Anda di halaman 1dari 223

STANDAR PELAYANAN MEDIS

NEUROLOGI

DEPARTEMEN NEUROLOGI
RSUP. Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2012
Editor :
1. dr. H. Syafruddin Yunus, SpS(K)
2. dr. Hj. Rasrinam Rasyad, SpS(K)
3. dr. Billy Indra Gunwan, SpS(K)
4. dr. Alwi Shahab, SpS(K)
5. dr. H.A.R. Toyo, SpS(K)
6. dr. H. Zahirwan, SpS
7. dr. H. Hasnawi, SpS
8. dr. A. Junaidi, SpS
9. dr. T. Christin, SpS

STANDAR PELAYANAN MEDIS NEUROLOGI


1. POLIKLINIK BUKA
JAM 08.00 S/D JAM 14.00
2. UNIT GAWAT DARURAT
BUKA 24 JAM

EPILEPSI

ICD G40
KRITERIA DIAGNOSIS

Klinis:

Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul
tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron
yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya
timbul intermiten dan “self-limited”.

Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang
timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat
awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa).

Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989)

I. Berhubungan dengan lokasi


1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
a. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes
b. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal
c. Primary reading epilepsy
2. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
a. Chronic progressive epilepsia partials continua of childhood (Kojewnikow’s
syndrome)
b. Syndromes characterized by seizures with spesific modes of precipitation
c. Epilepsi lobus Temporal/Frontal/Parietal/Occipital
3. Kriptogenik
II. Umum
1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
a. Benign neonatal familial convulsions
b. Benign neonatal convulsions
c. Benign myoclonic epilepsy in infancy
d. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)
e. Juvenile absence epilepsy
f. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
g. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening
h. Others generelized idiopathic epilepsies not defined above
i. Epilepsies with seizures precipitated by spesific modes of activation
2. Kriptogenik/Simptomatik
a. West syndrome (infantile spasm, blitz Nick-Salaam Kramfe)
b. Lennox-gastaut syndromes
c. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures
d. Epilepsy with myoclonic absence
3. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
a. Dengan etiologi yang Nonspesifik
a. Early myoclonic encephalopathy
b. Early infantile epileptic ensephalopathy with suppression burst
c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above
b. Sindroma spesifik
a. Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh penyakit lain

III. Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum


1. Campuran bangkitan umum dan fokal
a. Neonatal seizures
b. Severe myoclonic epilepsy in infancy
c. Epilepsy with continous spike wave during slow-wave sleep
d. Acquaired epileptic aphasia (Landau-kleffner syndrome)
e. Other undetermined epilepsies
2. Campuran bangkitan umum atau fokal (sama banyak)
IV. Sindrom khusus
1. Bangkitan yang berhubungan dengan situasi
a. Febrile convulsion
b. Isolated seizures atau isolated status epilepticus
c. Seizures occuring only when there is an acute metabolic or toxic event, due to
factors such as alcohol, drugs, eclampsia, nonketotic hyperglycemia

Klasifikasi Bangkitan Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1981)

I. Bangkitan Parsial (fokal)


A. Parsial sederhana
1. Disertai gejala motorik
2. Disertai gejala somato-sensorik
3. Disertai gejala psikis
4. Disertai gejala autonomik
B. Parsial kompleks
1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau
tanpa automatism
2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadarandengan atau tanpa
automatism
C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder
1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik
2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum
tonik klonik
II. Bangkitan Umum
A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence
B. Bangkitan mioklonik
C. Bangkitan klonik
D. Bangkitan tonik
E. Bangkitan tonik klonik
F. Bangkitan atonik
III. Bangkitan yang tidak diklasifikasikan

Laboratorium/Pemeriksaan Penunjang:
1. EEG
2. Laboratorium: (atas indikasi)
A. Untuk penapisan dini metabolik
Perlu selalu diperiksa:
1. Kadar glukosa darah
2. Pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium dan magnesium

Atas indikasi

1. Penapisan dini racun/toksik


2. Pemeriksaan serologis
3. Kadar vitamin dan nutient lainnya

Perlu diperiksa pada sindroma tertentu

1. Asam amino
2. Asam organik
3. NH3
4. Enzim lysosomal
5. Serum laktat
6. Serum piruvat
B. Pada kecurigaan indeksi SSP akut
Lumbal Pungsi

Radiologi

1. Computed Tomography (CT) scan kepala dengan kontras


2. Magnetic Resonance Imaging kepala
3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan pilihan utama untuk epilepsi
4. Functional Magnetic Resonance Imaging
5. Positron Emission Tomography
6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)

Gold standard

1. EEG iktal dengan subdural atau depth EEG


2. Long term video EEG monitoring

Patologi Anatomi

Hanya khas pada keadaan tertentu seperti hypocampal sclerosis dan mesial temporal
sclerosis.

DIAGNOSIS BANDING

1. Bangkitan Psychogenik
2. Gerak Involunter (tics, headnodding, paroxysmal choreoathethosis/dystonia, bnign sleep
myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll)
3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi, attention
deficit)
4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)
5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma
psikotik akut)
6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)
7. Keadaan episodik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells, cardiac
arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll)

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pemilohan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan sindroma
epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya. Penggunaan terapi
tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh
harga dan efek samping OAE yang timbul

Antikovulsan Utama
1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari
2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari
3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari
4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari

Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori:


1. Definitely treat ( pengobatan perlu dilakukan segera)
Bila terdapat lesi struktural, seperti:
a. Tumor otak
b. AVM
c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes
Tanpa lesi struktural:
a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas
c. Riwayat bangkitan simptomatik
d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
Status epileptikus pada awitan kejang
2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)
Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor resiko
di atas
3. Probably not treat ( walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan)
a. Kecanduan alkohol
b. Ketergantungan obat-obatan
c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia)
d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala
e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT
f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur
PEMILIGHAN OAE BERDASARKAN TIPE BANGKITAN EPILEPSI

Tipe Bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua

Bangkitan parsial Fenitoin, karbamazepin Acetazolamide, clobazam,


(sederhana atau kompleks)
(terutama untuk CPS), asam clonazepam, ethosuximide,
valproat felbamate, gabapentin,
lamotrigine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
phenobarbital, pirimidone

Bangkitan umum sekunder Karbamazepine, phenitoin, Idem di atas


asam valproat

Bangkitan umum tonik Karbamazepine, phenitoin, Acetazolamide, clobazam,


klonik asam valproat, phenobarbital clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
lamotrigine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
pirimidone

Bangkitan lena Asam valproat, ethosuximide Acetazolamide, clobazam,


(tidak tersedia di Indonesia) clonazepam, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone

Bangkitan mioklonik Asam valproat clobazam, clonazepam,


ethosuximide, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone,
piracetam

Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang,
tergantung dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam,
1997).penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.
STATUS EPILEPTIKUS
(ICD G41.0)
(epilepsi Foundation of America’s Working Group on Status Epilepticus)

Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan, diman
diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang harus dimulai
dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.

PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS

Stadium Penatalaksanaan

Stadium I (0-10 menit) Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik


Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi

Stadium II ( 0-60 menit) Memasang infus pada pembuluh darah besar


Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab
Pemberian OAE emergensi: Diazepam 10-20mg iv
(kecepatan pemberian ≤2-5 mg/menit atau rectal dapat
diulang 15 menit kemudian
Memasukkan 50cc glukosa 40% dengan atau tanpa
thiamin 250mg intravena
Menangani asidosis

Stadium III (0-60-90 menit) Menetukan etiologi


Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah
pemberian diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18
mg/kgBB dengan kecepatan 50mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30-90 menit) Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit,
transfer pasien ke icu, beri propofol (2mg/kgBB bolus iv,
diulang bila perlu) atau thiopentone (100-250 mg bolus
iv pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus
50 mg setiap 2-3 menit_, dilanjutkan sampai 12-24 jam
setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir,
lalu tapering off.
Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intrakranial,
memulai pemberian OAE dosis maintenance

Tindakan:
1. Operasi
Indikasi operasi:
a. Fokal epilepsi yang intraktabel terhadap obat-obatan
b. Sindroma epilepsi fokal dan simptomatik

Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut
a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolik maupun degeneratif)
b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian hari

Jenis-jenis operasi:
a. Operasi reseksi: pada mesial temporal lobe, neokortikal
b. Diskoneksi: korpus kalosotomi, multiple supial transection
c. Hemispherektomi

2. Stimulasi Nervus Vagus

PENYULIT
Prognosis pengobatan pada kasus baru pada umunya baik, pada 70-80% kasus bangkitan
kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Stetelah bangkitan epilepsi berhenti,
kemungkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan OAE.
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
e. Frekuensi bangkitan tonik klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris

KONSULTASI
Konsultasi : (atas indikasi)
1. Bagian Psikiatri
2. Bagian Interna
3. Bagian Anak
4. Bagian Bedah Saraf
5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU)

JENIS PELAYANAN
1. Rawat jalan
2. Rawat inap
Indikasi rawat inap:
1. Status epileptikus
2. Bangkitan berulang
3. Kasus bangkitan pertama
4. Epilepsi intraktabel

TENAGA
1. Spesialis Saraf
2. Epileptologist
3. Electro Encephalographer
4. Psychologist
5. Teknisis EEG

LAMA PERAWATAN
1. Pada kasus bukan status epileptikus : pasien dirawat sampai diagnosis dapat ditegakkan
2. Pada status epileptikus: pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan pasien kembali ke
keadaan sebelum status

STROKE

Definisi :

Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit
neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam
atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah
secara spontan (stroke perdarahan).

Pembagian Stroke
1. Etiologi :
1.1. Infark : aterombotik, kardioembolik, lakunar
1.2. Perdarahan : Perdarahan Intra Serebral, Perdarahan Subarachnoid,
Perdarahan Intrakranial et causa AVM
2. Lokasi :
2.1. Sistem Karotis
2.2. Sistem Vertebrobasiler
Dasar Diagnosis :
1. Anamnesa dari pasien, keluarga atau pembawa pasien
2. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/kwantitas/kwalitas), tanda vital,
status generalis, status neurologis.
3. Alat Bantu Scoring (skala) :
Siriraj Stroke Score (SSS), Algoritme Stroke Gajah Mada (ASGM).
4. Pemeriksaan Penunjang :
Pungsi lumbal (bila neuroimajing tidak tersedia).
Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA.

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
 Anamnesis :
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, kesadaran
baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko strok
lainnya), lamanya (onset), serangan pertama/ulang.
 Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan Umum) :
Ada defisit neurologis, hipertensi/hipotensi/normotensi.

Pemeriksaan Penunjang

Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke, resiko pemeriksaan, biaya,
kenyamanan pemeriksaan penunjang.

Tujuan : Menbantu menentukan diagnosa, diagnosa banding, faktor risiko, komplikasi,


prognosa, dan pengobatan.

Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula Darah Sewaktu (GDS), Fungsi
Ginjal (Ureum, Kreatinin dan Asam Urat), Fungsi Hati (SGOT dan SGPT), Protein darah
(Albumin, Globulin), Hemostasis, Profil Lipid (Kolesterol, Trigliserida, HDL, LDL),
Homosistein, Analisa Gas Darah dan Elektrolit. Jika perlu pemeriksaan cairan serebrospinal.

Radiologis
 Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi paru maupun kelainan
jantung
 Brain CT Scan tanpa kontras (Golden Standard)
 MRI Kepala

Pemeriksaan Penunjang lain :

 EKG
 Echocardiography ( TTE dan atau TEE)
 Carotid Doppler (USG Carotis)
 Transcranial Doppler (TCD)

Golden Standard / Baku Emas

CT Scan Kepala tanpa kontra

DIAGNOSIS BANDING

1. Ensefalopati toksik atau metabolik


2. Kelainan non neurologis / fungsional ( contoh : kelainan jiwa)
3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s
4. Migren hemiplegic
5. Lesi struktural intracranial (hematoma subdural, tumor otak, AVM)
6. Infeksi ensefalitis, abses otak
7. Trauma kepala
8. Ensefalopati hipertensif
9. Sklerosis multiple

PENATALAKSANAAN / TERAPI
Penatalaksanaan Umum
1. Umum :
Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan eletrolit dan
cairan, gizi, higiene.
2. Khusus :
Pencegahan dan pengobatan komplikasi
Rehabilitasi
Pencegahan Stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder.

Penatalaksanaan Khusus
1. Stroke iskemik / infark :
- Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol
- Trombotik : rt-PA (harus memenuhi kriteria inklusi)
- Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid, (untuk stroke emboli)
(Guidelines stroke 2004)
2. Perdarahan subarachnoid :
- Antivasospasme : Nimodipin
- Neuroprotektan
3. Perdarahan Intraserebral :
Konservatif :
- Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal hemostasis)
- Mencegah/mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan : Nimodipine
- Neuroprotektan
Operatif :
Dilakukan pada kasus yang indikatif /memungkinkan :
- Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3cm pada fossa posterior
- Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut dan ancaman
herniasi otak
- Perdarahan serebellum
- Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum
- GCS >7
Terapi komplikasi :
- Antiedema : Larutan Manitol 20%
- Antibiotika, Antidepressan, Antikonvulsan, : atas indikasi
- Anti trombosis vena dalam dan emboli paru
Penatalaksanaan Faktor Risiko :
- Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (guidelines stroke 2004)
- Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (guidelines stroke 2004)
- Antidislipidemia : atas indikasi

Terapi Nonfarmaka
- Operatif
- Phlebotomi
- Neuroestorasi (dalam fase akut) dan Rehabili Medik
- Edukasi
Komplikasi / Penyulit :
Fase Akut :
- Neurologis:
Stroke susulan
Edema Otak
Infark Berdarah
Hidrosefalus
- Non Neurologis :
Hipertensif / hiperglikemia
Edema Paru
Gangguan Jantung
Infeksi
Gangguan Keseimbangan
Fase Lanjut :
- Neurologis : gangguan fungsi luhur
- Non neurologi :
Kontraktur
Dekubitus
Infeksi
Depresi

KONSULTASI
- Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Ginjal/Hipertensi, Endokrin), Kardiologi bila
ada kelainan organ terkait
- Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang perlu dioperasi
(aneurisma, SVM, evakuasi hematom)
- Gizi
- Rehabilitasi medik (setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan
pertama pasca onset)

JENIS PELAYANAN
 Rawat inap : Stroke Corner, Stroke Unit atau Neurologic High Care Unit pada
fase akut
 Rawat jalan pasca fase akut
TENAGA STANDAR
Dokter Spesialis Saraf, Dokter umum, Perawat, Terapis

LAMA PERAWATAN
 Stroke perdarahan : rata-rata 3-4 minggu (tergantung keadaan umum penderita)
 Stroke iskemik : 2 minggu bila tidak ada penyulit / penyakit lain

PROGNOSIS
Ad vitam
Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
Ad Functionam
Penilaian dengan parameter :
- Activity Daily Living (Barthel Index)
- NIH Stroke Scale (NIHSS)
Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik / kognitif setelah 1 tahun : 20% - 30%

SEREBRITIS & ABSES OTAK

DEFINISI/ETIOLOGI

 Penumpukan material piogenik yang terlokalisir di dalam / di antara parenkim otak.


 Etiologi :
- Bakteri ( yang sering) : Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, S. Beta
hemolitikus, S. Alfa hemolitikus, E. Coli, Bacteroides.
- Jamur : N. Asteroids, spesies candida, aspergillus.
- Parasit (jarang) : E. Histolitika, cystecircosis, schistosomiasis.

Patogenesis
Mikroorganisme (MO mencapai parenkim otak melalui) :
- Hematogen : dari suatu tempat infeksi yang jauh
- Perluasan di sekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media
- Trauma tembus kepala/operasi otak
- Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik
- 20% kasus tak diketahui sumber infeksinya

Lokasi :
- Hematogen paling sering pada substansia alba dan grisea
- Perkontinutatum : daerah yang dekat dengan permukaan otak

Sifat :
- Dapat soliter atau multiple. Yang multiple sering pada jantung bawaan sianotik karena
ada shunt kanan ke kiri

Tahap-tahap :

- Awal : Reaksi radang yang difus pada jaringan otak (infiltrat leukosit, edema,
perlunakan dan kongesti) kadang disertai dengan bintik-bintik perdarahan
- Beberapa hari-minggu : Nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk
rongga abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik
sehingga terbentuk abses yang tidak berbatas tegas
- Tahap lanjut : Fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris

Stadium :
- Serebritis dini (hari I-III)
- Serebritis lanjut (hari IV-IX)
- Serebritis kapsul dini (hari X-XIII)
- Serebritis kapsul lanjut (hari > XIV hari)

KRITERIA DIAGNOSIS

 Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK khas bila
terdapat trias : gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal
 Darah rutin : 50-60% didapati leukositosis 10.000-20.000/ cm2
70-95% LED meningkat
LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
 Radiologi :
- Foto polos kepala biasanya normal
- CT Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras bila abses berdiameter >10mm
- Angiografi
Pemeriksaan Penunjang
 Darah rutin (leukosit, LED)
 LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
 Rontgen : foto polos kepala, CT Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras, atau
angiografi.

DIAGNOSIS BANDING
 Space Occupying lesion lainnya (metastase tumor, glioblastoma)
 Meningitis

TATALAKSANA
 Prinsipnya menghilangkan fokus infeksi dan efek massa
 Kausal :
- Ampisilin 2 gr/6 jam iv (200-400 mg/kgBB/hari selama 2 minggu)
- Kloramfenikol 1 gr/6 jam iv selama 2 minggu
- Metronidazole 500 mg/8 jam iv selama 2 minggu
- Anti edema : dexamethason / manitol
- Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter 2 cm

PENYULIT
 Herniasi
 Hidrosefalus Obstruktif
 Koma

KONSULTASI
Bedah Saraf

TEMPAT PELAYANAN
Perawatan di RS A atau B

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Minimal 6 minggu

PROGNOSIS
Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal
Prognosis : tergantung dari : umur penderita, lokasi abses dan sifat absesnya.
MENINGITIS TUBERKULOSA

DEFINISI ETIOLOGI
Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang
disebabkan oleh kuman tuberkulosa

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Didahului oleh gejala prodormal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam
subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset subakut,
riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung
Pemeriksaan Fisik

 Tanda-tanda rangsangan meningeal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan kernig
 Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian


tekanan intrakranial), pemeriksaan darah rutin, kimia, elektrolit
 Pemeriksaan Sputum BTA (+)
 Pemeriksaan Radiologik
- Foto polos paru
- CT Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbal bila
dijumpai peninggian tekanan intrakranial
 Pemeriksaan penunjang lain :
- IgG anti TB (untuk mendapatkan antigen bakteri diperiksa counter-
immunoelectrophoresis, radioimmunoassay, atau teknik ELISA).
- PCR

Pada pemeriksaan Laboratorium :


Pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial)
 Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+)
 Pleiositosis 50-500/ mm3, dominan sel mononuclear, protein meningkat 100-200 mg
%, glukosa menurun <50%-60% dari GDS, kadar laktat, kadar asam amino,
bakteriologis Ziehl Nielsen (+), Kultur BTA (+).
 Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti-TB atau PCR

DIAGNOSIS BANDING
 Meningoensefalitis karena virus
 Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
 Meningitis oleh karena infeksi jamur / parasit ( Cryptococcus neofarmans atau
Toxoplasma gondii), Sarkoid meningitis
 Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma, leukemia,
glioma, melanoma, dan meduloblastoma

TATALAKSANA
 Umum
 Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa (OAT)
o INH
o Pyrazinamida
o Rifampisin
o Etambutol
 Kortikosteroid

PENYULIT / KOMPLIKASI
 Hidrosefalus
 Kelumpuhan saraf kranial
 Iskemi dan infark pada otak dan mielum
 Epilepsi
 SIADH
 Retardasi Mental
 Atrofi nervus optikus

KONSULTASI
Bedah saraf

JENIS PELAYANAN
Rawat Inap

TENAGA STANDAR
Dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat
LAMA PERAWATAN
Minimal 3 minggu, tergantung respon pengobatan
PROGNOSIS

 Meningitis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis


 Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau meninggal

RABIES
ICD A 82
DEFINISI/ETIOLOGI
Rabies adalah penyakit peradangan akut SSP oleh virus rabies, bermanifestasi sebagai
kelainan neurologi yang umumnya berakhir dengan kematian

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Penderita mempunyai riwayat tergigi tercakar atau kontak dengan anjing, kucing atau
binatang lainnya yang:
- Positif rabies (hasil pemeriksaan orak hewan tersangka)
- Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit (bukan dibunuh)
- Tak dapat diobservasi setelah mengigit (dibunuh, lari, dan sebagainya)
- Tersangka rabies (hewan berubah sifat, malas makan, dll)

Gambaran Klinik
- Stadium prodromal (2-10 hari)
Sakit dan rasa kesemutan di sekitar luka gigitan (tanda awal rabies), sakit kepala,
lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, agitasi
- Stadium kelainan neurologis (2-7 hari)
o Bentuk spastik: peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot faring dan
esofagus, kejang, aerofobia, hidrofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma,
meninggal setelah 3-5 hari
o Bentuk dimensia
o Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat melakukan
tindakan kekerasan, koma, mati
o Bentuk paralitik (7-10 hari)
- Gejala tidak khas, penderita meninggal sebelum diagnosis tegak, terdapat monoplegi
atau paraplegi flaksis, gejala bulbar, kematian karena kelelahan otot napas.

Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium: leucosis, hematokrit, Hb, Albumin urine, dan leukosit urin,
Likuor Serebrospinal bila perlu
- Pemeriksaan radiologik: Dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala untuk
menyingkirkan kausa lain
- Pemeriksaan penunjang lain: tidak ada

Menunjang diagnosis bila ditemukan:


- Darah
o Leukosit : 8.000 – 13.000/mm3
o Hematokrit : berkurang
o Hb : berkurang
- Urine
o Albuminuria
o Sedikit leukosit
- CSF: Protein dan sel normal atau sedikit meninggi

DIAGNOSIS BANDING
- Intoksikasi obat-obatan
- Ensefalitis
- Tetanus
- Histerikal pseudorabies
- Poliomyelitis

TERAPI
- Bila sudah timbul gejala prodromal prognosis infaust dalam 3 hari
- Terapi hanya bersifat simptomatik dan supportif (infus dextrose, antikejang)
- Vaksin antirabies/serum antirabies: tidak diperlukan

PENYULIT
Dehidrasi, gagal nafas

KONSULTASI
Anestesi

JENIS PELAYANAN
Perawatan RS diperlukan untuk menenangkan pasien
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Dirawat di kamar isolasi 1-10 hari (umumnya penderita meniggal dalam 1-2 hari perawatan)

PROGNOSIS
Infaust/meninggal dunia

PENATALAKSAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA


DAN POSITIF RABIES:
KRITERIA TERSANGKA RABIES SEBAGAI BERIKUT:
1. Anjing/hewan yang meniggigit terbukti secara laboratorium adalah positif rabies
2. Anjing atau hewan yang menggigit mati dalam waktu 5-10 hari
3. Anjing atau hewan yang menggigit menghilang atau terbunuh
4. Anjing atau hewan yang menggigit dengan gejala rabies
Catatan:
1. Penyuntikan dilakukan secara lengkap bila:
a. Anjing atau hewan yang menggigit positif rabies
b. Hewan atau Anjing liar atau gila yang tidak dapat diobservasi atau hewan
tersebut dibunuh
2. Penyuntikan VAR tidak dilanjutkan apabila hewan atau anjing yang menggigit
penderita tetap sehat selama diobservasi sampai dengan 10 hari.
3. Petugas harus memakai sarung tangan, pakaian, dan masker.
4. Dokter/perawat harus terlebih dahulu memberikan penjelasan secukupnya tentang
jumlah kali pemberian vaksin antirabies (VAR)/serum antirabes (SAR), termasuk
manfaat maupun efek samping yang mungkin timbul.
5. Sebelum dilakukan vaksinasi dengan VAR/SAR terhadap penderita terlebih dahulu
dimintai persetujuan dari penderita maupun keluarga terdekat penderita atas
pemberian VAR/SAR tersebut. Dalam hal ini penderita atau keluarga terdekat
penderita harus menandatangani surat persetujuan (imformed consent) disaksikan oleh
dua orang saksi termasuk dokter/perawat.

PENATALAKSAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN POSITIF RABIES
No Indikasi Tindakan Jenis VAR + Booster Keterangan
Dosis
1. Luka Gigitan 1. Dicuci dengan ----- -----  Menunda
air sabun penjahitan
(detergen) 5-10 luka, jika
menit kemudian penjahitan
dibila dengan air diperlukan
bersih gunakan anti
2. Alcohol 40-70%
serum lokal
3. Berikan yodium,
 Bila
betadin solusio
diindikasikan
atau senyawa
dapat
ammonium
diberikan
kuartener 0,1%
4. Penyuntikan toxoid tetanus,

VAR secara antibiotic, anti


infiltrasi inflamasi, dan
sekeliling luka analgetik
2. Kontak, tetapi ---- ---- ---- ----
tanpa lesi,
kontak tak
langsung, tak
ada kontak
3. Menjilat kulit, Berikan VAR Imovax atau --- Dosis untuk
garukan atau verorab 0,5 ml semua umur
abrasi kulit, Hari 0: 2x suntikan deltoideus kiri sama
gigitan kecil IM dan 0,5 ml
(daerah deltoideus kanan
tertutup), Hari 7: 1x suntikan
lengan, badan IM 0,5 ml deltoideus
dan tungkai kiri atau kanan

Hari 21: 1x O,5 ml deltoideus


suntikan IM kiri atau kanan

4. Menjilat SAR Imovag Rabies


mukosa, luka ½ dosis disuntukan
gigitan besar secara infiltrate 20 IU/kgBB
atau dalam, disekitar luka
multiple, luka ½ dosis yang sisa
pada muka, disuntikan IM di
kepala, leher, region glutea
jari tangan, Imovag, verorab Hari 90:
jari kaki VAR 0,5 ml/
Sesua poin 3A dan IM
B deltoid
kiri atau
kanan
5. Kasus gigitan Berikan VAR hari Imovag, verorab --- 0,5 ml IM
ulang 0 SMBV deltoideus
A .Kurang dari Umur < 3 thn
1 tahun 0,1 ml IC flexor
lengan bawah
Umur >3 thn
0,25 ml IC
B. Lebih dari 1 Imovax, Verorab, flexor lengan
tahun SMBV, Imogam bawah
rabies
Berikan SAR +
VAR secara Sesuai poin 1, 3,
lengkap 4, 5
6. Bila ada reaksi Berikan anti
penyuntikan: histamine sistemik
reaksi lokal, atau lokal
kemerahan, Tidak boleh
gatal, diberikan
pembengkakan kortikesteroid
7. Bila timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoencefalitis
Th/ - kortikosteroid dosis tinggi
ENSEFALITIS VIRAL
ICD G 05

DEFINISI/ETIOLOGI
- Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat
yang menimbulkan kejang, kesadara menurun, atau tanda-tanda neurologi fokal.
- Etiologi
o Virus DNA
 Poxviridae : Poxvirus
 Herpetoviridae : Virus Herpes simplex, Varicela zoster, Virus
sitomegalik
o Virus RNA
 Paramiksoviridae : Virus Parotitis, Virus Morbili
 Picornaviridae : Enterovirus, Virus Poliomielitis, Echovirus
 Rhabdoviridae : Virus Rabies
 Togaviridae : Virus ensefalitis alpha, Flavivirus ensefalitis
jepang B, Virus demam kuning, Virus Rubi
 Bunyaviridae : Virus ensefalitis California
 Arenaviridae : Khoriomeningitis Limfositaria
 Retroviridae : Virus HIV

KRITERIA DIAGNOSIS
- Bentuk asimtomatik:
Gejala ringan, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui
penyebabnya, diplopia, vertigo, parestesi berlangsung sepintas. Diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan cairan cerebrospinal
- Bentuk abortif
Nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat
infeksi saluran nafas bagian atas atau gastrointestinal.
- Bentuk fulminant:
Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian.
Pada stadium akut demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk,
disorientasi, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma dalam.
Kematian biasanya terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung.
- Bentuk khas ensefalitis:
Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas bagian atas atau
gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah,
lemah, dan sukar tidur. Defisit neurologis yang timbul tergantung tempat kerusakan.
Selanjutnya kesadaran menurun sampai koma, kejang fokal atau umum, hemiparesis,
gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan
gangguan mental.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
- Pungsi lumbal (bila tidak ada kontra indikasi)
o Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau meningkat
o Fase dini dapat dijumpai peningkatan sel PMN diikuti pleositosis limfositik,
umumnya kurang dari 1000/ul
o Glukosa dan klorida normal
o Protein normal atau sedikit meninggi (80-200 mg/dl)
- Pemeriksaan darah
o Leukosit : normal atau lekopeni atau lekositosis ringan
o Amilase serum sering meningkat pada parotitis
o Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis
infeksiosa
o Pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, cytomegalovirus, dan HIV

Pemeriksaan Radiologik
- Foto thoraks
- CT Scan
- MRI

Pemeriksaan Penunjang Lain


Bila tersedia fasilitas virus dapat dibiakkan dari cairan serebrospinal, tinja, urin, apusan
nasofaring, atau nanah

DIAGNOSIS BANDING
- Infeksi bakteri, mikobakteri, jamur, protozoa
- Meningitis tuberkulosa, meningitis karena jamur
- Abses otak
- Lues serebral
- Intoksikasi timah hitam
- Infiltrasi neoplasma (Lekemia, Limfoma, Karsinoma)

TERAPI
- Perawatan umum
- Anti udema serebri : Deksamethason dan manitol 20%
- Atasi kejang : Diazepam 10-20 mg iv perlahan-lahan dapat diulang sampai 3 kali
dengan interval 15-30 menit. Bila masih kejang berikan fenitoin 100-200 mg/12
jam/hari dilarutkan dalam NaCl dengan kecepatan maksimal 50mg/menit.
- Terapi kausal: Untuk HSV: Acyclovir

PENYULIT/KOMPLIKASI
- Defisit neurologis sebagai gejala sisa
- Hidrosefalus
- Gangguan mental
- Epilepsy
- SIADH

KONSULTASI –
JENIS PERAWATAN
Rawat inap, segera

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
- Satu bulan bila tidak ada sequale neurologis
- Minimal 1 minggu

PROGNOSIS
Beratnya sequel tergantung pada virus penyebab
MENINGITIS BAKTERIAL
ICD G 00

DEFINISI/ETIOLOGI
- Meningitis bacterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta)
adalah suatu infeksi cairan likuor serebrospinalis dengan proses peradangan yang
melibatkan piamater, arakhnoid, ruang subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan
otak dan medula spinalis.
- Etiologi: Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, H. influenza,
Staphylococci, Listeria monocytogenes, basil gram negative.

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 1-7 hari. Gejala berupa
demam tinggi, menggigil, sakit kepala, fotofobia, myalgia, mual, muntah, kejag, perubahan
status mental sampai penurunan kesadaran.

Pemeriksaan fisik
- Tanda-tanda rangsang meningeal
- Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset
- Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis
- Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis,
pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. meningitidis).

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Lumbal pungsi
- Pemeriksaan likuor
- Pemeriksaan kultur likuor dan darah
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit darah
Radiologis
- Foto polos paru
- CT Scan Kepala
Pemeriksaan penunjang lain: pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C-Reactive Protein
atau PCR (Polymerase Chain Reaction).

Pemeriksaan Laboratorium diperoleh:


- Lumbal pungsi: Mutlak dilakukan bila tidak ada kontra indikasi. Pemeriksaan Likuor:
tekanan meningkat >180 mmH2O, pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai
10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat >150mg/dL dapat >1.000 mg/dL,
Glukosa menurun <40% dari GDS. Dapat ditemukan mikroorganisme dengan
pengecatan gram.
- Pemeriksaan darah rutin: Leukositosis, LED meningkat.

Pemeriksaan penunjang lain


Bila hasil analisis likuor serebrospinalis mendukung, tetapi pada pengecatan gram negative
maka untuk menentukan bakteri penyebab dapat dipertimbangkan pemeriksaan antigen
bakteri spesifik seperti C-Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction).

DIAGNOSIS BANDING
Meningitis virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis Khemikal, Meningtis TB, Meningitis
Leptospira, Meningoensefalitis fungal.

TATALAKSANA
- Perawatan umum
- Kausal: Lama pemberian 10-14 hari

Usia Bakteri Penyebab Antibiotika


≤50 tahun S. Pneumoniae Cefotaxime 2g/6 jam max. 12 g/hari atau
N. Meningitidis
ceftriaxone 2g/12 jam + Ampicillin 2g/4
L. Monocytogenes
jam/IV (200 mg/kgBB/IV/hari)

Cholramphenicol 1g/6 jam +


Trimetoprim/sulfametoxazole 20mg/kg
BB/hari

Bila prevalensi S. Pneumoniae resisten


Cephalosporin ≥2% diberikan:
Cefotaxime / ceftriaxone + Vancomycin
1g/12 jam/ IV (max. 3 g/ hari)
≥50 tahun S. Pneumoniae Cefotaxime 2g/6 jam max. 12 g/hari atau
H. Influenzae
ceftriaxone 2g/12 jam + Ampicillin 2g/4
Species Listeria
Pseudomonas jam/IV (200 mg/kgBB/IV/hari)
aeroginosa
Bila prevalensi S. Pneumoniae resisten
N. Meningitidis
Cephalosporin ≥2% diberikan:
Cefotaxime / ceftriaxone + Vancomycin
1g/12 jam/ IV (max. 3 g/ hari)

Ceftazidime 2g/8 jam/ IV

Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotik empiris sesua dengan
kelompok umur, harus segera dimulai
- Terapi tambahan: dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita dengan
status mental sangatn terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan
deksametason 0,15 mg/kgBB/16 jam/IV selama 4 hari dan diberikan 20 menit
sebelum pemberian antibiotic
- Penanganan peningkatan TIK
o Meninggikan letak kepala 30° dari tempat tidur
o Cairan hiperosmoler: manitol atau gliserol
o Hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2 antara 27-30 mmHg

PENYULIT
- Gangguan serebrovaskuler
- Edema otak
- Hidrosefalus
- Perdarahan otak
- Shock sepsis
- ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
- Disseminated Intravascular Coagulation
- Efusi subdural
- SIADH

KONSULTASI
Konsultasi dengan bagian lain sesuai sumber infeksi.

JENIS PELAYANAN
Perawatan RS diperlukan segera
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
1-2 bulan di ruang perawatan intermediet

PROGNOSIS
Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal

TETANUS
ICD X : A 35

DEFINISI
Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik
persisten dan eksaserbasi singkat.

KRITERIA DIAGNOSIS
 Hipertoni dan spasme otot
o Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding perut
tegang, anggota gerak spastik.
o Lain-lain: Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot di
sekitar luka.
 Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu
 Umumnya ada luka/riwayat luka
 Retensi urine dan hiperpireksia
 Tetanus lokal

Pemeriksaan Penunjang
 Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C. Tetani.
 EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung.
 Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru.
DIAGNOSIS BANDING
 Kejang karena hipokalsemia
 Reaksi distonia
 Rabies
 Meningitis
 Abses retrofaringeal, abses gigi, subluksasi mandibula
 Sindrom hiperventilasi/reaksi histeri
 Epilepsi/kejang tonik klonik umu

TATALAKSANA
 IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 / 6 jam
 Kausal :
o Antitoksin tetanus:
a. Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 IU/hari/i.m. selama
3-5 hari. TES KULIT SEBELUMNYA. ATAU
b. Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500-3.000 IU/i.m. tergantung
beratnya penyakit. Diberikan SINGLE DOSE.
o Antibiotik :
a. Metronidazole 500 mg/8 jam drips i.v.
b. Ampisilin dengn dosis 1 gr/8 jam i.v. (TES KULIT SEBELUMNYA).
Bila alergi terhadap Penisilin dapat diberikan:
 Eritromisin 500 mg/6 jam/oral. ATAU
 Tetrasiklin 500 mg/6 jam/oral.
o Penanganan luka :
Dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2.

 Simtomatis dan supportif


 Diazepam
o Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan dosis 10 mg i.v.
perlahan 2-3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan.
Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan infus (10-12
mg/kgBB/hari) diberikan secara drips (syringe pump).
Untuk mencegah terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit.
o Setiap kejang diberikan bolus diazepam 1 ampul/i.v. perlahan selama 3-5 menit,
dapat diulangi setiap 15 menit sampai maksimal 3 kali. Bila tak teratasi segera
rawat di ICU.
o Bila penderita telah bebas kejang selama ± 48 jam maka dosis diazepam
diturunkan secara bertahap ± 10% setiap 1-3 hari (tergantung keadaan). Segera
setelah intake peroral memungkinkan maka diazepam diberikan peroral dengan
frekuensi pemberian setiap 3 jam.
 Oksigen, diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia, distres pernapasan, sianosis.
 Nutrisi
Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu, diberikan melalui pipa
nasogastrik.
 Menghindari tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan suara
dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten.
 Mempertahankan/membebaskan jalan nafas: pengisapan lendir oro/nasofaring secara
berkala.
 Posisi/letak penderita diubah-ubah secara periodik.
 Pemasangan kateter bila terjadi retensi urin.

PENYULIT
 Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan napas
 Pneumonia aspirasi
 Kardiomiopati
 Fraktur kompresi

KONSULTASI
 Dokter gigi
 Dokter ahli bedah
 Dokter ahli kebidanan dan kandungan
 Dokter ahli THT
 Dokter ahli anestesi

JENIS PELAYANAN
Rawat segera, bila diperlukan, rawat di ICU

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum/residen, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
2 minggu-1 bulan

PROGNOSIS/LUARAN
 Angka kematian tinggi bila :
o Usia tua
o Masa inkubasi singkat
o Onset periode yang singkat
o Demam tinggi
o Spasme yang tidak cepat diatasi
 Sebelum KRS : Tetanus Toksoid (TT1) 0,5 ml i.m.
TT2 dan TT3 : diberikan masing-masing dengan interval waktu 4-6 minggu.

MALARIA SEREBRAL

KRITERIA DIAGNOSIS
Merupakan komplikasi dari malaria. Paling sering disebabkan oleh P. Falciparum. Diagnosis
ditegakkan pada penderita malaria (terbukti dari pemeriksaan apusan darah) yang mengalami
penurunan kesadaran (GCS < 7) disertai gejala lain gangguan serebral (ensefalopati).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan apusan darah tebal : ditemukan parasit malaria

DIAGNOSIS BANDING
Penurunan kesadaran sebab lain :
Hipoglikemi, asidosis berat, syok karena hipotensi.

TERAPI
Antimalaria : Kinin dihidroklorida IV
Terapi suportif : Antikonvulsan
Antipirektika
Penanganan hipoglikemia
Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Pencegahan : Anti malaria oral sejak dua minggu sebelum perjalanan ke daerah endemis

PENYULIT
Hipoglikemia, asidosis, edema paru, syok hemodinamik, gagal ginjal

KONSULTASI
Bag. Ilmu Penyakit Dalam

JENIS PELAYANAN
Rawat inap

TENAGA
Perawat, dokter umum/residen, dokter spesialis saraf

LAMA RAWAT
Tergantung klinis

PROGNOSIS
Sequele jangka panjang : ataksia, buta kortikal, kejang, hemiparesis
SINUS TROMBOFLEBITIS

KRITERIA DIAGNOSIS

Definisi : adalah infeksi sinus venosus intrakranial yang disebabkan berbagai bakteria.
Biasanya berasal dari penjalaran infeksi sekitar wajah atas (furunkel) dan kepala (mastoiditis
dll). Gejala tergantung sinus venosus mana yang terkena. Pada trombosis sinus cavernosus,
bisa didapat oftalmoplegi dan khemosis. Pada sinus sagitalis trombosis bisa didapatkan
paraplegi.

Pemeriksaanpenunjang

Darah rutin : gambaran infeksi umum dan leukositosis.

Pemeriksaan penunjang lain : cari sumber infeksi wajah atau kepala.


DIAGNOSIS BANDING

Pseudotumor serebri

TATALAKSANA

Terapi farmaka : antibiotika seperti meningitis purulenta

KOMPLIKASI/PENYULIT

Meningitis purulenta

Abses otak

KONSULTASI :

JENIS PELAYANAN

Rawat inap

TENAGA

Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

PROGNOSIS

Tergantung stadium pengobatan.


MENINGITIS KRIPTOKOKKUS/ JAMUR

KRITERIA DIAGNOSIS

Definisi : adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokkus.

Diagnosa pasti : pemeriksaan sediaan lansung dan kultur dari CSS.

Predisposisisi : gangguan imunitas berat (AIDS, penerima transplantasi jaringan atau sedang
dalam terapi keganasan )

Pemeriksaan penunjang :

- Pungsi lumbal : profil LCS menyerupai MTB


- Pemeriksaan serologis.
- Kultur Sabauraud.

DIAGNOSIS BANDING

Meningitis serosa sebab lain.

TATALAKSANA

- Terapi kausal : amfoterisin B dan 5 Floro-sitosin IV ( 2 minggu ) dilanjutkan


Flukonazol 200mg/hari
- Terapi simptomatik / supportif : sesuai dengan keadaan pasien.

PENYULIT

Herniasi

KONSULTASI

Atas indikasi ke Bag. Ilmu Penyakit Dalam dan Bedah Saraf.

JENIS PELAYANAN

Rawat inap di ruang perawatan khusus.

TENAGA

Perawat, dokter umum dan dokter spesialis saraf.


PROGNOSIS

Buruk.

HIV-AIDS SUSUNAN SARAF PUSAT


DEFINISI / ETIOLOGI

Definisi WHO untuk AIDS di Asia Tenggara adalah pasien yang memenuhi kriteria A dan B
di bawah ini :

A. Hasil positif untuk antibodi HIV dari dua kali test yang menggunakan dua antigen
yang berbeda.
B. Salah satu dari kriteria di bawah ini :
1. Berat badan menurun 10% atau lebih yang tidak diketahui sebabnya.
2. Tuberkulosis millier atau menyebar
3. Kandidiasis esofagus yang dapat didiagnosis dengan adanya kandidiasis
mulut yang disertai disfagia/ odinofagia.
4. Gangguan neurologis disertai gangguan kativitas sehari-hari yang tidak
diketahui sebabnya.
5. Sarkoma kaposi.

Infeksi HIV akan menimbulkan penyakit yang kronik dan progresif sehingga setelah
bertahun-tahun tampaknya mengancam jiwa. Pengobatan yang tersedia sekarang dapat
mem[erpanajng masa hidup dan kualitas hidup dengan cara memperlambat penurunan sistem
imun dan mencegah infeksi oportunistik. Terdapat variasi yang luar dari respons imun
terhadap efek patologik HIV. Kerana itu mungkin saja sebagian dari mereka tetap hidup dan
sehat dalam jangka masa [anjang sekitar 40-50% dari mereka menjadi AIDS dalam waktu 10
tahun.

PATOFISIOLOGI INFEKSI HiV

HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan non seksual. Di dalam tubuh HIVakan
menginfeksi sel yang mempunyai reseptor CD$ seperti sel limfosit, monosit dan makrofag
dan beberapa sel tertentu, walaupun tidak mempunyai CD$ misalnya sel glia dan sel
Langehans. Secara umum ada dua kelas sel dimana HIV dapat berreplikasi yaitu di dalam sel
T limfosit dan sel makrofag, karena itu disebut T-tropik atau syncytium inducing isolates dan
Makrofag-tropik atau non- syncytium inducing isolates. Isolated M-tropik lebih sering tertular
tetapi isolat T-tropik terlihat pada 505 dari infeksi HIV stadium lanjut dan menimbulkan
progresivitas penyakit yang sangat cepat. Bahkan diketahui bahwa yang menimbulkan
perbedaan tropisme adalah kadar ko-reseptor yang penting yaitu CXCR4 dan CCR5.

Sebagai akibatnya akan terjadi dua kelompok gejala utama yaitu :


1. Akibat penekanan pada sistem kekebalan tubuh hingga mudah terjadi infeksi, kanyeri
kepalaer yang spesifik dan penurunan berat badan yang drastik.
2. Disfungsi neurologik baik susunan saraf pusat maupun susunan saraf perifer.

KRITERIA DIAGNOSIS

Fase I : infeksi HIV primer ( infeksi HIV akut )

Fase II : penurunan imunitas dini ( sel CD4 > 500/ul)

Fase III : penurunan imunitas sedang ( sel CD4 500 -200/ul)

Fase IV : penurunan imunitas berat ( sel CD4 <200/ul)

KRITERIA DIAGNOSIS PRESUMTIF UNTUK INDIKATOR AIDS

a. Kandidiasis esofagus : nyeri retrosternal saat menelan dan bercak putih di atas dasar
kemerahan.
b. Retinitis virus sitomegalo
c. Mikobakteriosis
d. Sarkoma kaposi : bercak merah atau ungu pada kulit atau selaput mukosa.
e. Pneumonia pnemosistis karini : riwayat sesak nafas / batuk non-produktif dalam 3
bulan terakhir.
f. Toksoplasmosis otak.

Pemeriksaan penunjang :

- Enzym-linked immunosorbent assay (ELIZA) dan aglutinasi partikel


- Western Blot Analysis, indirect immunofluorescence assays (IFA) dan
radioimmunopresipitation assays (RIPA).
- Biakan darah, urin dan sifilis
- Antigen / antibodi HIV
- Limposit sel CD4 dan CD8
- Viral load
- Serologi sifilis dan antigen kriptokokus
- Lumbal pungsi
- Pemeriksaan tinta India cairan serebrospinal
- Brain CT-scan / MRI
- Electromyography (EMG)
- Memory test
- Roentgen thorax
- Mikroskopis dan biakan dahak

DIAGNOSIS BANDING
- Massa intrakranial
- TBC
- Polineuropathy karena penyebab lain
- Demensia karena penyebab lain.

TATALAKSANA

Dosis anti retroviral untuk ODHA dewasa

Golongan / nama obat Dosis

Nucleosida

- Abacavir 300 mg setiap 12 jam

- didanoside (ddl) 400mg sekali sehari

250mg@12 jam (BB,60kg) atau 250mg sekali


sehari bila diberi bersama TDF

- lamivudine (3TC) 150mg tiap 12 jam atau 300mg sekali sehari

- stavudine (d4t) 30mg@12jam (BB<60kg)

- zidovudine 300mg@12jam

- tenofovir non- 300mg sekali sehari


nucleoside RTIs
- efavirenz (EFV) 600mg sekali sehari

- nevirapine (NVP) 200mg sekali sehari (14hari) kemudian 200mg


@12jam

Protease inhibitors

- indinavir/ritonavir 800mg/100mg@12jam

- lopinavir/ritonavir 400mg/100mg @12jam

- nelfinavir 1250mg @12jam

- squinavir/ritonavir 1000mg/100mg@12jam atau 1600mg/200mg


sekali sehari

- ritonavir Capsule 100mg, larutan oral 400mg/5ml

Infeksi Opportunistik
1. sitomegalovirus pada HIV : pada funkuskopi = retinitis sitomegalovirus Gansiklovir
5mg/KgBB dua kali sehari parenteral selama 14-21 hari. Selanjutnya 5mg/KgBB
sekali sehari dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel/ml
2. ensefalitis toksoplasma : pirimetamin 50-75mg per hari dengan sulfadiazin
100mg/KgBB/hari. Asam folat 10-20 mg per hari.
Atau : fansidar 2-3 tablet per hari dan klindamisisn 4x600mg perhari disertai
leukovorin 10mg perhari. Untuk mencegah kekambuhan : kotrimoksazol 2 tab per
hari.
3. Meningitis cryptococcus : terapi primer fase akut : amfoterisin B 0.7 mg/KgBB/hari
iv selama 2 minggu.selanjutnya fluconazol 400mg per hari peroral selama 8-
10minggu.
Terapi pencegahan kekambuhan : fluconazole 100mg per hari seterusnya selama
jumlah sel CD4 masih dibawah 300 sel/mL

Antiretroviral rekomendasi WHO 2004


ARV first line :
- D4T/5TC/NVP ( STAVUDIN/LAMIFUDIN/NEVIRAPIN)
- D4T/3TC/EFV ( STAVUDIN/LAMIFUDIN/EFAVIRENS)
- AZT/3TC/NVP (ZIDOVUDIN/LAMIFUDIN/NEVIRAPIN)
- AZT/3TC/EFV (ZIDOVUDIN/LAMIFUDIN/EFAVIRENS)

PENYULIT/KOMPLIKASI

1. Drug toxicity
2. Mononeuropati
3. Focal brain lession
4. Inflammatory demyelinating polyneuropathy
5. Progressive polyradiculopathy
6. Mononeuritis multiplex
7. Spinal cord syndrome

KONSULTASI

Pokja HIV-AIDS RS setempat, VCT Clinic

JENIS PELAYANAN

Rawat inap dan rawat jalan

TENAGA STANDAR

Spesialis saraf, spesialis penyakit dalam , perawat terlatih


PROGNOSIS

Angka kekambuhan dan angka kematian tinggi.

Gambar 1 : algoritme penatalaksanaan keluhan intraserebral pada penderita HIV/AIDS

KELUHAN INTRASEREBRAL

MRI / CT- SCAN

NORMAL ATROFI MENINGEAL HIDROSEFALUS LESI DESAK


ENHANCE RUANG

SHUNT ( KP)
EVALUASI CSF
LESI MASSA

POSITIF NEGATIF
EFEK MASSA (-) GAMBAR 2
TERAPI SESUAI OBSERVASI
Gambar 2 : algoritme penatalaksanaan lesi massa intrakranial pada penderita HIV/AIDS

Lesi massa intrakranial

- Stupor – coma
- Alert- lethargic - Perburukkan cepat
- Stabil Steroid ?? - Massa besar dengan resiko herniasi

Lesi multiple Lesi tunggl

Serologi toksoplasma Ancaman herniasi

Obat antitoksoplasma Biopsi stereotaktik

perbaikan
tidak

Terapi sesuai etiologi Dekompresi biopsi


ya terbuka

Obat antitoksoplama
seumur hidup

DEMENSIA ALZHEIMER
ICD F.00

DEFINISI DEMENSIA :

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang


menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.

KRITERIA DIAGNOSIS

Probable Demensia Alzheimer

 Demensia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologi


(algoritma penanganan demensia, MMSE, CDT, ADL, IADL, FAQ, CDR, NPI, Skala
Depresi Geriatrik, Trial Making test A dan B terlampir)
 Defisit meliputi dua atau lebih area kognisi terutama perburukan memori yang
disertai gangguan kognisi lain yang progresif
 Tidak terdapat gangguan kesadaran
 Awitan (onset) antara usia 40-90 tahun, sering setelah usia 65 tahun
 Tidak ditemukan gangguan sistemik atau penyakit otak sebagai penyebab gangguan
memori dan fungsi kognisi yang progresif tersebut

Possible Demensia Alzheimer

 Penyandang sindroma demensia tanpa gangguan neurologis, psikiatris dan gangguan


sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia
 Awitan, presentasi atau perjalanan penyakit yang bervariasi dibanding demensi
Alzheimer klasik
 Pasien demensia dengan komorbiditas (gangguan sistemik/ gangguan otak sekunder)
tetapi bukan sebagai penyebab demensia
 Dapat dipergunakan untuk keperluan penelitian bila terdapat suatu defisit kognisi
berat, progresif bertahap tanpa penyebab lain yang teridentifikasi.

KLINIS

 Awitan penyakit perlahan-lahan


 Perburukan progresif memori (jangka pendek) disertai gangguan fungsi berbahasa
(afasia), ketrampilan motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia) dan perubahan
perilaku penderita yang mengakibatkan gangguan aktivitas hidup sehari-hari (ADL).
 Bisa didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa
 Kelainan neurologis lain pada tahap lanjut berupa gangguan motorik seperti
hipertonus, mioklonus, gangguan lenggang jalan (gait), atau bangkitan (seizure)
 Gejala penyerta lain berupa depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi, halusinasi,
pembicaraan katastrofik, gejolak emosional atau fisikal, gangguan seksual,
penurunan berat badan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Radioimaging :

 CT scan : atrofi serebri terutama daerah temporal dan parietal


 MRI : atrofi serebri dan atrofi hipokampus
 SPECT : penurunan serebral blood flow terutama di kedua kortek
temporoparietal
 PET : penurunan tingkat metabolism kedua kortek temporoparietal

Laboratorium

 Urinalisis
 Elektrolit serum
 Kalsium
 BUN
 Fungsi hati
 Hormon tiroid
 Kadar asam Folat dan vitamin B12
 Absorpsi antibodi treponemal fluoresen neurosifilis dan pemeriksaan HIV pada
pasien resiko tinggi
 Pemeriksaan cairan otak untuk biomarker

EEG

 Stadium awal : gambaran EEG normal atau aspesifik


 Stadium lanjut: dapat ditemukan perlambatan difus dan kompleks periodik

BAKU EMAS (PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI):

 Ditemukan neurofibrillary tangles dan senile plaque


DIAGNOSA BANDING

 Demensia Vaskuler
 Demensia Lewi body
 Demensia lobus frontal
 Pseudodemensia (depresi)

PENATALAKSANAAN

Farmakologi

 Simptomatik :
o Penyekat Asetilkolinesterase:
 Donepezil HCl tablet 5 mg, 1x1 tablet /hari
 Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2x 1,5 mg sampai maksimal
2x6 mg
 Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x4 mg sampai maksimal
2x16 mg
 Gangguan perilaku
o Depresi
 Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama): sertraline tablet 1x 50 mg,
Fluoxetine tablet 1x 20 mg
 Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors : Reversible MAO-A inhibitor
(RIMA) : Moclobemide
o Delusi/halusinasi/agitasi
 Neuroleptik atipikal
 Risperidon tablet 1x 0,5 mg – 2 mg/ hari
 Olanzapin
 Quetiapin tablet : 2 x 25 mg – 100 mg
 Neuroleptik tipikal
 Haloperidol tablet : 1 x 0,5 mg – 2mg/ hari

Non farmakologis

Untuk mempertahankan fungsi kognisi


Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual:
 Orientasi realitas
 Stimulasi kognisi : memory enhancement program
 Reminiscence
 Olahraga Gerak Latih Otak
Edukasi pengasuh
 Training dan konseling
Intervensi lingkungan
 Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
 Fasilitasi aktivitas
 Terapi cahaya
 Terapi musik
 Pet therapy
Penanganan gangguan perilaku
 Mendorong untuk melakukan aktivitas keluarga ( menyanyi, ibadah, rekreasi
dll)
 Menghindari tugas yang kompleks
 Bersosialisasi

TINDAKAN
 Tidak ada tindakan spesifik

PENYULIT
 Infeksi saluran kemih dan pernafasan
 Gangguan gerak dan jatuh pada tahap lanjut

KONSULTASI
 Bila diagnosa demensia belum tegak/ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau
terdapat progresifitas yang tidak khas.
 Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua
 Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmakologi spesifik

JENIS PELAYANAN
 Poliklinik konsultatif

TENAGA
 Dokter spesiais Ilmu Penyakit Saraf

LAMA PERAWATAN
 Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
DEMENSIA VASKULER

ICD F.01

DEFINISI:

Demensia vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oleh gangguan
serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan
meliputi semua domain, tidak haurs prominen gangguan memori.

Dalam pembagian klinis dibedakan atas:

I. Vad pasca stroke/ Post stroke demensia

 Demensia infark strategik


 MID (Multiple infark dementia)
 Perdarahan intraserebral

II. Vad subkortikal


 Lesi iskemik substansia alba
 Infark lakuner subkortikal
 Infark non lakuner subkortikal

III. AD + CVD (VaD tipe campuran)

KRITERIA DIAGNOSIS VAD


PROBABLE VAD PASCA STROKE
1. Adanya demensia secara klinis dan test neuropsikologis (sesuai dengan demensia
Alzheimer)
2. Adanya penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan:
 Defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik sesuai gejala stroke (dengan atau
tanpa riwayat stroke)
 CT scan atau MRI adanya tanda-tanda gangguan serebrovaskuler
3. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas (1 atau lebih keadaan di bawah ini)
 Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke
 Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi defisit kognisi yang
progresif dan bersifat stepwise.
PROBABLE VAD SUBKORTIKAL
1. Sindroma kognisi meliputi :

 Sindroma Diseksekusi: Gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan,


pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan
abstraksi

 Deteriorasi fungsi memori sehingga terjadi gangguan fungsi okupasi kompleks dan
sosial yang bukan disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke

2. CVD yang meliputi:

 CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging

 Riwayat defisit neurologi sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah,
tanda Babinski, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak
KLINIS:

a. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, reflex asimetri, dan inkoordinasi

b. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia

c. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab

d. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan urologi

e. Disatri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal

f. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil,
dan retasdasi psikomotor

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

 Darah: hematologi faktor risiko stroke

Radiologis :

 Foto thorak

 Radioimaging

Computed Tomography

 VaD pasca stroke

o Infark (kortikal dan/atau subkortikal)

o Perdarahan Intraserebral

o Perdarahan subarachnoid

 VaD subkortikal

o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas


o Tidak ditemukan adanya: infark di kortikal dan kortiko-subkortikal dan infark
watershed; perdarahan pembuluh darah besar; hdrosefalus tekanan
normal(NPH) dan penyebab spesifik substansia alba (multiple sklerosis,
sarkoidosis, radiasi otak).

Magnetic Resonance Imaging VaD subkortikal

a. Lesi luas periventrikuler dan sustansia alba atau multiple lakuner (>5) di substansia
grisea dalam dan paling sedikit ditemukan lesi substansia alba moderat

b. Tidak ditemukan infark di teritori non lakuner, kortiko-subkortikal dan infark


watershed, perdarahan, dan tanda-tanda hidrosefalus tekanan normal dan penyebab
spesifik lesi subtansia alba (mis. multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak).

DIAGNOSA BANDING

 Demensia Alzheimer (dengan menggunakan Hachinski score terlampir)

PENATALAKSANAAN

Farmakologi

 Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler

 Terapi simptomatik terhadap gangguan kognisi simptomatik:

o Penyekat Asetilkolinesterase:

i. Donepezil HCl tablet 5 mg, 1x1 tablet/hari

ii. Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2x 1,5 mg sampai
maksimal 2x 6 mg

iii. Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2x 4 mg sampai maksimal
2x 16 mg

 Gangguan perilaku

o Depresi
 Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama): sertraline tablet 1x 50 mg,
Fluoxetine tablet 1x 20 mg
 Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors : Reversible MAO-A inhibitor
(RIMA) : Moclobemide
o Delusi/halusinasi/agitasi
 Neuroleptik atipikal
 Risperidon tablet 1x 0,5 mg – 2 mg/ hari
 Olanzapin
 Quetiapin tablet : 2 x 25 mg – 100 mg
 Neuroleptik tipikal
 Haloperidol tablet : 1 x 0,5 mg – 2mg/ hari

Non farmakologis

Untuk mempertahankan fungsi kognisi

Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual:

 Orientasi realitas
 Stimulasi kognisi : memory enhancement program
 Reminiscence
 Olahraga Gerak Latih Otak
Edukasi pengasuh
 Training dan konseling

Intervensi lingkungan

 Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah


 Fasilitasi aktivitas
 Terapi cahaya
 Terapi musik
 Pet therapy

TINDAKAN

 Tidak ada tindakan spesifik

PENYULIT

 Infeksi saluran kemih dan pernafasan


 Gangguan gerak dan jatuh pada tahap lanjut

KONSULTASI
 Bila diagnosa demensia belum tegak/ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau
terdapat progresifitas yang tidak khas.
 Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua
 Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmakologi spesifik

RUJUKAN :

 Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf

JENIS PELAYANAN:

 Poliklinik konsultatif

TENAGA :

 Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf

LAMA PERAWATAN

 Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit

TUMOR INTRAKRANIAL
ICD C 71

DEFINISI
Massa intrakranial--baik primer maupun sekunder-- yang memberikan gambaran klinis
proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis.

KRITERIA DIAGNOSIS
 Gejala tekanan intrakranial yang meningkat:
 Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesic
 Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
 Papil edema (sembab papil = choked disc)
 Kesadaran menurun/berubah
 Gejala fokal:
 True location sign
 False location sign
 Neighbouring sign
 Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya.
 Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang menunjukkan adanya massa (SOL)
Pemeriksaan Penunjang
 Foto polos tengkorak
 Neurofisiologi : EEG, BAEP
 CT scanning/ MRI kepala + kontras

DIAGNOSIS BANDING
 Abses serebri
 Subdural hematom
 Tuberkuloma
 Pseudotumor serebri
TATALAKSANA
 Kausal
 Operatif
 Radioterapi
 Kemoterapi
 Obat-obat dan tindakan untuk menurunkan tekanan intrakranial
 Deksamethason
 Manitol
 Posisi kepala ditinggikan 20-300
 Simptomatik (bila diperlukan dapat dibicarakan):
 Antikonvulsan
 Analgetik/antipiretik
 Sedativa
 Antidepresan bila perlu
 Rehabilitasi medik

PENYULIT/KOMPLIKASI
 Herniasi otak
 Perdarahan pada Tumor
 Hidrosefalus

KONSULTASI
 Bedah Saraf
 Radiologi

JENIS PELAYANAN
Perawatan RS bila:
 Telah terdapat keluhan dan kelainan saraf yang berat
 Gangguan hormonal dan metabolik

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Minimal 2 minggu (untuk diagnostik dan persiapan operasi)

PROGNOSIS
Tergantung jenis tumor, lokalisasi, perjalanan klinis.
NEURALGIA TERMINAL (TN)
KRITERIA DIAGNOSIS
Serangan nyeri paroksismal, spontan, tiba-tiba, nyeri tajam, superfisial, seperti ditusuk,
tersentrum, terbakar pada wajah atau frontal (umumnya unilateral) beberapa detik sampai < 2
mennit, berulang, terbatas pada ≥ 1 cabang N.trigeminus (N.V).
Nyeri umumnya remisi dalam jangka waktu bervariasi. Intensitas nyeri berat. Presipitasi
dapat dari trigger area (plika nasolabialis dan/ pipi) atau pada aktivitas harian seperti bicara,
membasuh muka, cukur jenggot, gosok gigi (triggerd factors). Bentuk serangan masing-
masing pasien sama. Diantara serangan umumnya asimtomatis. Umumnya tidak ada defisit
neurologik.

KLASIFIKASI TN :
1. TN idiopatik
2. TN simtomatik (lesi primer menekan N.V : tumor, sklerosis multipel)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
MRI pada TN simtomatik, MRA

DIAGNOSIS BANDING
Nyeri wajah atipikal.

TERAPI
Terapi farmakologik :
Antikonvulsan : karbamasepin, okskarbamasepin, fenitoin, gabapentin, asam valproat,
balklofen.
Terapi Non-farmakologik : TENS
Bedah : bila terapi farmaka adekuat gagal
Terapi kausal : pada TN simtomatik
Catatan : terapi simtomatik sama pada neuralgia yang lain.

PENYULIT : -
KONSULTASI
Bagian bedah saraf (atas indikasi pada TN simtomatik)

JENIS PELAYANAN
Poliklinik rawat jalan

TENAGA
Dokter Spesialis Saraf

PROGNOSIS
TN idiopatik : baik
TN simtomatik : tergantung kausal

NEURALGIA PASCA HERPES


KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri pada area distribusi ruam setelah menderita herpes zoster. Timbul tanpa ataupun
dengan interval bebas nyeri (umumnya satu bulan). Rasa nyeri seperti panas, kesetrum,
menyentak, dan timbul alodinia dan hiperestesi.

KLINIS
Pada area bekas ruam :
Anestesia dolorosa, dengan rangsang raba terasa nyeri (alodinia)

LABORATORIUM : -

RADIOLOGI : -

GOLD STANDARD : -

PATOLOGI ANATOMI
Populasi serabut saraf bergeser, banyak mengandung serabut saraf diameter kecil yang tidak
bermielin dan bermielin dan hilangnya serabut saraf diameter besar. Atropi kornu dorsalis
medula spinalis.

DIAGNOSIS BANDING : -

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin
Antikonvulsan : gabapentinoid, karbamasepin, fenitoin, Na valproat
Lain-lain : meksiletin, klonidin
Topiksl : Meksiletin, klonidin
Topikal : krim kapsaisin, jeli lidoderm, aspirin dalam kloroform
Nonmedikamentosa:
TENS
Ice pack
Terapi behaviour
Pada Nyeri Zoster Akut :
Asetominofen, NSAID, ketorolak, tramadol
Kombinasi amitriptilin dan flufenasin
Infiltrasi ruam : triamsinolon 0,2% dalam NaCl 0,9%

PENCEGAHAN NPH
Asiklovir 5 dd 800 mg/hari (dimulai dalam 72 jam aawitan ruam zooster selama 7-10 hari)

KONSULTASI
Bagian Kulit Kelamin

JENIS PELAYANAN
Instalasi rawat jalan

TENAGA
Dokter umum, Dokter Spesialis saraf

LAMA PERAWATAN : -

NYERI PUNGGUNG BAWAH


KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut
iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering
disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah
punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah
lain dirasakan di daerah punggung bawah (reffered pain).

KLINIS
Pembagian klinis NPB untuk triage :
- NPB dengan tanda bahaya (red flags) :
Neoplasma/karsinoma
Infeksi
Fraktur vertebra
Sindrom kauda ekwina
NPB dengan kelainan neurologik berat
- NPB dengan sindroma radikuler
- NPB nonspesifik
Sekitar ≥ 90% NPB akut atau kronik (>3 bulan) merupakan NPB non spesifik.

LABORATORIUM
Atas indikasi :
- Laju endap darah
- Daerah perifer lengkap
- C-reaktif protein (CRP)
- Faktor rematoid
- Fosfatase alkali / asam
- Urinalisa
- Likwor serebrospinal

NEUROFISIOLOGI
Atas indikasi, terutama pada kasus NPB dengan sindroma radikuler dan mungkin NPB
dengan tanda bahaya :
- Kecepatan hantar saraf (NCV) : MNCV dan SNCV
- Elektromiografi (EMG)
- Respon lambat : gelombang F dan reflek H
- Cetusan potensial somatosensorik (SEP)
- Cetusan potensial motorik (MEP)
NEURORADIOLOGI
- Foto polos : tidak rutin, terutama untuk menyingkirkan kelainan tulang
- Mielografi
- Computer tomogrphy scan (Ct-Scan)
- Mielogram - Ct-Scan
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)

GOLD STANDARD :-

PATOLOGI ANATOMI
Pada neoplasma, infeksi tergantung penyebabnya.

DIAGNOSIS BANDING
Sesuai etiologi

PENATALAKSANAAN
Kausal : terutama kasus NPB dengan tanda bahaya (red flags)
NPB AKUT :
Medikamentosa
- Aseteaminofen, ASA, NSAID
- Relaksan otot : eperison, tizanidin, diazepam
Nonmedikamentosa
Edukasi : - Reassurance
- Kembali aktivitas normal dini dan bertahap
- Mengenal dan menangani yellow flags (faktor biopsikososial)
- Heat wrap therapy
Tindakan : Injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) pada sindroma radikuler

NPB KRONIK
Medikamentosa : antidepresan, antikonvulsan
Nonmedikamentosa :
- Edukasi
- Terapi perilaku
- Intensive exercise theraphy

PENYULIT
Terutama pada NPB dengan tanda bahaya (red flags) dan NPB dengan sindroma radikuler

KONSULTASI :
Bagian ortopedi
Bagian bedah saraf
Unit rehabilitasi medik
Psikologi

JENIS PELAYANAN
- Rawat jalan
- Rawat inap

TENAGA
Dokter umum : NPB nonspesifik
Dokter spesialis saraf/konsultan

LAMA PERAWATAN
Lama rawat 0-3 hari pada NPB nonspesifik

SINDROMA TOLOSA-HUNT

KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri sedang sampai berat di daerah orbita yang episodik disertai dengan paralisis salah satu
atau lebih N.III, N.IV, dan N.VI serta nyeri daerah N.V1 dan 2. Dapat sembuh spontan tetapi
dapat relaps kembali. Dihubungkan dengan kelainan inflamasi idiopatik.
Serangan dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan, kontinyu atau intermiten tanpa
faktor pemicu.

KLINIS
- Nyeri unilateral episodik di daerah orbita dan area N.V1,2 ± 8 minggu bila tanpa
pengobatan
- Penglihatan ganda, juling
- Parese N. III, N.IV, N.VI

LABORATORIUM : -

RADIOLOGI :
MRI : terutama untuk ekslusi penyebab lain

GOLD STANDARD : -

PATOLOGI ANATOMI
Jaringan granuloma di sekeliling A.karotis interna bagiana interkavernosus

DIAGNOSIS BANDING :
- Lesi vaskuler : aneurisma
- Lesi desak ruang (SOL) / tumor di fissura superior, fossa posterior
- Migren optalmoplegik
- Iskemik mononeuropati diabetika kranial

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Steroid : nyeri mereda setelah 72 jam
Nonmedikammentosa : -

PENYULIT : -

KONSULTASI
Bagian bedah saraf

JENIS PELAYANAN
Instalasi rawat inap

TENAGA
Dokter spesialis saraf/konsultan

LAMA PERAWATAN
Sesuai lama pemberian steroid dan diagnostik

NYERI NEUROPATI DIABETIKA

KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri neuropati diabetika ditnadai dengan rasa terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum, disobek,
diikat dan alodinia.
Bisa disertai gejala negatif berupa baal, kurang tangkas, sulit mengenal barang dalam
kantong, hilang keseimbangan, cedera tanpa nyeri, borok.
Diperkirakan >505 penderita diabetes lama menderita neuropati diabetika.

KLINIS
- Ulserasi kaki
- Charcot joint
- Deformitas claw toe
- Tes laseque, reverse laseque, tes tinel, tes phalen
- Tes saraf otonom

LABORATORIUM
Kadar gula darah :
Plasma vena sewaktu : >200 mg/dl.Puasa : >140 mg/dl. 2 jam PP : >200 mg/dl
Darah kapiler >200 mg.dl >120 mg/dl >200 mg/dl
HbA1c

NEUROFISIOLOGI
Indikasi terutama adanya gejala dan tanda otonom murni atau hanya ada nyeri

RADIOLOGI : -

GOLD STANDARD : -

PATOLOGI ANATOMI : -

DIAGNOSIS BANDING :
Neuropati oleh sebab lain selain DM

PENATALAKSANAAN
Kausal
Pengendalian optimal kadar gula darah. Kadar HbA1c dipertahankan 7%
Medikamentosa
- NSAID : nyeri muskuloskletal, neuroartropati
- Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin
- Antikonvulsan : karbamasepin, gabapentinoid
- Antiaritmik : meksiletin
- Topikal : krim kapsaisin
- Blok saraf lokal
Nonmedikamentosa
Edukasi : perawatan kaki teliti
Splint
TENS

PENYULIT
- Ulserasi kaki
- Charcot joint
- Deformitas claw toe

KONSULTASI
Bagian penyakit dalam

PERAWATAN
Instalasi rawat jalan
Instalasi rawat inap

TENAGA
Dokter umum
Dokter spesialis daraf/konsultan

LAMA PERAWATAN
Tergantung kasus

SINDROMA TEROWONGAN KARPAL

KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri pada sindroma terowongan karpal (STK, carpal tunnel syndrome, CTS) berupa
kesemutan, rasa terbakar, dan baal di jari tangan I,II,III dan setengah bagian lateral jari IV
terutama malam atau dini hari akibat jebakan N. Medianus di dalam terowongan karpal. Pada
keadaan berat rasa nyeri dapat menjalar ke lengan atas dan atrofi otot tenar.

KLINIS
Tes provokasi : tes tinel, tes phalen, tes wormser (reverse phalen) positif

LABORATORIUM
Atas indikasdi. Sesuai dengan penyakit medik yang mendasarinya : laju endap darah, gula
darah, rhematoid factor, asam urat.

NEUROFISIOLOGI
Studi Konduksi saraf (NCV)

RADIOLOGI
Foto polos pergelangan tangan, MRI

GOLD STANDARD : -

PATOLOGI ANATOMI : -

DIAGNOSIS BANDING : -

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Suntikan lokal (steroid dan anestesi)
Analgetik ajuvan
Nonmedikamentosa
Edukasi : Hindari trauma berupa gerkan berulang pergelangan tangan immobilisasi,
splint
Bedah : Bila terapi konservatif gagal dalam waktu 6 bulan atau nyeri membandel
STK akut dan berat

PENYULIT :-

KONSULTASI
Atas indikasi, bagian bedah

PERWATAN
Instalasi rawat jalan

TENAGA
Dokter umu
Dokter spesialis saraf / konsultan

LAMA PERAWATAN : -

NYERI SENTRAL

KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri spontan berupa panas seperti terbakar, diiris, ngilu, tersobek, ditusuk jarum, disestesi,
dan hiperestesi, bisa disertai baal di area persarafan sensorik lesi susunan saraf pusat seperti
pada sklerosis multipel, pasca stroke, siringomieli, mielopati toksik, infeksi SSP, kelainan
degenerasi. Nyeri sedang sampai berat dan sering diperburuk bila melakukan aktivitas ringan,
aktivitas viseral seperti berkemih, perubahan cuaca dan stres emosional.

KLINIS
Riwayat/ditemukan lesi di otak atau medula spinalis
Biasanya ada defisit neurologik
Nyeri umumnya spontan, kontinyu dan meningkat bertahap

LABORATORIUM
Darah rutin
Cairan likuor serebrospinalis

NEUROFISIOLOGI
Evoked potensial
Quatitative sensory testing

RADIOLOGI
Foto polos
Mielografi- CT scan, CT scan
MRI, MRA

DIAGNOSIS BANDING : sesuai etiologi

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Antidepresen trisiklik : amitriptilin, imipramin, nortriptilin
Antikonvulsan : karbamasepin, gabapentin, klonasepam

Nonmedikamentosa
Edukasi : hidup berdampingan dengan nyeri
Terapi behavior
TENS, stimulasi elektrik lain
Bedah

PENYULIT : -

KONSULTASI : Bag. Bedah Saraf bila diputuskan tindakan bedah

JENIS PELAYANAN
Instalasi rawat jalan
Instalasi rawat inap

TENAGA : Dokter spesialis saraf/ konsultan

LAMA PERAWATAN : Tergantung etiologi


MIGREN

Kriteria Diagnosis

 Klinis:
Migren tanpa aura (G43.0):
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan manifestasi
serangan berlangsung 4-72 jam, yang mempunyai sedikitnya 2 karakteristik
berikut: unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik.
b. Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut: nausea dan atau muntah, fotofobia
dan fonofobia.
c. Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Migren dengan aura (G43.1):

a. Sekurang-kurangmya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang didahului


gejala neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 enit dan berlangsung
kurang dari 60 menit.
b. Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel seperti: gangguan visual,
gangguan sensorik, gangguan bicara disfasia.
c. Paling sedikit dua dari kriteria berikut:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral.
2. Paling tidak timbul saru macam aura secara grandual ≥5 menit, dan/atau jenis
aura yang lainnya ≥5menit.
3. Tiap gejala berlangsung ≥5 menit dan ≤60 menit.
d. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

Status Migrenous (G43.2):

a. Serangan migre dengan intensitas berat yang berlangsung ≥72 jam (tidak hilang
dalam 72 jam).
b. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
 Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll (atas indikasi,
untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
 Radiologi : atas indikasi ( untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri
Kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headached Society).
 Patologi Anatomi :-

DIAGNOSIS BANDING

1. Nyeri kepala penyakit lain: TT gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi toksik, gangguan
metabolik/ elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. SOL (space-occupying lesion) misal: subdural hematom, neoplasma, dll.
3. Temporal arteritis.
4. Medication-related headache.
5. Trigeminal neuralgia.

TATALAKSANA

1. Hindari faktor pencetus.


2. Terapi abortif :
a. Nonspesifik : analgetik/NSAID, Narkotik analgetik adjunctive therapy (mis :
metoklopramide)
b. Obat spesifik : Triptans, DHE, obat kombinasi (mis : aspirin dengan
asetaminophen dan kafein), obat gol. Ergotamin.
c. Bila tidka respon : Opiat dan analgetik yang mengandung butalbirat.

ALOGARITMA PENANGANAN STATUS MIGREN

Status Migren

Jika obat bebas gagal/tidak jika obat anti migren gagal/ Jika
berhasil muntah sehingga dehidrasi

Muntah (-) muntah (+) MRS

Tx dg po, nasal, Kontrol, inj Rehidrasi, kontrol


abortif
rektal, SC DHE metoklopramide/ rektal/ muntah dengan inj.
inj/intranasal (jk tx inj phenothiazine + inj Phenothiazine/metr
kontraindikasi dg po, nasal/ rektal triptan atau oklopamide
rektal atau inj inj narkotik jk diatas
phenothiazine/metokl gagal
opramide.
Penggunaan triptan parenteral DHE 8-12 jam sesudah
bisa diberikan tanpa ergot di 24 dosis terakhir dari
jam. Diulang 3xper 24 jam jika triptan
diperlukan dan tidak hilang

PENYULIT

Adanya penyakit penyerta misalnya stroke, infark miokard, epilepsi dan ansietas,
penderita hamil (efek teratogenik).

KONSULTASI

Tergantung kasus: interna, THT, mata, gigi mulut, psikiatri.

JENIS PELAYANAN

Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.

LAMA PERAWATAN

Tergantung kondisi klinis ( lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta dan respon terhadap
pengobatan.
TENSION-TYPE HEADACHE (TTH)

ICD : G44.2

KRITERIA DIAGNOSIS

 Klinis :
a. Sekurang-kurangnya terdapat 10 episode serangan nyeri kepala.
b. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
c. Sedikitnya memiliki 2 karakteritik nyeri kepala berikut :
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitas ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas seperti berjalan atau naik tangga.
d. Tidak dijumpai :
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari keluhan : fotofobia atau fonofobia.
e. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
 Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll (atas indikasi untuk
menyingkirkan penyebab sekunder)
 Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder)
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri Kepala
Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headached Society).
 Patologi Anatomi : -

DIAGNOSA BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain: TT gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi toksik, gangguan
metabolik/ elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Nyeri kepala servikogenik.
3. Psikosomatis.

TATALAKSANA

 Medikamentosa :
1. Analgetik : aspirin, asetaminofen, NSAIDs.
2. Caffein 65 mg (analgetik ajuvan).
3. Kombinasi : 325 mg aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
4. Antidepressan : amitriptilin.
5. Antiansietas : gol. Benzodiazepin, butalbutal.
 Terapi Non-farmakologis:
a. Kontrol diet.
b. Hindari faktor pencetus.
c. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin.
d. Behaviour treatment.
 Terapi fisik.

PENYULIT

Rebound headache (efek paradoksikal obat analgetik), adanya penyakit penyerta seperti
ansietas, depressi yang dapat memperberat atau menyebabkan TTH.

KONSULTASI

Tergantung kasus : interna, THT, gigi mulut, psikiatrik.

JENIS PELAYANAN

Poliklinik rawat jalan.

TENAGA

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.

LAMA PERAWATAN

Tergantung kondisi klinis.

PROGNOSIS

Baik.
NYERI KEPALA KLASTER

G44.0

KRITERIA DIAGNOSIS

 Klinis :
a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan kepala hebat atau sangat hebat sekali di
orbita, supraorbita dan/atau temporal yang unilateral, berlangsung 15-180 menit bila
tak diobati.
b. Nyeri kepala disertai setidak-tidaknya satu dari berikut :
1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimalisasi ipsilateral
2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoe ipsilateral
3. Oedema palpebra ipsilateral
4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Perasaan kegelisahan atau agitasi
c. Frekuensi serangan:
Dari 1kali setia dua hari sampai 8 kali per hari
d. Tidak berkaitan dengan gangguan lai
 Laboratorium : darah rutin
 Radiologi : CT-scan/MRI (menyingkirkan penyebab lain)
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri Kepala Perdossi
2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headached Society).
 Patologi Anatomi : -

DIAGNOSIS BANDING

1. Migren
2. Nyeri kepala klaster simptomatik : meningioma paraseler, adenoma, kelenjar pituitari
aneurisma arteri karotis, kanker nasofaring.
3. Neuralgia trigeminus.
4. Temporal arteritis.

TATALAKSANA

 Medikamentosa :
Serangan akut (terapi abortif) :
1. Inhalasi O2 100% (masker muka) 7l/menit selama 15 menit.
2. Dihydroergotain (DHE) 0,5-1,5 mg IV
3. Sumatripta inj. SC 6 mg, dapat diulang setelah 24 jam.
4. Zolmitriptan 5-10 mg per-oral.
5. Anestesi lokal : 1 ml Lidokain intranasal 4%.
6. Indometasin (rektal suppositoria).
7. Opioids.
8. Ergotamin aerosol 0,36-1,08 mg (1-3 inhalasi) efektif 80%.
9. Gabapentin atau topiramat.
10. Methoxyflurane ( rapid acting analgesic) : 10-15 tetes pada saputanga dan inhale
selama beberapa detik.
 Tindakan : penyuntikan dan blokade saraf

Operatif pada intraktabel.

PENYULIT

Self-injury, efek samping pengobatan, potensi penyalhgunaa medikamentosa (drug abuse),


medicatiob overuse headache.

KONSULTASI

Bedah saraf atas indikasi

JENIS PELAYANAN

Rawat inap

TENAGA

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.

LAMA PERAWATAN

Tergantung kondisi klinis.

4.1 Nyeri Kepala Akut Pasca Trauma


G44.880
KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis : Nyeri kepala, tidak khas
a. Terdapat trauma kepala, dimana nyeri kepala terjadi dalam 1 hari setelah trauma
kepala atau seudah kesadaran penderita pulih kembali.
b. Terdapat satu atau lebig keadaan dibawah ini :
1. Nyeri kepala hilang dalam 3 bula setelah trauma kepala.
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejalan trauma kepala.
4.2 Nyeri kepala Kronik Pasca Trauma (G44.3)
a. Nyeri kepala, tidak khas.
b. Terdapat trauma kepala, dimana nyeri timul dalam hari sesudah trauma atau sesudah
kesadaran penderita pulih kembali.
c. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala.
 Laboratorium : darah rutin, kimia darah, LCS (atas indikasi)
 Radiologi : foto tengkorak, Neuroimaging Ct scan, MRI
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri
Kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headached Society).
 Patologi Anatomi :-

DIAGNOSA BANDING

1. Nyeri kepala penyakit lain: TT gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi toksik, gangguan
metabolik/ elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Pendarahan Intrakranial (subdural, subarachnoid, intrakranial)
3. Psikosomatis.

TATALAKSANA

 Medikamentosa : tergantung jenis/tipe nyeri kepala


 Tindakan : atas indikasi

PENYULIT

Kelainan struktur di otak.

KONSULTASI

Tergantung kasus : bedah, bedah saraf.

JENIS PELAYANAN

Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.


LAMA PERAWATAN

Tergantung kondisi klinis.

5.NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN SUATU SUBSTANSI ATAU PROSES


WITHDRAWALNYA

KRITERIA DIAGNOSTIK

 Klinis
Nyeri kepala akibat induksi Monosodium glutamat (G44.83)
a. Myeri kepala dengan paling tidak satu karakteristik di bawah :
1. Bilateral
2. Lokasi fronto-temporal
3. Diperberat aktivitas fisik.
b. Mengkomsumsi MSG
c. Nyeri kepala timbul satu jam setalah mengkomsumsi MSG
d. Nyeri kepala sembuh 72 jam setalah konsumsi sekali saja.

Nyeri kepala akibat induksi Kokain (G44.83)

a. Nyeri kepala dengan sekurang-kurangnya satu karakteritik dibawah ini :


1. Bilateral
2. Lokasi frontotemporal
3. Berdenyut
4. Diperberat denga aktovitas fisik.
b. Pengguna Kokain
c. Nyeri kepala timbul satu jam setalah penggunaan kokain.
d. Nyeri kepala sembuh dalam 72 jam setalah penggunaan sekali pertama.

 Laboratorium : darah rutin,kimia darah, urine, tes Narkoba


 Radiologi : atas indikasi menyingkirkan penyebab lain
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri Kepala
Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headached Society).
 Patologi Anatomi : -

DIAGNOSA BANDING

1. Nyeri kepala penyakit lain: TT gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi toksik, gangguan
metabolik/ elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Migren
3. TTH
4. Psikosomatis

TATALAKSANA
Terapi Nyeri kepala oleh karena MSG sama seperti nyeri kepala migren.

1. Preventif : hindari makanan yang mengandung MSG


2. Non spesifik : analgetik : parasetamol, asam asetil salisilat, NSAID
Isometheptene
Antiemetik : domperidon, metoklopramid
3. Spesifik : Triptans

Terapi nyeri kepala akibat induksi kokain :

1. Simtomatik (analgetik)
2. Domapin agonis
3. Betabloker
4. Terapi behaviour

PENYULIT

Gangguan psikiatri

KONSULTASI

Bagian psikiatri bila perlu

JENIS PELAYANAN

Rawat jalan

TENAGA

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.

LAMA PERAWATAN

Tergantung kondisi klinis.

6.NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN KELAINAN KRANIUM, LEHER


MATA, TELINGA, HIDUNG, SINUS, GIGI, MULUT ATAU STRUKTUR FACIAL ATAU
KRANIAL LAINNYA.

KRITERIA DIAGNOSIS

 Klinis
Nyeri kepala servikogenik (cervicogenic headache) (G44.841)
a. Dekripsi :
1. Nyeri kepala atau muka unilateral dan menetap atau bilateral
2. Lokasi nyeri pada oksipital, frontal, temporl atau orbita.
3. Intensitas nyeri sedang atau berat.
4. Serangan intermitten nyeri beberapa jam sampai bebrapa hari, nyeri konstan
atau nyeri konstan yang disertai dengan serangn nyeri.
5. Nyeri kepala biasanya terasa dalam dan todak berdenyut nyeri akan berdenyut
jika diserti seranga igren.
6. Nyeri kepala dicetuskan oleh gerakan leher, potur tertentu dari leher,
penekanan degan jari pada suboksipital, daerah C2, C3 atau C4 atau di atas
daerah oksipitalis, valsavah, batuk, bersin juga dapat merupakan pemicu CH.
7. Penguranga geraka leher baik aktif maupu pasif, kaku kuduk.
8. Tanda dan simptom ikutan dapat menyerupai dengan igrain yaitu berupa
nausea, vomitus, fotofobia, dizziness, dan pengelihata kabur ipsilateral,
lakrimalisasi dan kemerahan pada konjungtiva, atau nyeri tengkuk, bahu,
leher.
b. Nyeri bersumber dari daerah tengkuk/leher, dapat menyebar ke depan lebih dari 1
regio kepala dan wajah.
c. Terbukti secara klinik, laboratorium, dan imaging adanya gangguan atau lesi di
servikal spinal atau jaringan ikat di daerah leher yang bisa dianggap penyebab
nyeri kepala.
d. Adanya bukti kaitan yeri dengan kelainan di leher atau lesi lain di leher yang
paling tidak satu kriteria dibawah ini :
1. Menunjukkan gejala klinik adanya sumber nyeri di leher
2. Nyeri kepala akan menghilang setelah dilakuka blokade memakai plasebo atau
zat lainnya terhadap struktur servikal atau sarf-saraf servikal.
3. Nyeri akan berkurang dalam 3 bulan sesudah keberhasilan pengobatan
terhadap penyebab.
 Laboratorium : darah rutin, kimia darah
 Radiologi : rontgen foto servikal, MRI atas indikasi (menyingkirkan penyebab
lain)
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok Studi Nyeri Kepala
Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headached Society).
 Patologi Anatomi : -

DIAGNOSA BANDING

1. Tumor Fossa posterior


2. Chiari malformation
3. AVM (intrakranial atau perispinal)
4. Vasculitis (giant cell arteritis)
5. Vertebral artery dissection
6. Herniated crvical disk
7. Cervical spondylosis atau srthropathy
8. Spinal nerve compression atau tumor

TATALAKSANA

 Medikamentosa :
o Antidepressan trisiklik
o Obat anti epilepsi
o Relaksan otot
o NSAID
 Tindakan : blokade anestesi, operasi sesuai indikasi

PENYULIT

Adanya kelainan struktural di leher

KONSULTASI

Bedah saraf

JENIS PELAYANAN

Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.

LAMA PERAWATAN

Tergantung kondisi klinis.


PENYAKIT PARKINSON (ICD: G 20)

DEFINISI :

PENYAKIT PARKINSON : adalah bagian dari parkinsonism yang patologis ditandai dengan
degenerasi gangglia basalis terutama di pars comacta substansia nigra disertai dengan inklusi
sitoplastik eosinofilik (Lewy’s bodies)

PARKINSONISM : adalah sindroma yang ditandai dengan tremor waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamine karena beberapa
sebab.

KRITERIA DIAGNOSIS :

A. KLINIS :
 Umum :
- Gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson).
- Tremor pada saat istirahat.
- Tidak dapat didapatkan gejala neurologis lain.
- Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologis.
- Perkembangan penyakit lambat.
- Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
- Refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit
 Khusus :
- Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat.
- Rigiditas.
- Akinesia/ bradikinesia
o Kedipan mata berkurang
o Wajah seperti topeng
o Hipotonia
o Hipersalivasi
o Takikinesia
o Tulisan semakin kecil-kecil
o Cara berjalan langkah kecil-kecil
- Hilangnya refleks postural
- Gambaran motik lain :
o Distonia
o Rasa kaku
o Sulit memulai gerak
o Palilalia

Perjalanan klinis penyakit Parkinson dilihata berdasarkan tahapan menurut Hoehn dan Yahr

1. Stadium I :
- Gejala dan tanda pada satu sisi
- Gejala ringan
- Gejala yang timbul mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat
- Tremor pada satu anggota gerak
- Gejala awal dapat dikenali orang terdekat
2. Stadium II :
- Gejala bilateral
- Terjadi kecacatan minimal
- Sikap/ cara berjalan terganggu
3. Stadium III :
- Gerakan tubuh nyata lambat diri
- Gangguan keseimbangan saat berjalan/berdiri
- Disfungsi umum sedang
4. Stadium IV :
- Gejala lebih berat
- Keterbatasan jarak berjalan
- Rigiditas dan bradikinesia
- Tidak mampu mandiri
- Tremor berukarang
5. Stadium V :
- Stadium kakesia
- Kecacatan kompleks
- Tidak mampu berdiri dan berjalan
- Memerlukan perawatan tetap

LABORATORIUM : tidak ada.

RADIOLOGIS : CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain.

GOLD STANDARD : tidak ada.

PATOLOGI ANATOMI : degenerasi ganglia basalis terutama di substansia


nigra pars compacta dan adanya Lewy’s bodies.
NEURALGIA KRANIAL DAN PENYEBAB SENTRAL NYERI FASIAL

KRITERIA DIAGNOSIS

 Klinis
Neuralgia Trigeminal Klasik (G44.847)
a. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan satu atau
lebih cabang N. Trigeminus.
b. Memenuhi paling sedikti satu karakteristik berikut :
1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus
c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu
d. Tidak ada defisit neurologi
e. Tidak berkaitan dengan gangguan lain

Neuralgia Trigeminal Simptomatik (G44.847)


a. Serangan nyeri paroksismal selama beberapa detik sampai dua menit dengan atau
tanpa nyeri persisten di antara serangan paroksismal, melibatkan satu atau lebih
cabang/ divis N. Trigeminus.
b. Memenuhi paling sedikti satu karakteristik berikut :
1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus
c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu
d. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan struktural yang
nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau eksplorasi fossa posterior.

Neuralgia Oksipital (G44.847)


a. Nyeri yang paroksismal pada daerah distribusi nervus oksipitalis mayor atau minor,
dengan atau tanpa rasa nyeri persisten diantara serangan paroksismal, yang kadanag-
kadang diikuti berkurangannya sensasi atau dysaesthesia pada area yang terkena
b. Nyeri tekan pada saraf yang bersangkutan
c. Nyeri akan berkurang sementara dengan pemberian blokade lokal anestesi terhadap
saraf yang bersangkutan

Laboratorium : Darah rutin, kimia darah

Radiologi : CT/ MRI atas indikasi (menyingkirkan penyakit lain)

Gold Standard : Kriteria IHS (International Headache Society)

Patologi Anatomi :-

DIAGNOSIS BANDING

1. Migren
2. Nyeri kepala Klaster
3. Gangguan pada gigi-mulut
4. Nyeri kepala servikogenik

TATALAKSANA

Terapi terhadap neuralgia trigeminal klasik

Medikamentosa : Karbamasepin, Okskarbasepin, Gabapentin, Fenitoin, Lamotriginm


Baklofen
Tindakan : Operasi pada kasus intraktabel

Terapi terhadap Neuralgia trigeminal simptomatik

1. Kausal
2. Terapi farmaka: sama dengan neuralgia trigeminal idiopatik
3. Terapi bedah : menghilangkan kausal seperti angkat tumor
Terapi terhadap Neuralgia Oksipital

1. Analgetik NSAIDs mis : gol. Diklofenak


2. Fisioterapi, kompres panas lokal, traksi servikal
3. Injeksi lidokain 0,5,2 cc blokade saraf cervikal
4. Gabapentin
5. Bedah dekompresi saraf C2 dan C3 atas indikasi

PENYULIT

Lesi Strutural

KONSULTASI

Bedah saraf (atas indikasi)

JENIS PELAYANAN

Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA

Dokter spesialis saraf, dokter residen, dokter umum, perawat.

LAMA PERAWATAN

Tergantung kondisi klinis


NYERI KEPALA AKIBAT PENGGUNAAN ONBAT BERLEBIH
(MEDICATIONOVERUSE = MOH)

8.1. Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan analgesik

KRITERIA DIAGNOSTIK

 Klinis
a. Nyeri kepala timbul. 15 hari/ bulan diikuti paling sedikit satu dari gejala di bawah ini :
1. Bilateral
2. Kualitas seperti menekan/mengikat (tidak berdenyut)
3. Intensitas ringan atau sedang
b. Pemakaian analgesik ringan. 15 hari/ bulan selama 3 bulan
c. Nyeri kepala makin bertambah buruk selama penggunaan berlebihan analgesik
d. Nyeri kepala membaik atau ke pola sebelumnya dalam waktu 2 bulan setelah
penghentian analgesik
 Laboratorium : Darah rutin, kimia darah, urine
 Radiologi : atas indikasi menyingkirkan penyebab lain
 Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok studi Nyeri
Kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International
Headache Society)
 Patologi Anatomi : -

DIAGNOSIS BANDING

1. TTH
2. Psikosomatis

TATALAKSANA : Medikamentosa dan tindakan

PENYULIT : Adanya lesi struktural


KONSULTASI : Psikiatri

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan, kalau perlu rawat inap

TENAGA : Dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat

LAMA PERAWATAN : Tergantung kondisi klinis


DISTONIA

DEFINISI
Distonia adalah sindroma neurologis yang ditandai dengan gerakan involunter, terus menerus,
dengan pola tertentu akibat dari kontraksi otot antagonis yang berulang-ulang sehingga
menyebabkan gerakan/ posisi tubuh yang abnormal.

KLASIFIKASI

1. FOKAL : Blepharospasme, Distonia Oromandibular, Distonia


Spasmodik, Distonia servikal, Writer’s Cramp
2. SEGMENTAL : Axial (leher, tubuh), satu lengan dan satu bahu, dua bahu,
brachial dan crural
3. MULTIFOKAL : dua atau lebih dua bagian tubuh yang berbeda
4. GENERAL : kombinasi crural distonia dan segmen yang lain
5. HEMIDISTONIA : lengan dan tungkai sesisi

1. DISTONIA FOKAL PRIMER

1.A. BLEPHAROSPASME :

KRITERIA DIAGNOSIS

A. KLINIS :
 Gerakan involunter pada penutupan kedua mata berupa kontraksi spasmodik dari
otot orbikularis okuli di pretarsal, pretarsal dan periorbital.
 Biasanya disertai distonia dari kelopak mata, pranasal, wajah, bibir, lidah,
pharing, laring dan otot leher.
 Blepharospasme dipicu oleh cahaya yang menyilaukan, polusi udara dan air,
aktifitas dan stree. Blepharospasme diawali dengan kontraksi klonik kelopak
mata, secara bertahap memberat sehingga mata tertutup kuat. Kadang penderita
mengalami kesulitan membaca, melihat TV, mengendarai dan aktifitas sehari-hari
yang melibatkan penglihatan.
B. LAB : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada
DIAGNOSIS BANDING
tidak ada

TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
 Anticholinergic, benzodiazepine, baclofen, dan tetrabenasik biasanya hasilnya
kurang memuaskan.
 Toksin botulinum merupakan obat pilihan
B. Non medikamentosa :
 Operasi myectomi atau pemotongan saraf fasial selektif
 Rehabilitasi medik

PENYULIT
Ptosis, ecchymosis, diplopia, ectropion, blurred vision, dry eyes.

KONSULTASI
 Bagian rehabiltasi medis
 Bedah saraf

JENIS PELAYANAN
Poliklinik dan rawat inap

TENAGA
 Spesialis Saraf
 Spesialis Bedah Saraf
 Psychiatrist

LAMA PERAWATAN
-

PROGNOSIS
sulit disembuhkan

1.B. DISTONIA OROMANDIBULER

KRITERIA KLINIS :

A. KLINIS :
Gerakan involunter berupa spasme pada dagu, mulut dan otot lidah sehingga dagu
menutup rapat, gigi tergigit rapat, trismus dengan akibat kerusakan gigi, sendi
temporomandibular.
Adanya gerakan involuntary pada lidah menyebabkan kesulitan mengecap,
berbicara dan mencucu
B. LAB : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada

DIAGNOSIS BANDING
1. Hemimasticatory spasm
2. Hemifacial spasm
3. Temporomandibular syndrome

TATALAKSANA
 Medikamentosa : toksin botulinum, benzodiazepin, anticholinergic, baclofen
biasanya kurang bermanfaat
 Non Medikamentosa : speech terapy, operasi

PENYULIT
nyeri lokal, kesulitan mengunyah dan berbicara

KONSULTASI

Bagian rehabiltasi medis, bedah saraf

JENIS PELAYANAN
Poliklinik dan rawat inap

TENAGA
 Spesialis Saraf
 Spesialis Bedah Saraf
 Spesialis Kesehatan Jiwa

LAMA PERAWATAN
-

PROGNOSIS
Sulit disembuhkan
1.C. DISTONIA SERVIKAL

KRITERIA KLINIS

A. KLINIS :
 Tortikolis, rotasi kepala ke lateral, laterokolis, retrokolis dan anterokolis
 Sepertiga penderita mengalami scoliosis, nyeri lokal akibat spasme otot dan
spondilotik radikulomyelopati
 Dipicu oleh kondisi stress dan kelelahan
 Kadang disertai dengan tremor tang dan kepala
B. LAB : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada

DIAGNOSIS BANDING
distonia karena keracunan obat metok5pramide, neroleptik

TATALAKSANA
 Medikamentosa : biasanya tidak banyak bermanfaat.
 Obat pilihan : triheksiphenidilm injeksi toksin botulinum.
 Bensodiazepin bisa mengurangi nyeri
 Haloperidol jangan digunakan karena dapat menyebabkan tardive dyskinesia.
 Non Medikamentosa :
 Hypnosis, biofeedback, relaksasi, psikoterapi, tusuk jarum, brace.
 Terapi ini tidak banyak membantu

PENYULIT
distonia generalisata

KONSULTASI
rehabiltasi medis, psikiater

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan

TENAGA
Neurologist, physiatrist, psikiater

PROGNOSIS
20% remisi spontan, eksaserbasi terjadi beberapa bulan kemudian. Sebagian besar
mengalami distonia sepanjang hidup dan sebagian menjadi distonia generalisata.

1.D. DISTONIA LARINGEAL (DISPHONIA SPASMODIK)

KRITERIA KLINIS

A. KLINIS :
 Latar Belakang penderita : guru dan penyanyi
 Distonia pada laring menyebabkan 2 tipe kelainan yaitu tipe adductor oleh
karena hiperadduksi korda vokalis dan tipe abductor oleh karena kontraksi m.
Krikoaritenoid posterior selama berbicara sehingga abduksi korda vokalis
terganggu. Keluhan berupa suara serak, berat, bergetar.
B. LAB : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada

DIAGNOSIS BANDING
Psychogenic voice disorder, tremor esensial, kelainan korda vokalis, radang korda
spinalis.

TATALAKSANA
 Medikamentosa : tidak banyak membantu. Toksin botilinum harus digunakan
secara hati-hati, oleh karena dapat menyebabkan aphonia, disfagi.
 Non Medikamentosa : terapi vocal, tindakan operasi

PENYULIT
aphonia dan disfagi

KONSULTASI
Rehabiltasi medis, dokter bedah leher dan kepala

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan dan rawat inap

TENAGA :
 Spesialis Saraf
 Spesialis Kesehatan Jiwa
 Spesialis Bedah Kepala dan Leher

LAMA PERAWATAN
-

PROGNOSIS
Biasanya sulit disembuhkan

1.E. LIMB DISTONIA

KRITERIA KLINIS

A. KLINIS :
 Ada 2 bentuk yaitu :
 a. Idiopatik : biasanya diawali dengan aksi distonia
 b. Sekunder L
Oleh karena lesi saraf sentral dan perifer. Gejala biasanya muncul saat
istirahat. Gejala distonia fokal berupa cramp yang berkaitan pekerjaan
(graphospasm, Writer’s cramp) pada distonia idiopatik sedangkan pada yang
sekunder berupa distonia spesifik yang muncul saat menulis, mengetik,
makan, olahraga, atau saat bermain musik. Kadang-kadang disertai dengan
termor esensial.
B. LAB : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada

DIAGNOSIS BANDING
Parkinson dan parkinsonism

TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
 Trihexyphenidil, benztropin. Biasanya hasilnya kurang memuaskan
 toksin botulinum merupakan obat pilihan
B. Non Medikamentosa :
 Operasi
 Rehabilitasi Medis
PENYULIT
segmental atau distonia

KONSULTASI
 Bagian rehabiltasi medis
 Bedah saraf

JENIS PELAYANAN
Poliklinik dan rawat inap

TENAGA
Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN
-
PROGNOSIS
Sulit disembuhkan
PENYAKIT HUNTINGTON

DEFINISI
Penyakit Huntington (PH) adalah penyakit neurodegenerasi progressif genetik autosomal
dominan, yang muncul pada umur dewasa pertengahan. Manifestasi klinis triad adalah
movement disorders (chorea), demensia (subcortical demensia) dan gangguan psikiatri atau
tingkah laku.

KLINIS
1. Manifestasi klinis onset tidak pasti (insidious), umur 30-40 tahun, prevalensi 4-
8/100.000 penduduk, diturunkan secara 100% autosomal dominal (triplet expansi
CAG pada kromosom 4).
2. Chorea timbul pada 90% PH adalah gerakan yang tidak disadari, spontan, mendadak,
berlebihanm ireguler, kasar, berubah-ubah arah, random.

3. Dalam perjalanan PH progresif dan memburuk chorea dapat berubah menjadi


dystonia, gambaran Parkinson seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural,
myoclonus, ataxia, gangguan gerakan mata, sakadik lambat, memanjang respon
latensi, stadium lanjut dysphagia.

4. Subkortikal demensia pada PH dengan ciri khas bradyphrenia, atau gangguan atensi
dan sequencing tanpa disertai apraxia, agnosia, atau aphasia. Registrasi informasai
baru dan immediate memory dan recall masih utuh, meskipun retrieval recent dan
remote memory terganggu.

5. Ganggun Psikiatri dan tingkah laku, kadang psikosis, dengan halusinasi visual dan
pendengaran, maniam apatis, tingkah laku obsesif dan depresi.

LABORATORIUM
Bila memungkinkan laboratorium genotyping khusus untuk PH (triplet expansi CAG pada
kromosom 4).

RADIOLOGIS
Pada CT atau MRI terlihat atropi berat pada caput cauda dan puntamen, atropi sedang globus
pallidus, kortek, substansia nigra, nucleus subthalmus, dan locus coerolus.

GOLD STANDARD
tidak ada

PATOLOGI ANATOMI
Pada PH atropi berat pada caput cauda dan puntamen, atropi sedang globus pallidus, kortek,
substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus

DIAGNOSA BANDING
Klasifikasi chorea :
Primary chorea Secondary chorea others

- Hungtington’s diseases - Sydenham’s chorea - Metabolic disorders

- Neuroacanthocytosis - Drug induced chorea - Vitamine deficiency


(B1 dan B12)
- Dentato-rubral-pallido- - Immune mediated
luysian atrophy chorea - Exposure to toxin

- Benign hereditery - Infectious chorea - Paraneoplastic


chorea syndromes
- Vascular chorea
- Wilson’s diseases - Postpump
- Hormonal disorders
- PKAN/ Halllerverden- choreathetosis
Spatz Syndrome

- Senile Chorea

- Paroxysmal
choreathetose

TATALAKSANA
A. MEDIKAMENTOSA
Remacide dan Coenzyme Q10 600mg/hari dapat menghambat progresivitas
Untuk depresi diberikan Tricyclic antidepresan (amitriptylin atau imipramine,
nortriptylin) SSRI (fluoxetine atau sertraline)
Chorea dapat diberikan :
- Haloperidol 0,5 – 5 mg/hari,
- Dopamine blocking agent
- Benzodiazepines seperti clonazepam bisa dipakai
Emosi tak terkontrol, iritabel diberikan clobazepam, carbamazepin atau valrpoic acid
ditambah dengan antidepresan
B. TINDAKAN :
tidak ada

PENYULIT
- Gangguan Psikiatri dan tingkah laku
- Parkinsonism seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, dystonia, myoclonus,
ataxia, dysphagia
-
KONSULTASI
Dokter spesialis jiwa

JENIS PELAYANAN
- Ringan rawat jalan
- Berat rawat jalan
TENAGA
Dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
-

PROGNOSIS
PH adalah penyakit neurodegeneratif yang progresif berakhir fatal. Sebab kematian biasanya
aspirasi pneumonia atau trauma sekunder akibat jatuh

Sydenham’s Chorea

KRITERIA DIAGNOSA
Syndenham’s chorea (SC) adalah komplikasi lambat dari infeksi Aβ Haemolytic streptococcal
dan merupakan kriteria mayor acute rheumatic fever, dengan cirri khas chorea, kelamahan
otot dan beberapa gejala neuropsikiatri, akibat penyakit autoimun.

KLINIS
1. Didahulu adanya innfeksi Aβ Haemolytic streptococcal (20-30%)
2. Umur 5-15 tahun
3. Perempuan predominan.
4. Chorea general, simetris, gerakan lebih cepat dibanding chorea dari Huntington
5. Perubahan tingkah laku, gangguan obsesif-kompulsif dan iritabel
6. Sembuh sendiri 5-16 minggu

LABORATORIUM
Kadar ASTO (Anti Streptolisin O) meningkat

RADIOLOGIS
MRI lesi di nucleus caudatus dan putamen

PATOLOGI ANOTOMI
Tidak ada data
DIAGNOSA BANDING
Secondary Chorea
 Syndenham’s chorea
 Immune mediate chorea
 Vascular chorea
 Hormonal disorders
 Drug induced chorea
 Infectious chorea:
Bacterial
Syndenham’s (post streptococcal)
Sub-acute bacterial endocarditis
Neurosyphilis
Tuberculosis
Viral
Measles
Mumps
Influenza
Cytomegalovirus
Subacute sclerosing panencephalitis
Human immune deficiency virus
Epstein-Barr virus (mononucleosis)
Borrelia burgdorferi (Lyme disease)
Varicella
Prion
Creuzfeldt-Jakob disease

TATALAKSANA
A. MEDIKAMENTOSA :
 Chorea dapat diberikan:
 Haloperidol 0,5-5 mg/hari
 Benzodiazepines seperti clonazepam bisa dipakai.
 Amantadine 100-300 mg
B. TINDAKAN : -

KONSULTASI
-
JENIS PELAYANAN
Ringan rawat jalan

TENAGA
Dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
-

PROGNOSIS
Sembuh sendiri
TREMOR ESENSIAL

KRITERIA DIAGNOSIS

KLINIS
 TREMOR Essensial (TE) berdasarkan Core And Secondary Criteria
(Lihat Tabel)
Kriteria Inti Kriteria Sekunder

-Tremor saat kerja bilateral di tangan Lama > 3 tahun


dan lengan bawah

-Tidak ada kelainan neurologis lain, Riwayat keluarga positip


kecuali cogwheel phenomnon

-Tremor kepala dengan /tanpa Ada respon terhadap alkohol


dystonia

 Onset usia rata-rata TE : 45 tahun


 Bisa unilateral atau bilateral
 Tremor bisa meluas sampai kepala dan leher, kira-kira 50-60% TE mengenai kepala
 Tremor suara (Voice Tremor) terjadi pada 30% pasien
 TE jarang pada tubuh dan kaki
 TE cenderung progresif dan sama dengan bertambahnya usia
 Alkohol memperbaiki tremor pada 70% pasien selama tidur miring
 Performance test : pasien menulis, menggambar, mengambil benda, minum dengan
gelas

LABORATORIUM
-

RADIOLOGI
-
GOLD STANDARD
-

PA
Tidak ada keluhan

DIAGNOSA BANDING
 Parkinson, MS, Wilson disease, Huntington
 Cerebrallar degenerative disease
 Efek samping obat : obat asma, anti depresan
 Toksin logam berat : timah, merkuri
 Thypoid disease

TATALAKSANA
A. MEDIKAMENTOSA :
Obat Dosis awal Dosis Tx Efek samping
Propanolol 3mg/hr 160 -320 mg/hr Kelelahan, impoten, depresi,
sesak nafas, bradycardia
Primidone 12,5-2,5 62,5-350 mg/hr Sedasi, nausea, muntah
mg/hr
Gabapentine 300 mg/hr 1200-3600 Drownies, kelelahan, nausea,
mg/hr dizzine, sempoyongan
Alprazolam 0,75 mg/hr 0,74-2,75 mg/hr Sedasi, kelelahan
Topimaret 25 mg/hr 100-300 mg/hr Prestesia , BB menurun, batu
ginjal
Nimodipine 120 mg/hr 120 mg/hr Hipotensi ortostatik
Theophylin 150-300 15-300 mg/hr Insomnia, restlessness, sakit
mg/hr kepala

B. TINDAKAN
 Bedah : continus deep brain stimulation with electrode implanted pada ventral
intermediate nucleus of the thalamus dan thalamotomy
 Physical terpai : speech terapi

PENYULIT
Stres, kopi, alkohol

KONSULTASI
 Bedah
 Rehab medik

JENIS PELAYANAN
 Rawat Jalan

TENAGA :
 Dokter Spesialis Saraf
 Fisioterapis

LAMA PERAWATAN
-

PROGNOSIS
Baik

PROGRESSIVE SUPRANUCLEAR PALSY

KRITERIA DIAGNOSIS

A. KLINIS
 Usia 50-60 tahun
 Gejala meliputi : gangguan keseimbangan (imbalance), gangguan penglihatanm
disartri, disfagi, gangguan fungsi intelektual, perubahan kepribadian, atau
insomnia. Tidak semua gejala ada pada setiap pasien, tetapi sebagian besar muncul
selama perjalanan penyakit.
 Biasanya dimulai dengan gangguan visual, gangguan postur, dan gaya berjalan
yang tampak pada awal penyakit. Pada fase dini penderita sering tiba-tiba terjatuh
tanpa penyebab yang jelas (paroxysmal disequilbrium). Sebagian besar cenderung
jatuh ke belakang, tetapi bisa jatuh ke segala arah.
 Ciri khasnya hipokinesia, dan rigiditas otot-otot axial dan anggota gerak
 Gangguan gerakan ocular pursuit, khususnya ke arah bawah, biasanya tampak
pada saat pertama kali memeriksakan diri. Paresis menimbulkan pergerakan kepala
pasif mengaktifkan reflek oculocephalic (supranuclear). Pasien kesulitan apabila
menuruni tangga, membaca atau mengambil makanan dari piring.
 Gangguan bicara dan menelan, akdang tercekik.
 Ditemukan horizontal square-wave jerk, saccadic lambat dan hipometrik, dan
paresis gerakan ke atas. Paresis lateral gaze terjadi pada tahap lanjut dari penyakit.
 Apraxia gerakan kelopak mata dan blepharospasme sering terjadi
 Tremor jarang ditemukan
 Gangguan mental sering ditemukan, seringkali berupa perubahan kepribadian,
emotional incontinence, atau depresi. Demensia biasanya sama dengan Penyakit
Lobus Frontalis
 Kombinasi disartria, disfagia dan disabilitas menyebabkan kematian karena
aspirasi
 Respon terapi terhadap levodopa buruk
B. PENUNJANG
 MRI otak untuk menyingkirkan dementia multi-infark hidrosefalus
 Single photon emission computed tomography (PET) scan

DIAGNOSA BANDING
 Parkinson’s disease idiopatik. Sulit dibedakan apabila gerakan bola mata masih normal
 Degenerasi corticobasal ganglionic, multiple system atrophy
 Normal pressure hydrocephalus
 Multiple cerebral infark
TATALAKSANA
A. Medikamentosa
 Terapi PSP masih belum memuaskan. Pada 1/3 pasien Levodopa memperbaiki
bradikinesia dan rigiditas. Bila tidak ditemukan perbaikan motor dengan
Levodopa, obat di stop.
 Amantadin dan amitriptilin, tetapi penggunaannya terbatas karena efek
sampingnya.
 Zolpidem memperbaiki keseimbangan dan abnormalitas pada gerakan bola mata.
 Terapi wicara untuk manajemen disartri dan disfagi.
 Blepharospasme memberi respon baik terhadap injeksi toxin botulinum. Mata
kering akibat jarang berkedip jarang berkedip diberi lubrikasi topikal.
B. Tindakan : -

PENYULIT
 Aspirasi pneumoni
 Mata kering

KONSULTASI
-

JENIS PELAYANAN
 Rawat Jalan
 Rawat Inap

TENAGA
 Spesialis Saraf
 Spesialis Paru
MIOKLONUS

DEFINISI
Mioklonus adalah gerakan tidak disadari tiba-tiba, sebentar, jerky, shock-like, akibat kontraksi
otot (positif mioklonik, disebabkan gangguan di CNS timbul di anggota, wajah atau badan.
KLINIS
KLASIFIKASI : berbagai klasifikasi
 Berdasarkan distribusi mioklonus : fokal, segmental, general
 Berdasarkan neurofisiologi : kortikal, batang otak, spinal
 Berdasarkan waktu : ireguler, ritmik, osilatori, mioklonus bisa saat istirahat atau saat
kerja
 Mioklonus bisa reflektoris atau sensitifterhadap stimulus sensoris atau suara
 Marsdens membagi mioklonus :
-Fisiologik – Esensial – Epileptik - Simptomatik
1. Fisiologik mioklonus : timbulnya gerakan mendadak sekelompok otot saat mulai
tidur, biasanya sesudah aktivitas berat, emosi atau stress Hiccup bisa dimasukkan
jenis ini.
2. Essensial Mioklonus : Onset dekade kedua, Laki dan perempuan sama, timbul
gerakan mioklonus
Saat Kerja, hilang saat tidur, meningkat saat emosi
3. Epileptik Mioklonus : adalah fenomena epilepsi terutama anak-anak, tipe progresif
multifokal atau mioklonus general, ditandai dengan timbulnya kelainan neurologis
progresif seperti ataxia, spastisitas, demensia, tuli.
4. Simptomatik mioklonus : dihubungkan dengan infeksi, degenerasi, metabolik,
toxic encefalopati.

Klasifikasi berdasarkan Etiologi dan Patologi :


1. Kortikal mioklonus : lesi di kortek sensorimotor dan cetusan abnormal
a. Lesi fokal topikal : tumor, angioma, encefalitis, contoh lesi kortikal : Epilepsia
partial continua. Dapat juga lesi subkortikal seperti : Atropi Multi System,
Corticobasal Ganglionic degenerasi
b. Cortical myoklonus timbul saat gerakan sadar atau stimulasi somatosensoris
2. Mioklonus batang otak : cirinya general dan timbul saat stimulasi suara atau
sensoris kepala / leher
Diawali aktivasi sternokleidomastoid, diikuti otot wajah, masseter baru badan dan
anggota
3. Spinal mioklonus : cetusan abnormal dimulai di motor neuron : spinal mioklonus
segmental : gerakan jerky , berulang-ulang, ritmik, setinggi segmen myelum saat
tidur masih timbul 0,5 – 2 Hz
4. Palatal mioklonus : lesi di Guillain Mollaret triangle, dekat nukleus dentatus,
kontralateral sentral tegmentum, dan oliva inferior, timbul hiperplasia nukleus
oliva inferior.

Etiologi mioklonus :
1. Drug induced mioklonus :
Antikonvulsan, Levodopa, Lithium, Clozapine, Penicilin, Vigabatrin, Cyclosporin,
Tricyclic Antidepressan, MAO inhibitor.
2. Opsoklonus-mioklonus sindrome :
Viral, Ca ovarii, Melanoma, Lympoma, Hipoglikemia
3. Asterixis : Metabolik Encefalopati (misal Hepatik), Lesi Thalamus, putamen, lobus
parietal
4. Kortikal mioklonus : Tumor, angioma, encefalitis
5. Palatal mioklonus : Idiopathic, Stroke, MS, neurodegenerasi
6. Spinal mioklonus : mielopati inflamasi, Cervical spondilosis, Tumor, Ischemik
7. Post Anoxic encefalopati
8. Progressive Myoclonic Ataxia ( Ramsay Hunt Syndrome)
9. Trauma
10. Metal Toxic : Mangan, besi
11. MPTP

ELEKTROFISIOLOGI
1. EMG : untuk menentukan aktivitas otot segmental
2. SSEP
3. MRI Otak, spinal
4. Elektron mikroskop pada kulit, konjungtiva dan otot

RADIOLOGIS
-

GOLD STANDARD
-

PATOLOGI ANATOMI
-

DIAGNOSA BANDING
 Chorea
 Tics

TATALAKSANA
A. Medikamentosa
 Cari faktor etiologi dan diobati
 Klonazepam : 4 – 10 mg/hr
 Sodium Valproat : 250 – 4500 mg/hr
 Lisirude
 Asetasolamide (Sindrom Ramsay Hunt)
 Karbamazepin
 Pada post hipoksi mioklonus bisa ditambahkan 5-hidroksi-tryptophan dan
carbidopa
 Asteriksis (negative-mioklonus) bisa dipakai ethosuximide dan koreksi metabolit
B. Tindakan : -

PENYULIT
-

KONSULTASI
-

JENIS PELAYANAN
Rawat inap / jalan

TENAGA
Medis, paramedis
LAMA PERAWATAN
-

PROGNOSIS
Tergantung penyebab

SINDROMA TOURETTE

KRITERIA DIAGNOSIS

DEFINISI
Sindroma Tourette (ST) adalah sindroma waxing, waning tik motorik baik simpel atau
komplek, disertai minimal satu vokal tics (phonic tics), disertai obsesive-compulsive
disorders tetapi gangguan tingkah laku bukan kriteria untk diagnosis, tetapi penting untuk
pasien.

KLINIS
Onset Sindroma Tourette pada umur antara 5 – 20 tahun, dengan ratio laki-laki : perempuan
yaitu 4 :1.
1. TICS
a. Singkat, mendadak, timbul iregular dan berulang dari gerakan maupun suara. Dua
bentuk tiks adalah motor dan fokal, selanjutnya masing-masing dibagi dalam
bentuk simpel dan kompleks
b. Simpel motor Tics muncul tiba-tiba, tidak bertujuan, mengenai kelompok-
kelompok otot, misalnya angkat bahu, kedipan mata, jerking kepala
c. Simpel motor Tics sering tampak lebih lambat, terus-menerus dan gerakan-gerakan
tonik yang menyerupai distonia (disebut distonic tics)
d. Complex motor Tics : gerakan koordinatif dan berurutan yang menyerupai gerakan
motorik normal atau gerakan badan yang kurang tepat dalam intensitas dan
waktunya. Gerakan menyentuh, melempar memukul dan melompat-lompat.
Contoh lain Complex motor Tics adalah menunjukkan alat genitalia atau
echopraxia.
e. Tics suara dihasilkan dari mulut, tenggorokan maupun hidung
f. Tics suara sederhana suara yang tidak terartikulasi ; sedangkan yang komplek
antara lain, kata, elemen musik
g. Kata-kata kotor (Koprolalia)
h. Tics motor dan phonik bisa muncul selama tidur
2. Gangguan Tingkah Laku (GTL)
a. Manifestasi timbul beberapa tahun bersama onset tics
b. Tingkah laku abnormal atau adanya Obsesive, gerakan kompulsif, Attention Defisit
Hyperactivity Disorder (ADHD), disleksia, depresi, fobi, tingkah laku anti sosial
dan kelainan kepribadian.
c. Obsesi adalah pikiran, ide-ide, bayangan-bayangan, implus keinginan, juga
perasaan kekurangan, keseimbangan, ketakutan yang menganggu keluarga atau
sekitarnya.
d. Compulsions adalah tingkah laku sadar, berulang-ulang respons dari obsesinya,
seperti : kebiasaan mengulangi perintah/kebiasaan, menghitung, mengecek pintu,
cuci tangan berulang-ulang dsb.
e. ADHD adalah tingkah laku impulsive dan hiperaktif dengan menurunnya atensi.
ADHD timbul pada 50% ST, onset ADHD pada umur 4 – 5 tahun dan 2 – 3 tahun
mendahului tics.

LABORATORIUM
Tidak ada

RADIOLOGIS
Tidak diperlukan, ST hanya diagnosa klinis saja

GOLDEN STANDARD
Tidak ada.
Tes Neuro-psychiatric diperlukan pada OCD dan ADHD.

PATOLOGI ANATOMI
Tidak spesifik, lesi di ganglia basalis terutama nucleus caudatus, kortek inferior parietal.

DIFFERENTIAL DIAGNOSA
1. TICS : Distonia, korea, mioklonus, hiperefleksia
2. Kelainan TICS sesaat : serangan pada anak
3. Kelainan TICS motorik primer
4. Kelainan TICS multiple kronis
5. TICS pada huntington disease, parkinson
6. Kelainan pertumbuhan anak
7. Rheumatoid Heart Disease

TATALAKSANA
a. Medikamentosa : Starting dose
 Dopamine-receptors blockers : (mg / day)
 Fluphenazine 1.0
 Pimozide 2.0
 Haloperidol 0.5
 Risperidone 0.5
 Ziprasidone 20.0
 Trifluperazine 1.0
 Molindone 1.0
 CNS Stimulants for ADHD
 Methylphnidate 5.0
 Pemoline 18.7
 Dextroamphetamine 5.0
 Noradrenaline drugs for impuls control and ADHD
 Clonidine 0.1
 Guanfacine 1.0
 Serotonergic drugs for OCD
 Flouxetin 20 - 60
 Sertalin 50 - 200
 Paroxetin 20 - 60
 Clomipramin 25
 Fluvoxamin 50
 Venlafazin 25
 Tripthophan
 MAOI, mianserin, benzodiazepin
b. Tindakan
 TICS : Psiko terapi
 Hipnotis
 Kelainan tingkah laku operasi bedah : Thalamotomy, tracheotomy,
cingulotomy

PENYULIT
-

KONSULTASI
 Spesialis Saraf
 Spesialis jiwa
 Psikolog

JENIS PELAYANAN
Rawat Jalan

TENAGA
 Dokter Spesialis Saraf
 Dokter Spesialis Jiwa
 Psikolog

LAMA PERAWATAN
Tidak ada data

PRONOSIS
Baik

CEDERA KEPALA ( CEDERA OTAK)

DEFINISI

Cedera otak ( CO) adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara
langsung ( kerusakan primer / primary effect) maupun tidak langsung ( kerusakan sekunder /
secondary effect). Cederan otak yang terjadi sebagian besar adalaha cedera otak tertututp,
akibat kekerasan ( rudakpaksa), karena kecelakaan lalu lintas, dan sebagian besar (84%)
menjalani terapi konservatif dan sisanya sebanyak 16% yang membutuhkan tindakan
operatif.

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
* Tergantung berat ringannya cedera otak yang terjadi, dibagi dalam:
1). Minimal = Simple Head Injury (SHI)
 Nilai Skala Koma Glasgow 15 (normal)
 Kesadaran baik
 Tidak ada amnesia
2). Cedera Otak Ringan (COR)
 Nilai Skala Koma Glasgow 14 atau
 Nilai Skala Koma Glasgow 15, dengan
- amnesia pasca cedera <24 jam, atau
- hilang kesadaran <10 menit
 Dapat disertai gejala klinik lainnya misalnya : mual, muntah sakit
kepala atau vertigo.
3). Cedera Otak Sedang (COS)
 Nilai Skala Koma Glasgow 9-13
 Hilang kesadaran >10 menit tetapi kurang dari 6 jam
 dapat atau tidak ditemukan adanya defisit neurologi
 amnesia pasca cedera selama kurang lebih 7 hari (bisa positif atau
negatif)
4). Cedera Otak Berat (COB)
 Nilai Skala Koma Glasgow 5-8
 Hilang kesadaran > 6 jam
 Ditemukan defisit neurologis
 Amnesia pasca cedera > 7 hari
5). Kondisi Kritis
 Nilai Skala Koma Glasgow 3-4
 Hilang kesadaran > 6 jam
 Ditemuka defisit neurologis
* Perdarahan Epidural
 Lusid interval
 Anisokori pupil
 Hemiparesis yang terjadi kemudian
 Refleks Babinski yang terjadi kemudian

* Fraktur Basis Kranii


 Keluar Cairan otak lewat hidung (rinorea) atau telinga (otorea)
 Hematoma ‘kacamata’ atau hematoma retroaurikular (Battle’s sign)

Laboratorium
 Darah perifer lengkap
 Gula Darah Sewaktu
 Ureum / Kreatinin
 Analisa Gas Darah (ASTRUP)
 Elektrolit
Radiologi
 Foto Kepala Polos. Posisi AP/Lat/Tangensial (sesuai indikasi)
 Skening Kepala, gambaran bisa normal, kontusio, perdarahan, edema,
fraktur tulang kepala
Standar Baku
 Skening Kepala (CT-Scan Kepala)
Patologi Anatomi
 Normal, tidak ada kerusakan hanya gangguan fungsional (Simple
Head Injury (SHI) dan Komosio)
 Kontusio
 Perdarahan
 Edema
 Iskemia
 Infark
 Fraktur tulang tengkorak

TATALAKSANA
Tergantung derajat beratnya cedera.
1). Minimal
 Tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
 Istirahat dirumah
 Diberi nasehat agar kembali ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan
epidural, seperti orangnya mulai terlihat mengantuk (kesadaran mula turun,
gejala lucid interval)
2). Cedera Otak Ringan (Komosi Serebri)
 Tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
 Observasi di rumah sakit 2 hari
 Keluhan hilang, mobilisasi
 Simptomatis : anti vertigo, anti emetik, analgetika
 Antibiotika (atas indikasi)
3). Cedera Otak Sedang dan Berat (Kontusio Serebri)
a. Terapi Umum
Untuk kesadaran menurun
 Lakukan resusitasi
 Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing), Circulation
(tidak boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg),
nadi, suhu (tidak boleh sampai terjadi pireksia)
 Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori 50%
lebih dari nomal.
 Jaga keseimbangan gas darah
 Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena
 Rubah rubah posisi untuk cegah dekubitus
 Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
 Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu pada
fraktur basis kranii
 Infus cairan isotonis
 Berikan oksigen sesuai indikasi

b. Terapi Khusus
1. Medikamentosa
 Mengatasi tkanan tinggi intrakranial, berikan Manitol 20%
 Simptomatis : analgetik, anti emetik, antipiretik
 Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca cedera
 Antibiotika diberikan atas indikasi
 Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung
2. Operasi bila terdapat indikasi

c. Rehabilitasi
 Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil
 Neurorestorasi dan neurorehabilitasi diberikan sesuai dengan kebutuhan

PENYULIT
Perawatan dan konsistensi neurorehabilitasi yang kurang cermat dapat menimbulkan gejala
sisa yang sangat variatif tergantung berat dan lokasi kerusakan otak
KONSULTASI
 Bedah Sarah / bedah lainnya sesuai indikasi
 Neuroemergensi
 Neurobehavior
 Neurorestorasi/ Neurorehabilitasi

JENIS PELAYANAN
 Rawat Jalan
 Rawat Inap

TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis

LAMA PERAWATAN
 Tergantung beratnya, dari 2 hari sampai 1 bulan
 Terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan
perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat.
CEDERA MEDULA SPINALIS

DEFINISI
Cedera Medula Spinalis (CMS) atau cedera spinal adalah cedera pada tulang belakang yang
menyebabka penekanan pada medula spinalis sehingga menimbulkan myelopati dan
merpakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan cermat
untuk mengurangi kecacatan. Prognosis penyembuhan tergantung pada 2 faktor yaitu:
a). beratnya defisit neurologis yang timbul dan
b). Lamanya defisit neurologis sebelum dilakukan tindakan dekompresi
CMS merupakan kasus emergengis neurologi dan perlu mendapat perhatian lebih, oleh
karena satu kali medulla spinalis rusak, sebagian besar fungsinya tidak dapat kembali normal.

GEJALA DAN TANDA KLINIS


Cedera Medula Spinalis mempunyai gambaran klinik yang berbeda tergantung letak dan luas
lesi, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu:

Tabel : Sindroma Mayor Cedera Spinal


Tabel : Sindroma Mayor Cedera Spinal
Sindroma Kausa Utama Gejala & Tanda Klinis
Hemicord (Brown Cedera tembus, kompresi Gg sensorik kontralateral,
sequard syndrome) ekstrinsik parese ipsilateral, gg
propioseptif ipsilat, rasa
raba normal
Sindroma Spinalis Infark a. Spinalis anterior Ggn sensorik bilateral,
Anterior ‘watershed; (T4-T6), propioseptif normal,
Iskemik akut, HNP parese UMN dibawah
lesi, parese LMN setinggi
lesi, disfungsi sphincter
Sindroma Spinalis Syringomyelia, Parese LMN pada lengan,
Sentral Hypotensive Spinal cord parese tungkai (bervariasi
ischemic, Trauma spinal tk kelumpuhannya), dan
(fleksi-ekstensi) spastisitas. Nyeri hebat
Tumor Spinal da hiperpati, gg sensorik
pada lengan, disfungsi
sphincter atau retensio
urin
Sindroma Spinalis Trauma, Infark a.spinalis Ggn propioseptif
Posterior posterior bilateral, nyeri dan
parestesi pada leher,
punggung dan bokong,
parese ringan

Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Perifer Lengkap
b. Gula Darah Sewaktu, Ureum dan Kreatinin
2. Radiologi
a. Foto vertebra posisi AP/LAT dengan sentrasi sesuai dengan letak lesi
b. CT Scan atau MRI jika diperlukan tindakan operasi
3. neurofisiologi Klini – EMG, NVC, SSEP

PENATALAKSAAN
1.Umum
a) Jika ada fraktur atau dislikasi kolumna vertebralis seviklais, segera pasang kerah fiksasi
leher, jangan gerakkan kepala atau leher
b) Jika ada fraktur kolumna vertebralis torakalis, angkut pasien dalam keadaan
tertelungkup, lakukan fiksasi torakal (pakai korset)
c) Fraktur daerah lumbal, fikasasi dengan korset lumbal
d) Kerusakan medula spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah menurun karena
paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik dengan akibat menurunnya tekanan darah.
Beri infus, bila mungkin plasma atau darah, dextran-40 atau eskpafusin. Sebaiknya
jangan diberi cairan isotonik seperti NaCl 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu diberikan
0,2 mg adrnalik s.k, boleh diulang 1 jam kemudian. Bila denyut nadi <44 kali/menit,
berikan sulfas atropin 0,25 mg i.v.
e) Gangguan pernafasan, kalau perlu beri bantuan dengan respirator atau cara lain. Jaga
jalan nafas tetap lapang.
f) Jika lesi diatas C-8, termoregulasi tidak ada, mungkin terjadi hiperhidrosis, usahakan
suhu badan tetap normal.
g) Jika ada gangguan miksi pasang kondom kateter atau dauer kateter dan jika ada
gangguan defekasi, berikan laksan/klisma

2. Medikamentosa
a) Berikan metil-prednisolon 30 mg/kgBB, i.v perlahan-lahan selama15 menit. 45 menit
kemudian per infus 5 mg/kgBB selama 24 jam. Kortikosteroid mencegah peroksidasi
lipid dan peningkatan sekunder asam arakidonat
b) Bila terjadi spastisitas oto:
 Diazepam 3 x 5-10 mg/hari
 Baklofen 3 x 5 mg hingga 3 x 20 mg/hari
c) Bila ada rasa nyeri dapat diberikan:
 Analgetika
 Antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg/hari
 Antikonvulsan : neurontin 3 x 300 mg/hari
d) Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi > 180/100 mmHg),
pertimbangkan pemberian obat antihipertensi.

3. Operasi
Tindakan operatif dilakukan bila :
 Ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis
 Gambaran neurologis progresif memburuk
 Fraktur, dislokasi yang labil
 Terjadi herniasi diskus intervertebralis yang mnekan medulla spinalsi

PENYULIT
Tergantung beratnya dan waktu datang ke rumah sakit ( lewat ‘waktu emas’ ), tidak dapat
sembuh sempurna

KONSULTASI
 Bedah Saraf / Bedah lainnya tergantung indikasi
 Neuroemergensi
 Neurorestorasi / neurorehabilitasi

JENIS PELAYANAN
 Rawat Jalan
 Rawat Inap

TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis

LAMA PERAWATAN
 Sampai masa akut lewat dan selesainya tindakan yang diperlukan, biasanya 7 hari
sampai 1 bulan
 Terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan
perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat
NEUROPATI

DEFINISI
Proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa proses demielinisasi atau
degenerasi aksonal atau kedua-duanya. Susunan saraf perifer mencakup saraf otaj, saraf
spinal dengan akar saraf serta cabang-cabangnya, saraf tepid an bagian-bagian tepi dari
susunan saraf otonom.

ETIOLOGI
1. Metabolik
 Neuropati diabetic :
a. Polineuropati : komplikasi diabetes mellitus yang paling sering terjadi
Gejala dan tanda :
- Gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada tangan
- Gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan berupa gangguan rasa
nyeri dan suhu, vibrasi serta posisi
b. Otonom neuropati :
Gejala dan tanda :
Keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nocturnal diare, inkontinensia alvi,
konstipasi, inkontinensi, & retensio urin, gastroparesis dan impotensi
c. Mononeuropati :
Gejala & tanda :
Terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk pergerakkan bola
mata ) dan saraf tepi besar dengan gejala nyeri
d. Polineuropati uremikum :
Terjadi pada pasien uremia kronis ( gagal ginjal kronis)
Gejala & tanda :
- Gangguan sensorimotor simetris pada tungkai &tangan
- Rasa gatal, geli dan merayap pada tungkai dan paha memberat pada
malam hari, membaik bila kaki digerakkan (restless leg syndrome)
2. Nutrisional
 Polineuropati defisiensi :
a. Piridoksin : Pada penggunaan isoniazid (INH)
Gejala dan tanda : Neuropati sensorimotor dan neuropati optika
b. Asam folat : sering pada penggunaan fenitoin dan intake asam folat yang
kurang
c. Niasin : Pada pasien defisiensi multipel
 Polineuropati alkoholik : neuropati karena defisiensi multivitamin dan tiamin
Gejala dan tanda : gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut
mengenai tangan .
3. Toksik
 Arsenik : keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik)
Gejala dan tanda :
- Gangguan sensoris berupa nyeri dan gangguan motorik yang berkembang
lambat
- Gangguan GIT mendahului gangguan neuropati karena intake arsen.
 Merkuri :
Gejala dan tanda : menyerupai keracunan arsen
4. Drug induced
 Obat antineoplasma : (Cisplatin, carboplastin, vincristin)
Gejala & tanda :
- Banyak sebagai gangguan sensorik polineuropati setelah beberapa minggu
terapi setelah parastesia
- Gangguan propioseptif, vibrasi sering terganggu samapai mengenai kolum
posterior
- Gangguan motorik terutama tungkai bawah
 Antimikrobial :
- INH : Simetrikal polineuropati
- Kloramfenikol & metronidazol : Gangguan sensoris ringan /akral parastesia,
kadang optic neuropati.
5. Keganasan/paraneoplastic polyneuropathy
Gejala & tanda :
- Banyak dalam bentuk Distal simetrikal sensorimotor polineuropati akibat “
remote effect” kegangasan seperti : Mieloma multipel, limfoma
- Gejala motorik seperti ataksia, atrofi tingkat lanjut kelumpuhan.
6. Trauma : neuropati jebakan .

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis :
- Gangguan sensorik : parastesia, nyeri, erbakar, penurunan rasa raba, vibrasi
dan posisi
- Gangguan motorik : kelemahan otot-otot
- Refleks tendon menurun
- Fasikulasi
 Laboratorium :
- Gula darah puasa, fungsi ginjal, kadar vitamin B1, B6, B12 darah, kadar logam
berat, fungsi hormone tiroid.
- Lumbal fungsi : sesuai indikasi.
 Gold standard
- ENMG : Degenerasi aksonal dan demielinisasi
- Biopsi saraf
-
DIAGNOSIS BANDING
 Miopati
 Motor neuron disease
 Multipel sklerosis

TATALAKSANA
 Terapi kausa
 Simpotmatis : Analgetik, antiepileptic
 Neurotonik vitamin : B1, B6, B12, asam folat
 Fisioterapi

PENYULIT
 Penyakit dasar : progresitifitas & komplikasinya
 Perawatan & fisioterapi yang kurang cermat meminimalisir atrofi dekubitus, infeksi
saluran kemih dan kontraktur

KONSULTASI
 Penyakit dalam (sesuai penyakit dasar)
 Bedah saraf/bedah lainnya (sesuai kausa)
 Fisioterapi

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan
 RAwat inap : sesuai penyakit dasar

TENAGA
 Perawat, dokter umum & dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
 Antara 2 minggu s/d 1 bulan bila dirawat
 Kadang-kadang penyembuhan tidak sempurna
SINDROM TEROWONGAN KARPAL

DEFINISI
Jebakan n. medianus di dalam terowongan karpal

ETIOLOGI
 PEnyempitan ruangan di dalam terowongan
 Peningkatan sensibilitas saraf terhadap tekanan
 Gangguan endokrin
 Gerakan berulang-ulang pada pergelanga tangan
 Idiopatik

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis :
- Parastesia dan nyeri pada pergelangan, tangan & bagian volar 3 jari seringkali
hanya pada ujung jari, terutama pada malam hari
- Tinnel test +
- Phallen test +
 Laboratorium :
- Hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi ginjal, tiroid
 Radiologi :
- Rontgen pergelangan tangan (Osteofit, Deposit kalsium)
 Golden standard :
- ENMG
-
DIAGNOSIS BANDING
 Radikulopati servikal
 Rematik non artrikuler
TATALAKSANA
 Medikamentosa : Antiinflamasi, analgetik
 Tindakan : - Release n. medianus
- Splint
 Terapi kausa

PENYULIT
 Penyakit dasar
 Komplikasi atrofi otot thenar penekanan jangka panjang

KOMPLIKASI
 Penyakit dalam : penyakit sistemik yang mendasari
 Fisioterapi
 Ortopedi : release n. medianus

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan

TENAGA
 Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
 1 Bulan
NEUROPATI ULNAR

NEUROPATI ULNAR PADA SIKU

DEFINISI
Jebakan n. ulnaris pada berbagai sisi di siku akibat berbagai macam etiologi

ETIOLOGI
 Deformitas siku
 Trauma
 Penekanan eksternal
 Tumor
 Metabolik
 Leprosi
 Idiopatik

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis :
- Gangguan sensoris jari ke 5 dan ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal dan palmar
- Kelemahan pada fleksor karpi ulnaris, abductor digiti minimi
- Tahap lanjut atrofi m. hipothenar, claw hand ( jari 4,5)
- Tes fleksi siku +
 Laboratorium : Hematologi rutin, gula radah puasa, fungsi tiroid
 Radiologi : Rontgen artikulus kubiti (osteofit, deposit kalsium)
 Golden Standard : ENMG

DIAGNOSIS BANDING
 GAngguan radiks
 Gangguan pleksus brakialis
 ALS
 Syringomeli

TATALAKSANA
 Terapi kausa
 Medikamentosa : analgetik, antiinflamasi
 Tindakan : cubital tunnel decompression

KONSULTASI
 Penyakit dalam : sesuai kausa
 Bedah ortopedi
 Kulit : leprosy
 Fisioterapi

JENSI PELAYANAN
 Rawat jalan

TENAGA
 Paramedik, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
 1 bulan

SINDROM KANALIS GUYON

DEFINISI
Jebakan n. unaris di dalam kanalis guyon

ETIOLOGI
 Tumor (ganglion,lipoma, dll)
 Artritis rheumatoid
 Tekananeksternal
 Gerakan berulangpada pergelangan tangan

KRITERIA DIAGNOSIS
 Klinis :
- Gangguan sensoris pada jari 5 dan ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal dan palmar
- Kelemahan otot intristik ulnaris
- Claw hand (jari ke 4&5)
 Laboratorium :
- Hematologi rutin, gula darah puasa
 Radiologi :
- Rontgen pergelangan tangan : arthritis, fraktur
- CT Scan pergelangan tangan : ganglion, tumor
 Gold standard : ENMG

DIAGNOSIS BANDING
 Gangguan aadiks
 Gangguan pleksus brakialis
 ALS
 Syringomeli

TATALAKSANA
 Terapi kausa
 Medikamentosa : analgetik, antiinflamasi
 Tindakan pembedahan

PENYULIT
 Penyakit dasar : progresitivitas penyakit
 Perawatan fisioterapis yang tidak tepat menimbulkan atrofi dan kontraktur

KONSULTASI
 Bedah
 Penyakit dalam
 Fisioterapi

JENSI PELAYANAN
 Rawat jalan

TENAGA
 Paramedik, dokter umum, dokter spesialis
LAMA PERAWATAN
 1 Bulan

CERVICAL SYNDROME

Definisi
Sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri yang menjalar, rasa kesemutan yang
menjalar, spasme otot yang disebabkan karena perubahan structural kolumna vertebra
servikalis akibat perubahan degenerative pada diskus intervertebralis, pada ligamentum
flavum, “facet joints”.
Kausa antara lain :
 Spondylosis cervicalis:
- Myelopathy
 Mekanik:
- Neck Strain
- Herniasi diskus
 Infeksi:
- Osteomyelitis
- Meningitis
 Referred
- Thoracic Outlet Syndrome
- Pancoast’s tumor
 Neurologik:
- Brachialis plexitis
- Jebakan saraf perifer
 Rheumatologik:
- Rheumatoid arthritis
- Fibromyalgia
 Neoplasma
- Multiple myeloma
- Syringomyelia

KRITERIA DIAGNOSIS
 Nyeri leher, bahu, dan menjalar ke lengan
 Nyeri leher sering didahului spasme otot-otot tengkuk, bahu yang berlangsung sampai
beberapa hari dan diperburuk oleh ekstensi yang disertai oleh rotasi lateral leher secara
bersamaan (Spurling manuver)
 Nyeri leher dapat diperburuk oleh keadaan yang meninggikan tekanan radikal seperti
batuk, bersin, mengedan, atau maneuver valsava.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Intermitted test
 Foto cervical AP/lateral dan oblik
 EMNG
 Myelografi
 CT-Myelo

DIAGNOSIS BANDING
 HNP
 Menginitis TBC Servikal

TATALAKSANA
 Konservatif 3-6 minggu, berupa:
 Istirahat servikal  Neck Collor bila perlu
 NSAID
 Suntikan lokal
 Fisioterapi
 Operatif bila ada penyulit

PENYULIT
 Nyeri neuropatik
 Kelumpuhan anggota gerak
KONSULTASI
 Internist bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit.
 Psikiater bila tidak ditemukan kelainan lain.
 Fisioterapi

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan
 Rawat inap bila nyeri tidak tertahanyeri kepalaan (obat tak menolong) bila diduga ada
penyebab lain.

TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Spesialis Bedah Saraf/Ortopedi

LAMA PERAWATAN
Mininal 1 (satu) minggu

PROGNOSIS
Umumnya baik, biasanya diperlukan fisioterapi lanjutan
STRAIN LUMBO-SACRAL

DEFINISI
Merupakan Nyeri Punggung Bawah (NPB) tanpa penjalaran nyeri ke tungkai, hanya menjalar
ke bokong serta paha belakang.

KAUSA
Nyeri timbul akibat perengangan atau trauma pada ligamen, otot-tendon tanpa adanya rupture
atau avulsii pada cedera ringan. Sedangkan pada cedera berat dapat terjadi robekan pada otot.
Merupakan 60-70 % penyebab NPB.

KRITERIA DIAGNOSIS
 Pada strain akut dijumpai riwayat trauma seperti mengangkat benda nerat atau dalam
posisi yang salah mencabut tanaman, trauma langsung dan terjatuh.
 Terasa nyeri setempat, mula-mula tidak begitu hebat dan pinggang kaku.
 Nyeri bertambah hebat bila spasme otot bertambah, bahkan dapat menimbulkan
skoliosis.
 Pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fisiologi dan otonom normal
 Foto lumbosakral mungkin dijumpai akibat sikap tubuh yang salah dan otot kurang
adekuat. Dijumpai pada pekerja kasar, buruh, sering mengangkat beban, duduk bungkuk
seharian.
 Terasa pegal difus yang bertambah saat bermulti para aktifitas dan berkurang atau
menetap pada saat berbaring.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Foto lumbosakral
 EMNG

DIAGNOSIS BANDING
 Ischialgia : kelainan-kelainan organ abdomen, organ rongga pelvi
 Spondilolistesis

TATALAKSANA
 NSAID
 Relaksan otot
 Suntikan anestesi lokal + steroid pada nyeri lokal hebat
 Fisioterapi: pasif (masase es) atau panas (mandi hangat) dapat mengurangi nyeri dan
spasme.
 Untuk Strain akut, tirah baring cukup 2 hari lalu diikuti latihan fisik aktif yang
terprogram.
 Untuk Strain kronik, pengaturan sikap tubuh dalam aktivitas harian serta latihan
yang terprogram untuk memperkuat otot batang tubuh. Perubahan sikap tubuh
memerlukan waktu minimal enam bulan sampai gejala berkurang.

PENYULIT
-

KONSULTASI
 Obgin, Internist, bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit.
 Psikiater.

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan
 Rawat inap bila nyeri tidak tertahankan (obat tak menolong) di rumah, diduga ada
penyebab lain, yang harus dieksplorasi

LAMA PERAWATAN
Minimal 1 minggu

PROGNOSIS
Perbaikan fase akut terjadi dalam 2 minggu. Pada umumnya 90% pasien akan sembuh dalam
2 bulan. Sepuluh persen menjadi kronik dan mungkin diperlukan dukungan psikiatrik atau
rehabilitasi vokasional.

MIOPATIC

ICD 359

DEFINISI/ETIOLOGI
Suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot (merupakan perubahan patologik
primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik, histologik atau neurofisiologi.

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis:
 Kelelahan, kelemahan, atrofi, dan lembeknya otot skelet
 Kedutan otot, kram otot, nyeri, pegal pada otot-otot
 Dapat disertai gejala sistemik atau gejala lain
Pemeriksaan fisik:
 Pemeriksaan sistem motoris meliputi bentuk otot, tonus otot, kekuatan otot dan cara
berdiri/berjalan
 Pemeriksaan refleks tendon
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium: Kadar enzim creatinin kinase (CK), lactic dehydorogenase
(LDH), SGOT & SGPT, Kadar kalium, plasma
 Pemeriksaan EMG
 Pemeriksaan biposi otot

A. DISTROFIA MASKULER TIPE “DUCHENE”


 Hampir selalu laki-laki karena keturunan secara x-linked resesif.
 Timbulnya gejala pada usia sekitar 2 tahun, anak sering jatuh waktu berjalan,
usia 5 tahun tidak pandai berlari, “Gower sign” dan “Wadding gait” dapat
ditemukan.
 Kelemahan otot terutama bagian proksimal dan lebih dahulu timbul pada otot
pinggang dari pada otot-otot bahu dan terdapat pseudohypertrofi pada otot
gastroknemius.
 Kelemahan, atrofi, kontraktor, dan deformitas otot skeletterjadi dengan cepat
dengan cepat sehingga umumnya penderita memerlukan kursi roda pada usia
12-13 tahun.
 Kenaikan enzim-enzim serum terutama pada waktu penderita masih mobile.
Diantara enzim-enzim tersebut maka CPK terbukti paling mudah dikerjakan dan
hasilnya tepat (70-80%).
 Progresifitas penyakit cepat dan biasanya meninggal dalam 15 tahun sesudah
onset.

B. DISTROFI MUSKULER TIPE “BECKER”


 Diturunkan secara x-linked resesif dengan pola kelemahan otot mirip tipe
Duchene hanya lebih ringan.
 Onset umur 5-25 tahun
 Progresifitas penyakit lambat, penderita dapat hidup lebih dari 40 tahun.

C. DISTROFI MUSKULER TIPE “ LIMB GIRGLE”


 Diturunkan secara autosomal resesif atau dominan atau sporadic
 Onset umur 10-13 tahun.
 Distribusi kelemahan otot bermula otot-otot pinggang atau gelang bahu
kemudian meluas pada otot-otot yang lain.
 Progresifitas penyakit lambat, mungkin memerlukan kursi roda stelah usia 40
tahun.

D. DISTROFI MUSKULER FASIOSKAPULOHUMERAL


 Ditemukan secara autosomal dominan
 Onset umur 10-20 tahun.
 Distribusi kelemahan otot awalnya pada wajah dang gelang bahu kemudian otot
pinggang dan tungkai bawah.
 Progresifitas lambat, banyak kasus memperlihatkan distabilitas ringan

E. MIOTONIA
 Diturunkan secara autosomal dominan.
 Kontrasi otot berkepanjangan mengikuti kontraksi volunteer, pukulan (mekanik)
atau pacuan elektrik pada otot tersebut.
 Onset umur 20-40 tahun.
 Distribusi pada otot-otot wajah dan sternokleidomastoideus dan otot-otot
ekstremitas distal.

F. POLIOMISTIS DAN DERMATOMIOSITIS


 Dapat terjadi pada setiap umur
 Kelemahan otot proksimal, simetris dan progresif dimulai dari otot panggul.
 Pada dermatomiositis perubahan wanita kulit pada kelopak mata atas, eritema
kulit dan atrofi.

G. PARALISIS PERIODIK
 Diturunkan secara autosomal dominan
 Onset umur 10-25 tahun
 Berhubungan dengan kadar kalium dalam plasma darah terdapat 3 tipe:
hipokalemik, hiperkalemi, dan normokalemi.
 Penderita terserang setelah periode istirahat sehabis latihan otot berat setelah
banun tidur pagi hari.
 Tanda awalnya berupa nyeri otot, sangat haus disusul kelemahan otot, dimulai
pada ekstremitas bawah lalu ekstremitas atas, badan, dan leher.

DIAGNOSIS BANDING
 Poliomielitis
 Motor neuron disease

TATALAKSANA
 Pencegahan : “genetic counseling”
 Pengobatan
 Sesuai kausa
 Rehabilitasi medic
 Terapi suportif : pemberian prednisone
 Distrofi muskuler : 1 mg/kgBB/hr selama 6 bulan
 Poliomistis : 1 mg/kgBB/hr selama 3 bulan
 Dapat diberikan “continuosly” atau “alternating”
- Obat sitostatika misalnya metotreksat, siklofosfamid, azatioprin,
klorambusil.
- Penggatian plasma.
 Bedah

PENYULIT
Disfagia, pneumonia aspirasi, penyakit akan memburuk secara betahap sampai timbulnya
komplikasi kardiopulmonal.

KONSULTASI
 Bagian PA
 Bagian Bedah

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan

TENAGA STANDAR
Dokter Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN
Bervariasi sesuai dengan jenis miopati dan komplikasi.penyulit yang terjadi.

PROGNOSIS
Umurnya kurang baik untuk distrofi muskuler
M I E L O PAT I

ICD G 95.9

DEFINISI
Merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur dari medulla spinalis oleh adanya lesi
komplit atau inkomplit.

ETIOLOGI
- Vaskuler - Tumor
- Obat-obatan - Demielinisasi
- Radiasi - Trauma
- Infeksi - Tidak diketahui
- Degenerasi

KRITERIA DIAGNOSIS
 Anamnesis: lemah/ lumpuh anggota gerak, gangguan buang air kecil dan buang air
besar, gangguan sensibilitas.
 Fisis: parese/plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat dijumpai gejala UMN
atau campuran UMN dan LMN), hipertensi/anestesi segmental, gangguan fungsi
otonom.
 Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif.
 Tidak ditemui tanda-tanda radang atau penyebabnya tidak diketahui.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
 Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan bila perlu tes kadar obat: kokain,
heroin
 Likuor serebrospinalis
Pemeriksaan Radiologik:
 Foto polos vertebra AP/Lateral/Oblik
 Mielografi
 CT-mielografi
Pemeriksaan penunjang lain:
 EMNG
 Tes keringat
Bila perlu dan fasilitas tersedia:
 SSEP/VEP
 Bone Scanning
 MRI

DIAGNOSIS BANDING
Polineuropati

TATALAKSANA
 Kausal
 Simptomatik
 Suportif
 Rehabilitatif: Fisioterapi ekstremitas dan latihan buli-buli

PENYULIT
Bronkopneumoni, dekubitus, kontraktur sendi, atrofi otot, infeksi saluran kenih

KONSULTASI
 Bedah Saraf
 Bedah Ortopedi
 Bagian lain yang terkait

JENIS PELAYANAN
Rawat inap

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis

LAMA PERAWATAN
Tergantung etiologi dan berat penyakit, perawat dapat langsung dalam hitungan minggu
hingga bulan.

PROGNOSIS
Tergantung etiologi dan berat penyakit
PERIODIK PARALISIS

KRITERIA DIAGNOSTIK
Familial periodic paralisis hipokalemi adalah penyakit otosomal dominan. Disebabkan
gangguan pada gen yang mengatur saluran ion kalsiumditandai dengan : awitan akut dengan
gejala kelumpuhan anggota gerak.
Otot respirasi dan otot menelan jarang terkena.refleks tendon mungkin menurun. Tidak ada
gangguan sensoris. Serangan terutama pada pagi hari, dan bila tidak dapat menetap sampai 36
jam.
Faktor prepisitasi : makan banyak karbohidrat, terlalu lelah, cuaca dingin Kadar kalium darah
2-3 mEq. Laboratorium lain dalam batas normal Pria lebih banyak dari pada wanita

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: Kalium darah
EMG : Gambaran lesi miogen
EKG

DIAGNOSA BANDING
Hipokalemi karena gastroenteritis, tirotoksikosis atau sebab lain

TERAPI
Terapi Farmaka :
Fase Akut : pemberian K secara peroral atau parenteral
Profilaksis :
 Diet tinggi Kaliun, rendah Na, rendah Karbohidrat
 Aldakton 100 mg po/hari
 Tiamin Hcl 50mg/hari
 Terapi hipertiroidsm

PENYULIT
Gangguan jantung

KONSULTASI
Ilmu Penyakit Dalam

JENIS PELAYANAN
Rawat inap pada fase akut sampai kelumpuhan hilang

PROGNOSIS
Ad bonam
DEKOMPRESI

DEFINISI/ETIOLOGI
Penyakit Dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan
pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah/jaringan akibat
penurunan tekanan sekitar.
KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala klinis muncul setelah melakukan penyelaman, dapat berupa :
1. Tipe I (Pain only bends, Joint bends, Decompression arhalgia)
-Nyeri terutama di daerah persendian anggota gerak atas dan bawah
-Gatal-gatal dan bercak-bercak kemerahan pada kulit
-Nyeri dan pembengkakan jaringan lunak setempat(obstruksi aliran
limfe):parotis,mamma
-Rasa letih, malaise, anoreksia, yang tidak sesuai dengan berat aktivitas
2. Tipe II (Serious decompression sickness)
2.1 Gejala Neurologis
- Lesi serebrum: afasia, gangguan penglihatan atau lapangan pandang, gangguan saraf
kranialis, hemiparese/hemiplegic,sensorik, sakit kepala, kejang, gangguan kesadaran.
-Lesi serebelum: ataksia , gangguan koordinasi, hipotoni, dismetri, asinergia,
tremor,disdiadokokinesia, dan nistagmus.
-Lesi Medula Spinalis: Paraestesi/hipeestesi/anestesia kedua tungkai,
paraperesis/paraplegi-tetraparesis/tetraplegia,retensi urin-alvi.

2.2 Gejala jantung dan paru (chokes):


-Rasa kurang enak dan nyeri substernal saat inspirasi maupun ekspirasi, kemudain
sesak napas disertai batuk kering

2.3 Gejala Gastrointestinal


-Anoreksia, nausea, muntah, atau perut rasa kram dan diare,.

2.4 Gejala Telinga dalam


-Tinitus, tuli sensorineural, (kerusakan koklea), vertigo, mual, muntah (gangguan
vestibular)

2.5 Syok setelah dekompresi


-Gelembung gas masuk keseluruh pembuluh darah( AGE:Arterial gas embolism)dan
dapat berakhir dengan kematian.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Pemeriksaan Laboratorim : Darah rutin, Urin rutin, kimia darah
-Pemeriksaan Radiologik : Foto thoraks, CTscan bila di perlukan
-Pemeriksaan penunjang lain : EKG, EEG bila diperlukan.

DIAGNOSIS BANDING
Stroke, Trauma SSP, Infeksi SSP

TATALAKSANA
 Kausal : Segera terapi oksigen hiperbarik etelah diagnosis ditegakkan
 Medikamentosa :
 koreksi cairan dan elektrolit,
 Antiplatelet: ASA 2x80 mg,
 Kortikosteroid: Dexamethasone 2 ampul/IV kemudian 1 ampul/6 jam/IV,
 Gliserol (bila kontraindikasi dengan kostikosteroid),
 digitalis(bila ada indikasi),diazepam (bila ada indikasi).

KOMPLIKASI/PENYULIT
 -Osteonekrosis disabrik (Divers bone disease, Avascular necrosis of bone, Aseptic
bone necrosis, Bone necrosis, Bone rot, Caisson disease of bone)
 -Keracunan Oksigen.

JENIS PELAYANAN
-5 hari (rawat inap)
Follow up : untuk mencegah delayed from of DCS (Dysabrik Osteonecrosis) dianjurkan :
 -Screening x-ray 2-4 minggu setelah menderita penyakit dekompresi
 -Penyelam beresiko tinggi dianjurka screening x-ray interval 5 tahun.

TENAGA
 Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis

LAMA PERAWATAN
 5 hari

PROGNOSIS
Tergantung cepatnya mendapat terapi OHB
 Sembuh sempurna
 Cacat Fisik
 Meninggal
KESADARAN MENURUN DAN COMA

ICD R40

DEFINISI
Sadar: disebut sadar bila sadar akan diri dan lingkungannya
Gangguan kesadaran: ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan sekitarnya.

Ketidakmampuan:
Ringan  berat: ada derajat/tahapan
 Obtundity
 Stupor
 Semi koma
 Koma

 Obtundity: dalam keadaan ingin tidur, baru terbangun dan mengikuti perintah bila ada
rangsangan
 Stupor:
 Penderita tidur terus
 Ada gerakan spontan
 Ada respon dengan rangsang
 Dengan rangsang berurutan ada waktu bebas respon
 Semi koma: hanya dengan rangsang sakit ada respon
 Koma: tak ada respon dengan rangsang nyeri

ETIOLOGI
I. Lesi Struktural
a. Lesi supratentorial:
 Radang
 Trauma
 SOP: stroke, tumor, abses serebri
 Status konvulsivus/epilepsi
b. Lesi infratentorial
 Radang
 Trauma
 SOP: stroke, tumor, abses serebri
II. Non-Struktural/Metabolik
a. Primer
1. Penyakit pada substansia grisea: Pick’s disease, Alzhaimer’s disease
2. Penyakit pada substansia alba: Leukosistropi
b. Sekunder
Hipoksi penurunan kadar dan tekanan oksigen darah, penyakit paru-paru,
penurunan tekanan atmosfir oksigen

Penurunan kadar oksigen darah namun tekanan normal: anemia, keracunan CO

Iskemia:
Penurunan CBF karena cardiac output menurun: cardiac arrest, aritmia kordis, Adam
Stokes Syndrom, infark miokard, gagal jantung kongestif.
Penurunan CBF karena tahanan perifer dalamn sirkulasi sistemik menurun:
Sinkop, ortostatik hipotensi, vasofagal refleks.
Penurunan CBF karena peningkatan tahanan vaskuler:
Ensefalopati hipertensi, sindroma hiperventilasi, polisitemia, hipo/hiperkalemia.

Defisiensi kofaktor: defisiensi tiamin


Gangguan fungsi ginjal
Gangguan fungsi hati
Gangguan elektrolit: K, Na, Ca, Mg
Bahan toksik: Alkohol
Obat-obatan: barbiturat, opiat
Enzim inhibitor: logam berat
Toksin: meningitis, ensefalitis
Kelainan regulasi suhu: hipotermia

KRITERIA DIAGNOSTIK
Anamnesis/Alloanamnesis
1. Riwayat penyakit sebelumnya: hipertensi, diabetes, gagal ginjal, gangguan fungsi
hati, pengguna obat-obat narkotik
2. Keluhan sebelum terjadi gangguan kesadaran: nyeri kepala, muntah-muntah
3. Menggunakan obat-obatan sebelum terjadi gangguan kesadaran: obat diabet, narkotik

Pemeriksaan Fisik Umum


1. Vital sign: tekanan darah, nadi, dan respirasi
2. Pemeriksaan luka terutama luka di kepala dan leher: battle sign, perdarahan hidung,
perdarahan kelopak mata, krepitasi tulang tengkorak
3. Pemeriksaan suhu badan dan suhu rektal
4. Pemeriksaan bau napas dan badan: fetor hepaticum, bau napas alkohol, bau napas
faeces
5. Pemeriksaan warna dan turgor kulit: sianosis, kepucatan, ikterik

Pemeriksaan Neurologi
 Pemeriksaan neurologi umum: tanda-tanda rangsang meningeal, pemeriksaan
motorik, pemeriksaan fungsi luhur, pemeriksaan nervi kranialis
 Pemeriksaan Glassgow Coma Scale: pemeriksaan yang bersifat kuantitatif dan
kualitatif pada gangguan kesadaran
 Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi batak otak meliputi:
a. Gerakan bola mata
b. Refleks kornea
c. Refleks mata bonek/refleks kalori
d. Refleks pupil terhadap cahaya
e. Refleks muntah/batuk
 Pola pernapasan: hubungan pola pernapasan dengan letak lesi
a. Eupnea: diencephalons atas
b. Chene stokes: lesi di diencephalons bawah
c. Hiperventilasi neurogenik sentral lesi di mesencephalon
d. Ataxic breathing: lesi di pons
e. Apneutic breathing: lesi di pons bawah/medulla oblongata
f. Apnea: lesi di medulla oblongata
 Pupil: hubungan reaksi pupil terhadap letak lesi:
a. Pupil kecil reaktif terhadap cahaya: korteksi/disencephalons
b. Pupil besar normal: di tengah mesencephalons
c. Pupil kecil: di tengah pons
d. Pupil sedikit melebar: di tengah tectum
e. Isokor:
 Pint point: lesi pons, overdosis morphin
 Kecil reaktif: ensefalopati metabolik
 Sedang reaktif: ensefalopati metabolik, tidak reaktif terhadap cahaya, lesi
thalamus
 Besar/midriasis: antidepressan, ekstasi, cholinesterase inhibitor
f. Anisokor:
 Besar/tidak reaktif: parese N. III
 Kecil reaktif: Horner Syndrome
 Kedudukan bola mata: hubungan kedudukan bola mata dengan letak lesi
a. Deviasi conjugae: lesi di hemispherium serebri besar
b. Strabismus konvergen dan pupil kecil: thalamus
c. Pupil kecil di tengah: lesi di pons
d. Pupil besar di tengah kesulitan melihat ke samping: lesi di cerebellum
e. Pupil anisokor refleks cahaya (-): herniasi tentorial
 Refleks sephalic batang otak, termasuk di sini adalah:
a. Refleks pupil
b. Doll’s eye moement
c. Oculo auditory refleks
d. Oculo vestibulo refleks
e. Refleks kornea
f. Refleks muntah
 Reaksi Motorik
a. Reaksi abduksi dan fleksi terhadap rangsangan nyeri, lesi pada hemispherium
cerebri
b. Reaksi abduksi dan ekstensi terhadap rangsang nyeri, lesi pada batang otak
c. Postur dekortikasi/hiperekstensi ekstremitas bawah dan fleksi ekstremitas atas, lesi
di korteksi cerebri.
d. Postur Deserebrasi hiperekstensi ektremitas atas dan bawah, lesi di batang otak.
 Observasi umum lainnya
Ada gerakan automatisme seperti menguap,membasahi bibir, berarti fungsi otak masih
baik.
Ada gerakan mioklonik jerk berarti ada lesi hemispherium cerebri yang di infuse.

DIAGNOSIS BANDING
1. Tidur : Keadaan non patologis dimana ada penurunan kesadaran yang dengan mudah
dibangunkan
2. Akinetik mutisme : Penderita dalam keadaan bangun, mata terbuka tapi sangat lamban
berespon terhadap pertanyaan yang di ajukan.
3. Sindroma locked-in : Penderita dengan mata terbuka/sadar dengan komunikasi
terganggu , ada sedikit gerakan terutama gerakan mata melirik keatas, kebawah.
4. Status katatonik : sadar penuh fungsi motorik normal tapi tidak bisa berkomunikasi
dengan baik.

TATALAKSANA
Gangguan kesadaran sampai koma adalah keadaan darurat medis, untuk itu perlu penanganan
yang cepat, tepat dan akurat mulai dari ruang unit gawat darurat sampai ke ruang perawatan
intensif. Penanganan terbagi atas dua besar yaitu:
A. Supportif
Penderita kesadaran menurun di lihat /di nilai
-Jalan nafas
-Pernafasan
-Tekanan Darah
-Cairan tubuh (asam basa elektrolit)
-Posisi tubuh
-Pasang Nasogastric tube
-Katheter Urine

1. Jalan nafas
Dilihat:
-Agitasi : Kesan hipoksemia
-Gerakan nafas : dada
-Retraksi sel iga, dinding perut, subcosta clavikula
Didengar suara tambahan berupa dengkuran, kumuran, siulan : ada sumbatan.

Diraba :
-getaran ekspirasi
-getaran dileher
-fraktur mandibuler

Yang menyebabkan gangguan jalan nafas :


-Lidah/epiglottis
-muntahan, darah, sekret benda asing
-trauma mandibula/maksila

Alat yang dipakai


-jalan napas orofaringeal
-jalan napas nasofaringeal
-jalan napas definitis : intubasi, pembedahan

Pola pernafasan
Lesi sentral : Pola nafas
-aupnea
-cheyne stoke
-Sentral neurogenik Hiperventilasi
-Apnea
Lesi Perifer
-Nafas intercostal
-Nafas diafragma (dinding perut)

2. Perhatikan aliran darah


-perfusi : perifer, ginjal : produksi urine
-Nadi : ritme, rate, pengisian
-Tekanan darah

Diusahakan:
 Hemodinamik stabil (tidak naik turun)
 Kondisi tensi normal
 Dihindari: hipertensi/meninggi, syok

Jenis Syok:
 Hipovolemik
 Kardiogenik
 Sepsis
 Penimbunan vena perifer (polling)

3. Cairan Tubuh
 Cegah hidrasi berlebihan
 Cairan hipotonik, hipoprotein dan lama pakai ventilator mudah terjadi hidrasi
 Tekanan osmotik dipertahankan dengan albumin
 Hindari hiponatrermia

4. Gas Darah dan Keseimbangan Asam Basa


 Alat bantu oksimeter untuk mengetahui oksigenasi diusahakan SaO2 > 95 dan
PaO2 > 80 mg (dengan analisa gas darah)
 PO2 dibuat sampai 100-150 mmHg dengan cara diberi O2
 PaCo2 : 25-35 mm dengan hiperventilasi

5. Pasang Naso Gastric Tube


Pengeluaran isi lambung berguna:
 Mencegah aspirasi, intoksikasi
 Nutris parenteral

6. Posisi
 Hindari posisi Trendelemberg
 Posisi kepala 30 derajat lebih tinggi
 Pada koma yang lama hindari:
dekubitus: sering alih posisi
Vena dalam thrombosis: pakai stocking

7. Katheter Urine
 Untuk memudahkan penghitungan balans cairan
 Mencegah kebocoran urin
 Berguna pada gangguan kencing

B. Terapi Kausatif/Spesifik
1. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk dengan panas yang mulai beberapa hari
sebelumnya sangat mungkin primer infeksi (meningitis, ensefalitis) di otak bila
gangguan kesadaran tanpa kaku kuduk sangat mungkin primer infeksi bukan di otak.
2. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk tanpa panas sangat mungkin perdarahan
subaraknoid
3. Gangguan kesadaran dengan didapatkan gangguan neurologis fokal (hemiparesis,
heminervikranial palsy) penyebabnya lesi intrakranial.
4. Gangguan kesadaran disertai tanda-tanda tekanan intrakranial meninggi: (muntah-
muntah proyektil, parese N.III, kaku kuduk, penglihatan kabur secepatnya diberi
manitol, dexamethason, dibuat hiperventilasi.
5. Gangguan kesadaran tanpa disertai kaku kuduk dan/atau gejala neurologis fokal,
bradikardi sangat mungkin penyebabnya metabolik
6. Gangguan kesadaran dengan tanda herniasi intrakranial (anisokor, isokor
miosis/midriasis dengan tetraparesis) termasuk gawat darurat secepatnya perlu
tindakan.
7. Gangguan kesadaran dengan penyebab yang sudah jelas, dapat diterapi spesifik untuk
penyebab:
 Hipoglikemi: glukosa
 Overdosis opiat: nalokson
 Overdosis benzodiazepin: flumazenil
 Wernicke ensephalopaty: thiamin

PENYULIT
 Tenaga kurang profesional
 Perawatan kurang lengkap
 Ruang perawatan intensif belum memadai

KONSULTASI
 Bagian Bedah Saraf
 Bagian Penyakit Dalam
 Bagian Anestesi
 Bagian Kardiologi
 Bagian Pulmologi

TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis saraf

JENIS PELAYANAN
Jenis pelayanan termasuk keadaan darurat neurologis perlu tindakan cepat, tepat, dan akurat,
dan perlu dirawat di ruang pelayanan intensif.

LAMA PERAWATAN
1-5 hari

SINDROMA GUILLAIN BARRE

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis:
 Kelemahan ascenden dan simetris
 Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot
proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal kelemahan otot trunkal, bulbar, dan otot
pernafasan juga terjadi.
 Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegia dan gangguan
nafas.
 Puncak deficit dicapai 4 minggu.
 Recovery biasanya dimulai 2-4 minggu
 Gangguan sensorik biasanya ringan
 Gangguan sensorik bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis
 Gangguan N. cranialis bisa terjadi: facial drop, diplopia, disartria, disfagia
 Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
 Gangguan otonom dari takikardia, bradikardia, flushing paroxysmal, hipertensi
ortostastik, dan anhidrosis.
 Retensio urin dan ileus paralitik
 Gangguan pernafasan:
 Dyspnoe
 Nafas pendek
 Sulit menelan
 Bicara serak
 Gagal nafas

Pemeriksaan Fisik:
Kelemahan N. cranialis VII, VI, III, V, IX, X
Kelemahan ekstremitas bawah, ascenden, asimetris upper extremitas, facial
Reflex: absen atau hiporefleksi
Refleks patologis –

Penunjang:
Laboratorium:
 LCS:
 Disosiasi sitoalbumin
 Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa peningkatan
dari sel < 10 lymposit/mm3
 Hitung jenis dan panel metabolik tidak begitu bernilai
 Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV/micoplasma membantu
penegakan etiologi. Untuk manfaat epidemiologi
 Antibodi glycolipid
 Antibodi GMI
 Ro: CT/MRI untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati
 EMG

DIAGNOSIS BANDING
 Polineuropati terutama karena defisiensi metabolik
 Tetraparesis penyebab lain
 Hipokalemia
 Miasthenia gravis

TATALAKSANA
 Tidak ada drug of choice
 Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan
 Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU
 Roborantia saraf parenteral
 Perlu NGT bila kesulitan mengunyah/menelan
 Kortikosteroid masih controversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu
kortkosteroid dosis tinggi
 Plasmafaresis beberapa pasien memberi manfaat yang besar terutama kasus akut
 Plasma 200-250 ml/kgBB dalam 4-6x pemberian sehingga waktu sehari diganti cairan
kombinasi garam +5% albumin
 Imunoglobulin intravena (expert consensus): IVIG direkomendasikan untuk terapi
GBS 0,4 g/kgBB/tiap hari untuk 5 hari berturut-turut ternyata sama efektifnya dengan
penggantian plasma. Expert consensus merekomendasikan IVIG sebagai pengobatan
GBS

PENYULIT
 Gangguan otot pernafasan → respiratory failure
 Konsultasi: IPD, anastesi, paru
 Jenis pelayanan: Urgent & emergency
 Lama perawatan: 2-4 minggu
MIASTENIA GRAVIS

ICD G 70.7

KRITERIA DIAGNOSIS

Klinis:
Kelemahan/kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara umum.
2/3 pasien: Gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia
1/6 pasien: Kelemahan otot farings, kesulitan mengunyah, menelan, dan berbicara
10%:
- Kelemahan ekstremitas
- Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang, seiring aktivitas
- Kelemahan bersifat progresif
- Setelah 15-20 tahun kelumpuhan menetap
- Faktor yang memperparah gejala:
Emosi, infeksi viral, hypothyreodenasi, kehamilan, panas, obat transmisi
neuromuscular
- Pemeriksaan pita suara
Penunjang:
Laboratorium:
- Pemeriksaan edrophonium chloride (Tensilon)
- Antibodi terhadap acetylcholine receptor (AchR)
Penunjang:
1. Repetitive Nerve Stimulation
2. Simple filter EMG
Gold standard : -
Radiologis :-

DIAGNOSIS BANDING
- Histeria
- Multiple Sclerosis
- Symptomatic myasthenia
- Syndroma moebius
- Cholinergic crisis

TATALAKSANA
- Cholinesterase (CHE) inhibitor menurunkan hidrolisis enzim Ach, pada sinap
cholinergic ChE, kemungkinan menyembuhkan pasien miastenia gravis lebih besar dari
yang lain. Pyrido stigmunobromide (Mestinon) dan Neustigramin Bromide (Prostigmin).
Tidak ada penetapan dosis tertentu, kebutuhan CHE inhibitor sangat bervariatif
- Thymectomy: Pasien MG dianjurkan thymectomy. Respon yang diharapkan muncul 2-5
tahun post op. Thymectomy pada usia > 60 tahun jarang menunjukkan kesembuhan
- Kortikosteroid: Prednison 1,5-2 mg/kgBB

MULTIPLE SKLEROSIS

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis:
- Gejala dan tanda obyektif penyakit tersebar
- Memiliki fase remisi dan eksaserbasi
- Neuritis optic, neuritis retrobulbar
- Skotoma sentral, kepucatan fundus bitemporal, strabismus
- Hilangnya reflex kulit dan abdomen
- Meningginya reflex fisiologi pada tungkai
- Tanda-tanda spastisitas, klonus dan Babinsky sign
- Tremor nistagmus, ataksia
- Gangguan bicara
- Kelainan emosional
Penunjang:
Laboratorium
LCS: LP harus dikerjakan pada setiap pasien yang dicurigai MS
Jumlah sel: Limfositosis pleiositik (>5 sel per mm3) umumnya sel mononuclear jarang
polimorfonuklear. Semakin awal diperiksa semakin tinggi jumlah sel
Kadar protein: dengan sistem pandy positif, kwantitatif kadar gamma globulin meningkat
Fundus: kepucatan fundus bitemporal
EEG: Pemeriksaan EEG tidak menunjukkan kelainan spesifik
Elektro okulo/nistagmograf: mendeteksi nistagmus yang tidak terlihat mata telanjang
Bila CT scan: Positif pada MS bila lesi ½-2 cm
MRI

DIAGNOSIS BANDING
- Hereditary ataxic
- Familial spastic paraplegia
- Vit. B12 deficiency
- Tropical spastic paralysis
- SLE
- Sjogren syndrome
- Bekcet disease
- Acute disseminated encephalomalasia
- Lyme disease
- Adreno leukodistrophy

TATALAKSANA
Kortikosteroid kontinyu sebagai standar pengobatan
- Stabilisasi Blood Brain Barrier
- Mengurani inflamasi dan oedem
- Meningkatkan nerve conduction
- Menghambat sistem imun
INF ↓, IL2 ↓, Antibody immunosupresan, NK cell ↓
AMYOTROPIC LATERAL SCLEROSIS

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis: Progressive
Kelemahan otot asimetrik, atrofi otot, fasikulasi, hiperrefleksia. Ekstremitas bawah gejala
awal kram, kaku bila berjalan/lari. Ekstremitas atas kesulitan beraktivitas mengancing baju,
mengangkat benda ringan, bicara parau atau penurunan volume fasikulasi anggota gerak dan
lidah, nyeri sendi, gangguan menelan siallorhea (salvias berlebih)
Ketakutan, kecemasan, dan depresi. Gangguan emosi berlebih, tertawa, dan menangis
bergantian, kakhexia yang sulit dijelaskan, atrofi otot atau faktor nutrisi.

Diagnosis:
Atrofi, faikulasi, kelemahan progresif, hiperrefleksia.
Pemeriksaan perlu diulang-ulang untuk membuktikan perkembangan hiperrefleksia,
fasikulasi, dan keterlibatan upper & lower motor neuron
Laboratorium
- Tidak ada tes yang pathognomonic
- Serum protein, logam berat pada tiroid dan paratiroid
- High titer antiCN, antibodies
Radiologi: Myelogram of Cervical Spine
Golden Standard: ENMG

DIAGNOSIS BANDING
- Spinal cord lesion
- Spinal bone lesion
- Infection
- Gg. Endokrin
- Toksin
- Post-polio Syndrome, Huntington disease, Freiderich Ataxia, Multiple Sclerosis,
Polimyositis, Myasthenia gravis, Muscular Distrophy

TATALAKSANA
Medikamentosa
- Simptomatik
Spastisitas dikurangi dengan Baclofen (Lioneral) 10-25 gram 3x sehari Valium 2-15
mg 3x1
Diazepam, Dextrolena (Dentrium) 50-100 gram 4x sehari
- Pain
NSAID & antikonvulsi
Karbamazepin 200 g 3x1
Amytriptilin 50-150 malam
- Obat terbaru untuk ALS
Riluzole (Rilutek): terbukti menurunkan pelepasan glutamate 100 mg/hari
Adverse reaction: Asthenia, nausea, dizziness, elevation of liver enzyme,
granulocytopenia
- Supportive teraphy (Fisioterapi)
 Terapi fisik dimulai awal, exercise meningkatkan kekuatan, range of motion
dan endurance
 Diatermi, massage, TENS
 Terapi okupasi
 Terapi bicara

VERTIGO

Definisi
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atas rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya
dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Klasifikasi:
Vestibulogenik:
a. Primer: motion sickness, benign positional paroxysmal vertigo, Meniere disease,
neuronitisvestibuler, drug-induced
b. Sekunder: migren vertebrobasiler, insufisiensi vertebrobasiler, neuroma akustik.
Nonvestibuler: Gangguan serebellar, hiperventilasu, psikogenik, dll.

KRITERIA DIAGNOSIS
Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan objektif
(signs) dari gangguan alat keseimbangan tubuh.
 Gejala subjektif
 Pusing, rasa kepala ringan
 Rasa terapung, terayun
 Mual
 Gejala objektif
 Keringat dingin
 Pucat
 Muntah
 Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
 Nistagmus
Gejala tersebut di atas dapat diperhebat/diprovokasi perubahan posisi kepala.
 Dapat disertai gejala berikut:
 Kelainan THT
 Kelainan Mata
 Kelainan Saraf
 Kelainan Kardiovaskular
 Kelainan Penyakit Dalam lainnya
 Kelainan Psikis
 Konsumsi obat-obat ototoksik
A. Anamnesis
 Bentuk vertigo: melayang, goyang berputar, dsb.
 Keadaan yang memprovokasi: perubahan posis kepala dan tubuh, keletihan,
ketegangan.
 Profil waktu: Akut, paroksismal, kronik.
 Adanya gangguan pendengaran yang menyertai.
 Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin, kanamisin, salisilat.
 Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi,
hipotensi, penyakit paru.
 Adanya nyeri kepala.
 Adanya kelemahan anggota gerak.
B. Pemeriksaan fisik
Umum: Keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak, nadi, jantung,
paru, abdomen.
Pemeriksaan neurologis umum:
 Kesadaran
 Saraf-saraf otak: visus, kampus, okulomotor, sensori di muka, otot wajah,
pendengaran, dan menelan.
C. Fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas) dam fungsi sensorik (hipestesi, parestesi)
Pemeriksaan khusus oto-neurologis untuk menentukan lesi sentral dan perifer.
 Fungsi vestibuler/serebelar
1. Tes Nylen Barany atau Dix Hallpike
2. Tes kalori
3. Tes Romberg, tandem gait, past pointing test, tes Fukuda dll.
 Fungsi pendengaran
1. Tes Garputala
2. Audiometri
D. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, kimia darah, urin, dan pemeriksaaan
lain sesuai indikasi.
 Pemeriksaan Radiologi: Foto tulang tengkorak leher, Stensvers (pada
neurinoma akustik).
 Pemeriksaan neurofisiologi: elektroensefalografi (EEG), elektromiografi
(EMG).
 Pemeriksaan Neuro-imaging: CT-scan kepala, pneumoensefalografi,
Transcranial Doppler.

TATALAKSANA
 Terapi kausal: sesuai dengan penyebab
 Terapi simptomatik:
Pengobatan simptomatik vertigo:
 Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan
pelepasan glutamate, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja
langsung sebagai depressor labirin): Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
 Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminergik
dengan akibat inhibisi n.vestibularis): Cinnarizine 3x25 mg/hr, Dimenhidrinat
(Dramamine) 3x50 mg/hr.
 Histaminik(inhibisi neuron polisinaptik pada n. verstibularis lateralis):
Betahistine (Merislon) 3x8 mg
 Fenotiazine (pada kemoreseptortrigger zone dan pusat muntah di medulla
oblongata): Chlorpromazine (largaktil): 3x25 mg/hr
 Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n.
vestibularis) 3x2-5 mg/hr
 Antiepileptik: Carbamazepine (Tegretol) 3x200 mg/hr, Fenotoin (Dilantin)
3x100 mg (bila ada tanda kelainan epilepsy dan kelainan EEG)
 Campuran obat-obat di atas
Pengobatan simptomatik otonom (mis.muntah):
 Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3x10 mg/hr
 Terapi rehabilitasi
 Latihan visual-vestibular, Metode Brandt-Daroff, Gait exercise.

PENYULIT
 Dehidrasi
 Gangguan elektrolit

KONSULTASI
THT dan unit pelayanan lain yang terkait sesuai indikasi.

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan
 Rawat inap, terutama bila disertai muntah hebat

TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN
Minimal 1 minggu

PROGNOSIS
Tergantung penyebab

MANUVER NYLEN BARANY


(HALLPIKE MANOUVRE)

Ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus posisional paroksismal dan


membedakan vertigo sentral dan perifer.
Cara:

1. Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-cepat berbaring terlentang


dengan kepala tergantung (disanggah dengan tangan pemeriksa) di ujung meja dan
cepat-cepat kepala disuruh menengok kekiri (100-200), pertahankan sampai 10-15
detik, lihat adanya nistagmus.
2. Kemudian kembali ke posisi duduk dan lihat adanya nistagmus (10-15 detik).
3. Ulangi pemeriksaan dengan kepala menengok ke kanan.
Hasil:
Orang normal dengan maneuver tersebut tidak timbul vertigo atau nistagmus.

Tipe Perifer Tipe Sentral

Bangkitan vertigo Lebih mendadak, Lebih lambat, konstan


intermitten

Derajat vertigo Berat Ringan

Pengaruh gerakan kepala (+) (-)

Gejala Otonom (mual, (++) (+)


muntah, keringat)

Gangguan pendengaran (+) (-)


(tinnitus, tuli)

Tanda fokal otak (-) (+)

Nistagmus Selalu ada Dapat hilang

HIPERSOMNIA
INSUFFICIENT SLEEP ( Sleep Restriction/Deprivation )

Hipersomnia karena kurang tidur, atau pembatasan tidur

KRITERIA DIAGNOSIS
A. Klinis :
1. Adanya pembatasan jumlah waktu tidur dalam sehari kurang dari 7 jam (6 jam
atau kurang).
2. Mengantuk di siang harinya disertai perubahan mood dan psikomotor.
B. Laboratorium :
Tidak diperlukan
C. Radiologis :
Tidak diperlukan

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Hipersomnia sebab lain

TATA LAKSANA
A. Non Medikamentosa:
Meningkatkan waktu tidur total sampai 8 jam atau lebih.
Kadang kadang dibutuhkan perubahan pola hidup dan pekerjaan.
B. Medikamentosa:
Cara non medikamentosa biasanya berhasil, tetapi bila diperlukan obat stimulant
jangka pendek (Methylphenidate, Ritalin 5 – 20 mg pagi dan atau siang hari)

PENYULIT
- Pembatas tidur parsial ( 4 – 6 jam per-malam), jangka pendek (kurang dari 2
minggu) menyebabkan perubahan mood dan psikomotor serta perubahan endoktrin
seperti peningkatan kadar kortisol dan resistensi insulin yang ringan.
- Pembatasan tidur parsial yang kronis menyebabkan peningkatan angka kematian
karena penyakit jantung dan kematian pada umumnya.

KONSULTASI
Bagian Saraf

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan

TENAGA
Biasanya berlangsung jangka pendek, jarang kronis

PROGNOSIS
Baik bila diobati dengan benar

SEDATIN MEDICATION
(Hipersomnia karena obat Sedatif)
KRITERIA DIAGNOSIS
A. Klinis :
Adanya pemakaian obat-obat yang mempunyai efek sedatif seperti obat hiptonik, anti
psikotik (Chlorpromazine, Thioridazine), anti depresan golongan trisiklik
(amitriptyline, doxepine) anti konvulsan, anxiolytics (Benzodiazepine), anti histamine
(Chlorpheniramine, Dyphenhidramine), anti hipertensi (Alpha agonist, Alpha
blockers), melatonin, putus obat golongan amphetamine.
B. Laboratorium : -
C. Radiologis : -

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Hipersomnia sebab lain

TATA LAKSANA:
A. Non Meidkamentosa:
Menghentikan obat atau ganti dengan golongan lain yang kurang mempunyai efek
sedative
B. Medikamentosa :
Jika obat tidak dapat dihentikan dicoba dengan pemberian terapi stimulan antara lain
Methylphenidate (Ritalin) 5 – 80 mg dosis terbagi, Dextroamphetamine (Adderall) 5-
60 mg dosis terbagi, Modafinil (Provigil) 100 – 400 mg (sekali atau dua kali sehari).

PENYULIT
Gangguan mood dan psikimotor di siang hari

KONSULTASI
Bagian Saraf

JENIS PELAYANAN
Rawat Jalan

TENAGA
Spesialis saraf atau Spesialis saraf Sleep Consultant

LAMA PERAWATAN
Segera sembuh dengan penghentian obat sedative.

PROGNOSIS
Baik
NARKOLEPSI

KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
1. Gejala biasanya mulai dekade ke-2 (umur 20 – 30 tahun), walaupun kadang terjadi
sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun).
2. Ada 4 gambaran klasik (Classic tetrad) :
a. Hipersomnia : merupakan gejala utama yaitu mengantuk berlebihan pada siang
hari yng segera membaik dan kembali segar setelah tidur singkat kurang dari 30
menit.
b. Cataplexy : mendadak kehilangan tonus otot dan berlangsung sebentar khas terjadi
pada saat sedang emosi kuat, misalnya tertawa terbahak-bahak atau marah yang
berlebihan. Kelumpuhan dapat komplit atau aprisal yang biasanya disingkat (detik
– menit). Terjadi kira – kira 70% penderita narkolepsi.
c. Sleep paralysis (Jawa: tindihen) yaitu ketidakmampuan suatu bergerak atau bicara
yang terjadi awal (hipnagogic) atau akhir tidur (hipnopompic).
d. Hipnagogic hallucination yaitu halusinasi penglihatan atau pendengaran yang
muncul sebagai representasi mimpi dan terjadi segera pada awal tidur, kadang –
kadang terjadi pada saat bangun pagi (hipnopompic). Halusinasi dapat berupa
bayangan orang mengancam, binatang atau biasanya hantu/ monster disertai rasa
takut yang hebat dengan atau tanpa sleep paralisis.
3. Gejala penyerta:
a. Automatic behavior dan amnesia: yaitu saat penderita mengantuk dan berusaha
mengatasinya tiba – tiba muncul aktifitas yang terjadi dibawah alam sadar. Ia
dapat melanjutkan tugasnya dengan benar tetapi tidak dapat menjawab
pertanyaanyang komplek. Kadang keluar kata – kata yang tidak mengandung arti
dan tidak revelan dengan pembicaraan dan hal ini mengakhiri serangan disertai
amnesia terhadap apa yang diperbuat tadi. Serangan berlangsung beberapa detik
tetapi kadang sampai beberapa jam, biasanya saat mengerjakan aktivitas
menonton seperti mengendarai mobil, sehingga sering terjadi kecelakaan. Karena
itu kalau mengantuk sebaiknya berhenti dan tidur singkat (10 – 30 menit) sudah
bisa segar kembali. Dapat terjadi pada orang normal yang sangat mengantuk
seperti dokter yang praktek sampai jauh malam.
b. Disrupted sleep yaitu terbangun beberapa kali semalam.
c. Sleep apneu: 20% penderita laki - laki.
4. Polisomnografi menunjukkan 1 atau lebih sebab :
1. Sleep latency < 10 menit
2. REM sleep latency < 20 menit
3. MSLT yang menunjukkan rata rata sleep latency < 5 menit
4. Sleep-onset REM period (SOREM) < 15 menit, paling sedikit pada 2 dari 5
kesempatan tidur kecil selama rekaman Polysomnography.
5. HLA trapto type-DQB1 0602 dan DR2 positif ( terhadap pada 90-100% penderita
narklepsi tergantung ras-nya)

b. Laboratorium
 Polisomnografi (PSG)
Khas : Pemendekan ‘sleep onset’ dan REM latency
Gangguan kerangka tidur, sering terbangun singkat.
Penting untuk menyingkirkan gangguan tidur yang daoat menyebabkan hipersomnia/
 MSLT : rata-rata sleep latency <5 menit.
Khas : muncul sleep onset REM (SOREM) kurang dari 15 menit paling sedijit 2 dari
5 kesempatan tidur kecil.
Pada orang normal MSLT > 10 menit (8-10 menit masih dianggap abnormal).
Onset tidur adalah jangka waktu antara lampu dimatikan dan munculnya gambaran
tidur tahap pertama yaitu NREM.
Pergantian NREM dan REM rata-rata antara 60-90 menit. Dianggap normal bila REM
terjadi kurang dari 15 menit. Dianggap abnormal bila Rem terjadi < 15 menit
(SOREM)

c. Radiologis
Neuroimaging dilakukan terutama bila hipersomnia dan cataplexy mulai pada usia < 5
tahun atau sesudah usia 50 tahun.

d. Golden Standard : Polisomnografi dan MSLT


e. Patologi Anatomi : -

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. DD NARKOLEPSI DENGAN CATAPLEXY
- Narkolepsi sekunder (symptomatic)
- Epilepsy

2. Diagnosis Banding NARKOLEPSI TANPA CATAPLEXY


- Sindroma Obstructive sleep-apnoea-hypopnoea
- Kurang tidur pada malam hari
- Circadian rhythm sleep disorders
- Idiopathic central Nervous System (CNS) hypersomnia
- Periodic limb movement disorder
- Trauma kepala dan ganggian neurologi lainnya
- Depreso
- Efek samping obat

TATA LAKSANA
a. Medikamentosa
1. Obat stimulan
OBAT DOSIS (mg)
Methylphenidate 5-60 (dosis terbagi)
Methylphenidate-5R 20-60/hari
Dextroamphetamin 5-60/hari
Pemoline 75-150/hari
Modafline 100-400 (sekali atau 2 kali sehari)

2. Obat cataplexy
OBAT DOSIS (mg)
Clomipramine 25-75
Imipramine 75-150
Protryptiline 15-20
Fluoxetin 20-10
Paroxetine 20-40
Sertaline 50-200
Venlafaxine 75-150
Sodium oxybate 3-9 (dosis terbagi pada malam hari)

b. Non Medikamentosa
1. Informasi
 Narkolepsi adalah ‘kelainan/penyakit’ seumur hidup. Pasien harus mendapat
informasi yang adekuat tentang penyakitnya.
 Akan lebih baik lagi apabila informasi disampaikan kepada anggota keluarga,
teman, guru, dokter keluarga, dll yang berhubungan dekat dengan penderita.
 Beberapa penderita sangat tertolong apabila berkomunikasi sesama penderita.
2. Tidur malam dan tidur siang sebentar
 Tidur malam yang cukup, dilakukan pada jam yang teratur untuk mencegah
terjadinya ngantuk siang hari.
 Tidur siang yang terencana atau tidur singkat di siang hari untuk megurangi
hipersomnia.
3. Pendidikan dan Pekerjaan
 Meskipun narkolepsi tidak mengganggu intelektualitas, hipersomnia dapat
mengganggu konsentrasi dan penampilan di sekolah dan tempat bekerja.
 Guru harus diberi informasi tentang keadaan penderita sehingga kesulitan anak-
anak penderita narkolepsi dapat dilakukan pendekatan denan simpatik, diberi
jadwal aktifitas yang sesuai dan dapat tidur siang sejenak apabila memungkinkan.
 Pasien memilih pekerjaan tertenttu sehingga terhindar dari bahaya untuk pasien
maupun orang lain.
 Diperlukan aturan hukum yang relevan untuk penderita narkolepsi misalnya dalam
hal mengemudi kendaraan bermotor.
4. Terapi psikologis
 Keluhan psikologis, terutama depresi sering terjadi pada narkolepsi sehingga perlu
diberi support psikologis.

PENYULIT
-

KONSULTASI
- Untuk Diagnosa Awal : Dokter Spesialis Saraf
- Terapi Psikologis Awal : Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa
- Kondisi tidak membaik/memburuk : Dokter Spesialis Saraf

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan

TENAGA
Untuk pelaksanaan lanjutan : - Dokter Umum atau Dokter Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN
Untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup

PROGNOSIS:
- Penyakit seumur hiduo, sulit disembuhkan
- Kadang-kadang pada beberapa kasus serangan cataplexia dapat menurun
- Dapat disertai gangguan tidur yang lain seperti OSA, PLMS, dan REM Sleep/Behaviour
Disease

IDIOPATHIC CENTRAL NERVOUS SYSTEM HYPERSOMNOLENCE

KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
1. Hipersomnia dan episode tidur malam yang memanjang, sulit bangun dari tidur
2. Tidur kecil-kecil di siang hari yang tidak membuat segar kembali.
3. Kesulitan bangun dari tidur
4. Tidak ada manifestasi dan fenomena REM abnormal.
b. Laboratorium
 PSG : yang khas menunjukkan tidur yang memanjang dan efisinsi tidur yang tinggi
dengan proprosi stadium tidur yang normal
 MSLT: pemendekan sleep latency (< 10 menit, tetapi lebih lama dari narkolepsi)
tanpa ada periode SOREM.
 Sulit dibedakan dengan narkolepsi tanpa cataplexy
c. Radiologis
d. Gold Standard: PSG dan MSLT
e. Patologi Anatomi: -

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
Narkolepsi tanpa cataplexy

TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa
 Sulit diobati dengan hasil memuaskan
 Modifikasi gaya hidup, membatasi pembatasan tidur, dan hygiene tidur yang baik
 Tidur kecil-kecilan biasanya tidak berhasil (tidak seperti narkolepsi)

b. Medikamentosa
 Modafinil adalah terapi awal pilihan
 Bila perlu dapat ditambah amphetamine dan methylphenidate
 Kombinasi obat long dan short acting sering memberikan efek terbaik

PENYULIT
-

KONSULTASI
Bagian Saraf

JENIS PELAYANAN
Rawat Jalan

TENAGA
Spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Seumur hidup

PROGNOSIS
Tidak bisa sembuh

SLEEP DISODERED BREATHING


(Hipersomnia karena gangguan pernafasan)

Sleep disordered breathing merupakan penyebab terbanyak dari hipersomnia di klinis.


Terdapat 3 subtipe:
1. Obstructive sleep apnoea (OSA) : ditandai oleh serangan berulang kolaps dari faring
selama tidur.
2. Central Sleep Apnea (CSA) ditandai oleh periode hilangnya usaha respirasi yang dapat
terjadi secara sporadis atau dalam bentuk tertentu seperti cheyne stokes respiration
3. Sleep related hypoventilation : periode penurunan ventilasi dengan hiperkapnea yang
berlebihan, terbanyak disetai dengan kelemahan neuromuskular atau abnoormalitas
dinding dada.
OBSTRUCTIVE SLEEP APNOE (OSA)

KRITERIA DIAGNOSIS

A. Klinis:
- Sering asimtomatik
- Bila berat dan sering timbul, maka gejala kliniknya adalah sebagai berikut
 Suara ngorok
 Gelisah selama tidur dengan gerakan-gerakan jerky, melompat, dan lain-lain
 Sering terbangun dari tidur
 Simtom lain selama tidur antara lain nokturia, gastroesophageal reflux, keringat
berlebihan, angina pektoris
 Mengantuk berat pada siang hari,
 Gangguan kognitif
 Sakit kepala di frontal, nyeri tenggorok, penurunan libido, impotensi
B. Laboratorium:
- Pemeriksaan fungsi tiroid, bila ada kecurigaan hipotiroid
- Blood gas analisa
- Kadar hemoglobin
- Pemeriksaan elektrokardiografi dan ekokardiografi
- Foto polos dada/toraks
- Peneriksaan Respiratory Function Test dan Polysomnography

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
UARS (Upper Airway Resistance Syndrome)

TATALAKSANA
- Menghilangkan simtom dan memperbaiki kualitas hidup
- Mengurangi faktor-faktor resiko kejadian fatal
- Mencegah komplikasi hipertensi, infark miokard, stroke, mati mendadak

PENYULIT
-

KONSULTASI
Bagian Saraf, THT, Paru, Bedah Head and Neck

JENIS PELAYANAN
Rawat Jalan
TENAGA
Spesialis saraf, THT

LAMA PERAWATAN
Jangka panjang dan cenderung seumur hidup

PROGNOSIS
OSA dapat disetai dengan peningkatan resikohipertensi, kecelakaan mobil dan penurunan
kualitas hidup.
Berhubungan secara independen dengan penyakit kardiovaskuler (IMA, CHF) dan Stroke)

SNORING (NGOROK)

KRITERIA DIAGNOSIS

a. Klinis
- Suara gaduh/riuh timbul waktu tidur, saat inspirasi
- Ngorok biasanya timbul secara eguler, jika terputus-putus kemungkinan OSA atau
UARS
- Daytime sleepiness
- Mengganggu pasangan tidur
b. Laboratorium:
c. Radiologis:
- Foto X-ray lateral cephalometry, CT scan dan MRI ini semua untuk emnilai bentuk
dan ukuran saluran nafas bagian atas dan level obstruksinya
- Endoskopi/nasoendoskopi dilakukan dalam keadaan bangun dan tidur

TATALAKSANA
- Tujuannya membuat pasangan tidurnya dapat tidur dengan nyenyak
- Sebaiknya pasangan/partner disarankan tidur lebih dahulu daripada penderita
- Untuk penderita pemasangan mandibular advancement device cukup efektif jika snoring
semakin memburuk pada posisi supine
- Dilakukan tindakan pada Upper Airway Surgery:
o Nasal surgery
o Palatal Surgery
o Tonsilectomy/Adenoidectomy
o Linguoplasty
o Excision of Obstructive mass dan orthognatic surgery

PENYULIT
-

KONSULTASI
Bagian saraf, THT, Bedah Head and Neck Bedah Gigi dan Mulut

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan dan rawat inap bila memerlukan tindakan operasi

TENAGA
Spesialis Saraf, THT, Bedah Gigi dan Mulut, Paru

LAMA PERAWATAN
Jangka panjang

PROGNOSIS
Ngorol biasa tidak mempunyai efek yang berat
INSOMNIA

INSOMNIA AKUT/ TRANSIENT INSOMNIA

Insomnia akut adalah kesulitan tidur yang dialami < 3 minggu, bersifat temporer dipicu oleh
kecemasan terhadap sesuatu yang diketahui oleh penderita.

KRITERIA DIAGNOSIS
A. Anamnesa:
1. Riwayat kurang tidurm sering terbangun terutama bila ambang emosinya turun
2. Dipengaruhi oleh hal-hal sebgai berikut:
a. Lingkungan tidur yang kurang nyaman seperti suata suara keras, cahaya yang
terlalu terang, gerakan dan suara mendengkur dari teman tidurnya
b. Situasi stress misalnya saat akan menghadapi ujian, memikirkan kondisi kerja yang
tak nyaman, menderita sakit atau nyeri.
c. Higiene tidur yang jelek misalnya: sering minum kopi, alkohol terutama oada
malam hari, pemakaian obat-obat stimulant
d. Sering kumat-kumatan
B. Pemeriksaan fisik biasanya normal, status psikiatri biasanya cemas/depresi

DIAGNOSA BANDING
1. Insomnia sekunder oleh karena gangguan psikiatrik
2. Insomnia sekunder oleh karena faktor organik
3. Insomnia primer

PENATALAKSANAAN
1. Perbaikan gaya hidup
2. Perubahan hygiene tidur yang optimal
Misalnya : - menghindari minum kopi dan alkohol
- menghindari obat-obat stimulan
- menghindari pemakaian diuretik pada malam hari
3. Terapi penyebab yang mendasari
4. Insomnia yang lebih dari beberapa hari dapat diobati dengan obat hipnotik sesuai indikasi:
a. DIS (Difficulty in Initiating Sleep)
Terapi :
-Triazolam
-Flunitrazepam
-Zoliplan
-Zolpidem
-Zopiclan
b. DMS (Difficulty in Monitoring Sleep)
Terapi:
-Temazepam
-Lormetazepam
-Oxazepam
-Zolpidem
-Zopiclan
c. EWM (Early Morning Awakening)
Terapi:
-Temazepam
-Lormetazepam
-Flunazepam
-Nitrazepam
d. EWM+Anxiety
Terapi:
-Nitrazepam
-Diazepam
-Clonazepam
-Clorazepate
-Oxazepam

PENYULIT
Insomia Kronis

KONSULTASI
Bagian Saraf dan Psikiatri

JENIS PELAYANAN
Rawat Jalan

TENAGA
Speseialis Saraf dan Psikiatri

LAMA PERAWATAN
berlangsung sebentar

PROGNOSIS
Biasanya berlangsung tidak lama tapi bila berulang-ulang dapat menyebabkan insomnia
kronis (insomnia kondisional)

ALGORITMA PENATALAKSANAAN

Life style advice


First Line Optimize sleep hygiene &
Treatment Drug Treatment
Treat the cause

If Insomnia persist

Investigation with polysomnography

Revised of Diagnosis

Treat the cause

Effective Ineffective

Psychotherapy Behavioral Light or Short term Chronotherapy


TherapyGANGGUAN
INSOMNIA SEKUNDER OLEH KARENA melatoninPSIKIATRIK
hypnotic
KEADAAN KECEMASAN (ANXIETY STATES) therapy
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Anamnesa: kesulitan tidur akibat rasa khawatir, was-was cemas dan ketakutan yang tidak
rasional
2. Pemeriksaan fisik : otot-otot tegang, berdebar-debar, sesak napas, kelelahan, keringat
dinginm sulit konsentrasi
3. Polysomnografi jarang membantu jika ada terdapat gambaran total sleep time singkat,
peningkatan latensi tidur, efisiensi tidur menurun, peningkatan jumlah terbangun dari
tidur dan NREM/REM : normal.

DIAGNOSIS BANDING
-

PENATALAKSAAN
A. Medikamentosa : long acting benzodiazepine
B. Tindakan :-

PENYULIT
- Depresi
- Percobaan bunuh diri

KONSULTASI
Bagian Neurologi dan Psikiatri

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan

TENAGA
Spesialis Saraf, Spesialis Kesehatan Jiwa

PROGNOSIS
Biasanya membaik dengan pengobatan gangguan psikiatrinya

LAMA PERAWATAN
Tidak lama
GANGGUAN DEPRESI

KRITERIA DIAGNOSIS
a. Anamnesis : Kesulitan tidur terjadi pada awal stadium depresi terutama pada awal
tidur, sering terbangun malam hari, bangun terelalu dini, mimpi buruk, tidur tak
nyenyak berlangsung tiap hari.
b. Pemeriksaan fisik: Depresi
c. Polysomnografi
- Pada pubertas : Normal
- Pada dewasa muda : Abnormal ringan
- Pada usia lanjut :
o TST  1 & 2 NREM Sleep 
o Awakening  3 & 4 N REM Sleep 
o EWM (+) REM Sleep Latency 
o Sleep Latency  REM Sleep , Daytime nap +

DIAGNOSA BANDING
Demensia

TATALAKSANA
A. Medikamentosa
- Anti depressant Trisiklik
- SSRIs
- MAOIs
B. Tindakan
- Light therapy

PENYULIT
Percobaan bunuh diri

KONSULTASI
Bagian Kesehatan Jiwa

JENIS PELAYANAN
Rawat Jalan

TENAGA
Spesialis Saraf dan Spesialis Kesehatan Jiwa

LAMA PERAWATAN
Bervariasi

PROGNOSIS
Baik

INSOMNIA PRIMER
PSYCHOPHYSIOLOGICAL INSOMNIA (CONDITIONED INSOMNIA)

KRITERIA DIAGNOSIS

a. Anamnesis:
b. Pemeriksaan Fisik: tension headache & dizziness
c. Polysomnografi:
- TST 
- SL 
- 1 & 2 REM 
- Alpha intrusion (+)
- Awakening 
- Multiple sleep latency : Normal

DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan osikiatrik
2. Circadian rhythm disorders
3. Poor Sleep Hyguene
4. Anxiety Sattes
5. Chronic Fatigue Syndrome
6. Fibromyalgia

TATALAKSANA
 Hypnotic therapy
 Perbaikan sleep hygiene
 Terapi tingkah laku
 Relaksasi
 Restriksi tidur
 Kontrol rangsangan

PENYULIT
Insomnia Kronis

KONSULTASI
Bagian neurologi dan psikiatri

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan

TENAGA
Spesialis Saraf dan Jiwa

LAMA PERAWATAN
Bervariasi

PROGNOSIS
Baik
CHRONIC FATIGUE SYNDROM
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Anamnesa : Sulit tidur/kurang tidur nyenyak dan kelelahan tiap hari yang
berlangsung 6 bulan. Lemas, gangguan konsentrasi dan memori.
b. Pemeriksaan fisik: nyeri pada seluruh otot
c. Polysomnografi:
 TST ↓
 SL ↑
 1 dan 2 REM ?
 RM ↑
 Alpha intrusion
 Awakening :?

DIAGNOSIS BANDING
1. Psychophysiological insomnia
2. Anxiety states
3. Fibromyalgia

TATALAKSANA
 Anti depresan dan anti ansietas
 Perbaikan sleep hygiene
 Mengurangi cahaya saat tidur
 Pembatasan gerak
 Cognitive therapy

PENYULIT : insomnia kronik

KONSULTASI : Bagian saraf dan psikiatri

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Spesialis saraf dan psikiatri

LAMA PERAWATAN : bervariasi

PROGNOSIS : kurang baik


SLEEP MISPERCEPTION (PSEUDO INSOMNIA)
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Anamnesa:
Sulit tidur yang ditandai dengan kesulitan menyebutkan menyebutkan berapa lama
tidurnya, atau prnyrbab patologis dari gangguan tidur tersebut. Gangguan tidur
biasanya saat tengah malam berupa: DIS dan DMS dan kadang-kadang tidak tidur
sama sekali, biasanya disertai dengan kelelahan, perubahan mood.
b. Pemeriksaan fisik: Normal
c. Polysomnografi
1. Durasi tidur: N
2. Sleep latensi: N
3. Sedikit terbangun
4. MSLTs: N

DIAGNOSIS BANDING
a. Short sleepers
b. DSPS
c. Psychophysiological insomnia
d. Malingering

TATALAKSANA
 Anti depressant
 Anti anxiety

PENYULIT : insomnia kronis

KONSULTASI : Bagian saraf dan jiwa

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Spesialis saraf dan jiwa


LAMA PERAWATAN : Lama
PROGNOSIS :
Sering menyebabkan insomnia kronis dan dapat menyebabkan ketergantungan obat anti
cemas dan depresi.
RESTLESS LEGS SYNDROME (RLS)/ PERIODIC LEG MOVEMENT
SLEEP (PLMS)
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
 Terutama dari anamnesis
 Dysesthesia dan restlessness di tungkai yang membaik dengan gerakan
 Gejala timbul dan memburuk di waktu sore dan malam

b. Polysomnography
Delapan puluh persen mempunyai PLMS yaitu dorsofleksi ibu jari kaki dan kadang-
kadang fleksi lutut dan panggul yang ritmik (tiap 15-30 detik).
c. Laboratorium
Level ferritin menurun (normal > 40 mg/L)

DIAGNOSIS BANDING: -

TATALAKSANA
a. Dopaminergic agent, merupakan first line therapy dan sangat efektif pada RLS, dan PLMS
 Pramipexol: dosis efektif 90,25-1 mg/hari diberikan tiga kali sehari) atau
 Ropinirole (0,25-2 mg) dua jam sebelum onset gejala jam 18.00-20.00
 L-dopa atau carbidopa (25/100-100/400 mg) diberikan satu jam sebelum onset atau
dapat diberikan tiap 4-6 jam.
 Sering memerlukan tambahan obat sedative (seperti gabapentin, benzodiazepine,
trazodon) bila disertai insomnia.
b. Opioid dan gabapentin (second line agent)
c. Benzodiazepine (third line agent)

PENYULIT :-

KONSULTASI : Bagian saraf

JENIS PELAYANAN: Rawat jalan


TENAGA : Spesialis Saraf

LAMA PERAWATAN: Lama dan cenderung seumur hidup

PROGNOSIS:
a. Kebanyakan kasus adalah kronis dan sulit sembuh
b. RLS dan PMS merupakan prediksi mortality pada penderita dengan stadium akhir
penyakit ginjal.
PARASMONIA
 Adalah gejala motorik atau pengalaman sensorik yang abnormal dan komplek yang
muncul waktu tidur
 Lebih sering terjadi pada anak-anak (5-15%) dariapada dewasa (1%)
 Biasanya jinak tapi kadang-kadang disertai luka trauma, rasa malu atau aspek legal.

SLEEP TERRORS (NIGHT TERRORS)


KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
1. Gejala muncul pada periode sepertiga awal tidur pada malam hari, terutama pada
siklus I NREM
2. Bisa terjadi lebih dari sekali dalam satu malam
3. Terjadi hanya bebrapa detik, bisa juga dalam 10-20 menit, yang lebih lama
daripada kebanyakan serangan epilepsi
4. Anak tiba-tiba terbangun dengan megap-megap, berteriak atau menangis keras dan
tampak sangat ketakutan, agitasi, dan panic
5. Gejala khas nya adalah berkeringat, pupil melebar, nafas dan denyut jantung cepat
dan tonus otot meningkat. Enuresis kadang terjadi
6. Anak bisa duduk atau meninggalkan tempat tidur, bicara tanpa arti
7. Pada orang dewasa muda kadang-kadang dapat berlari secara liar mengelilingi
ruangan sehingga dapat terjadi cedera akibat lari melewati pintu atau melompat
dari jendela
8. Anak tidak member respon terhadap pertanyaan atau perintah dan melawan setiap
usaha untuk menenangkan yang dapat melukai penderita atau orang lain
9. Sesudah serangan penderita tertidur lagi dengan cepat
10. Penderita tidak dapat mengingat secara detil apa yang telah dilakukan dan
mimpinya

b. Laboratorium:
Pada anak: tidak diperlukan karena biasanya jinak dan terbatas waktunya
Pada dewasa: onset baru dan serangan berulang, membutuhkan klinis dan
polysomnography
Pemeriksaan polysomnography ditemukan bagun singkat dari stadium 3-4 NREM pada
saar terjadinya sleep terror (biasanya pada 1-4 jam awal tidur), tetapi tidak mencatat
kejadian parasomnianya, karena itu rekaman video saat kejadian sangat penting
c. Radiologis: Tidak diperlukan
d. Gold standard: Tidak ada
e. Patologi Anatomi: Tidak diperlukan

DIAGNOSIS BANDING
1. Confusional arousal
2. Sleep walking
3. Sleep talking
4. Epilepsi
5. Episodic nocturnal wandering
6. REM Sleep behavior disorder
7. Nightmares
8. Nocturnal Panic attacks
9. Post traumatic stress disorder
TATALAKSANA
1. Perawatan umum
1.a. Reassurance dan penjelasan tentang penyakitnya. Hal ini cukup bila serangan
jarang
1.b. nasehat hygiene tidur, regulasi tidur-bangun yang cukup, hindari pembatasan tidur
1.c. Penjadualan bangun 15-30 menit sebelum biasanya terjadi sleep terror
1.d. Hindari perlukaan pada anak seperti pindahkan barang-barang yang mudah pecah
dan bila perlu kunci pintu dan jendela
1.e. Gali penyebab psikologis anxietas dan stress ang mungkin mencetuskan serangan
1.f. Terapi behavior penting pada penderita dewasa

2. Medikamentosa
2.1. Benzodiazepin (lorazepam 1-3 mg, clonazepam 0,5-2 mg, triazolam 1,125-0,25 mg
sebelum tidur) diindikasikan pada penderita dewasa bila sering terjadi serangan dan
disertai akibat yang membahayakan
2.2. Beta blockers seperti propanolol untuk mengurangi gejala-gejala autonom

PENYULIT
1. Gangguan tidur dan anxietas pada orang tuanya
2. Rasa malu untuk anak-anak
3. Dapat menyebabkan cedera pada anak-anak atau orang lain

KONSULTASI : Bagian Saraf dan Jiwa

JENIS PELAYANAN : Pelayanan rawat Jalan

TENAGA : Spesialis Saraf dan Jiwa

LAMA PERAWATAN : bervariasi, biasanya menghilang sesudah dewasa

PROGNOSIS:
 Pada anak-anak biasanya intermiten, jinak, dan terbatas waktunya (terbanyak 4-12
tahun)
 Kejadian pada dewasa kadang-kadang dapat menyebabkan tingkah laku seksual dan
tindak kekerasan atau terluka.
SLEEP WALKING (SOMNABULISME)
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Klinis
 Biasanya terjadi pada 1/3 pertama waktu tidur (NREM stadium 3-4)
 Penderita bangun duduk di tempat tidur, membuka mata, membuka selimut,
bergerak berputar seperti bertujuan, dan berusaha meninggalkan temapt tidur
 Anak dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberika respon sederhana
terhadap pertanyaan dan perintah. Kadang-kadang kencing
 Penmderita mencoba berpakaian, kemudian berjalan mengelilingi tempat tidur
tapi menolak rintangan. Mengucapkan beberapa kata, dapat naik tangga, memakai
alat-alat dapur, dan berusaha menyiapkan makanan
 Membuka pintu depan rumah, berjalan beberapa jauh, dan bahkan mengndarai
mobil
 Kecelakaan dapat terjadi karena jatuh dari tangga, jendela, atau sesudah berjalan
di luar rumah. Penderita biasanya mau diajakketempat tidur kembai tanpa
perlawanan
 Usaha untuk menghalang-halangi atau membangunkan harus dihindari karena
menyebabkan kebingungan, kecemasan, dengan keinginan melarikan diri yang
dapat mencetuskan kekerasan mendadak
 Tidak ada mimpi, tidak ingat apa yang terjadi dan sedudahnya segera tidur lagi
2. Laboratoris
 Polysomnography untuk membedakan dengan gangguan tidur yang lain
 Rekaman video sangat membantu melihat pola serangan
3. Radiologis
Tidak ada kelainan
4. Gold Standar
Polysomnography:
Tampak gelombang delta voltase tinggi pada stage 1 dan 2 NREM selama beberapa
detik sebelum terjadinya sleep walking tanpa ada gambaran klinis epilepsi. Sering
terbangun langsung dari stadium 1 dan 2NREM disertai sleep walking. Atau dapat
juga tanpa sleep walking. Rekaman video dapat menunjukkan pola kativitas serangan

5. Patologi Anatomi: Normal


DIAGNOSIS BANDING
1. Sleep terrors
2. Epilepsi
3. Episodic nocturnal wandering
4. Malingering
5. REM sleep behavior disorder
6. Phsycogenic fugues
7. Confusional arousal

TATALAKSANA
1. Medikamentosa
1.1 Benzodiazepin (klonazepam 0,25-2 mg, atau diazepam)
1.2 Antidepresan kadang-kadang bermanfaat
2. Non medikamentosa
2.1. Hygiene tidur
2.2. Pengurangan stress dan pembatasan tidur
2.3. Dibangunkan secara terjadual 15-30 menit sebelum waktu biasanya terjadi sleep
walking
2.4. Proteksi lingkungan seperti tutup dan kunci jendela, tutup tangga, pasang bel pada
pintu kamar tidur, singkirkan benda-benda tajam dan mudah pecah
2.5. Psikoterapi pada penderita dewasa yang potensial berbahaya

PENYULIT
1. Rasa malu
2. Resiko cedera

KONSULTASI : Bagian Saraf dan Jiwa

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Spesialis Saraf dan Jiwa

LAMA PERAWATAN : bervariasi


PROGNOSIS:
 Kemungkinan bisa membaik sangat besar
 Mengganggu prestasi belajar
 Pada orang dewasa dilaporkan mempunyai resiko gangguan psikiatri, gangguan tidur
lainnya
REM BEHAVIOUR DISORDER (RBD)
(Gangguan tingkah laku saat fase tidur REM)
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
 Usia biasanya > 5o tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanita, kadang-kadang
ditemukan riwayat keluarga
 Terjadinya 1/3 awal tidur pada stadium REM, biasanya 30 menit setelah onset tidur
dan dapat berulang setelah interval 10 menit
 Serangan berupa mimpi yang menyeramkan atau agresif disertai gerakan-gerakan
abnormal dan tingkah laku yang kompleks dan sering berupa tindak kekerasan
sehingga dapat melukai penderita atau pasangannya
 Penderita menolak dikendalikan dan bisa marah dan melakukan tindak kekerasan
tetapi tidak sampai pada tindakan seksual
 Mimpi dapat diingat kembali tetapi gerakan dan tingkah laku abnormal tidak
diingat
 Penyebabnya:
 Tidak diketahui (40% kasus)
 Intoksikasi obat akut (alkohol) atau penghentian mendadak obat
supresan tidur fase REM seperti amphetamine dan cocaine, anti-
cholinergic, MAO inhibitor, anti-depressant tri cyclic, SSRI, dan
terutama venlafaxine
 Parkinson: 1/3 kasus Parkinson didahului RBD 10-15 tahun sebeumnya
 Mutiple system atrophy: 90% disertai RBD
 Lewy body disease: 1/4 kasus disertai RBD
 Alzeimer’s disease: kadang-kadang disertai RBD
 Narkolepsi sering disertai RBD
 OSA berat
 Periodic limb movements pada fase tidur NREM

b. Laboratorium
 Pemeriksaan polysomnography sangat penting dalam menegakkan diagnosis
dan menyingkirkan diagnosis lain
 Hasil PSG menunjukkan kerangka tidur normal kecualia adanya peningkatan
durasi dan densitas tidur REM dan sedikit pemanjangan stadium 3-4 NREM,
tonus otot tetap ada, periodic limb movement dapat terlihat pada tidur REM
maupun NREM
 Rekaman video penting untuk menunjukkan bentuk gerakan-gerakan
c. Radiologis: MRI atau CT scan diperlukan untuk mencari penyebab terutama
kerusakan di batang otak
d. Gold standar: PSG, MRI, atau CT scan
e. Patologi Anatomi

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Nightmare
2. Confusional arousals
3. Sleep terrors
4. Sleep walking
5. Post-traumatic stress disorders
6. Epilepsi terutama epilepsi lobus temporalis
7. Episodic nocturnal wandering
8. Bangun mendadak dari tidur REM pada OSA
9. Serangan panic
10. Malingering

TATALAKSANA
a. Nonmedikamentosa
 Proteksi penderita dan pasangannya, bila disertai tindak kekerasan, pindahkan
benda-benda yang dapat digunakan untuk kekerasan, letakkan kasur dilantai
dengan bantal-bantal disekelilingnya
 Hindari halangan fisik karena dapat menyebabkan resiko luka

b. Medikamentosa
 Turunkan pelan-pelan obat-obat penyebab seperti venlafaxine dan anti-depresi
SSRI
 Benzodiazepin seperti conazepam 0,5-4 mg efektif segera pada 90% kasus
 Melatonin 3-15 mg malam hari sebelum tidur
 Buproprion adalah satu-satunya antidepresan yang tidak menimbulkan RBD,
sehingga dapat diberikan sebagai pengganti antidepresan lain

PENYULIT : Dapat menyebabkan tindak kekerasan dan luka

KONSULTASI : Bagian neurologi

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf/ Spesialis Saraf Konsultan sleep


disorder

LAMA PERAWATAN : Untuk mengikuti perkembangan: kontrol secara berkala


seumur hidup

PROGNOSIS
 Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan
 Dapat menjadi petanda akan timbulnya penyakit Parkinson 4-10 tahun sebelumnya
NIGHTMARE
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
 Biasanya onset terjadi pada usia balita usia 3-6 tahun, laki-laki dan wanita sama,
tetapi pada usia dewasa wanita lebih sering, terjadi pada 1/3 akhir malam
 Isi mimpi panjang dan komplek serta menakutkan dan menyebabkan kecemasan
serta ketakutan hebat sewaktu akan bangun tidur. Mimpi dapat diingat kembali
dengan baik, dan sering sulit tidur kembali
 Jarang terjadi gerakan motorik dan tingkah laku kecuali sesudah bangun
 Gejala otonomnya sedikit, seperti peningkatan detak jantung
 Penyebabnya:
 Pembatasan tidur yang menyebabkan rebound tidur REM
 Narkolepsi
 RBD
 Schizoprenia
 Anxietas
 Obat-obatan seperti L-dopa, beta bocker
 Penghentian obat mendadak seperti anti depresan, alkohol
b. Laboratorium: -
c. Radiologis: -
d. Golden standar: PSG jarang dibutuhkan, dapat menunjukkan peningkatan densitas
REM ± 10 menit sebelum terbangun dari nightmare
e. Patologi anatomi: -

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
 RBD
Serangan panic pada malam hari
 Narkolepsi
 Sleep terror

TATALAKSANA
a. Non medikamentosa:
 Hentikan obat-obat penyebab seperti L-dopa, beta blocker
 Kurangi stress dan perbaiki hygiene tidur
 Terapi kognitif tingkah laku
b. Medikamentosa: jarang diperlukan, nila menetap dengan cara-cara diatas dapat diberikan
obat supresi tidur REM seperti tricyclic anti depresan

PENYULIT
 Nightmare menakutkan penderita dan menyebabkan kecemasan untuk tidur
 Menyebabkan bangun malam hari dan sulit kembali tidur

KONSULTASI : Bagian Saraf

JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan

TENAGA : Dokter Spesialis Saraf, Spesialis Kedokteran Jiwa/Psikolo

LAMA PERAWATAN : berlangsung terbatas, paling sering sampai usia 10 tahun

PROGNOSIS : baik
RETARDASI MENTAL (MR)
KRITERIA DIAGNOSIS
American Association in Mental Deficiency
IQ < 70 = retardasi mental sangat ringan
IQ 55-69 = retardasi mental ringan
IQ 40-54 = retardasi mental sedang
IQ 25-39 = retardasi mental berat
IQ < 24 = retardasi menta sangat berat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tes psikometri / tes intelegensi:
 Bayi : Developmental Quotient (DQ)
 Anak usia belum sekolah:
Stanford Binet Scale
Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelegense (WPPSI)
 Anak usia sekolah
Wechsler Intelligence Scale For Children (Revised) (WISC-R)
 Anak dengan kemampuan fungsi yang sangat rendah:
The Leiter international Performance Scale
 Foto polos kepala
 Audiometri
 EEG
 CT Scan
 Darah dan urin: mencari gangguan kimia/metabolic
 Serologi darah dan titer antibody TORCH
 Pemeriksaan kromosom
 Pemeriksaan hormonal (kelenjar tiroid)

DIAGNOSIS BANDING
 Variasi perkembangan normal
 CP dengan gangguan motorik dan bicara
 Epilepsi
 Gangguan THT
 Gangguan mata
 Depresi
 Gangguan belajar spesifik

TATALAKSANA
Terapi farmaka:
 Antikonvulsan bila kejang
 Metilfenidat bila hiperaktif
 Hormone tiroid pada gangguan tiroid
Terapi non farmaka:
 Fisioterapi
 Terapi okupasi
 Terapi wicara
 Sekolah Pendidikan Luar Biasa (SPLB) tipe C
KONSULTASI
Anak
Psikiatri
THT
Mata

JENIS PELAYANAN : Rawat jalan

TENAGA
Psikolog, dokter spesialis saraf, spesialis anak, terapis

PROGNOSIS
 IQ 50-70, MR ringan, slow learner, dapat dididik
 IQ < 50, MR sedang dan berat, dapat dilatih kemampuan sederhana tertentu
 IQ < 20, MR sangat berat, tidak dapat dilatih, sangat tergantung pada orang lain
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER
KRIOTERIA DIAGNOSIS
Adalah suatu gangguan neuropsikiatri yang umum, khas dan dapat ditangani. Terjadi pada 3-
9% anak usia sekolah

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes psikologik: Profil tes psikometrik mencari mental retardasi, learning diability dan ADHD
CT scan / MRI kepala: mencari lesi

DIAGNOSIS BANDING
Childhood mania

TATALAKSANA
Terapi farmaka: Stimulan (metilfenidat)
Terapi non farmaka: terapi keluarga oleh psikolog

KOMPLIKASI
Gangguan interaksi social
Risiko drug abuse

KONSULTASI
Psikologi anak
Psikiatri anak

JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Tidak perlu perawatan

TENAGA
Psikolog, psikiater, dokter spesialis saraf, terapis

PROGNOSIS
Ad bonam
CEREBRAL PALSY (CP)
KRITERIA DIAGNOSIS
CP adalah keadaan pada anak dengan kelainan motorik dini yang disebabkan suatu cacat otak
atau kerusakan otak non progresif pada usia muda. Ditandai dengan paresis, gerakan
involunter atau gangguan koordinasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tes psikologik: Profil tes psikometrik mencari mental retardasi, learning disability
dan ADHD
 EEG mencari epilepsy
 CT scan / MRI kepala: mencari lesi
 Pemeriksaan mata: mencari strabismus, gangguan refraksi, gangguan lapang pandang
dan buta sentral
 Pemeriksaan THT: mencari tuli sentral
 Pemeriksaan ortopedi: mencari kontraktur sendi, skoliosis, small stotur, subluksasi
sendi

DIAGNOSIS BANDING
 Neuromuskuler:
 Spinal muscle artrophy
 Distrofia muskuler
 Degeneratif
 Friedriech’s ataxia
 Penyakit Chorea Huntington masa anak
 Metabolik:
 Penyakit Wilson
 Kelainan tulang dan sendi:
 Arthero gryphosis multiplex congenital
 Penyakit gangguan gerak involunter:
 Sindrom Tourette
 Chorea Sydenham
 Spasmus nutans
 Penyakit metabolic
 Tumor atau AVM medulla spinalis
 Spinal dystrophia

TATALAKSANA
 Antikonvulsan bila epilepsy
 Diazepam, dantrolen, baklofen untuk spastisitas
 Terapi non farmaka:
 Fisioterapi
 Pelatihan okupasi
 Sekolah SPLB
 Kacamata bila gangguan refraksi
 Operasi mata bila strabismus
 Alat bantu dengar bila gangguan dengar
 Ortopedi
 Terapi keluarga oleh psikolog

KOMPLIKASI
 Epilepsi
 Gangguan kognisi
 Gangguan lihat / dengar
 Gangguan makan-minum
 Gangguan bicara
 Gangguan orthopedic: kontraktur, small stature

KONSULTASI
 Psikologi anak
 Neurofisiologi
 Neuroradiologi
 Mata
 THT
 Orthopedi
 URM

JENIS PELAYANAN
 Rawat jalan
 Tidak perlu perawatan, kecuali bila timbul komplikasi status konvulsivus dan aspirasi
pneumonia atau gangguan trkatus respiratorius

TENAGA
Psikolog, Dokter spesialis saraf, spesialis anak, terapis

PROGNOSIS
 Tipe tetraplegi: ad vitam dan ad functionam: ad malam
 Tiep hemiparesis atau diaparesis ringan: ad bonam
 Bila ada retardasi mental, epilepsy, gangguan lihat/dengar: prognosis kurang baik
DUCHENE MUSCULAR DYSTROPHY (DMP)
DEFINISI: kelainan otot herediter yang progresif, timbul sebelum usia 5 tahun, biasanya
pada anak laki-laki. Kelemahan otot tampak di proksimal.
Kriteria diagnosis

KLINIS:
Anamnesis: Anak usia 2-4 tahun, kelemahan otot leher menetap sampai periode infancy,
perkembangan motorik yang lambat, sukar menaiki tangga atau bangun dari lantai,
perkembangan motorik yang lambat dan gangguan kognitif
Pemeriksaan fisik dan neurologi: tanda Gowers, berjalan seperti bebek (waddling gait). Atrofi
pada otot, lordosis pada punggung. Pseudohipertrofi di otot gastroknemius, vastus lateralis,
infraspinosus, deltoid, yang agak jarang di otot gluteus maksimus, masseter dan trisep akibat
timbunan lemak dan hialin.
Kelemahan otot bersifat simetris dan progresif sehingga pada usia 6-12 tahun sudah tidak
dapat menggerakkan kedua tungkainya dan harus menggunakan kursi roda. 50-80% pasien
terdapat gangguan jantung. Retardasi mental ditemukan 30%.

Radiologi :-
Laboratorium:
 Kadar kreatinin kinase (CK) sangat tinggi (10.000-30.000)
 Elektrodiagnostik: gambaran miogenik
 Biopsi otot

Gold standar: gejala klinik, pemeriksaan CK dan EMG

DIAGNOSIS BANDING :-

PENATALAKSANAAN :
 Tidak ada penatalaksanaan khusus, pengobatan hanya bersifat simptomatik dan
suportif untuk mencegah deformitas yang lebih berat.
 Keluarga perlu mengetahui mengenai progresivitas penyakit dan perkiraan mengenai
umur harapan hidup pasien yang seringkali hanya sampai pada dekade kedua

PENYULIT
 Kelemahan yang bertambah berat
 Gangguan respirasi (infeksi paru)
 Gangguan jantung (kardiomiopati, gagal jantung)
 Kontraktur, skoliosis
 Gangguan emosi dan tingkah laku

KONSULTASI
Psychiatrist, orthopedist, geneticist, cardiologist, pulmonologist, physical therapist,
occupational therapist, psychologist, nutritionist
TICS pada Anak

KRITERIA DIAGNOSIS
Gerakan involunter sederhana berupa kedipan mata, menyeringai, menjulurkan lidah, gerakan
kepala, gerakan jari kaki, gerakan wajah (twitching), gerakan leher, gerakan mengangkat
bahu, batuk, suara mendengkur, sedangkan yang kompleks dapat berupa gerakan menggosok,
melompat, berjongkok, menciumi objek atau bagian tubuh, copropraxia dan echopraxia,
berkata-kata, atau gerakan berurutan, yang stereotipik yang bertambah saat anak stres.
Keluhan ini menetap atau menurun bahkan dapat menghilang. Biasanya berhubungan dengan
ganggguan kompulsif dan ADD.

Sedangkan sindroma Tourette’s bila memenuhi kriteria:


 Multiple motor tics (beberapa jenis gerakan anggota badan, batang , atau wajah).
 Paling sedikit terdapat satu vokal tic, meliputi beberapa suara kecuali batuk dan sniffing
 Gejala timbul sebelum usia 21 tahun
 Gejala menetap atau menurun lebih dari 1 tahun

PENATALAKSANAAN
Tujuan : meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tics, dan bukan untuk menghilangkan
tics. Bila anak terganggu saat sekolah, obat hanya diberikan saat sekolah saja.
 Non farmakologis
- Situasi kelas/lingkungan sekolah yang tidak menimbulkan stress
- Terapi behaviour

 Farmakologis
Prinsip terapi:
1. Mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan secara bertahap
2. Evaluasi efektifitas obat dan efek samping yang terjadi
3. Gunakan monoterapi
4. Gunakan Tier 1 terutama pada tics yang ringan
5. Pemeriksaan EKG sebelum menggunakan obat Tier 2
6. Turunkan dosis obat secara bertahap

Tier 1 :
- Klonidin → dosis permulaan 0,05 mg, dapat ditingkatkan menjadi 2 x 0,05 mg. Dosis
dapat ditingkatkan setiap 5-7 hari dan dapat diberikan sampai 0,1 – 0,4 mg/hari
- Guanfasin → dosis permulaan 0,5 mg malam hari dan dapat ditingkatkan bertahap
sampai 3 mg/ hari dibagi dalam dua dosis
- Kloazepam → digunakan sebagai terapi adjuvan pada pasien dengan kecemasan.
Efek samping berupa mengantuk, dizziness, fatigue.

Tier 2 :
Apabila pengobatan pertama dengan Tier 1 tidak berhasil dapat diberikan neuroleptik yang
klasik maupun neuroleptik yang atipik.
Neuroleptik klasik:
- Pimozid → 2-6 mg/ hari, mulai dengan dosis 0,5-1 mg/ hari sebelum tidur, dinaikkan
secara bertahap
- Flufenazin → 2-4 mg/ hari, mulai dengan dosis 1 mg/hari sebelum tidur, dinaikkan
secara bertahap.
- Haloperidol → 1-5 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0,5 mg sebelum
tidur/hari dinaikkan secara bertahap

Neuroleptik yang atipik


- Risperidon  maksimal 3 mg/hari dibagi dalam dua dosis, mulai dengan 0,5 mg/hari,
malam hari
- Olanzapin  5-10 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 2,5 mg sebelum tidur

Obat lain:
 Dopaminergik  dopamin antagonis (tetrabenazin 25-100 mg/hari), dopamin agonis
(pergolid 0,1-0,3 mg/hari, dosis terbagi)
 Botulinum tuxin (Botox)

CHOREA PADA ANAK


Kriteria Diagnosis
Gangguan gerakan yang disebabkan karena disfungsi basal ganglia.
Gerakan menyentak, cepat, ireguler, tidak dapat diprediksikan dapat terjadi pada satu bagian
tubuh yang lain, dapat disertai dengan kesulitan untuk makan, gangguan gait, clumsiness.

Chorea yang banyak terjadi pada anak adalah Sydenham’s chorea (SC, rheumatic chorea,
chorea minor, St. Vitus’ dance). Penyebab dapat bermacam-macam, antara lain : paroxysmal
dyskinesias, penyakit imunologi (SC, SLE, antifosfolipid antibodies), gangguan yang
diturunkan (ataxiateleangiectasia, benignfamilial), gangguan metabolic (hypertiroid,
mitocondrial abnormalities, congenital disorders of glycosylation), infeksi, neoplasma,
gangguan vaskular dan kelainan generatif.

Laboratorium
 Elektrolit termasuk Ca
 Pemeriksaan darah lengkap dan apus darah tepi
 LED
 ASO dan titer Dnase B
 Antibodi antikardiolipin
 Antinuclear antibody
 TSH
 Ceruloplasmin dan level copper
 Skrining toksikologi
 MRI kepala

PENATALAKSANAAN
Terapi bila memungkinkan ditujukan pada kelainan yang mendasarinya. Untuk gejala
kliniknya hanya sebagai simptomatik saja. Mekanisme obat yang diapakai bertujuan untuk
mengkoreksi gangguan neurotransmiter seperti meningkatkan GABA dan acetylcholine dan
atau menurunkan reseptor dopamin `

 Asam valproat (10-20 mg/kgBB/hari)


 Clonazepam (1-5 mg/kgBB/hari)
 Haloperidol (0,5-2 mg, 2x/hari)

KONSULTASI
Kardiolog anak untuk terapi preventif sekunder terhadap kelainan jantung dan A beta-
hemolytic streptococcus agar tidak terjadi rheumatic fever dan chorea yang berulang.

DISTONIA
KRITERIA DIAGNOSIS
Kontraksi simultan otot agonis dan antagonis yang tansien sehingga postur tubuh menjadi
tidak biasa. Bila kontraksi otot agonis dan antagonis seimbang maka gerakan tidak tampak,
hanya berupa ketegangan otot. Gerakan biasanya perlahan, mengenai satu bagian tubuh,
sampai mkasimal kemudian bertahan selama satu menit atau lebih, tetapi kadang-kadang bisa
lebih cepat.
Manifestasi distonia yang sering adalah spasmodik torticollis, spasmodik retrocollis, inversi
intermitten sehingga postur menjadi equinovarus, otot-otot lidah, blepharospasm, writer’s
cramp dystonia, spasmodic dysphonia.

DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kongenital dan perkembangan Benign dystonis of infancy
Cerebral palsy
Dyspeptic dystonia with hiatus hernia
Kelainan degeneratif dan penyabab tidak Ataxia-teleangiectasia
diketahui Focal dystonia
Hallervorden-Spatz syndrome
Hemidystonia
Segawa dystonia with diurnal
fluctuation
Subacute necrotizing
Ensefalomyeopathy
Dystonia Parkinson syndrome
Penyakit infeksi Ensefalitis virus
Gangguan metabolik GM2 gangliosidosis
PKU
Triosephosphate isomerase
Deficiency
Wilson’s disease
Reaksi obat Bethanecol, buthirophenone,carbamazepine,
phenothiazine,reserpine, tetrabenazine
Psychogenic Munchausen syndrome simulating dystonia
Gangguan tidur Paroxysmal sleep dystonia

PENATALAKSANAAN
Distonia primer:
 Triheksyphenidyl:
Dosis 6-60 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0.5 mg/hari pada anak 4 tahun
sedangkan anak yang blebih besar dapat dimulai dengan dosis 1 mg/hari malam hari
dan dinaikkan 1 mg setiap 1 minggu.
 Carbipoda/levodopa:
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 1 mg/kgBB/hari
 Baclofen:
Dosis 10-60 mg/hari dalam dosis terbagi, mulai dari 5 mg malam hari
 BOTOX

Distonia sekunder:
 Reserpin 20 µg/kg, dinaikkan bertahap sampai 0,25 mg/hari dibagi dalam dua dosis
 Difenhidramin 1-1,25 mg/kgBb IM atau IV (maks 50 mg), kemudian dilanjutkan
dengan 1-1,25 mg/kg PO (maks 50 mg) setiap 6-8 jam selama 1-3 hari.

TUMOR OTAK
Tumor otak pada anak berbeda dengan tumor otak pada orang dewasa dalam tipe sel yang
terlibat maupun terapinya.

KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis : Gejala sering berhubungan dengan adanya tekanan tinggi intrakranial yaitu nyeri
kepala, muntah (pagi hari), mual, perubahan kepribadian, iritabel, penurunan kesadaran,
penurunan fungsi jantung dan pernapasan.
Menurut lokasi:
 Tumor serebri : kejang, gangguan visus, disartria, hemiparesis disertai parese saraf
otak, TTIK, perubahan kepribadian, penurunan kesadaran
 Tumor di batang otak : kejang, gangguan endokrin, perubahan visus atau penglihatan
ganda, nyeri kepala, parese saraf otak dan hemiparese motorik, perubahan pernapasan,
TTIK
 Tumor di serebelum: TTIK, muntah (pagi hari tanpa mual), nyeri kepala, gangguan
koordinasi, gangguan berjalan (ataxia).
Gejala-gejala ini dapat bercampur.

Pemeriksaan neurologis
Penurunan kesadaran, parese saraf otak, hemiparese motorik, gangguan koordinasi, ataksia,
refleks fisiologi meningkat, reflek patologis positif

Radiologi: CT scan dengan kontras, MRI


Laboratorium: biopsi tumor
Gold standard: CT scan kepala dengan kontras, biopsi
Patologi anatomi: menentukan jenis tumor

DIAGNOSIS BANDING
Abses otak
Tuberkuloma di otak

PENATALAKSANAAN

 Medikamentosa: steroid untuk edema otak (loading: deksametason 1-2 mg/kgBB sampai 10 mg,
kemudian 1-1,5 mg/kgBB/hari, maksimum 16 mg/hari dibagi dalam 4 dosis)

 Tindakan:
Operasi
VP Shunt
Radiasi

PENYULIT

Kejang, hidrosefalus

KONSULTASI

Bedah syaraf, Radiologi, Patologi Anatomi, Rehabilitasi medis

JENIS PELAYANAN

Rawat inap RS

TENAGA

Paramedis, perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf

LAMA PERAWATAN

Tergantung klinis

Anda mungkin juga menyukai