

Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi hasil

negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan beberapa

hal sebagai berikut:

a. Telah mendapat terapi antibiotik.

b. Volume darah yang timbul kurang.


c. Riwayat vaksinasi.

4. Uji Widal

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella typhi.

Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman salmonella typhi

dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :

b. Aglutinin O (dari tubuh kuman).

c. Aglutinin H (flagella kuman).

d. Aglutinin Vi (sampai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.

Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :

a. Pengobatan dini dengan antibiotik.

b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.

c. Waktu pengambilan darah.

d. Darah endemik atau non endemik.

e. Riwayat vaksinasi.

f. Reaksi anamnestik.

g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang dan strain

Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

H. PENGKAJIAN

1. Identitas

Biodata Klien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat)

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama
Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala,

demam, nyeri dan pusing

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing,

berat badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien

merasa sakit diperut dan diare, klien mengeluh nyeri otot.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini

sebelumnya

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

1) Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen,supor, dan koma

2) Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat

b. Tanda-tanda vital:

1) suhu : meningkat > 37,5 º C

2) nadi : meningkat > 100 x / menit

3) TD : menurun < 120/80 mmHg

4) Respirasi : normal

c. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan kulit dan rambut

Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien

2) Pemeriksaan kepala dan leher


Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji

kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera.

3) Pemeriksaan dada

a) Paru-paru

 Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas

 Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus

 Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)

b) Jantung

 Inspeksi : amati iktus cordis

 Palpalsi : raba letak iktus cordis

 Perkusi : batas-batas jantung

4) Pemeriksaan abdomen

 Inspeks : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan

 Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan

 Perkusi : suara peristaltic usus

 Auskultasi : frekuensi bising usus

5) Pemeriksaan ekstremitas

Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.

3. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan

a. Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu tidak

naik, pemantauan kehamilan secara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak

dipantau secara berkala dapat mengganggu tumbang anak

b. Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus

lamadan anak yang lahir dengan bantuan alat/ forcep dapat mengganggu tumbang

anak
c. Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U), lingkar kepala (49-

50cm), LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari lingkar kepala,

d. Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringan otot (cubitan tebal untuk pada

lengan atas, pantat dan paha mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak

(cubitan tipis pada kulit dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan mudah /

tidak akarnya dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya udem, anemia dan gangguan

lainnya.

e. Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian) , kemampuan

anak berlari dengan seimbang, menangkap benda tanpa jatuh, memanjat,

melompat, menaiki tangga, menendang bola dengan seimbang, egosentris dan

menggunakan kata ” Saya”, menggambar lingkaran, mengerti dengan kata kata,

bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan, menyusun jembatan dengan

kotak –kotak.

f. Riwayat imunisasi

g. Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.

4. Pengkajian Pola Fungsional Gordon

a. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat – sejahtera yang dirasakan,

pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahuan

tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan

keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti tentang manajemen

kesehatan, sehingga perlu perhatian dari orang tuanya.

b. Pola nutrisi metabolic


Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe

makanan dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu makan, pilihan

makan.

c. Pola eliminasi

Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih, penggunaan alat bantu,

penggunaan obat-obatan.

d. Pola aktivas latihan

Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi, kemampuan

untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja), dan respon

kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan aktivitas.

e. Pola istirahat tidur

Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam, bagaimana

kualitas dan kuantitas tidur klien, apa ada gangguan tidur dan penggunaan obat-

obatan untuk mengatasi gangguan tidur.

f. Pola kognitif persepsi

Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan persepsi klien.

g. Pola persepsi diri dan konsep diri

Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai dirinya, persepsi klien

tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal diri, harga

diri dan peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan emosional seperti

takut, cemas karena dirawat di RS.

h. Pola peran hubungan

Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain. Bagaimana

kemampuan dalam menjalankan perannya.

i. Pola reproduksi dan seksualitas

Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.

j. Pola koping dan toleransi stres


Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam manghadapai

stress dan adanya sumber pendukung. Anak belum mampu untuk mengatasi

stress, sehingga sangat dibutuhkan peran dari keluarga terutama orang tua

untuk selalu mendukung anak.

k. Pola nilai dan kepercayaan

Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum terlalu mengerti

tentang kepercayaan yang dianut. Anak-anak hanyan mengikuti dari orang tua.

