Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang


dengan jumlah pulau terbesar di dunia dan memiliki kekayaan yang berlimpah, tak
terkecuali yang terkandung dalam pulau-pulau terluarnya. Pulau-pulau terluar
merupakan sumber kekayaan yang belum tergarap sekaligus garda depan ketahanan
dan keamanan negara. Terdapat 92 pulau terluar yang tersebar di wilayah NKRI
dengan luas masing-masing pulau rata-rata 0,02 hingga 200 kilometer persegi. Hanya
50% dari pulau terluar tersebut yang berpenghuni. Enam puluh tujuh dari 92 pulau
terluar itu berbatasan dengan negara tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia,
Singapura, Vietnam, Philipina, Palau Papua New Guinea, Australia, dan Timor
Leste.Adanya perbatasan langsung antara pulau-pulau terluar Indonesia dengan
negara-negara tetangga ini memiliki potensi yang besar akan timbulnya
persengketaan antara kedua belah pihak. Adapun salah satu permasalahannya adalah
lepasnya pulau-pulau tersebut dari kepemilikan pemerintah Indonesia. Salah satu
pulau terluar di Indonesia dan terancam keberadaannya yaitu Pulau Marore . Pulau
Marore adalah pulau terluar Indonesia yang terletak pada gugusan Kepulauan
Sangihe di perairan Laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Filipina. Kasus
Sipa- dan dan Ligitan sudah menjadi tamparan keras bagi kita bahwa kurangnya
penanganan terhadap pulau-pulau terluar mengakibatkan. Maka dari itu (belom kelar)
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana keadaan di Pulau Marore sebagai citra pulau- pulau terluar Indonesia
yang berada di diperbatasan Indonesia-Philipina?
2. Apa saja hasil kekayaan alam dari Pulau Marore?
3. Bagaimana kiat memperjuangkan Pulau Marore dari Negara Asing?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan keadaan Pulau Marore sebagai citra pulau- pulau terluar Indonesia
yang berada diperbatasan Indonesia-Philipina
2. Menggambarkan hasil kekayaan alam yang dihasilkan Pulau Marore
3. Memaparkan kiat -kiat memperjuangkan pulau Marore sebagai citra pulau- pulau
terluar Indonesia yang berada di diperbatasan Indonesia- Philipina

1.4 Kerangka Teori

Makalah ini bermanfaat untuk pembaca untuk mengetahui tentang Pulau Kisar, pulau

terluar di Indonesia, kehidupan di Pulau Kisar, dan kekayaan yang berada di Pulau

Kisar.( belum kelar)

1.5 Sumber Data


1.6 Metode dan Data

Studi pustaka
BAB II
CITRA PULAU-PULAU TERLUAR INDONESIA

PULAU MARORE DI LAUT SULAWESI

2.1 Keadaan Pulau Marore


Pulau Marore adalah pulau terluar Indonesia yang terletak pada gugusan
Kepulauan Sangihe di perairan Laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Filipina..
Pulau yang memiliki luas 15.000 hektar ini, bersama dengan Pulau Miangas dan
Pulau Marampit menjadi bagian dari gugusan Kepulauan Sangihe Talaud yang
berbatasan langsung dengan Negara Philipina. Secara toponimi, ada beberapa nama
yang melekat pada pulau ini. Penamaan secara nasional adalah Pulau Marore,
sedangkan dalam bahasa lokal dengan nama Pulau Maru atau Pulau Mahengetang.

Geografis
Pulau Marore secara astronomis terletak pada 4°35’17” - 4°43’45” LU dan
125°26’11”-125°37’45” BT. Pulau Marore di sebelah utara berbatasan dengan Pulau
Mindanao Philipina ; sebelah selatan dengan gugusan pulau-pulau kecil seperti Pulau
Ehise, Pulau Kawio, Pulau Memanuk dan Pulau Matutang yang merupakan bagian
dari gugusan Kepulauan Sangihe; sebelah barat berbatasan dengan perairan lepas
Laut Sulawesi; dan sebelah timur dengan wilayah Kabupaten Talaud.

Administratif
Secara administratif Pulau Marore menjadi bagian dari Kecamatan Tabukan
Utara yang beribukota di Kota Enemawira. Kecamatan ini termasuk ke dalam
Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan ibukota Kota Tahuna, yang merupakan bagian
dari Provinsi Sulawesi Utara dengan ibukota di Kota Manado. Hanya terdapat
sebuah desa di Pulau Marore, yaitu Desa Marore yang memiliki 3 dusun
Demografis
Jumlah penduduk yang mendiami Pulau Marore sebanyak 845 jiwa. Jumlah
tersebut terdiri dari 471 jiwa laki-laki dan 374 jiwa perempuan yang tergabung dalam
165 kepala keluarga. Kepadatan penduduk yang terdapat di wilayah ini sebesar
552,28 jiwa/km2.
Lingkungan Fisik

Topografi Pulau Marore hampir seluruhnya berbukit, dengan kemiringan antara


30°-50°, dimana daerah berbukit memiliki kemiringan lereng yang curam terutama
pada tepi laut. Ketinggian lahan berkisar antara 0-65 meter di atas permukaan laut.
Tanah di sebagian besar pulau terdiri dari tanah yang bercampur kerikil dengan
ketinggian ± 150 meter di atas permukaan laut. Pada aspek geologi, Pulau Marore
terdiri dari dua formasi geologi yaitui Aluvium Qa dan batuan gunung api Awu
Qhav.

Klimatologi Pulau Marore pada umumnya memiliki tipe yang sama dengan
daerah lain di Indonesia, dimana memiliki iklim basah dengan 2 pola angin yaitu
Angin Utara dan Angin Barat. Angin Utara berlangsung antara bulan November-
April, adapun Angin Barat berlangsung antara bulan Desember-April. Kondisi cuaca
di Pulau Marore gampang berubah, dengan kecepatan angin 40 mil/jam.

Oseanografi Pulau Marore, sering terjadi ombak besar, dengan ketinggian ombak
dapat mencapai 4 meter. Saat pasang pantai karang tertutup air laut, sebaliknya saat
surut terhampar luas. Arus laut sangat kuat, dimana saat Angin Utara arus mengalir
dari Utara ke Selatan dan sebaliknya saat Angin Barat arus mengalir dari Selatan ke
Utara. Tipe pasang perairan adalah mixed tide prevailing semidiurnal atau pasang
campuran semidiurnal. Dominasi perairan dipengaruhi oleh massa air dari Laut
Pasifik yang masuk ke perairan Laut Indonesia (dikenal dengan arus lintas
Indonesia/Arlindo). Terdapat dua tipe gelombang pecah di pantai Pulau Marore yaitu
spiling dan plunging dengan dominasi tipe plunging. Suhu perairan berkisar antara
25-30 °C dan salinitas berkisar antara 31,5-34,5 %
Ekosistem
Ekosistem pulau Marore terdiri dari ekosistem alami seperti pantai berpasir
putih, ekosistem pantai yang terdiri dari vegetasi pantai dan mangrove. Terdapat
formasi terumbu karang serta lamun di perairan pesisirnya, juga ada hutan alam
sekunder berupa enclave seluas 11,5 hektar (7,6 %). Adapun ekosistem buatan berupa
kebun kelapa, kebun campur, kebun sagu, kebun pala dan cengkeh serta lahan terbuka
dan alang –alang

Sosial Budaya dan Ekonomi


Dari aspek etnis, komposisi penduduk terdiri dari tiga etnik besar, yaitu sub-
etnik Siau Tagulandang, sub-etnik Talaud dan sub-etnik Sangihe Besar. Mayoritas
penduduk beragama Kristen Protestan, sedangkan Agama Islam dipeluk oleh
pendatang ataupun pegawai yang ditempatkan di Pulau Marore. Bahasa sehari-hari
adalah Bahasa Sangihe Talaud, sedangkan Bahasa Indonesia digunakan dalam forum
resmi dan pengajaran di sekolah. Mayoritas penduduk di pulau Marore bekerja
sebagai nelayan dengan mata pencarian sampingan sebagai pekebun tanaman
kelapa.Infrastruktur.
Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Marore secara umum sudah lebih
maju dibandingkan kondisi yang sama di pulau lain. Terdapat Pos TNI AL dan kantor
polisi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban. Kantor administrasi pemerintahan
yang ada meliputi kantor desa dan kantor camat. Kemudian ada kantor perhubungan
laut, kantor bea dan cukai, kantor imigrasi. Sarana kesehatan berupa puskesmas,
sarana pendidikan mulai dari TK sampai Sekolah Menengah Atas, juga ada sarana
ibadah berupa gereja, serta fasilitas umum lain seperti jaringan jalan beton, pasar,
dermaga labuh, serta ada Pusat Listrik Tenaga Diesel dan menara mercuar

2.2 Hasil Pulau Marore


Sebagian besar penduduk pulau Marore berprofesi sebagai nelayan Laut
menjadi sumber pendapatan mereka, sayang ikan yang berlimpah ruah harus mereka
dapatkan dengan persaingan tak sehat dengan nelayan negeri tetangga yang banyak
ditemui di kawasan perairan Laut China Selatan dan Laut Sulawesi yang kaya.
Nelayan Marore menangkap ikan menggunakan jaring dan perahu kecil, sedangkan
nelayan Filipina menggunakan jaring dan kapal yang cukup besar, beberapa malah
ada yang menggunakan phukat harimau, untuk mengelabuhi siapa pun yang bertemu
di tengah lautan Indonesia mereka mengibarkan bendera Merah Putih di kapalnya.
Vegetasi yang terdapat di Pulau Marore adalah tanaman Kelapa, Sagu,
Umbi – umbian, jeruk ikan dan tanaman pangan yang ditanaman sangat terbatas
karena keadaan tanah yang mengandung karang dan bebatuan. Pulau Marore
memiliki tanaman perkebunan Kelapa dengan luas 50 Ha, Cengkih 2 Ha dan
tanaman Sagu 2 Ha.

2.3 Kiat Mempertahankan Pulau Marore Dari Negara Asing

a. Strategi Safety Belt di Kawasan Perbatasan Pulau marore

Konsep safety belt digunakan untuk mendesain konsep pembangunan atau


pegeloaan wilayah perbatasan antar negara secara sinergis dan terintegrasi.Konsep
safety belt kawasan perbatasan disebut juga dengan sabuk pengaman kawasan
perbatasan. Safety belt di perbatasan merupakan lini-lini wilayah yang disusun secara
berlapis dan sejajar dengan garis perbatasan, dengan lebar yang bervariasi
disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik geografi dan social masing-masing
wilayah perbatasan.
Terkait dengan konsep Safety belt di kawasan perbatasan mengenai
pemanfaatan ruang dengan tipologi pertahanan,maka bentuknya cenderung akan
berlapis atau berhierarki sebagai berikut:

1. Lapis (ring) terluar sebagai zona penyangga (buffer zone) yang menjadi pembatas
antara “kota” pertahanan dengan kawasan luar. Pada dasarnya zona penyangga ini
dapat berupa green belt hutan kecil sungai yang mengelilinginya.
2. Lapis kedua ini berupa zona pendukung yaitu zona prasarana dansarana
pemukiman berupa kompleks hunian militer yang dilengkapidengan fasilitas
umum dan sosial.
3. Lapis inti/pusat sebagai zona pusat pangkalan militer.
4. Terdapat gerbang (gate) yang menghubungkan lapis inti dengan lapis lainnya
dengan penjagaan yang ketat

b. Penempatan TNI-AL

Pertahanan dan keamananan pulau-pulau terluar dilaksanakan oleh


Departemen Pertahanan dengan menetapkan kebijakan yang meliputi patroli
keamanan laut. Hal ini dikukan untuk meningkatkan intensitas kedaulatan perairan
Indonesia termasuk pulau-pulau kecil terluar. Pertahanan negara dilaksanakan melalui
Departemen Pertahanan yang merupakan pelaksana fungsi pemerintah dalam bidang
pertahanan negara. Pelaksanaan tugas tersebut dilakukan oleh perwira tinggi militer
yang dipimpin oleh TNI.pertahanan Kesatuan Republik Indonesia yang bertugas
dalam mewujudkan kedaulatan Negara
Bentuk pertahanan serta keamanan Pulau marore bias dilakukan dengan cara
mengibarkan bendera merah putih di puncak Pulau marore dikawasan Selat Malaka
berbatasan dengan perairan Filiphina oleh TNI-AL yang melakukan patroli bersama
aparat bea danncukai Pengibaran bendera merah putih tersebut merupakan bentuk
penolakan Aparat bea cukai terhadap klaim Filiphina atas Pulau Marore. Analisanya
pengibaran bendera merah putih tersebut juga untuk memperkokoh semangat rasa
nasionalisme masyarakat dalam melindungi kedaulatan Indonesia
Patroli kemanan (Patrolling Forces) yang di lakukan oleh TNI-AL di Pulau
Jemur bertujuan untuk mencegah serta mengamankan laut yurisdiksi nasional
Indonesia dari pelanggaran laut. Berbagai pelanggaran laut yang terdai di perairan
Pulau Jemur adalah perampokan, pencurian ikan oleh negara asing serta sumber daya
alam..

Anda mungkin juga menyukai