Anda di halaman 1dari 13

10

BAB III

LANDASAN TEORI

A. Bagian-bagian Jalan
Jalan memiliki bagian-bagian yang sangat penting, bagian-bagian tersebut
dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu bagian yang berguna untuk lalu lintas,
bagian yang berguna untuk drainase jalan, bagian pelengkap jalan, dan bagian
konstruksi jalan
Bagian yang beguna untuk lalu lintas terdiri dari:
1. Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang
diperuntukan untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari
beberapa lajur (lane) kendaraan. Jalur lalu lintas untuk satu arah minimal
terdiri dari satu lajur lalu lintas.
2. Lajur lalu lintas, merupakan bagian paling menentukan lebar melintang
jalan secara keseluruhan. Brsarnya lebar lajur lalu lintas dapat ditentukan
dengan pengamatan secara langsung
3. Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas
yang berfungsi sebagai: ruangan untuk berhenti, ruang untuk menghindar
dalam keadaan darurat, memberikan kelenggangan pengemudi, pendukung
konstruksi perkerasan jalan dari arah samping, ruang pembantu pada saat
perbaikan dan pemeliharaan jalan, ruang melintas kendaraan patroli,
ambulans, dll
4. Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas
yang dikhususkan untuk pejalan kaki. Untuk keamanan pejalan kaki maka
trotoar hatus di buat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa
kerb. Kebutuhan trotoar tergantung dari volume lalu lintas pemakai jalan.
5. Median adalah jalur pemisah yang teletak ditengah jalan untuk membagi
jalan dalam masing-masing arah. Fungsi median antara lain sebagai daerah
netral dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraan pada saat
darurat, menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi kesialuan dari
kendaraan lain yang belawanan arah, mengamankan kebebasan samping

10
11

dari masing-masing arah, menyediakan ruang untuk kanalisasi pertemuan


pada jalan, menambah rasa kelegaan, kenyamanan, dan keindahan bagi
pengguna jalan.
Bagian yang berguna untuk drainase jalan antara lain:
1. Saluran samping
2. Kemiringan melintang
3. Kemiringan melintang bahu
4. Kemiringan lereng
Bagian Pelengkap Jalan meliputi:
1. Kerb
2. Pengaman Tepi
Bagian konstruksi jalan meliputi:
1. Lapisan perkerasan jalan
2. Lapisan pondasi atas
3. Lapisan pondasi bawah
4. Lapisan tanah dasar
Daerah manfaat jalan (damaja) meliputi bagan jalan, saluran tepi jalan dan
ambang pengamanan. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa
jalur pemisah dan bahu jalan.
Daerah milik jalan (damija), merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi
oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak
tertentu. Biasanya pada jarak per satu km dipasang patok DMJ berwarna kuning.
Sejalur tanah tertentu diluar daerah manfaat jalan tetapi didalam daerah milik
jalan dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasaan keamanan penggunaan
jalan antara lain untuk keperluan pelebaran daerah manfaat jalan dikemudian hari.
Daerah pengawasan jalan (dawasja) adalah sejalur tanah tertentu yang terletak
diluar daerah milik jalan, yang penggunaannya diawasi oleh pembina jalan,
dengan maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi
jalan. Dalam hai tidak cukup luasnya daerah milik jalan.
12

B. Penentuan Kondisi Perkerasan Dengan Metode PCI


Pavement Condition Index (PCI) adalah system penilaian kondisi perkerasan
jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki
rentang 0 (nol) sampai 100 (seratus) dengan kriteria sempurna (excellent), sangat
baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor),
dan gagal (failed). Adapu langkah-langkah untuk menghitung PCI sebagai
berikut:
1. Menentukan density (kadar kerusakan)
Density didapat dari luas kerusakan dibagi dengan luas perkerasan jalan
(tiap segmen) kemudiam dikalikan 100%. Rumus lengkapnya adalah
sebagai berikut:
Density (%) = (luas kerusakan/luas tiap unit segmen) x 100% (3.1)
2. Mencari Deduct Value (DV)
Mencari deduct value yang berupa garis jenis-jenis kerusakan. Adapun
cara untuk menentukan DV, yaitu dengan memasukan prosentase densitas
pada grafik masing-masung jenis kerusakan kemudian menarik garis
vertikal sampai memotong tingkat kerusakan (low, medium, high),
selajutnya pada potongan tersebut ditarik garis horizontal dan akan didapat
DV. Contoh Grafik deduct value untuk tipe kerusakan aligator cracking
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Grafik Deduct Value untuk Alligator Cracking


13

3. Menjumlah Total Deduct Value (TDV)


menjumlah total deduct value yang diperoleh pada suatu segmen jalan
yang ditinjau sehingga diperoleh total deduct value (TDV)
4. Mencari Corrected Deduct Value
Untuk mendapatkan nilai Corrected Deduct Value (CDV), yaitu dengan
memasukan angka yang diperoleh DV > 5 untuk perkerasan lapangan
udara dan jalan tidak beraspal. Dan DV > 2 untuk jalan berpermukaan
aspal. Mencari DV dengan melihat kurva koreksi dengan menjumlah niali
potongan sesuai angka yang diperolehkan. Diambil niali DV yang terbesar.
Grafik corrected deduct value dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Grafik Corrected Deduct Value


Sumber : Pavement Management for Airport, Roads & Parking Lots
5. Menghitung Pavement Condition Index
Nilai kondisi perkerasan (PCI) dengan menurangi seratus nilaimaksimum
CDV yang diperoleh. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut:
PCI = 100 – CDV (3.2)
dengan:
PCI = nilai kondisi perkerasan
CDV = Corrected Deduct Value
Nilai yang diperoleh tersebut dapat menunjukan kondisi perkerasan pada
segmen yang ditinjau, apakah baik, sangat baik, atau bahkan buruk sekali
dengan menggunakan parameter seperti Gambar 3.3.
14

6. Prioritas penanganan kerusakan


Untuk mengetahui nilai kondisi perkerasan keseluruhan (pada ruas jalan
yang ditinjau) adalah dengan menjumlah semua nilai kondisi perkerasan
pada tiap-tiap segmen dan membaginya dengan total jumlah segmen.
Rumus yang digunakan sebagai berikut:
Rata-rata PCI untuk ruas jalan = PCI tiap segmen / jumlah segmen
Rata-rata PCI yang diperoleh kemudian dimasukan ke dalam paameter,
seperti Gambar 3.3

Gambar 3.3 Indeks dan Kondisi Lapis Permukaan Jalan


Sumber : Pavement Management for Airport, Roads & Parking Lots

C. Metode Rerata Aritmatik


Metode ini paling sederhana dalam perhitungan hujan curah hujan wilayah.
Metode ini cocok untuk kawasaan dengan topografi rata atau datar. Alat penakar
tersebut merata atau hampir merata, dan harga individual curah hujan tidak terlalu
jauh dari harga rata-ratanya. Hujan wilayah diperoleh dari persamaan berikut
(Suripin, 2003):

P= (3.3)

dengan:
P = hujan wilayah (mm)
Pi = curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan i (mm)
n = banyak pos penakar hujan
15

D. Analisis Frekuensi Data Hujan


Metode yang digunakan dalam analisis frekuensi adalah annual maximum
serries. Menurut Triatmodjo (2008). Metode ini digunakan apabila data yang
tersedia minimal 10 tahun data runtut waktu. Tipe ini adalah dengan memilih satu
data maksimum setiap tahun. Dengan cara ini, data terbesar kedua dalan suatu
tahun yang mungkin lebih besar dari data maksimum pada tahun yang lain tidak
diperhitungkan.
Dengan menghitung parameter statistik seperti nilai rerata, standar deviasi,
koefisien variasi, dan koefisien skewness dari data yang ada serta diikuti dengan
uji statisti, maka distribusi probabilitas debit banjir yang sesuai dapat ditentukan.
Rumus-rumus statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi
probabilitas tersebut adalah sebagai berikut:

 
0,5
 n 
  xi  X
2

Standard deviasi, Sd =  i 1 
 (n  1) 
 
(3.4)

 x 
n 3
n
Koefisien skewnees, Cs = X
(n  1)(n  2) s 3
i
i 1
(3.5)

S
Koefisien variasi, Cv =
X (3.6)

 x  X
4
n2 n
Koefisien kurtosis, Ck =
(n  1)(n  2)(n  3) S 4
i
i 1
(3.7)
dengan:
n = jumlah data Sd = standar deviasi
X = nilai rata-rata xi = data ke-i
Untuk pemilihan ditribusi yang akan digunakan harus sesuai dengan
parameter statistik pemilihan distribusi hujan pada Tabel 3.1
16

Tabel 3.1 Parameter Statistik Untuk Menentukan Jenis Distribusi


No Jenis Distribusi Persyaratan
1 Normal ( x  s )  68,27%
( x  2 s )  95,44%
Cs  0
Ck  3
2 Log Normal C s  Cv  3Cv  0
3

C s  Cv  6C v  15C v  16Cv  3  3
8 6 4 2

3 Gumbel Cs = 1,14
Ck = 5,4
4 Log Pearson III Selain dari nilai diatas
Sumber : Bambang Triatmodjo, 2008.

E. Hujan Rencana
Berdasarkan nilai parameter statistik dari data yang ada dan setelah dipilh
jenisdistribusi probabilitas hujan yang cocok sesuai hasil uji statistik, hujan
rencana kemudian dihitung dengan rumus:
Rt = X + G . Sd (3.8)
dengan:
Rt = tinggi hujan dengan kala ulang T tahun (mm)
X = tinggi hujan rerata (mm)
G = faktor frekuensi, merupakan fungsi jenis distribusi dan kala ulang
Sd = standar deviasi

F. Debit Banjir Rencana


Untuk menghitung debit banjir dalam penelitian ini menggunakan metode
rasional. Metode Rasional dapat menggambarkan hubungan antara debit limpasan
dengan besar curah hujan. Dengan demikian maka laju pengaliran maksimum
terjadi jika lama waktu hujan sam dengan waktu konsentrasi daerah alirannya.
17

Metode Rasional adalah suatu metode empiris dalam hidrologi. Rumus matematis
metode ini adalah:
QT = 0,278.C.Cs.I.A (3.9)
dengan:
QT = debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas Durasi dan
frekuensi tertentu (m3/detik)
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan (km2)
Cs = Koefisien Tampungan
C = koefisien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan yang
nilainya diberikan pada Tabel 3.2
Dengan cara Log Pearson Tipe III, dapat dicari curah hujan harian rencana
untuk periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 50 tahun.
Intensitas Hujan
Untuk mencari intensitas hujan dipakai curah hujan harian rencana dengan
menggunakan Metode Mononobe, yaitu:
2/3
 R  24  
I =  24    (3.10)
 24  Tc  
Dengan memasukan ke dalam Mononobe, curah hujan rencana dan waktu
konsentrasi masing-masing saluran, maka intensitas hujan rencana masing-masing
saluran dapat dibuat. Rumus waktu Konsentrasi (Tc) adalah sebagai berikut:
Tc = T0 + Td (3.11)
dengan:
T0 = Inlet Time (jam)
Td = Conduit Time (jam)
Untuk Inlet Time dan Conduit Time dapat diperoleh dengan rumus sebagai
berikut:
0 , 77
 L 
T0 = 0,000325 0  (3.12)
 S 
 0 
dan
18

L1
Td = 0,000278 (3.13)
V
dengan:
L0 = Jarak menuju saluran (m)
L1 = Jarak terjauh menuju outlet (m)
S0 = Kemiringan melintang menuju saluran (‰)
V = Kecepatan aliran (m/dt)

Koefisien Tampungan
Untuk mendapatkan berapa besar koefisien tampungan dapat dilakukan
dengan subtitusi Tc dan Td kedalam rumus berikut:
2Tc
Cs 
2Tc  Td (3.14)
atau
  Lo 
0 , 77

   L1 
2 0,000325  0,000278 
  S  V 
  0 

Cs 
  L0 
0 , 77
 (3.15)
   L1  L
2 0,000325  0,000278   0,00278 1
  S  V  V
  0 

dengan:
L0 = Jarak menuju saluaran (m)
L1 = Jarak terjauh menuju outlet (m)
S0 = Kemiringan melintang menuju saluran (‰)
V = Kecepatan aliran (m/dt)

Koefisien Limpasan
Koefisien limpasan merupakan suatu bilangan yang merupakan nilai
perbandingan antara laju debit puncak dengan intensitas hujan yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti laju infiltrasi, keadaan tataguna lahan, intensitas
hujan, permeabilitas, dan kemampuan tanah menahan air (Asdak,2004). Nilai
koefisien limpasan (C) dapat dilihat pada Tabel 3.2.
19

Tabel 3.2 Koefisien Aliran (C)


Tipe daerah aliran C
Rerumputan
Tanah pasir, datar 2% 0,5-0,1
Tanah pasir, sedang 2-7% 0,1-0,15
Tanah pasir, curam 7% 0,15-0,20
Tanah gemuk, datar 2% 0,13-0,17
Tanah gemuk, sedang 2-7% 0,18-0,22
Tanah gemuk, curam 7% 0,25-0,35
Perdagangan
Daerah kota lama 0,75-0,95
Daerah pinggiran 0,50-0,70
Perumahan
Daerah single family 0,30-0,50
Multi unit terpisah 0,40-0,60
Multi unit tertutup 0,60-0,75
Sub urban 0,25-0,40
Daerah apartemen 0,50-0,70
Industri
Daerah ringan 0,50-0,80
Daerah berat 0,60-0,90
Taman, kuburan 0,10-0,25
Tempat bermain 0,20-0,35
Halaman kereta api 0,20-0,40
Daerah tidak dikerjakan 0,10-0,30
Jalan : beraspal 0,70-0,95
Beton 0,85-0,90
Batu 0,70-0,85
Atap 0,75-0,96
Sumber : Triatmodjo, 2008

G. Analisis Hidrolika Saluran


Perhitungan hidrolika saluran aliran dilakukan dengan rumus-rumus sebagai
berikut:
1. Persegi panjang
Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
20

3/ 2
 nV 
Y  2 1 / 2 

 S1  (3.16)
dengan:
n = Koefisien Meanning
V = Kecepatan aliran (m/dt)
S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)
Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus
sebagai berikut:
As = 2Y2 (3.17)
Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:
Qs = As . V (3.18)
atau
3
 n 
Qs  8 1 / 2  V 4

 S1  (3.19)

2. Trapesium
Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
3/ 2
 nV 
Y  2 1 / 2 

 S1  (3.20)
dengan:
n = Koefisien Meanning
V = Kecepatan aliran (m/dt)
S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)
Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus
sebagai berikut:
3 2
As  Y
3 (3.21)
21

Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:


Qs = As . V (3.22)
atau
3
12  V 
 V 4
Qs 
3  S1 
1/ 2
 (3.23)

3. Penampang Segitiga
Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
3/ 2
4  nV 

Y
2  S1 
1/ 2
 (3.24)
dengan:
n = Koefisien Meanning
V = Kecepatan aliran (m/dt)
S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)
Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus
sebagai berikut:
As = Y2 (3.25)
Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:
Qs = As . V (3.26)
atau
3
 n 
Qs  8 1 / 2  V 4

 S1  (3.27)

4. Penampang Setengah Lingkaran


Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
22

3/ 2
 nV 
Y  2 1 / 2 

 S1  (3.28)
dengan:
n = Koefisien Meanning
V = Kecepatan aliran (m/dt)
S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)
Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus
sebagai berikut:

As  Y2
2 (3.29)
Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:
Qs = As . V (3.30)
atau
3
 n 
Qs  2  1 / 2  V 4

 S1  (3.31)

Anda mungkin juga menyukai