(Nurarif.2015).
H. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS:- Minuman dan makanan yang Hipertermia


terkontaminasi
DO:

- Suhu tubuh diatas nilai


normal Mulut
- Kulit merah
- Kulit terasa hangat
- Takikardi
- Takipnea Saluran pencernaan
- Kejang
Typhus Abdominalis

Usus

Limfoid plaque penyeri di ileum


terminalis

Perdarahan dan
perforasi intestinal

Kuman masuk aliran


limfe mesentrial

Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Jaringan tubuh (limfa)

Peradangan

Pelepasan zat pyrogen

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia
2. DS: Minuman dan makanan yang Nyeri akut
DO: terkontaminasi

- tampak meringis
- gelisah
- sulit tidur Mulut
- pola napas berubah
- TD meningkat
- Frekuensi nadi meningkat
Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Usus

Limfoid plaque penyeri di ileum


terminalis

Perdarahan dan
perforasi intestinal

Kuman masuk aliran


limfe mesentrial

Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Hipertrofi
(hepatosplenomegali)

Penekanan pada saraf di hati

Nyeri ulu hati

Nyeri Akut
3. DS: - Minuman dan makanan yang Hipovolemia
terkontaminasi
DO:

- Akral dingin
- Turgor kulit jelek Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung

Perasaan tidak enak pada perut,


mual, muntah (anorexia)

Hipovelemia

4. DS: Minuman dan makanan yang Defisit nutrisi


terkontaminasi
DO:

- BB menurun minimal 10%


dibawah rentang ideal Mulut
- Bising usus hiperaktif
- Otot mengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membrane mukosa pucat Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung

Perasaan tidak enak pada perut,


mual, muntah (anorexia)

Defisit nutrisi

5 DS: Minuman dan makanan yang Intoleransi aktivitas


terkontaminasi
DO :
Klien tampak lemah Mulut

Klien tirah baring

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Usus

Limfoid plaque penyeri di ileum


terminalis

Perdarahan dan
perforasi intestinal

Kuman masuk aliran


limfe mesentrial

Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Jaringan tubuh (limfa)

Peradangan

Pelepasan zat pyrogen

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia

Tirah baring

Intoleransi aktivitas
6. DS: Minuman dan makanan yang Diare
terkontaminasi
- Nyeri/kram abdomen
DO:

- Defekasi lebih dari 3 kali Mulut


dalam 24 jam
- Feses lembek/ cair
- Frekuensi peristaltik
meningkat Saluran pencernaan
- Bising usus hiperaktif

Typhus Abdominalis

Usus

Proses infeksi

Merangsang peningkatan peristaltic


usus

Diare

7. DS: Minuman dan makanan yang Defisit pengetahuan


terkontaminasi
DO:

Orangtua klien tampak selalu


bertanya pada perawat Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Kurang terpapar informasi mengenai


penyakit
Defisit pengetahuan

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi salmonella thypi d.d peningkatan suhu tubuh)
2. Nyeri akut b.d inflamasi di hati dan linfa d.d terdapat nyeri tekan dibagian abdomen
3. Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi d.d klien tampak berkeringat
4. Defisit nutrisi b. d peningkatan kebutuhan metabolism d.d mual muntah
5. Diare b.d inflamasi gastrointestinal d.d BAB > 3 kali / hari dan cair
6. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring klien d.d tampak lelah
7. Defisit pengetahuan orang tua b.d kurang terpapar informasi mengenai penyakit d.d

orang tua tampak sering bertanya


INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DX. KEP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Hipertermi b.d proses Tupan: Observasi:


penyakit (infeksi
salmonella thypi d.d Setelah diberikakan 1. Identifikasi penyebab hipertermi 1. Untuk menentukan intervensi
tindakan keperawatan (dehidrasi terpapar ,lingkungan panas) selanjutnya
peningkatan suhu
selama 3 x 24 jam 2. Monitor suhu tubuh 2. Suhu 38,9 °C- 41,1 °C
tubuh) menunjukan proses penyakit
diharapkan hipertermi
infeksius
dapat teratasi. Terapeutik:
1. Untuk membuat anak merasa
Tupen: 1. Sediakan lingkungan yang dingin nyaman
2. Mempercepat proses
Setelah diberikakan 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian perpindahan panas tubuh
tindakan keperawatan 3. Untuk mencegah dehidrasi
selama 1 x 7 jam
diharapkan hipertermi 3. Berikan cairan oral
dapat teratasi. Dengan Edukasi: 1. Agar tidak terlalumengeluarkan
kriteria hasil: keringat yang berlebihan
1. Anjurkan tirah baring
 Suhu tubuh dalam 1. Untuk mengatasi kekurangan
batas normal cairan dan menurunkan panas
Kolaborasi: tubuh
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena
2. Nyeri akut b.d inflamasi Tupan: Observasi:
di hati dan limfa d.d
terdapat nyeri tekan Setelah diberikakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengetahui tingkat skala
tindakan keperawatan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan nyeri
dibagian abdomen
selama 3 x 24 jam skala nyeri
2. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan 2. Untuk mengetahui
diharapkan nyeri akut
dapat teratasi. tentang nyeri pengertian/pengetahuan klien
dan keluarga tentang nyeri
Tupen:
Terapeutik:
Setelah diberikakan 1. Untuk membantu dalam
tindakan keperawatan 1. Berikan teknik nonfarmakologis mengurangi nyeri
selama 1 x 7 jam 2. Membuat klien merasa nyaman
diharapkan nyeri dapat dan aman
2. kontrol lingkungan yang memperberat
teratasi. Dengan kriteria rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
hasil: kebisingan)

 Tidak terdapat nyeri 1. Agar klien dan keluarga dapat


tekan dibagian mengerti dan berpartisasi dalam
abdomen Edukasi: tindakan
 Skala nyeri berkurang
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu 1. Untuk membantu mengurangi
nyeri nyeri

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian analgetik


3. Hipovolemia b.d Tupan: Observasi:
kegagalan mekanisme
regulasi d.d klien Setelah diberikakan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia 1. Untuk mengetahui keadaan
tindakan keperawatan (nadi meningkat, nadi teraba lemah, TD umum klien
tampak berkeringat
selama 3 x 24 jam menurun, turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin
diharapkan kekurangan
menurun, haus dan lemah)
volume cairan dapat 2. Monitor intake dan output 2. Untuk mengetahui kebutuhan
teratasi. cairan dan berapa banyak
cairan yang dikeluarkan
Tupen:
Terapeutik: 1. Untuk memberikan asupan
Setelah diberikakan cairan sesuai kebutuhan
tindakan keperawatan 1. Hitung kebutuhan cairan 2. Mencegah agar tidak terjadinya
selama 1 x 7 jam dehidrasi
diharapkan kekurangan 2. Berikan asupan cairan oral
volume cairan dapat
1. Untuk mencegah terjadinya
teratasi. Dengan kriteria Edukasi: dehidrasi
hasil:
1. Anjurkan memperbanyak cairan oral 1. Untuk memenuhi cairan yang
 Klien tidak berkeringat telah banyak dikeluarkan
berlebihan
Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis


(NaCL, RL)
4. Defisit nutrisi b. d Tupan: Observasi:
peningkatan kebutuhan
metabolism d.d mual Setelah diberikakan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk memberikan kebutuhan
tindakan keperawatan nutrisi yang sesuai
muntah
selama 3 x 24 jam 2. Identifikasi intelorensi makanan 2. Mencegah agar tidak terjadinya
alergi makanan.
diharapkan defisit nutrisi
3. Untuk membantu meningkatkan
dapat teratasi. 3. Identiifikasi makanan yang disukai nafsu makan klien
4. Untuk mengetahui pemenuhan
Tupen:
kebutuhan nutrisi
4. Monitor BB
Setelah diberikakan
tindakan keperawatan 1. Agar tida membawa kuman
selama 1 x 7 jam Terapeutik: masuk saat makan
diharapkan defisit nutrisi 2. Untuk meningkatkan nafsu
dapat teratasi. Dengan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan makan klien
kriteria hasil:
2. Sajikan makanan secara menarik dan 1. Agar pemenuhan kebutuhan
suhu yang sesuai nutrisi dapat tercapai
 Tidak mual muntah
Edukasi:
 Nafsu makan
meningkat 1. Membantu meningkatkan nafsu
1. Ajarkan diet yang diprogramkan
makan dan tercapainya
kebutuhan nutrisi
Kolaborasi:

