Anda di halaman 1dari 8

NAMA : SYARIFAH AISYAH

NPM. : 1901110004

Hukum Pajak Dan Agraria

Hukum Agraria pasti berbicara tentang hukum soal tanah, demikian kebanyakan kita
berpikir mengenai agraria yang sering diperbincangkan. Karena istilah agraria memang
identik dengan persoalan tanah. Demikian pula dengan hukum agraria. Ketika mendengarnya
kita langsung menyamakan dengan pengaturan atas tanah berdasarkan peraturan yang ada.
Dan hal ini tidak sepenuhnya salah ketika mengidentikkan hukum tentang tanah dengan
hukum agraria.

Hukum Agraria dalam ilmu hukum sebenarnya memiliki pengertian yang lebih luas. Jika kita
buka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa “Agraria” berarti urusan
pertanahan dan atau tanah pertanahan serta urusan pemilikan atas tanah. Sedang dalam
bahasa inggris istilah agraria atau sering disebut dengan “agrarian” yang berarti tanah dan
sering dihubungkan dengan berbagai usaha pertanian.

Definisi tentang agraria yang demikian, sangat berlainan dengan pengertian agraria yang
termaktub dalam Undang-Undang Pokok Agraria (Hukum Agraria) yang memberikan
pengertian agraria dalam arti yang lebih luas, ialah bahwa agraria meliputi bumi, air, dan
dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.

Hukum agraria yang berarti sangat luas tersebut berdasarkan berbagai rumusan dapat kita
temukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, baik di dalam konsiderans, pasal dan
penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria atau sering kita sebut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 (UUPA No.5/Tahun 1960).

Beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dalam menerangkan tentang hukum
agraria diantaranya adalah: Gouwgiokssiong dalam Buku Agrarian Law 1972,
mendefinisikan bahwa hukum agraria merupakan hukum yang identik dengan tanah, hukum
agraria dalam arti yang sempit.

Dalam buku Pengantar dalam Hukum Indonesia 16, E. Utrecht memberikan pengertian yang
sama terhadap hukum agraria dan hukum tanah. Dia berpendapat bahwa hukum agraria
(hukum tanah) menjadi bukum tata usaha negara

W.L.G Lemaire dalam buku Het Recht in Indonesia 1952 membicarakan hukum agraria
adalah suatu kelompok hukum bulat yang meliputi bagian hukum privat maupun bagian
hukum tata negara dan hukum administrasi negara.

Sedang Bachsan Mustafa, SH., memberikan pengertian bahwa hukum agraria adalah sebagai
himpunan peraturan yang mengatur bagaimana para pejabat pemerintah menjalankan tugas di
bidang keagrariaan.
Dan Boedi Harsono, memberikan pengertian terhadap hukum agraria bahwa hukum agraria
bukan hanya satu perangkat bidang hukum semata. Hukum agraria merupakan satu kelompok
berbagai bidang hukum yang mengatur penguasaan atas berbagai sumber daya alam tertentu
yang termasuk di dalam pengertian agraria.

Dari berbagai pengertian tentang hukum agraria di atas, kita dapat mengetahui bahwa
sebenarnya hukum agraria mempunyai pengertian baik dalam pengertian hukum agraria
secara luas maupun pengertian hukum agraria secara sempit.

Azas Hukum Agraria

Hukum agraria di Indonesia menggunakan berbagai azas antara lain ialah:

Hukum agraria berasaskan nasionalisme dimana hanya warga negara Indonesia saja yang
mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan
ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki dan perempuan serta warga negara asli
dan keturunan.

Hukum agraria berazaskan hukum adat, mengandung maksud bahwa hukum adat yang
digunakan dalam hukum agraria adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi
negatifnya

Hukum agraria berasaskan dikuasai oleh negara, seperti yang termaktub dalam pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 yang menyatakan bahwa bumi, air dan
ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkat tertinggi
dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

Hukum agraria berazas fungsi sosial, sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 Undang-Undang
Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh
bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta
keagamaan.

Hukum agraria berazas gotong royong, disebutkan dalam pasal 12 Undang-Undang Pokok
Agraria Nomor 5 tahun 1960 yang menyatakan bahwa segala usaha bersama dalam lapangan
agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional dalam
bentuk koperasi atau dalam bentuk usaha gotong royong lainnya dan negara dapat bersama-
sama dengan pihak lain untuk menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria.

Hukum agraria berdasarkan azas kebangsaan menyatakan bahwa setiap warga negara
Indonesia baik asli maupun warga Indonesia keturunan berhak memiliki hak atas tanah.

Hukum agraria berdasar azas unifikasi, menyatakan bahwa hukum agraria disatukan dalam
sebuah undang-undang yang diberlakukan bagi seluruh warga negara Indonesia, yang berarti
hanya ada satu hukum agraria yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Pokok
Agraria.

Hukum agraria berdasar azas non-diskriminasi dengan tegas menyebutkan bahwa azas yang
melandasi hukum agraria (Undang-Undang Pokok Agraria) adalah bahwa undang-Undang
Pokok Agraria tidak membedakan antara sesama warga negara Indonesia baik yang asli
maupun keturunan asing.

Hukum agraria berdasar atas azas pemisahan horizontal. Terdapat pemisahan antara
pemilikan hak atas tanah dengan benda atau bangunan yang terdapat diatas tanah tersebut.
Asas ini merupakan lawan asas vertikal atau asas perlekatan yang menyatakan bahwa segala
apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu bagian dengan benda tersebut
dianggap menjadi satu dengan bagian tersebut atau dengan kata lain tidak terdapat pemisahan
antara hak atas tanah dengan bangunan yang terdapat diatasnya.

Sumber Hukum Agraria

Sumber hukum agraria yang tertulis pertama ialah Undang-Undang Dasar 1945 khususnya
pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Sumber hukum agraria tertulis berikutnya adalah Undang-Undang Pokok Agraria, dimana
Undang-undang ini dimuat dalam Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang : Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria, tertanggal 24 September 1960 diundangkan dan dimuat dalam
Lembaran Negara tahun 1960-140, dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran
Negara nomor 2043, kelak pada tanggal tersebut diperingati sebagai hari tani nasional.

Sumber hukum agraria tertulis lainnya adalah peraturan pelaksanaan UUPA dan peraturan
yang mengatur soal-soal yang tidak diwajibkan tetapi diperlukan dalam praktek. Selain juga
peraturan lama, tetapi dengan syarat tertentu berdasakan peraturan atau pasal peralihan yang
masih berlaku.

Sedang sumber hukum agraria yang tidak tertulis ialah kebiasaan baru yang timbul sesudah
berlakunya

Konsepsi Hukum Agraria

Setidaknya ada lima kelompok yang membedakan tentang hukum agraria di Indonesia. Ada
hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan ataas tanah dalam arti bumi. Ada hak air
yaitu aturan hukum yang mengatur hak-hak atas air. Ada hukum pertambangan atau hukum
yang mengatur hak atas kekayaan alam yang terkandung dalam air. Ada hukum perikanan
yaitu hukum yang hak atas kekuasaan alam dalam air. Dan hukum penguasaan atas tenaga
dan unsur-unsur dalam ruang angkasa. Serta hukum kehutanan adalah atuan yang mengatur
hak-hak penguasaan atas hutan.

Konsepsi hukum agraria bersifat religius disamping hak bangsa Indonesia baik hak milik
yang mempunyai kedudukan paling tinggi yang meliputi seluruh tanah yang ada di Indonesia
dan bersifat abadi juga hak menguasai negara. Seperti termaktub dalam pasal 33 UUD 1945
dan pasal 2 ayat 2 UUPA mengatakan bahwa negara mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan pengguna, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang, bumi, air dan
ruang angkasa.Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Jadi, kesimpulan dari hukum
agraria adalah keseluruhan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai agraria
(pertanahan).

Landasan Hukum Agraria

Landasan Hukum Agraria ialah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 yang merupakan sumber
hukum materiil dalam pembinaan hukum agraria nasional. Hubungan hukum agraria Pasal 33
(3) UUD 45 dengan UUPA adalah dimuatnya pasal tersebut dalam Konsideran UUPA, Pasal
33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan UUPA dan merupakan sumber hukum
(materiil) bagi pengaturannya. bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan
pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-
undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam
pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur
pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah
kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara
perseorangan maupun secara gotong-royong.

Dalam penjelasan UUPA angka 1 disebutkan bahwa hukum agraria nasional harus
mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial
serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-
undang Dasar dan Garis-garis Besar Haluan Negara.

Pengaturan hukum agraria dalam UUPA yaitu untuk mengatur pemilikan dan memimpin
penggunaannya, harus merupakan perwujudan dan pengamalan dasar negara pancasila dan
merupakan pelaksanaan dari UUD 45 dan GBHN. Hukum agraria UUPA harus meletakkan
dasar bagi hukum agraria nasional yang akan dapat membawa kemakmuran, kebahagiaan,
keadilan serta kepastian hukum bagi bangsa dan negara
Definisi hukum pajak

“pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment .”

Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan –peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
Dalam hukum pajak diatur mengenai :
1. Siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak ;
2. Objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak;
3. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah;
4. Timbul dan hapusnya utang pajak;
5. Cara penagihan pajak; dan
6. Cara mengajukan keberatan dan banding.

