Anda di halaman 1dari 17

BAB I

TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di
dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut seperti gangguan
gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope
dan dizzines, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata,
tersandung benda – benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang
terang, dan sebagainya.
jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata,
yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai / tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka ( Reuben, 1996 ).
B. PREEVALENSI
Berdasar survai di masyarakat AS, Tinetti ( 1992 ) mendapatkan sekitar
30% lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari
angka tersebut mengalami jatuh berulang.
Reuben dkk ( 1996 ) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada
umum lebih dari 65 tahun berkisar ⅓ populasi lansia setiap tahun, dengan
rata-rata jatuh 0,6/orang. Insiden di rumah – rumah perawatan (nursing
home) 3 kali lebih banyak ( Tinetti, 1992 ). 5 % dari penderita jatuh ini
mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit.
Kane dkk ( 1994 ) mendapatkan dari survai masyarakat di AS ⅓ lansia umur
lebih dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40
memerlukan perawatan rumah sakit. Sedangkan di rumah – rumah
perawatan sekitar 50% penghuninya mengalami jatuh dengan akibat antara
10 – 25%nya memerlukan perawatan di rumah sakit.
C. MORBIDITAS
Kecelakan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun
1992, dan no.5 pada 1994 untuk penderita lansia, 2/3 nya akibat jatuh.
Kematian akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena sering tidak disadari
oleh keluarga atau dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga bisa
merupakan akibat penyakit lain misalnya serangan jantung mendadak.
(Tinetty, 1992).
Fraktur kolum femoris merupakan merupakan komplikasi utama akibat jatuh
pada lansia, diderita oleh 200.000 lebih lansia di AS pertahun, sebagian
besar wanita. Di estimasikan 1% lansia yang jatuh akan mengalami fraktur
kolum femoris, 5% akan mengalami fraktur tulang lain seperti iga, humerus,
pelvis dan lain-lain, 5% akan mengalami perlukaan jaringan lunak.
Perlukaan jaringan lunak yang serius seperti subdural hematom,
hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering merupakan komplikasi
akibat jatuh. ( Kane et al, 1994 ).
Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses
menua dan osteoporosis. Wanita mempunyai risiko tinggi dibanding laki –
laki untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh. Risiko untuk
terjadinya perlukaan akibat jatuh merupakan efek gabungan dari penurunan
respon perlindungan diri ketika jatuh dan besar kekuatan terbantingnya
(Reuben, 1996).
D. FAKTOR RESIKO
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa
stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
1. Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah: visus ( penglihatan ), pendengaran,
fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada
mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga
akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering
terjadi pada lansia yang diduga karpena adanya perubahan fungsi vestibuler
akibat proses manua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan
mengganggu fungsi proprioseptif ( Tinetti, 1992 ). Gangguan sensorik
tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi
abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
2. Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik.
Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, sering
diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga
berespon tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).
3. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan
risiko jatuh.
4. Muskuloskeletal ( Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell,
1987; Brocklehurs, 1987 ).
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar –
benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.
Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait)
dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait
yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:
1. Kekakuan jaringan penghubung
2. Berkurangnya massa otot
3. Perlambatan konduksi saraf
4. Penurunan visus / lapang pandang
5. Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan:
1. Penurunan range of motion ( ROM ) sendi
2. Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas
bawah
3. Perpanjangan waktu reaksi
4. Kerusakan persepsi dalam
5. Peningkatan postural sway ( goyangan badan )
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang
pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat
menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan
reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat mengantisipasi bila
terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian tiba – tiba,
sehingga memudahkan jatuh.
E. PENYEBAB – PENYEBAB JATUH PADA LANSIA
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor,
antara lain: ( Kane, 1994; Reuben , 1996; Tinetti, 1992; campbell, 1987;
Brocklehurs, 1987 ).
a. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50% kasus
jatuh lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.
Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan – kelainan akibat
proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda – benda yang ada
di rumah tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi
orthostatic, hipovilemia / curah jantung rendah, disfungsi otonom,
penurunan kembalinya darah vena ke jantung, terlalu lama berbaring,
pengaruh obat-obat hipotensi, hipotensi sesudah makan
b. Obat – obatan
– Diuretik / antihipertensi
– Antidepresen trisiklik
– Sedativa
– Antipsikotik
– Obat – obat hipoglikemia
– Alkohol
c. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit – penyakit akut seperti :
– Kardiovaskuler : – aritmia
– stenosis aorta
– sinkope sinus carotis
– Neurologi : – TIA
– Stroke
– Serangan kejang
– Parkinson
– Kompresi saraf spinal karena spondilosis
– Penyakit serebelum
d. Idiopatik ( tak jelas sebabnya)
e. Sinkope : kehilangan kesadaransecara tiba-tiba
– Drop attack ( serangan roboh )
– Penurunan darah ke otak secara tiba – tiba
– Terbakar matahari
F. FAKTOR – FAKTOR LINGKUNGAN YANG SERING DIHUBUNGKAN DENGAN
KECELAKAAN PADA LANSIA
1. Alat – alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil,
atau tergeletak di bawah
2. tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok
3. tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang
4. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun
5. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk
pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser
6. Lantai yang licin atau basah
7. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)
8. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara
penggunaannya.
G. FAKTOR – FAKTOR SITUASIONAL YANG MUNGKIN MEMPRESIPITASI
JATUH ANTARA LAIN : ( Reuben, 1996; Campbell, 1987 )
1. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa
seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit
sekali ( 5% ), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya
seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada
lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh
kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi
pada lansia yang imobil ( jarang bergerak ) ketika tiba – tiba dia ingin
pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
2. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga,
dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik,
yang lainnya terjadi karena tersandung / menabrak benda perlengkapan
rumah tangga, lantai yang licin atau tak rata, penerangan ruang yang
kurang
3. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari
penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh,
misalnya sesak nafas akut pada penderita penyakit paru obstruktif
menahun, nyeri dada tiba – tiba pada penderita penyakit jantung iskenmik,
dan lain – lain.
H. KOMPLIKASI
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane,
1994; Van – der – Cammen, 1991 )
1. Perlukaan ( injury )
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus,
lengan bawah, tungkai bawah, kista
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi )
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak
4. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan ( nursing home )
5. Mati
I. PENCEGAHAN
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila
sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap
memberatkan.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : ( Tinetti, 1992; Van –
der – Cammen, 1991; Reuben, 1996 )
1. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor
intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik,
neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari /
menyebabkan jatuh.
Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh
harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan.
Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda – benda kecil yang susah
dilihat. Peralatan rumah tangga yangsudah tidak aman ( lapuk, dapat
bergeser sendiri ) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya
diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan / tempat
aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan
pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset
duduk dan diberi pegangan di dinding.
Obat – obatan yang menyebabkanhipotensi postural, hipoglikemik atau
penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan dengan
penjelasan yang komprehensif pada lansia dan keluargannya tentang risiko
terjadinya jatuh akibat minum obat tertentu.
Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk
atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak
mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam
melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian postural sway
sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Bila
goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan
bantuan latihan oleh rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan ( gait ) juga
harus dilakukan dengan cermat apakah penderita mengangkat kaki dengan
benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah
penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus
dikoreksi bila terdapat kelainan / penurunan.
3. Mengatur / mengatasi fraktur situasional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut, penyakit
yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan
lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah
dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor
situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi
kesehatan penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik
seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh
melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan
kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka
dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau
beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
J. PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah
ini : ( Kane, 1994; Fischer, 1982 )
1. Riwayat Penyakit ( Jatuh )
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluarganya. Anamnesis ini meliputi :
a. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang
makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang
menoleh tiba – tiba atau aktivitas lain
b. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri kepala tiba-
tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
c. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism,
osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit
sensorik.
d. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik
bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat –
tempat kegiatannya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi )
b. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus,
gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
c. Jantung : aritmia, kelainan katup
d. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer,
kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
e. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki
( podiatrik ), deformitas.
3. Assesmen Fungsional
Dilakukan observasi atau pencarian terhadap :
a. Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika dari bangku
langsung duduk dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar
badan, ketika mau duduk dibawah.
b. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat
bantu, memakai kursi roda atau dibantu
c. Aktifitas kehidupan sehari – hari : mandi, berpakaian, bepergian,
kontinens.
K. PENATALAKSANAAN ( Reuben, 1996; Kane, 1994; Tinetti, 1992 )
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi
faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri
dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik,
psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus
karena perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh.
Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih
mudah, sederhanma, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh
serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik,
multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi,
perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya
pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan
fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi
kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita
mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan terus – menerus sampai
terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fumgsional. Penelitian yang
dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap pasien jatuh
umur lebih dari 75 tahun, didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan
ketahanannya baru terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3
bulan, semakin lama lansia melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang
mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan
strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Biasanya program rehabilitasi
ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini sangatmembantu penderita dengan
stroke, fraktur kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.
Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat – obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan,
dll.
Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah /
tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh.
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 4 bulan April tahun 2011 pada pukul :
15.00 WIB sampai dengan selesai pada pukul :
1. Identitas Klien
a. Nama : Ny.M
b. Tempat dan tanggal lahir : Grobogan, 14 juli 1946
c. Pendidikan terakhir : –
d. Agama : Islam
e. Status perkawinan : Janda
f. TB/bb : 165 cm BB: 55kg
g. Penampilan umum : Baik
h. Ciri ciri tubuh : Tinggi, kurus, kulit sawo matang.
i. Alamat : Jl. KH. Ahmad Dahlan No. 24
j. Orang yang dekat dihubungi : Tn. K
k. Hubungan dengan klien : Anak
2. Riwayat keluarga
a. Genogram :
b. Keterangan :
3. Riwayat pekerjaan
Ny.M saat ini tidak bekerja. Dahulu dia hanya seorang petani, tempatnya
bercocok tanam dibelakang rumah. Jaraknya sekitar 500 m. Alat
transportasinya hanya jalan kaki.
4. Riwayat lingkungan hidup
Ny.M tinggal bersama anaknya di rumah sendiri. Rumahnya semi permanen.
Jumlah kamarnya 4, tidak tingkat & lantainya keramik. Jumlah orang yang
tinggal di rumah itu 4 orang. Rumah cukup melindungi, tetangga
terdekatnya namanya Tn. P alamatnya samping rumah Tn. K. Kondisi
rumahnya bersih.
5. Riwayat rekreasi
Ny.M mempunyai hobi bersih – bersih di pekarangan rumah. Ny.M tidak
punya hari libur, hari – hari dianggap hari biasa. Kesibukannya di rumah
hanya bersih – bersih rumah dan mengasuh cucunya yang masih SD.
6. Sistem pendukung yang digunakan
Ny.M memanfaatkan fasilitas kesehatan terdekat yaitu rumah sakit. Jarak
dengan rumah sakit sekitar 1 km. Untuk menjangkaunya biasanya klien
diantar oleh anaknya dengan sepeda motor. Makanan yang dimakan oleh
klien sehari – hari dimasak oleh menantunya.
7. Deskripsi kekhususan / kebiasaan ritual
REPORT THIS AD

Agama Ny.M adalah islam. Klien selalu menjalankan kewajibannya yaitu


sholat 5 waktu dan berdzikir. Ny.M hanya tidur di malam hari.
8. Status kesehatan saat ini
Klien tidak mempunyai penyakit apa-apa, yang dirasakan sekarang hanya
proses penuaan secara alami seperti; pandangan kabur, sering tidak bisa
menahan kencing, kelemahan otot.
9. Status kesehatan masa lalu
Ny.M tidak mempunyai penyakit yang serius pada masa kanak – kanak.
Tidak pernah operasi dan tidak pernah opname di rumah sakit.
10. ADL (activity daily living)
a. Berdasarkan indeks KATZS :
Pasien masih bisa melakukan tindakan dengan mandiri misalnya mandi,
kontinen, ke kamar kecil, berpakaian, dan makan sehingga Ny.M diberi nilai
A.
b. Psikologi klien meliputi :
§ Persepsi klien terhadap penyakit
Ny.M percaya bahwa setiap penyakit pasti bisa sembuh dengan sendirinya
dan pasti ada obatnya.
§ Emosi
Ny.M bisa menahan amarah ketika sedang marah.
§ Kemampuan adaptasi
Ny.M mampu bersosialisasi dengan tetangga terdekatnya dan beradaptasi di
segala tempat.
§ Mekanisme pertahanan diri
Jika ada masalah Ny.M selalu menceritakannya dengan keluarganya.
11. Tinjauan sistem
a. Keadaan umum : Baik
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. Skala koma glasgow : GCS 15
d. Tanda tanda vital
§ N : 78 x/mnit
§ S : 36,5 0C
§ RR : 20 x/mnit
§ TD : 130/90 mmHg
REPORT THIS AD

e. Tinggi Badan dan Berat Badan : 165 cm, 55 kg


f. Kulit : Keriput
g. Kepala : Mesochepal
h. Rambut dan Kuku : Rambut bersih, beruban, panjang dan tidak
rontok, Kuku pendek dan bersih.
i. Mata : Simetris, sklera putih tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis.
j. Telinga : Bersih tidak ada serumen.
k. Hidung : Septum hidung utuh, bersih tidak ada
sekret
l. Mulut & Gigi : Mulut lembab tidak stomatitis dan gigi baik
tidak caries.
m. Leher : Tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid.
n. Sistem cardiovaskuler
§ Inspeksi : Tidak tanpak ictus cordis
§ Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak ada nyeri tekan.
§ Perkusi : Redup
§ Auskultasi : Terdengar bunyi S1 dan S2 dan tidak ada
suara tamabahan seperti gallop.
o. Sitem pernafasan
§ Inspeksi : Tidak retraksi intercosta
§ Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
§ Perkusi : Sonor
§ Auskultasi : Vesikuler
p. Sistem gastrointestinal
§ Inspeksi : Perut tidak buncit dan tidak ada
perubahan warna.
§ Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
§ Perkusi : Tympani
§ Auskultasi : 10 x/mnit
REPORT THIS AD
q. Anus dan genetalia : Bersih tidak ada benjolan.
r. Sistem perkemihan : Tidak ada nyeri saat berkemih.
s. Sistem muskuloskeletal : Kekuatan otot : dapat mengangkat beban
sedang ( skor 4 )
t. Sistem indokrin : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
u. Sistem imun : Tidak mudah terserang penyakit.
12. Pengkajian status fungsional
Untuk mengukur kemampuan lansia untuk melakukan aktivitas sehari hari
secara mandiri diukur dengan INDEKS KATZ.
SKORE KRITERIA INDEKS KATZ
A Kemandirian dalam hal
§ Makan
§ Kontinen
§ Berpindah
§ Kekamar kecil
§ Berpakaian
§ Mandi
B Kemandirian dalam semua aktivitas sehari hari kecuali salah satu dari
fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas sehari hari kecuali hal
§ Mandi
§ Dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas sehari hari kecuali hal
§ Berpakaian
§ Mandi
§ Dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas sehari hari kecuali
§ Kekamar kecil
§ Berpakaian
§ Mandi
§ Dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktivitas sehari hari kecuali
§ Berpindah
§ Berpakaian
§ Mandi
§ Dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasikan sebagai CDEFG.
Dalam pengukuran indeks KATZ Ny.M mendapat nilai A sebab dapat
melakukan tindakan sehari – hari dengan mandiri, seperti makan, kontinen,
ke kamar kecil, berpakaian, dan mandi.
13. Status kognitif dan afektif
Mengidentifikasi kerusakan intelektual menggunakan Short Portable Mental Status Questioner (SPSMQ)
untuk mendeteksi adanya dan tingkatan kerusakan intelektual, terdiri 10 hal yang mengetes orientasi,
memori dalam hubunganya dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh, kemampuan matematis.
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
√ 01 Tanggal berapa hari ini ?
√ 02 Hari apa sekarang ini ?
√ 03 Apa nama tempat ini ?
√ 04 Dimana alamat anda ?
√ 05 Berapa umur anda ?
√ 06 Kapan anda lahir ? (minimal tahun lahir)
√ 07 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?
√ 08 Siapa Presiden Indonesia sebelumnya ?
√ 09 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara manurun
Penilaian SPMSQ :
1. Salah 0 – 2 : Fungsi intelektual utuh
2. Salah 3 – 4 : Kerusakan intelektual ringan
3. Salah 5 – 7 : Kerusakan intelektual sedang
4. Salah 8 – 10 : Kerusakan intelektual berat
Dari hasil pengukuran SPSMQ Ny.M memiliki fungsi intelektual utuh.
14. Pengajian Status Sosial
Status sosial dapat diukur dengan menggunakan APGAR Keluarga. Penilaian jika pertanyaan pertanyaan
yang dijawab selalu point 2
APGAR Keluarga

No Fungsi Uraian Skore


1 Adaptasi Saya puas bahwa saya 1
dapat kembali pada
keluarga (teman – teman)
saya untuk membantu
pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
Saya puas dengan cara
keluarga ( teman –
teman ) saya
2 Hubungan membicarakan sesuatu 1
dengan saya dan
mengungkapkan masalah
dengan saya
Saya puas bahwa keluarga
( teman – teman ) saya
menerima dan mendukung
3 Pertumbuhan 1
keinginan saya untuk
melakukan aktivitas atau
arah baru
Saya puas dengan cara
keluarga ( teman –
teman ) saya
mengekspresikan afek dan
4 Afeksi 2
berespon terhadap emosi
emosi saya, seperti
marah, sedih atau
mencintai
Saya puas dengan cara
temen temen saya dan
5 Pemecahan 2
saya menyediakan waktu
bersama sama
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. Subyektif : Lingkungan Resiko cidera
– Pasien mengatakan lantai licin dan yang kurang
kamar mandi yang kurang nyaman. aman
Obyektif :
– Di rumah pasien lantainya keramik
dan lumayan licin.
– kamar mandi terdapat WC jongkok.
– lantainyapun berlumut sehingga licin.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRORITAS
NO Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cidera berhubungan dengan lingkungan yang tidak aman
D. PERENCANAAN
No DiagnosaTujuan Kriteria Rencana
Evaluasi
UmumKhusus Criteria Standart
1. Dx. 1 Setelah Setelah Terjadi Supaya 4. Kognitif :
akhir dari dilakukan peningkatan klien dapat berikan
semua pencegahan pengetahuan menjelaskanpengetahuan /
tindakan selama 1 x klien yaitu kembali cara
pencegahan 24 jam macam tentang pencegahan
resiko tatap muka,macam macam – terjadinya
cidera, keluarga pencegahan macam resiko cidera /
klien tidak mampu terjadinya pencegahan jatuh
mengalami mengurangi resiko cidera terjadinya Identifikasi
cidera resiko / jatuh resiko faktor resiko,
cidera pada cidera / Penilaian
keluarga jatuh keseimbangan
terutama dan gaya
Ny.M berjalan,
Mengatur /
mengatasi
fraktur
situasional
5. Afektif :
anjurkan klien
untuk
mengikuti
semua saran
petugas
kesehatan
6.
Psikomotor :
demonstrasika,
lakukan
bagaimana
caranya
melakuakan
pencegahan
terjadinya
cidera / jatuh.
E. IMPLEMENTASI
No DiagnosisTanggal Implementasi
1 dx.1 25/04/20111. Kognitif : memberikan pengetahuan / cara
pencegahan terjadinya resiko cidera / jatuh
Identifikasi faktor resiko, Penilaian keseimbangan
dan gaya berjalan, Mengatur / mengatasi fraktur
situasional
2. Afektif : menganjurkan klien untuk mengikuti
semua saran petugas kesehatan
3. Psikomotor : mendemonstrasikan, lkukan
bagaimana caranya melakuakan pencegahan
terjadinya cidera / jatuh
F. EVALUASI
No Tanggal Waktu Diagnosa Evaluasi
1. 25/04/2011 Dx 1 S : Keluarga klien dan klien mengatakan
mengerti semua yang dianjurkan oleh
petugas kesehatan dan mau
menerapkannya.
O : Keluarga klien dan klien terlihat antusias
dan kooperatif.
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
BAB III
KESIMPULAN
Jatuh merupakan salah satu geriatric giant, sering terjadi pada usia lanjut,
penyebab tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri ( gangguan gait,
sensorik, kognitif, sistem syaraf pusat ) didukung oleh keadaan lingkungan
rumahnya yang berbahaya ( alat rumah tangga yang tua / tidak stabil, lantai
yang licin dan tidak rata, dll ).
Jatuh sering mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berupa
memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian, oleh
karena itu harys dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang,dengan cara
identifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan dan gaya berjalan, serta
mengatur / mengatasi faktor situasional.
Pada prinsipnya mencegah terjadinyajatuh pada usia lanjut sangat penting
dan lebih utama daripada mengobati akibatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Nugroho, Wahjudi.1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC

Anda mungkin juga menyukai