1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
5. Diare b.d inflamasi Tupan: Observasi:
gastrointestinal d.d
klien mengatakan BAB Setelah diberikakan 1. Identifikasi penyebab diare 1. Untuk menentukan intervensi
tindakan keperawatan selanjutnya
> 3 kali / hari dan cair
selama 3 x 24 jam 2. Identifikasi riwayat pemberian makanan 2. Untuk mengetahui penyebab
terjadinya diare
diharapkan diare dapat
3. Untuk mengetahui frekwensi
teratasi. 3. Monitor warna, volume, frekuensi dan diare
konsistensi tinja
Tupen: Terapeutik:
1. Membantu mengurangi diare
Setelah diberikakan 1. Berikan asupan cairan oral (larutan
tindakan keperawatan garam gula, oralit) 2. Untuk mengatasi kekurangan
selama 1 x 7 jam 2. Berikan cairan IV (RL) cairan yang berlebihan
diharapkan diare dapat
teratasi. Dengan kriteria 1. Untuk kembali memenuhi
hasil: Edukasi: kebutuhan nutrisi
2. Untuk mencegah terjadinya
1. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering diare
 Tidak BAB >3 kali/ hari
secara bertahap
dan tidak cair
2. Anjurkan menghindari makanan 3. ASI dapat mencegah terjadinya
pembentuk gas, pedas dan diare pada anak dan memenuhi
mengandung lektosa kebutuhan cairan
3. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
1. Untuk mencegah/mengursngi
diare yang berkelanjutan
Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas.


6. Intoleransi aktivitas b.d Tupan: Observasi :
Setelah dilakukan
tirah baring klien d.d tindakan keperawatan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang 4. Utuk mengatahui penyebab dari
selama 3 x 24 jam mengakibatkan kelelahan kelelahan
tampak lelah
diharapkan masalah 2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan 5. Untuk mengatahui intervansi
intolansi aktivitas teratasi selama melakukan aktivitas selanjutnya yang mungkin
dilakukan
Tupen :
Setelah dilakukan Terapeutik :
tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan 1. Lingkungan yang rendah
diharapkan kilen dapat rendah stimulus (mis.cahaya, suara, stimulus membuat klien lebih
kembali beraktivitas kunjungan) tenang
Dengan kriteria hasil :
2. Lakukan aktivitas distraksi yang 2. Untuk mengurangi rasa
1. Klien dapat ketidaknyamanan
menenangkan
beraktivitas sesuai
toleransi 3. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika 3. Untuk mengurangi risiko cedera
2. Klien dapat tidak dapat berpindah dan berjalan kerana adanya intoleransi
beraktivitas dengan aktivitas
bentuan minimal Edukasi :
3. 1. Anjurkan tirah baring
1. Tirah baring dapat
memaksimalkan energy

2. Aktivitas bertahap barfungsi


2. Anjurkan melalukan aktivitas secara
untuk mengembalikan energi
bertahap

Kolaborasi :
1. Peningkatan asupan makanan
1. kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
dapat memperbaiki kelemahan
meningkatkan asupan makanan
7. Defisit pengetahuan Tupan : Observasi :
orang tua b.d kurang Setalah dilakukan
terpapar informasi tindakan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan 1. Agar penerimaan informasi
mengenai penyakit d.d menerima informasi dapat lebih maksimal
selama 3 x 24 jam
orang tua tampak
sering bertanya diharapkan masalah defisit 2. Identifikasi faktor-faktor yang 3. Mengetahui penyebab adanya
pengetahuan dapat meningkatkan dan menurunkan penurunan perilaku hidup
teratasi motivasi perilaku hidup bersih dan sehat bersih dan sehat

Tupen : Terapeutik :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1. Sediakan materi dan media pendidikan 1. Untuk memaksimalkan
selama 1 x 24 jam kesehatan penyampaikan informasi
diharapkan informasi
2. Berikan kesempatan untuk bertanya 2. Untuk menggali minat orangtua
mengenai penyakit dapat
dalam memahami informasi
tersampaikan
Dengan kriteria hasil :
1. Orangtua mengatakan
pemahamannya
tentang informasi
2. Orangtua mengikuti
anjuran perawat
Edukasi :
1. Menambah informasi bagi
1. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat orangtua dan dapat
memandirikan orangtua
2. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup 2. Membantu meningkatkan dan
bersih dan sehat mempermudah dalam
pengaplikasian
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. EGC. Jakarta.

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Trofik pada Anak: Edisi. 2. EGC. Jakarta.

Rohim Abdul.2002 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 1. Jakarta.

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak: Edisi 2. Jakarta.

M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Valman Bernad. 2006. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta Cara
Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai