Anda di halaman 1dari 11

mengembangkan model supervisi klinis berdasarkan teori proctor dan siklus

hubungan interpersonal

ABSTRAK
Dokumentasi asuhan keperawatan sangat penting karena merupakan bukti bahwa perawat telah
merawat pasien. Itu adalah alasan mengapa ada kebutuhan untuk mengembangkan metode untuk
meningkatkan dokumentasi perawatan yang lengkap dan berkualitas. Salah satunya metode adalah
supervisi klinis. Model pengawasan klinis berdasarkan teori Proctor dan siklus hubungan
interpersonal (PIR-C) dikembangkan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dokumentasi
asuhan keperawatan di ruang perawatan, dengan tujuan mengembangkan model pengawasan klinis
berdasarkan PIR-C. Diharapkan model ini dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
dokumentasi. Metode: Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif dengan
pendekatan cross sectional dengan 55 orang terpilih responden menggunakan purposive sampling.
Angket dan observasi digunakan sebagai instrumen. Untuk mengetahui pengaruhnya faktor
terhadap penerapan model pengawasan klinis berdasarkan PIR-C, Partial Least Square (PLS)
digunakan. Faktor individu (koefisien jalur = 0,274, nilai p = 0,003) memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap implementasi model pengawasan klinis berdasarkan PIR-C, faktor organisasi
(koefisien jalur = 0,438, nilai p = 0,00) memberikan signifikan pengaruh terhadap implementasi
model pengawasan klinis berdasarkan PIR-C, dan faktor karakteristik kerja (jalur koefisien =
0,369, nilai p = 0,00) memberikan pengaruh signifikan terhadap implementasi model supervisi
klinis berbasis pada PIR-C. Faktor karakteristik individu, organisasi, dan pekerjaan adalah faktor
yang sangat penting dalam implementasi model supervisi klinis berdasarkan PIR-C.
Kata Kunci: Pengawasan Klinis, Keperawatan, Teori Proctor, Siklus Hubungan Interpersonal.

1. PERKENALAN
Dokumentasi asuhan keperawatan sangat penting karena merupakan bukti bahwa perawat telah
merawat pasien [1]. Keperawatan perawatan yang tidak didokumentasikan secara akurat dan
lengkap akan menjadi bukti yang tidak valid untuk mengetahui apakah perawatan telah dilakukan
dilakukan dengan benar, sehingga asuhan keperawatan menjadi penting jika dilihat dari berbagai
aspek dan salah satunya adalah aspek hukum [2]. Implementasi dokumentasi asuhan keperawatan
adalah masalah umum yang dihadapi oleh rumah sakit di Indonesia. Masalahnya di
mengimplementasikan dokumentasi asuhan keperawatan saat ini, antara lain adalah kurangnya
kontrol terhadap asuhan keperawatan dokumentasi [3]. Salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas dokumentasi asuhan keperawatan adalah melalui pengawasan. Pengawasan yang
dilakukan dengan baik akan berdampak pada kualitas dokumentasi asuhan keperawatan [4]. Kasus
ini, tentu saja, membutuhkan dukungan dari seorang manajer dengan kemampuan manajerial yang
layak dalam merencanakan, mengatur, mengarahkan, dan mengelola asuhan keperawatan kegiatan
/ tugas [5]. Hasmoko [6] memaparkan bahwa implementasi pengawasan di Indonesia cenderung
terkendali. Pengawasan yang mendidik, melatih, membimbing, memotivasi, dan memfasilitasi
tampaknya tidak dilakukan. Gillies [7] menjelaskan hal itu pengawasan harus menjadi alat
penuntun dan bukan ancaman bagi para paranada. Pengawasan harus dilihat sebagai upaya untuk
memperbaiki, dan meningkatkan kinerja kerja perawat melalui kegiatan yang mendidik,
memotivasi, melatih, dan mengarahkan. Pengawasan kegiatan yang dilakukan hingga kini
memiliki keterbatasan, yaitu lebih berfokus pada aspek pemenuhan standar. Model supervisi klinis
berdasarkan teori Proctor [8,9] yang terdiri dari tiga aspek (normatif, formatif, dan restorative),
dalam praktiknya, adalah model yang paling banyak diadopsi dan telah menjadi satu - satunya
model pengawasan yang telah memiliki instrumen evaluasi pengawasan yang divalidasi secara
internasional. Aspek normatif (penilaian & kualitas): mempromosikan dan memenuhi kebijakan
dan prosedur, perluasan standar, berkontribusi pada unit klinis, menciptakan lingkungan kerja
yang kondusif, membuat rencana, mengidentifikasi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh
pengawas, memberikan kepercayaan kepada pengawas, dan meningkatkan profesionalisme.
Aspek formatif (tugas, keputusan, praktik reflektif) meliputi: Memberikan pengetahuan dan
keterampilan, memberikan kritik konstruktif, memberi
International Journal of Advance in Scientific Research and Engineering (ijasre), Vol 4
(12), Desember - 2018
www.ijasre.net Halaman 204
DOI: 10.31695 / IJASRE.2018.33023
umpan balik, mengevaluasi kegiatan pengawasan, mengidentifikasi penyelesaian masalah.
Aspek restoratif (dukungan) meliputi: Memberi dukungan / motivasi ,, meningkatkan kesadaran
para stave, memantau respons reaktif terhadap materi yang disampaikan oleh penyelia,
meningkatkan pengalaman stave dan peningkatan diri [10]. Pelaksanaan pengawasan sebagian
besar dilakukan satu arah sehingga implementasi hubungan interpersonal antara penyelia dan
pembimbing kurang diperhatikan. Ini sangat penting Untuk memperhatikan kuesioner kepada 55
responden terpilih perawat yang bertugas di ruang bangsal dengan menggunakan purposive
sampling. Data Pengumpulan dilakukan dengan cara angket dan observasi. Analisis dilakukan
dengan menggunakan Partial Least Square (PLS). Itu Hasil PLS dan masalah strategis kemudian
dibawa ke Diskusi Kelompok Fokus dengan tujuan menciptakan model dan klinis modul
pengawasan.
2. METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksplanatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
Populasi untuk mengemukakan masalah strategis ini adalah dengan memberi kuesioner kepada 55
responden terpilih perawat yang bertugas di ruang bangsal dengan menggunakan purposive
sampling. Data Pengumpulan dilakukan dengan cara angket dan observasi. Analisis dilakukan
dengan menggunakan Partial Least Square (PLS). Itu Hasil PLS dan masalah strategis kemudian
dibawa ke Diskusi Kelompok Fokus dengan tujuan menciptakan model dan klinis modul
pengawasan
3. HASIL
3.1. Demografi karakteristik responden
Karakteristik perawat yang bertugas yang telah menjadi responden untuk penelitian cross
sectional dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1: Karakteristik responden dalam mengembangkan model pengawasan klinis
berdasarkan teori proctor dan
hubungan interpersonal untuk meningkatkan kualitas dokumentasi asuhan keperawatan
Responden parameter frekuensi Persen %
Ciri
Umur (tahun) 20-25 6 10,9
26- 30 20 36,4
31-35 18 32,7
36-40
6 10,9
40
Total 5 9.1
55 100%

jender Laki-laki 51 92.7


perempuan 4 7.3
Total 55 100%
Waktu kerja 5-10 tahun 17 30.9
5-10 tahun 20 36.4
10-15 tahun 12 21.8
15 tahun 6 10.9
Total 55 100
Tingkatan tertinggi Diploma 51 92.7
Baselor 4 7.3
Total 55 100%
DOI: 10.31695 / IJASRE.2018.33023
International Journal of Advance in Scientific Research and Engineering (ijasre), Vol 4
(12), Desember - 2018
Mayoritas responden berusia 26-30 tahun (36/4%). Mereka sebagian besar perempuan
(92,7%), mereka telah bekerja di sana selama sekitar 5 hingga 10 tahun (36,5%), dan pendidikan
tertinggi mereka adalah Diploma Keperawatan (92,7%).