Hukum pajak sering juga disebut hukum fiskal.istilah pajak sering disamakan dengan
istilah fiskal yang berasal dari Bahasa latin fiscal yang berarti kantong uang atau
keranjang uang. Istilah fiskal yang dimaksud sekarang adalah kas negara. Sedangkan,
fiskus disamakan dengan pihak yang mengurus penerimaan negara atau disebut juga
administrasi pajak.

Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak

Berikuit cirri-ciri pajak yang terangkum dalam berbagai definisi ( selain definisi Dr.
soeparman yang memang membuka ide baru ) tersebut :

1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/ badan ke pemerintah.

2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan


pelaksanaannya sehingga dapat dipaksakan .

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung


secara individual yang diberikan oleh pemerintah.

4. Pajak dipungut oleh Negara,baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus,digunakan untuk pembiayaan public investment.

6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.

7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

Fungsi pajak

Berikut ini poin-poin yang termasuk fungsi-fungsi pajak:

Fungsi finansial (budgeter),yaitu memasukkan uang sebanyak mungkin ke kas negara


penerimaan dari sektor pajak dewasa ini menjadi tulang punggung penerima negara.

1. Fungsi mengatur (regulerend), yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur
masyarakat, baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.
pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam
contoh berikut:
a. Pemberian insentif pajak ( misalnya, tax holiday, penyusutan dipercepat) dalam
rangka meningkatkan investasi, baik investasi dalam negeri maupun investasi
asing.
b. Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
c. Pengenaan bea masuk dan pajak penjualan atas barang mewah untuk produk-
produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk- produk dalam negeri.
2. Fungsi mengatur (regulerend), yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur
masyarakat, baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.
pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam
contoh berikut:
d. Pemberian insentif pajak ( misalnya, tax holiday, penyusutan dipercepat) dalam
rangka meningkatkan investasi, baik investasi dalam negeri maupun investasi
asing.
e. Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
f. Pengenaan bea masuk dan pajak penjualan atas barang mewah untuk produk-
produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk- produk dalam negeri.
Disamping kedua fungsi diatas, pajak ,masih mempunyai tujuan-tujuan lain seperti
untuk redistribusi pendapatan dan menanggulangi inflasi.

KEBIJAKAN FISKAL

Kebijakan fiskal menurut jhingan memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan laju investasi


2. Mendorong investasi yang optimal secara sosial
3. Meningkatkan kesempatan kerja
4. Meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional.
5. Sebagai upaya untuk menanggulangi inflasi.
6. Meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional.

Dalam perekonomian kontemporer, komponen pendapatan pajak sebagai bagian dari


kebijakan fiskal dipandang sebagai kebijakan yang memiliki peranan dan pengaruh yang
sangat signifikan dalam pembangunan ekonomi

Pendekatan pajak

Pajak sebagai objek studi dapat didekati dari berbagai segi, antara lain sebagai berikut:

 Segi ekonomi
 segi pembangunan
 segi penerapan praktis
 Segi hukum
Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata
Hukum perdata adalah bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara
orang-orang pribadi dengan hukum pajak yang banyak sekali sangkut pautnya.
menyebabkan timbulnya hubungan yang erat antara hukum pajak dan hukum
perdata,melainkan karena suatu ajaran (antara lain Prof. Mr. Paul Scholten guru besar
pada Universitas Amsterdam, dalam buku BurgerlEjk Recht: Algemeen Deel) bahwa
hukum perdata harus dipandang sebagai hukum umum yang meliputi segala-galanya,
kecuali jika hukum public telah peraturan yang menyimpang darinya.
Hubungna hukum pajak dengan hukum pidana
Hukum pidana dimana bagian dari hukum public merupakan hubungan hukum yang
terjadi antara masyarakat dan pemerintah yang berkaitan dengan masalah tindak pidana.

SISTEMATIKA HUKUM PAJAK

Hukum pajakn dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak
material
Hukum pajak formal membuat ketentuan- ketentuan yang mendukung ketentuan hukum
pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan/merealisasikan ketentuan hukum
material.
Dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang-Undang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan mengatur mengenai hal-hal berikut:
1. Surat Pemberitahuan (SPT,baik masa maupun tahunan).
2. Surat Setoran Pajak.(SSP)
3. Surat Ketetapan pajak (surat ketetapan pajak kurang bayar/SKPKB,surat ketetapan
pajak kurang bayar tambahan/SKPKBT,Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
/SKPLB,dan surat ketetapan pajak nihil/SKPN)
4. Surat tagihan
5. Pembukuan dan pemeriksaan
6. Penyidikan
7. Surat paksa
8. Keberatan dan banding
9. Sanksi dan administratif,sanksi pidana dan lain-lainnya.
Dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam undang-undang pengadilan pajak
mengatur mengenai hal-hal berikut:
1. Sengketa pajak
2. Banding dan gugatan
3. Susunan pengadilan pajak
4. Hukum acara
5. Pembuktian
6. Pelaksanaan putusan dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai