6
Gambar II.1 Kerangka tektonik wilayah Indonesia sangat dipengaruhi oleh
aktifitas tiga lempeng utama yaitu Lempeng Eurasia,
Lempeng Australia dan Lempeng Pasific (Hall, R., 2001)
7
II.1.2 Oligosen – Miosen ( 35 – 25 juta tahun yang lalu )
Pada zaman ini zona subduksi Lempeng India berlangsung aktif antara 40 -30 juta
tahun yang lalu sepanjang tunjaman (trench) Sunda-Jawa kemudian melewati
Sulawesi ke arah Philipina bagian Timur dan Halmahera. Proses pemekaran lantai
samudera antara West Philipina dan Laut Sulawesi berlangsung sampai 34 juta
tahun yang lalu. Lempeng Philipina kemudian mulai mengalami rotasi searah
jarum jam dan proses tunjaman (subduction) mulai berlangsung terhadap
Sulawesi Utara pada Busur Sangihe.
Gambar II.2 Lempeng India dan Australia menyatu dan aktif menunjam
sepanjang Sumatera, Sulawesi, Philipina dan Halmahera
(Hall, R., 2001)
8
II.1.3 Miosen - Pligosen ( 15 – 5 juta tahun yang lalu )
Perputaran searah jarum jam pada Lempeng Laut Philipina sejak 20 juta tahun
yang lalu sepanjang South East Asia menghasilkan bukti-bukti tatanan tektonik
saat ini. Perubahan perputaran pada lempeng tersebut menyebabkan perubahan
arah dari pemekaran di Laut China Selatan serta perkembangan zona subduksi
baru di bagian Timur Lempeng Eurasia dan South West Pasific. Perputaran Pulau
Kalimantan diikuti secara bersamaan oleh Pulau Sulawesi namun arah berlawanan
jarum jam. Pada bagian Timur Pulau Kalimantan terjadi penambahan kecepatan
subduksi dikarenakan adanya pergeseran (splitting) di Busur Sulu (Sulu Arc).
Perputaran Pulau Kalimantan berhenti sejak 10 Juta tahun yang lalu dan tatanan
tektonik tampak seperti kondisi pada saat ini.
9
II.1.4 Kerangka Tektonik Kini (Recent)
10
II.2 Geologi Regional Kalimantan Timur
Pulau Kalimantan terdiri dari empat cekungan tersier, yaitu Cekungan Kutai,
Cekungan Barito, Cekungan Melawi dan Cekungan Tarakan (Hall, R., 2001).
Cekungan Kutai dibagi menjadi dua zona yaitu Upper Kutai Basin dan
Lower Kutai Basin. Daerah penelitian termasuk di dalam Cekungan Kutai yang
dibatasi oleh Tinggian Kuching di sebelah Barat dan dipisahkan dari Cekungan
Tarakan oleh Punggungan Mangkalihat. Pegunungan Meratus memisahkan
Cekungan Kutai bagian Selatan ke dalam Sub-Cekungan Barito dan
Sub-Cekungan Pasir (Mc. Clay, 2000)
11
6o N
4o N
2o N
0o
2o S
4o S
Gambar II.5 Cekungan yang terbentuk pada Jaman Tersier dibagi menjadi empat
cekungan yaitu Cekungan Kutai, Cekungan Barito,
Cekungan Malawi, dan Cekungan Tarakan (Mc. Clay, 2000)
12
II.3 Kerangka Tektonik Regional Kalimantan Timur
Kerangka tektonik di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik
regional yang melibatkan interaksi antara Lempeng Samudera Philipina, Lempeng
Indo-Australia dan Lempeng Eurasian yang terjadi sejak Jaman Kapur sehingga
menghasilkan kumpulan cekungan samudera dan blok mikro kontinen yang
dibatasi oleh adanya zona subduksi, pergerakan menjauh antar lempeng, dan
sesar-sesar mayor. Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada
Kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang
berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng
mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut yang
menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan
tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang. Pada Kala Miosen Tengah
pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai yang
bergerak secara progresif ke arah Timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai
pusat pengendapan. Selain itu juga terjadi susut laut yang berlangsung terus
menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang terendapkan berasal dari bagian
Selatan, Barat dan Utara cekungan menyusun Formasi Warukin,
Formasi Pulubalang dan Formasi Balikpapan. Secara umum, urutan aktivitas
tektonik pada Cekungan Kutai adalah sebagai berikut :
2. Oligosen
Penurunan cekungan oleh proses pengangkatan di Kalimantan Tengah yang
terjadi secara cepat.
13
3. Oligosen Akhir
Terjadi proses pengangkatan di bagian tepi cekungan. Di bagian Utara
cekungan juga terjadi proses pengangkatan yang melibatkan
Punggungan Mangkalihat, pengangkatan di bagian Utara ini terjadi dalam dua
tahap. Tahap pertama menghasilkan pola kelurusan Sesar Bengalon berarah
relatif Timur-Barat dan tahap kedua menghasilkan bagian tertinggi dari
pengangkatan yaitu daerah Teluk Sangkulirang. Hasil proses tektonik yang
terbentuk adalah Punggungan Mangkaliat, Sesar Bengalon dan Sangkulirang
di bagian Utara memisahkan Cekungan Kutai dengan Cekungan Tarakan.
Selama Eosen-Oligosen Cekungan Kutai ini di interpretasikan terbuka ke arah
Barat.
4. Miosen Awal
Terjadi pemekaran di Laut Cina Selatan yang memacu proses subduksi
sepanjang Palawan Through (batas Barat Laut Kalimantan) dengan gaya
kompresi berarah Barat Laut – Tenggara. Proses ini menghasilkan
pengangkatan di pegunungan Kalimantan Tengah / Tinggian Kuching.
Pengangkatan pada kala Miosen Awal memacu dua peristiwa penting dalam
evolusi geologi Cekungan Kutai. Pertama, menjadikan Tinggian Kuching
sebagai sumber bagi suplai sedimen kompleks delta berumur Neogen yang
berprogradasi ke arah Timur. Peristiwa kedua adalah asosiasinya dengan
pembentukan lipatan dan sesar pada Tinggian Kuching. Lipatan yang
terbentuk adalah berupa lipatan asimetris, sayap lipatan sebelah Barat lebih
terjal daripada sebelah timur akibat gaya kompresi yang terjadi (Ott, 1987)
5. Miosen Tengah
Proses progradasi awal delta berlangsung di bagian Timur. Proses sedimentasi
ini dipengaruhi juga oleh tektonik pengangkatan.
6. Miosen Akhir
Terjadi interaksi konvergen berupa tumbukan (collision) Bangai-Sula yang
sangat kuat di bagian Barat Sulawesi. Hal ini memacu terjadinya inverse
14
struktur, pemekaran di Selat Makasar, paternosfer platform dan proses
sedimentasi delta di bagian Timur (Delta Mahakam) yang semakin
terakumulasi dan terlipat. Pada Mio-Pliosen, dihasilkan rangkaian antiklin
yang terbentuk bersamaan dengan proses sedimentasi. Rangkaian antiklin ini
umum dikenal dengan nama Antiklinorium Samarinda (Mahakam Fold Belt )
yang yang memiliki arah umum struktur Utara Timur Laut – Selatan Barat
Daya dan menjadi trend struktur umum Cekungan Kutai saat ini
(Mc. Clay, 2000)
7. Pliosen-Plistosen
Proses inverse dan pengangkatan Pegunungan Meratus yang intensif di bagian
Selatan Cekungan Kutai mengindikasikan berlanjutnya proses kontraksi
regional dengan terjadinya thrusting pada Mahakam Fold Belt (Mc. Clay,
2000). Hal ini diinterpretasikan sebagai produk dari interaksi konvergen
antara Lempeng Indo – Australia dan Busur Banda (Van de Weerd & Armin,
1992). Penurunan cekungan terus berlangsung dan proses pengendapan
sedimen delta terus berlangsung ke arah Timur menuju lepas pantai.
1. Menurut Ott, 1987 menyatakan bahwa pola struktur pada Cekungan Kutai
disebabkan oleh adanya proses gelinciran ( gravity sliding ) pada batuan
yang mempunyai kelenturan tinggi akibat adanya pengangkatan Tinggian
Kuching selama jaman Tersier.
15
2. Menurut McClay, 2000, menyatakan bahwa struktur di daerah dataran
Cekungan Kutai merupakan hasil dari tektonik delta, yaitu gabungan dari
sedimentasi yang cepat dan gaya tektonik. Akibat penumpukan terjadi
pelengseran lateral yang mengakibatkan lipatan dan sesar – sesar turun
serta kemudian mengalami reaktivasi menjadi sesar naik akibat gaya
kompresi.
Menurut Supriatna dkk, 1994 Antiklinorium Samarinda terdiri dari lipatan yang
berarah Timur Laut – Barat Daya dengan sayap di bagian Tenggara lebih curam.
Antiklinorium ini dicirikan oleh antiklin yang pada umumnya asimetris dan
terlipat kuat serta dipisahkan oleh sinklin landai dan lebar, di mana jejak
sumbunya mencapai 20-50 km sepanjang jurus berbentuk lurus hingga
melengkung. Struktur antiklinorium berubah secara gradasi dari Timur ke Barat
sedikit hingga tanpa pengangkatan sampai pada lipatan kompleks / jalur sesar naik
dengan pengangkatan dan erosi di bagian Barat.
0° 15’
0° 30’
0° 45’
16
A
A’
Gambar II.7 Foto udara daerah Samarinda dan sekitarnya dan penampang
melintang sayatan A - A’ pada Antiklinorium Samarinda
/ Mahakam Fold Belt (Mc Clay, 2000).
17
II.5 Stratigrafi Regional Kalimantan Timur
18
Lingkungan
Umur Formasi Tebal (m) Litologi Diskripsi Pengendapan
Holosen
(Qa)
Plistosen
Batupasir kuarsa
Pliosen dengan sisipan
Kampung Baru 900 Delta
batulanau, batuserpih,
(Tpkb) batugamping, dan lignit
Graywacke, batupasir
kuarsa, batugamping,
Darat hingga
Miosen 2750 batulempung, tufa dasitik,
Laut Dangkal
Tengah Pulu Balang sisipan batubara
(Tmpb)
2000
19
Formasi Pulubalang (Tmpb, Tertiary Miocene Pulubalang)
Peselingan batupasir kuarsa, batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara.
Tebal formasi ± 900 m, berumur Miosen Tengah dan diendapkan dalam
lingkungan sublitoral dangkal.
20
II.6.2 Struktur Geologi
Daerah penelitian terletak pada sayap sebelah kiri Sinklin Busang, di mana tidak
dijumpai struktur geologi seperti sesar. Pada singkapan batubara yang dijumpai
pada OC-1, OC-2, dan OC-3 dijumpai struktur geologi berupa kekar dan struktur
batuan berlapis.
II.6.3 Stratigrafi
Daerah penelitian termasuk dalam Formasi Balikpapan. Berdasarkan hasil
singkapan batuan dan data pemboran batubara dapat dikelompokan menjadi
satuan batupasir kasar dan batupasir halus. Satuan batuan yang terendapkan
terlebih dahulu adalah satuan batupasir halus kemudian selaras di atasnya
terendapkan satuan batupasir kasar. Endapan batubara merupakan bagian dari
satuan batupasir kasar.
Daerah penelitian terletak pada sayap sebelah kiri Sinklin Busang yang
merupakan bagian dari rangkaian struktur geologi berupa antiklinorium. Mengacu
pada Peta Geologi Lembar Samarinda menunjukan bahwa kedudukan lapisan
batubara adalah landai (12°-15°) mengarah ke Tenggara. Kondisi singkapan
batubara yang dijumpai di daerah penelitian mempunyai arah kemiringan ke
Tenggara dengan jurus berkisar N33°-35°E. Struktur geologi seperti sesar tidak
dijumpai di daerah penelitian.
Berdasarkan kondisi batubara yang kontinyu maka dapat diterapkan suatu metode
alternatif untuk perhitungan sumberdaya batubara yaitu metode deterministik
yang direalisasikan dengan Metode Elemen Hingga. Metode ini memungkinkan
dilakukannya pemodelan endapan batubara secara menyeluruh yaitu berupa
model konseptual dan matematika.
21
22