3.2 Karakteristik individu, organisasi, dan kerja dalam menerapkan model supervisi
klinis
Variabel faktor individu terdiri dari beberapa sub variabel, yaitu: kemampuan dan karakteristik
psikologis. Organisasi Variabel faktor terdiri dari beberapa sub variabel yaitu: imbalan,
kepemimpinan, pelatihan dan pengembangan, dan struktur organisasi. Variabel faktor karakteristik
pekerjaan terdiri dari beberapa sub variabel yaitu: kinerja objektif dan umpan balik.
Tabel 2: Karakteristik individu, organisasi, dan pekerjaan dalam menerapkan model supervisi
klinis
berdasarkan PIR-C dalam meningkatkan kualitas dokumentasi asuhan keperawatan
no variabel Buruk% Sedang% Baik%
1 Keterampilan dan
- 60 40
Kemampuan
2 Psikologis 16.4 32.7 30.9
3 Sistem penghargaan 36.4 49.1 14.5
4 Pelatihan 16.4 30.9 32.7
5 Struktur Organisasi 9.1 58.2 32.7
6 Kinerja obyektif 5.5 60 34.5
7 Umpan balik 16.4 56.4 27.3
8 normatif 12.7 65.5 21.9
9 formatif 5.5 34.5 40
10 restoratif 21.8 38.2 20

Tabel 2 di atas menjelaskan bahwa dalam melaksanakan pengawasan klinis mayoritas


responden melihat hal berikut:
keterampilan dan kemampuan pengawas adalah Wajar (60%), karakteristik psikologis
pengawas juga Wajar (52,7%), hadiahnya sistem Wajar (49,1%), pelatihan dan pengembangan
Wajar 28 (50,9%), struktur organisasi rumah sakit Wajar (58,2%), kinerja objektif pengawas juga
Wajar (60%), umpan balik pengawas adalah Wajar (56,4%), normatif, Aspek formatif, dan
restoratif semuanya adil dengan persentase (65,5%), (54,5%), (58,2%) masing-masing.
3.3. Output dari Partial Least Square (PLS)
3.3.1 Evaluasi Model Luar
Dalam penelitian ini, skor validitas konvergen dapat dilihat melalui gambar berikut:
SKEMA
www.ijasre.net
DOI: 10.31695/IJASRE.2018.33023
Gambar 1: Skor untuk pembebanan luar dalam mengembangkan model pengawasan klinis
berdasarkan PIR-C dalam meningkatkan kualitas dokumentasi asuhan keperawatan
International Journal of Advance in Scientific Research and Engineering (ijasre), Vol 4 (12),
Desember - 2018
3.3.2 Model Dalam
Skor untuk koefisien jalur dan nilai p dari model dalam pada penelitian ini ditunjukkan pada tabel
3.
Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis dalam Mengembangkan Model Supervisi Klinis Berdasarkan Teori
Proctor dan
Siklus Hubungan Interpersonal (PIR-C) dalam Meningkatkan Kualitas Dokumentasi Perawatan
variabel Koefsien jalur Nilai p komentar
Pengaruh dari
faktor individu
terhadap 0.274 0.003
implementasi
supervisi klinis
Pengaruh dari
faktor organisasi
terhadap 0.438 0.90 penting
implementasi
supervisi klinis
Pengaruh pekerjaan
faktor karakteristik
terhadap 0.369 0.00
implementasi
supervisi klinis

Pengaruh faktor-faktor berikut terhadap implementasi model supervisi klinis berdasarkan teori
Proctor dan Siklus Hubungan Interpersonal (PIR-C) adalah sebagai berikut: Pengaruh faktor
individu. Skor koefisien jalur adalah 0,274 dan nilai p adalah 0,003; Pengaruh faktor organisasi.
Skor koefisien jalur adalah 0,438 dan nilai p adalah 0,00; Pengaruh karakteristik pekerjaan. Skor
koefisien jalur adalah 0,369 dan nilai p adalah 0,00. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara individu, organisasi, dan faktor karakteristik pekerjaan dan
implementasi supervisi klinis. Tanda positif pada koefisien menunjukkan hubungan satu arah. Ini
Hubungan berarti bahwa semakin tinggi individu, organisasi, faktor karakteristik pekerjaan,
semakin besar hasilnya dalam meningkatkan pengawasan klinis.
3.3.3 Model Evaluasi Struktural
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data Partial Least Square (PLS). Berdasarkan
manajemen data, terdapat struktur model evaluasi (model dalam) untuk mengetahui desain model.
Hasil analisis model dapat dipelajari dari gambar 2 di bawah ini:
SKEMAA

Gambar 2. Hasil uji analitis dalam mengembangkan model pengawasan klinis berdasarkan teori
proctor dan Siklus Hubungan Interpersonal (PIR-C) dalam meningkatkan kualitas dokumentasi
asuhan keperawatan Berdasarkan gambar 2, uji hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut: 1).
Faktor individu (kemampuan dan keterampilan, psikologis karakteristik) mempengaruhi
pengawasan klinis, 2). Faktor organisasi (penghargaan, pelatihan & pengembangan,
kepemimpinan, struktur organisasi mempengaruhi pelaksanaan supervisi klinis, 3). Faktor
karakteristik kerja (objektif, kinerja, umpan balik) juga mempengaruhi pengawasan klinis
www.ijasre.net DOI: 10.31695/IJASRE.2018.33023
International Journal of Advance in Scientific Research and Engineering (ijasre), Vol 4 (12),
Desember - 2018
Implementasi akhir dari pengawasan klinis di Ruang Ward menunjukkan hasil sebagai berikut:
model yang dibentuk dari tiga faktor berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan supervisi klinis
menunjukkan dari pengaruh terbesar faktor (faktor organisasi), pengaruh sedang (faktor
karakteristik pekerjaan), hingga pengaruh terkecil (individu faktor), atau disebut OWI. Faktor-
faktor OWI ini mempengaruhi pelaksanaan pengawasan klinis berdasarkan Proctor teori yang
terdiri dari tiga aspek (normatif, formatif, restoratif), dan Hubungan Interpersonal yang terdiri dari
empat tahap (orientasi, identifikasi, eksplorasi, dan resolusi).
4. DISKUSI
4.1 Faktor Individu
Pada sub variabel faktor individu: kemampuan dan keterampilan, sebagian besar responden
mendapat skor Wajar. Yang dimaksud dengan kapabilitas dan keterampilan dalam hal ini terkait
dengan evaluasi perawat tentang pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh pengawas dari
tahap pertama penilaian (perumusan masalah), perencanaan, implementasi, evaluasi, dan
dokumentasi pengawasan klinis. Sub variabel kemampuan dan keterampilan, merupakan faktor
utama yang mempengaruhi individu dan sikap, kemampuan dan keterampilan mengenai
implementasi dokumentasi asuhan keperawatan yang dimiliki oleh perawat harus sesuai dengan
SPO rumah sakit, jadi Diperlukan supervisi klinis dari penyelia untuk mengoptimalkan kualitas
dokumentasi asuhan keperawatan. Ini bertujuan untuk meningkat kemampuan dan keterampilan
perawat, untuk mendapatkan persepsi yang sama dalam mengisi dokumentasi asuhan keperawatan
dan dalam menginformasikan yang terbaru kebijakan tentang pengisian dokumentasi asuhan
keperawatan.
4.2 Faktor Organisasi
Pada sub variabel faktor organisasi: penghargaan, pelatihan dan pengembangan, kepemimpinan,
struktur organisasi. Itu variabel faktor organisasi yang mempengaruhi sikap dan kinerja seseorang
adalah sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur organisasi dan desain. Terkait dengan
hadiah yang diberikan oleh rumah sakit, mayoritas responden mengatakan Adil. Itu penelitian yang
dilakukan oleh Wächter et al. [12], menjelaskan bahwa memberi hadiah dan hukuman kepada
karyawan akan sangat banyak berpengaruh terhadap kinerja pekerjaan mereka. Saat ini, masih
belum ada sistem penghargaan dan hukuman tertentu yang diterapkan oleh haji rumah sakit umum
tentang pengisian dokumentasi perawatan. Hadiah yang mereka harapkan adalah kesempatan yang
diberikan mengaktualisasikan diri mereka atau pengakuan dari manajemen rumah sakit kepada
masing-masing dari mereka untuk tugas mereka mengisi dokumentasi asuhan keperawatan, atau
untuk memberikan ruang yang layak bagi mereka yang melakukan tugas itu dengan baik. Hadiah
itu dapat diberikan kepada mereka satu per satu, setiap bulan, atau setiap tiga bulan, dan hadiah
ini ditambahkan ke dalam remunerasi. Pelatihan dan pengembangan haji rumah sakit umum
diberikan sebagai jadwal rutin sehingga memberikan kesempatan kepada perawat untuk
menambah pengetahuan mereka tentang berbagai hal informasi. Mungkin dalam bentuk program
pelatihan internal yang melibatkan para ahli atau sosialisasi / berbagi pengetahuan kegiatan oleh
rekan mereka yang telah selesai bergabung dengan program ex-house. Borders et al., [13]
menyebutkan bahwa pelatihan supervisi klinis memberikan efek besar pada praktik-praktik dalam
kinerja supervisi klinis. Pelatihan pengawasan tentu saja penting untuk memberi pemahaman
penyelia tentang peran penyelia dan itu akan melatih penyelia dalam memberikan pengawasan.
Subvariabel faktor organisasi: kepemimpinan. Kepemimpinan adalah faktor utama yang
memengaruhi kinerja kerja stave karena kepemimpinan adalah motivator untuk semua sumber
daya dalam suatu organisasi. Dalam penelitiannya, Elrhaman dan Abdulllah [14] menyebutkan hal
itu ada hubungan antara gaya kepemimpinan Kepala Staf dan kinerja perawat. Keberhasilan
manusia sumber daya untuk berhasil dalam organisasi tergantung pada sikap atasan dalam
pengembangan diri stave. Stave ' efektivitas dalam melakukan pekerjaan mereka tergantung pada
pengaruh yang mereka peroleh dari atasan mereka. Kepemimpinan dalam asuhan keperawatan
adalah kemampuan dan keterampilan kepala perawat dalam memberikan perawat di bawah
pengaruh pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka dalam
memberikan layanan dan asuhan keperawatan sehingga memenuhi tujuan. Sistem organisasi
rumah sakit umum haji telah berjalan dengan baik terstruktur sehingga garis komando dan garis
koordinasi dapat dikelola dengan baik. Dengan struktur organisasi yang baik, perawat dapat
mengikuti aturan dan melakukan dokumentasi asuhan keperawatan. Rumah sakit umum Haji
Surabaya telah memberikan dukungan kepada implementasi dokumentasi asuhan keperawatan.
Untuk membuat implementasi dokumentasi asuhan keperawatan berjalan dengan baik itu
membutuhkan anggaran dari lelaki itu.
www.ijasre.net DOI: 10.31695/IJASRE.2018.33023
International Journal of Advance in Scientific Research and Engineering (ijasre), Vol 4 (12),
Desember – 2018
Berdasarkan desain kerja di atas, harus ada korelasi antara detail tugas / tugas dan evaluasi
kinerja kerja. Di sub karakteristik pekerjaan sub variabel: umpan balik. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memberi cukup baik (Adil) persepsi terhadap
implementasi pengawasan asuhan keperawatan. Hardavella [15] menyatakan bahwa umpan balik
berarti seberapa jauh karyawan menerima informasi tentang seberapa baik mereka melaksanakan
tugas / tugas mereka di tempat kerja. Semakin tinggi mereka mencapai pekerjaan karakteristik,
semakin sulit mereka akan mendapatkan tantangan, dan semakin kuat mereka mengatur potensi
bahwa pekerjaan menentukan potensi, itu semakin mereka meningkatkan pertumbuhan dan
kepuasan kerja, dan efisiensi kerja.
4.4 Implementasi Pengawasan Klinis
Hasil cross sectional dari pelaksanaan supervisi klinis dari hubungan normatif dan
interpersonal aspek menemukan bahwa mayoritas perawat melihat kemampuan atasan mereka
adalah Wajar. Seorang pengawas diharapkan mampu membimbing, mengarahkan,
mengembangkan dan memotivasi perawat untuk bekerja sesuai dengan SPO untuk mengisi asuhan
keperawatan dokumentasi pengawasan seperti yang diputuskan oleh rumah sakit umum Haji
Surabaya. Pelaksanaan pengawasan klinis harus dijadwalkan dan diprogram, dan jika dilakukan
terus menerus pelaksanaan supervisi klinis akan memenuhi standar asuhan keperawatan, pasti [16].
Dengan demikian, pengawasan klinis pada aspek normatif adalah tidak hanya tentang evaluasi dan
kontrol tetapi lebih tentang mengembangkan, membangun / membimbing, dan mengarahkan para
perawat. Di melaksanakan pengawasan klinis, empat tahap hubungan interpersonal Peplau
(orientasi, identifikasi, eksploitasi, dan resolusi) digunakan. Pengawasan aspek normatif dimulai
dengan penilaian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi di Indonesia kegiatan pengawasan
klinis. Aspek formatif, sebagian besar responden memberikan skor Wajar kepada penyelia. Dari
hasil FGD, pengawas diharapkan mampu menerapkan empat tahap hubungan interpersonal Peplau
(orientasi, identifikasi, eksploitasi, dan resolusi). Ini aspek formatif memiliki tujuan untuk
meningkatkan kemampuan perawat: praktik reflektif, dalam mengisi dokumentasi asuhan
keperawatan. Pengawasan adalah tempat di mana masalah atau dilema tentang pasien dapat
didiskusikan dan ditangani [17]. Melalui pengawasan ini, perawat di bawah pengawasan telah
menemukan keterbatasan diri mereka dan keterbatasan rekan mereka; mereka juga telah belajar
memberi ide dan pendapat tentang hal-hal yang terjadi di tempat kerja. Untuk aspek formatif,
sebagian besar responden memberikan skor Wajar. Dari FGD, seorang supervisor diharapkan
mampu memotivasi perawat lebih dan lebih dalam mengisi dokumentasi keperawatan. Itu
supervisor harus menunjukkan lebih empatik terhadap masalah yang dihadapi oleh perawat, dan
diharapkan bahwa supervisor dapat membantu perawat mengurangi kelelahan dalam mengisi
dokumentasi asuhan keperawatan. Implementasi model supervisi klinis yang diharapkan sesuai
dengan perhitungan statistik, FGD, dan yang merupakan kriteria aspek pengawasan klinis
berdasarkan teori Proctor dan hubungan interpersonal adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas hubungan antara pengawas dan perawat dengan cara hubungan
interpersonal (orientasi, identifikasi, eksplorasi, dan resolusi).
2. Meningkatkan kemampuan penyelia dalam menjalankan fungsi penilaian, perencanaan,
implementasi, evaluasi, dan mendokumentasikan kegiatan pengawasan klinis.
3. Mengoptimalkan peran pengawas dalam memberikan dukungan dan motivasi kepada perawat
saat mereka mengisi dokumen asuhan keperawatan.
4. Mengoptimalkan peran pengawas dalam mengurangi kelelahan, dan konflik terkait dengan
pengisian dokumen perawatan.
5. Meningkatkan kepercayaan diri perawat dalam praktik memberikan asuhan keperawatan.
6. Berbagi pengetahuan, kebijakan, dan jurnal terbaru mereka terkait dengan asuhan keperawatan.
7. Melakukan praktik reflektif seperti menyelesaikan kesulitan, kendala, dan memberikan solusi
terkait dengan pengisian perawat dokumen perawatan.
8. Melakukan pengawasan untuk membantu meningkatkan kualitas dan kelengkapan dokumen
asuhan keperawatan secara terus menerus dan terus menerus.
5. KESIMPULAN
Faktor organisasi, karakteristik kerja dan individu (OWI) mempengaruhi pelaksanaan pengawasan
klinis model berdasarkan teori Proctor dan Siklus hubungan interpersonal (PIR-C). Variabel faktor
individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berpengaruh seperti: kemampuan dan karakteristik
psikologis. Variabel faktor organisasi adalah dipengaruhi oleh penghargaan, kepemimpinan,
pelatihan dan pengembangan, dan struktur organisasi, Variabel kegiatan pengawasan klinis.
Dokumentasi asuhan keperawatan yang berkualitas akan meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan mendukung pencapaian layanan kesehatan yang optimal.
International Journal of Advance in Scientific Research and Engineering (ijasre), Vol 4 (12),
Desember – 2018 www.ijasre.net DOI: 10.31695 / IJASRE.2018.33023
REFERENSI
[1] Nursalam, Proses & Dokumentasi Keperawatan: Konsep & Praktik, Jakarta: Salemba Medika,
2008.
[2] Patricia A. Potter, Anne G. Perry, Patricia Stockert, dan Amy Hall, Fundamentals of Nursing,
Edisi ke-8, St. Louis, Mo:
Mosby Elsevier, 2013.
[3] Deswani, Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis, Jakarta: Salemba Medika, 2009.
[4] Hyrkas K., “Pandangan Manajer Lini Pertama tentang Efek Jangka Panjang Pengawasan
Klinis: Bagaimana Pengawasan Klinis
Mendukung dan Mengembangkan Kepemimpinan dalam Perawatan Kesehatan ?, ”Journal
Nursing Management, 2005 (13), hlm. 209–220.
[5] Marquis dan Huston, Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan, Teori & Aplikasi Edisi 4,
Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2010.
[6] Hasmoko, Emanuel V. “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja berdasarkan
penerapan pengembangan
manajemen kinerja klinis (SPMKK) di Ruang Rawat Inap RS Panti Wilasa Citarum Semarang.
Program Tesis Pasca Sarjana
UNDIP, ”Tidak dipublikasikan.
[7] Gillies, Dee A., Manajemen Perawat: Pendekatan Sistem Edisi Selanjutnya, Philadelphia: W.B
Saunders Company, 2004.
[8] Proctor, B., “Ulasan: Uji Coba Terkontrol secara acak dari Pengawasan Klinis: Temuan
Terpilih Dari Novel Australia
Mencoba untuk Membangun Basis Bukti untuk Hubungan Kausal dengan Kualitas Perawatan dan
Hasil Pasien, Sebagai Informasi
Kontribusi untuk Pengembangan Praktik Perawatan Kesehatan Mental, ”Jurnal Penelitian dalam
Keperawatan, 2010 (15) 5, hlm. 169–172.
[9] Proctor, B., Pelatihan untuk Aliansi Pengawasan: Sikap, Keterampilan dan Niat. New York:
Routledges, 2011.
[10] Lynch L, Happell B., dan Sharrock, Supervisi Klinis untuk Perawat, Edisi 1, Inggris: Wiley-
Blackwell, 2009.
[11] Kilminster, S., “Pengawasan Efektif dalam Pengaturan Praktek Klinis: Tinjauan Sastra,”
Jurnal Pendidikan Kedokteran, 2000,
34, hlm. 827-840.
[12] Wächter, T. Ovidiu V. L., Tao Liu, Daniel T. W., dan James Ashe, “Efek Diferensial dari
Hadiah dan Hukuman terhadap
Pembelajaran Prosedural, ”J Neurosci, 2009, 14, 29 (2): 436–443.
[13] Borders, L.D., Glosoff, H.L., Welfare, L.E., Hays, D.G., DeKruyf, L., Fernando, D.M., Page,
B. “Praktik Terbaik dalam Klinik
Pengawasan: Evolusi Keahlian Konseling, ”The Clinical Supervisor, 2014, 33 (1), 26-44.
[14] Ebtesam Saeed Ahmed Abd-Elrhaman, Nora Ahmed Abd-Allah, "Program Pendidikan
Kepemimpinan Transformasional untuk
Kepala Perawat dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Pekerjaan Perawat, "American Journal of
Nursing Science, 2014, vol. 7 (4), hlm. 127-136.
[15] Hardavella, Georgia, Ane A. Gaagnat, Neil Saad, Ilona Rousalova, dan Katherina B. Sreter,
“Cara memberi dan menerima
umpan balik secara efektif, ”Breathe (Sheff), Des, 2017; 13 (4), hlm. 327–333.
[16] Valentino, Amber L et al., "Manfaat Pengawasan Kelompok dan Struktur yang Disarankan
untuk Implementasi"
Analisis perilaku dalam praktik, Oktober 2016, vol. 9,4, hlm. 320-328.
[17] Halpern, H., “Pengawasan,”, British Journal of Hospital Medicine, April 2009, Vol 70 (4)

Anda mungkin juga menyukai