Anda di halaman 1dari 57

BAB III

PRINSIP DAN PERHITUNGAN TURBIN IMPULS


SERTA ANALISIS ALIRAN UAP MELALUI SUDU

3.1. Dasar Teori


Impuls

3.1.1 Prinsip Impuls dan Momentum

Di dalam ilmu fisika ditunjukkan bahwa konsep usaha dan konsep energi tumbuh

berdasarkan hukum-hukum gerak Newton. Impuls merupakan kosep yang mirip dengan

konsep tersebut, yakni juga timbul berdasarkan hukum-hukum tersebut. Dalam ilmu

mekanika impuls pada sutu benda terjadi akibat adanya perubahan momentum benda

tersebut dalam selang waktu tertentu. Namun perlu diketahui bahwa impuls diartikan

sebagai gaya yang bekerja pada benda dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini menjadi

dasar persamaan impuls nantinya. Sedangkan momentum suatu benda tersebut dalam fisika

didefinisikan sebagai hasil kali massa benda dengan kecepatan gerak benda tersebut. Secara

matematis ditulis :

p = mv …………………………………………………………………….. (3.1)

p adalah lambang momentum, m adalah massa benda dan v adalah kecepatan benda.

Momentum merupakan besaran vektor, jadi selain mempunyai besar alias nilai, momentum

juga mempunyai arah. Besar momentum p = mv. Arah momentum sama dengan arah

kecepatan.

Dari persamaan di atas, tampak bahwa momentum (p) berbanding lurus dengan
massa
(m) dan kecepatan (v). Semakin besar kecepatan benda, maka semakin besar juga

momentumsebuah benda. Demikian juga, semakin besar massa sebuah benda, maka

momentum benda tersebut juga bertambah besar.

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa ada hubungan antara impuls dan


momentum..

Hubungan tersebut dapat dilihat dari persamaan berikut :

p ..........................................................................................
F= .............(3.2)
t

Dimana : F = gaya total yang bekerja pada benda

p = perubahan momentum

t = selang waktu perubahan momentum

Jika ditinjau suatu partikel bermassa m yang bergerak dalam suatu bidang xy dan

mengalami gaya resultan F yang besar dan arahnya dapat berubah, maka berdasarkan hukum

kedua Newton pada setiap saat diperoleh :

F = m. a

Jika :

dv
a= , maka
dt

dv
F = m.
dt

F.dt = m.dv

Kalau v 1 adalah kecepatan ketika t = t 1 dan v 2 adalah kecepatan ketika t = t 2 , maka :

t2 v2
 1t
F.dt =
1
 v
m.dv

t2
 1t
F.dt = m. v 2 – m. v 1 = m ( v 2 – v 1 )
Bila t 1 = 0 dan t 2 = t, maka :

F.t = m ( v2 – v1 )

o
F = m ( v2 – v1 )
..............................................................................................(3.3)

3.2. Asas Impuls Pada Turbin

Pada roda turbin terdapat sudu dan fluida kerja mengalir melalui ruang di antara

sudu tersebut. Apabila kemudian ternyata bahwa roda turbin dapat berputar, maka ada gaya

yang bekerja pada sudu. Gaya tersebut timbul karena terjadinya perubahan momentum dari

fluida kerja yang mengalir di antara sudu yang dianggap sangat efektif untuk menghasilkan

gaya dorong. Gaya dorong harus lebih besar atau sekurang-kurangnya sama dengan berat

turbin dan porosnya, agar turbin dapat berputar dengan lebih ringan.

Karena sudu-sudu tersebut dapat bergerak bersama-sama dengan roda turbin, maka

sudu tersebut dinamakan sudu gerak. Sebuah roda turbin bisa saja terdapat beberapa

baris sudu gerak yang dipasang berurutan dalam arah aliran fluida kerja. Setiap baris sudu

terdiri dari sudu-sudu yang disusun melingkari roda turbin, masing-masing dengan

bentuk yang sama. Turbin dengan satu baris sudu gerak dinamai bertingkat tunggal.

Sedangkan turbin dengan beberapa baris sudu gerak dinamai turbin bertingkat ganda. Proses

fluida kerja mengalir melalui baris sudu yang pertama, kemudian baris kedua, ketiga dan

seterusnya. Namun sebelum mengalir ke setiap baris sudu berikutnya, fluida kerja

melalui baris sudu yang bersatu dengan rumah turbin. Dan karena sudu tersebut terakhir

tidak berputar, sudu tersebut dinamakan sudu tetap, yang berfungsi mengarahkan aliran

fluida kerja masuk kedalam sudu gerak berikutnya, bisa juga sebagai nosel

Turbin uap adalah mesin rotari yang bekerja karena terjadi perubahan energi kinetik

uap menjadi putaran poros turbin. Proses perubahan itu terjadi pada sudu-sudu turbin.

Fluida uap dengan energi potensial yang besar berekspansi sehingga mempunyai energi

kinetik
tinggi yang akan medorong sudu, karena dorongan atau tumbukan tersebut, sudu

kemudian bergerak. Proses tumbukan inilah yang dinamakan dengan Impuls.

Gambar 3.1. Impuls pada sudu Turbin

Gambar 3.2. Impuls pada penampang vertikal dan melengkung

3.3. Prinsip Turbin Impuls

Turbin impuls adalah turbin yang mempunyai roda jalan atau rotor dimana terdapat sudu-
sudu

impuls. Sudu-sudu impuls mudah dikenali bentuknya, yaitu simetris dengan sudut  1 dan
masuk

sudut keluar  2 yang sama. Bentuk turbin impuls pendek dengan penampang yang konstan. Ciri

yang lain adalah secara termodinamika penurunan energi terbanyak pada nosel, dimana pada nosel

terjadi

proses ekspansi atau penuruan tekanan. Sudu-sudu turbin uap terdiri dari sudu tetap dan sudu gerak.

Sudu tetap berfungsi sebagai nosel dengan energi kinetik yang naik, sedangkan pada sudu begerak

tekanan adalah konstan atau tetap. Dari karakteristik tersebut, turbin impuls sering disebut turbin

tekanan sama. Bentuk dari sudu tetap turbin impuls ada dua macam yaitu bentuk simetris dan
bentuk
tidak simetris. Pada bentuk sudu tetap simetris, profile kecepatan dan tekanan adalah sama, tidak ada

perubahan kecepatan dan tekanan. Sedangkan pada sudu tetap yang berfungsi sebagi nosel

mempunyai bentuk seperti nosel yaitu antar penampang sudu membetuk penampang yang

menyempit pada ujungnya. Karena bentuknya nosel, kecepatan akan naik dan tekanan turun. Bentuk

pertama simetris dipakai pada turbin uap Curtis dan bentuk yang kedua dipakai turbin uap Rateau.

Gambar 3.3. Sudu Turbin simetris

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pada turbin uap agar sudu gerak dapat berputar

maka dibutuhkan semburan uap yang akan memberikan dorongan (impuls) pada sudu jalan

tersebut. Uap yang disemburkan harus memiliki kecepatan tinggi agar memperoleh energi

kecepatan yang besar. Untuk itu maka sebelum memasuki sudu jalan, uap dari ketel harus

diekspansikan di dalam nosel atau sudu pengarah.

Gambar 3.4. Aliran uap pada nosel


3.4 Perubahan Energi Thermal Menjadi Energi Kinetis

Proses perubahan energi thermal menjadi energi kinetic berlangsung di dalam

nosel, yang mana di dalam nosel tersebut akan terjadi penurunan tekanan uap dan

kenaikan kecepatan uap. Hal tersebut diperlihatkan pada gambar berikut.

Po To

Pi

Co Ci

i
o

Gambar 3.5. saluran uap pada nosel

Bila uap berekspansi melalui penampang yang kecil, akan menghasilkan energi yang

seimbang dengan perubahan entalpinya. Energi kinetis diserap oleh sudu-sudu turbin yang

akan menghasilkan ekspansi isentropis. Kecepatan uap keluar nosel sangat dipengaruhi oleh

besarnya perbandingan tekanan keluar dan tekanan masuk. Dengan hukum kekekalan

energi

disebutkan bahwa energi sebelum dan sesudah nosel harus sama, maka :

c o + p .v o + u o = c12t + p 1 .v 1 + u 1
2

o
2 2

; p.v + u = h, maka :

2
co + h c1t2 + h 1
o =
2 2

2
c1t co2 - h1
- = ho
2 2
c 1t = ………………kJ/kg

c 1t =

…….....J/kg c 1t = 44,72

; jika c o = 0, maka

c 1t = 44,72

c 1t = 44,72 (m/det)…………………………………................... (3.4)

3.5 Transformasi Energi Pada Sudu

Uap yang keluar dari dalam nosel dengan kecepatan mutlak c 1 memasuki laluan-

laluan sudu pada sudut α 1 . Disebabkan oleh perputaran cakram turbin, kecepatan uap

pada jalan masuk ke laluan-laluan sudu akan mempunyai kecepatan relative terhadap

dinding laluan sudu tersebut. Kecepatan relative tersebut akan memiliki nilai dan arah yang

berbeda dengan kecepatan mutlaknya.

Gambar 3.6. Skema aliran uap pada sudu gerak


Dari proses aliran uap yang melalui nosel atau sudu pengarah hingga keluar dari sudu

gerak, dapat dibentuk suatu skema aliran uap. Skema tersebut dapat dilihat berikut ini.

   
 

 

Gambar 3.7. Skema arah kecepatan uap pada sudu gerak

c1 = Kecepatan uap mutlak meninggalkan nosel

u = Kecepatan tangensial sudu

w1 = kecepatan relatif uap masuk sudu

w2 = Kecepatan relatif uap meninggalkan sudu

c2 = Kecepatan mutlak uap meninggalkan sudu

1 = sudut nosel

 1 = sudut masuk sudu

2 = sudut keluar sudu

 2 = sudut keluar fluida


3.5. Analisis Kecepatan Aliran Uap

Analisis terhadap kecepatan uap dapat ditentukan dengan memperhatikan bagaimana

proses aliran uap yang terjadi, mulai dari masuk hingga keluar turbin. Untuk itu posisi

nosel dan sudu turbin perlu diperhatikan, karena hal tersebut akan mempengaruhi proses

aliran uap tersebut.

Gambar 3.8 Konstruksi turbin uap impuls satu tahap

Gambar diatas adalah skema turbin de-laval atau turbin impuls satu tahap. Turbin

terdiri satu atau lebih nosel konvergen divergen dan sudu-sudu impuls terpasang pada

roda
jalan (rotor). Tidak semua nosel terkena semburan uap panas dari nosel, hanya sebagian

saja. Pengontrolan putaran dengan jalan menutup satu atau lebih nosel konvergen divergen.

Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut. Aliran uap panas masuk nosel

konvergen divergen, di dalam nosel uap berekspansi sehingga tekanannya turun.

Berbarengan dengan penurunan tekanan, kecepatan uap panas naik, hal ini berarti terjadi

kenaikan energi kinetik uap panas. Setelah berekspansi, uap panas menyembur keluar nosel

dan menumbuk sudu-sudu impuls dengan kecepatan abolut c 1 . Pada sudu-sudu impuls uap

panas memberikan sebagian energinya ke sudu-sudu, dan mengakibatkan sudu-sudu

bergerak dengan kecepatan

u. Tekanan pada sudu-sudu turbin adalah konstan atau tetap, sedangkan kecepatan uap keluar

sudu berkurang menjadi c 2..

Berdasarka arah aliran uap yang mengalir melalui nosel atau sudu pengarah

dan melalui sudu gerak turbin maka dapat digambarkan suatu skema segi tiga kecepatan

uap,

yang kemudiam melalui skema tersebut dapat ditentukan kecepatan uap tersebut.

 1
2
2  1

Gambar 3.9. Skema segitiga kecepatan uap

Dari segitiga kecepatan diatas, panjang pendeknya garis adalah mewakili dari besar

kecepatan masing-masing. Sebagai contoh, fluida masuk sudu dari nosel dengan kecepatan

c 1 kemudian keluar dari nosel sudah berkurang menjadi w1 dengan garis yang lebih

pendek, artinya sebagian energi kinetik fluida masuk sudu diubah menjadi energi kinetik

sudu dengan
kecepatan u, kemudian fluida yang sudah memberkan energinya meningglkan sudu

dengan kecepatan c 2 .

1. Kecepatan uap mut lak masuk sudu turbin:

c 1 =  c 1t ) ..……………………………………………...........................................
(3.5)

c 1 =  44,72 H

c 1 = Kecepatan uap mut lak masuk sudu turbin (m/s)

H = Besar panas jatuh (kJ/kg)

 = koefisien gesek pada dinding nosel (0,91 – 0,98)

2. Kecepatan Tangensial sudu :

.d ..........................................................................................
u= ............(3.6)
.n
60

u = Kecepatan tangensial sudu (m/s)

d = diameter rata-rata turbin (m)

n = jumlah putaran turbin (rpm)

3. Kecepatan relatif uap masuk sudu gerak :

w1 = c 2 2  2  u  c1  ....................................................................
u
1 cos  1 .........(3.7)

w1 = Kecepatan relatif uap masuk sudu gerak

 1 = sudut mutlak uap masuk sudu gerak

4. Sudut relatif uap masuk sudu gerak

w1 sin  1 = c 1 sin  1

=c1 w1
sin  1
sin  1 ... ......... ....................................................................(3.8)
... .........
5. Sudut relatif uap keluar sudu gerak

 2 = ................................................................................................
1 .................(3.9)

Atau kadang  2 = 1-
o o
(3 - 5 )

6. Kecepatan uap keluar sudu gerak

w 2 =  w1
.......................................................................................................
(3.10)

 = koefisien sudu gerak

  0,86

7. Kecepatan uap mutlak keluar sudu turbin:

c 2 = w22  u 2  2  u  w  cos ...................................................................


2
 2 ......(3.11)

8. Sudut mutlak uap keluar sudu gerak :

w2 sin  2 = c 2 sin  2

w2 sin  ...............................................................................
sin  2 = .........(3.12)
2
c2

3.6. Gaya Tangensial Turbin :

Gaya tangensial turbin ditentukan berdasarkan prinsip impuls yang terjadi pada sudu.

Yang mana impuls tersebut terjadi akibat adanya perubahan momentum pada sudu,

dan perubahan momentum tersebut diakibatkan oleh adanya perubahan kecepatan uap yang

mengalir pada sudu.

o
(c 1 cos  1 - c 2 cos  2 )
Fu = m .................................................................(3.13)
o
= m (c 1 cos  1 – (- c 2 cos  2 ))
o
= m (c 1 cos  1 + c 2 cos  2 )

c 1 cos  1 + c 2 cos  2 = w1 cos  1 + w2 cos  2

; w2 =  w1

c 1 cos  1 + c 2 cos  2 = w1 cos  1 +  w1 cos  2

cos  2 w1 cos  1
= (1 + 
)
cos  1

cos  w1 cos 
c 1 cos  1 + c 2 cos  2 = (1 +  2 1

)
cos  1 ; w 1 cos  1= c 1 cos  1 – u

cos  ( c1 cos  1 – u)
c 1 cos  1 + c 2 cos  2 = (1 +  2

)
cos  1

……………………….(3.14)

jadi :

o
Fu = m (c 1 cos  1 + c 2 cos  2 )
o
cos  ( c1 cos  1 – u)
Fu = m (1 +  2

)
cos  1

..............................................................(3.15)
3.7. Daya Mekanis yang dihasilkan Turbin :

Daya mekanis yang dihasilkan oleh turbin ditentukan berdasarkan gaya dan

kecepatan tangensial turbin tersebut yang akan menghasilkan torsi pada poros turbin.

Sehingga dengan menerapkan persamaan daya mekanis turbin, maka akan diperoleh :

o
Pu = m .u (c 1u – c 2u )
karena

c 2u = c 2 cos  2

c 1u = c 1 cos  1

maka

o
Pu = m .u (c 1 cos  1 - c 2 cos  2 )
o
= m .u (c 1 cos  1 – (- c 2 cos  2 ))
o
Pu = m .u (c 1 cos  1 + c 2 cos  2 ) ………………………………………...(3.16)
Dari persamaan 3.14, diketahui bahwa :
cos  2
c 1 cos  1 + c 2 cos  2 = (1 +  ( c 1 cos  1 – u)
)
cos  1

dengan mensubstitusikan persamaan 3.14 ke persamaan 3.16, maka akan


diparoleh

persamaan :

o ( c 1 cos  1 – u) ..................................................
Pu = m .u (1 +  cos  2
(3.17)
)
cos  1

Daya mekanis turbin dapat juga ditentukan menurut persamaan berikut :

P u = Mt . ω
...........................................................................................................
(3.15)
Mt = Fu . r

ω= ur

P u = (Fu . r) (u/r)

P u = Fu . u
..........................................................................................................
(3.18)

Jika disubstitusikan persamaan 3.15 ke persamaan 3.18, maka akan menghasilkan


persamaan

yang sama dengan persamaan 3.17, yaitu

o ( c 1 cos  1 – u)
Pu = m .u (1 +  cos  2

)
cos  1

3.8. Efisiensi Turbin Impuls

Kerja teoritis uap pada pinggir cakram untuk turbin ideal, dengan kata lain

tidak adanya kerugian baik pada nosel ataupun sudu akan menjadi :

2
o
c 1t
P= m
......................................................................................................
(3.18)
2

Pu ................................................................................................
 u
 ......(3.19)
P

o
cos  2 
m u  1     cos   u 
c
  1 1
  cos 1  
 u 
o
m c12t
2

cos  2 1

2 u 1    c cos 1  u 
cos  1  
 u   
c2
1t

c12
; c1t2  2

 cos  2
2 u 1    c1 cos 1  u 
cos  1  
 u   
c12
2

2  cos  2  cos  u
  2  1    c 1 u 2
u  cos  1  
1
c1

2   
  2  1   cos 2
cos   u 
u
u   c
cos 
  1 1
c1
2
 1 

   cos 2
u 
 u
 u
 2 2  1   cos 2   cos 1  2 

 1   c 1 c1 

cos  u  u ..............................................
  2   1         cos  
2 2

c1  c1 (3.20)
u
 cos
1
 1

Jika ;  1  2, maka :
=

 u u ...............................................................
 u  2 2
1    cos    (3.20)
 1
 c1  c1
BAB IV
ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU IMPULS
TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN

4.1 Prinsip Aksi Aliran Uap Melalui Sudu

Semburan uap yang keluar dari nosel atau kelompok nosel yang diam akan

memberikan gaya pada sudu turbin yang besarnaya adalah Fu (Newton) dalam arah

putarnya. Gaya Fu yang dihasilkan oleh uap sewaktu uap tersebut di dalam laiannya melalui

sudu turbin duibah menjadi kerja mekanis pada pinggir sudu. Kerja yang dilakukan oleh

uap pada sudu adalah sebesar :

P u = m.u (c 1u – c 2u ) ……………………………………………………………. (4.1)

dimana u adalah kecepatan keliling sudu-sudu turbin dalam m/s.

Gaya yang diberikan oleh uap ke sudu-sudu dapat dicari dengan menggunakan

pendekatan ilmu mekanika. Dari mekanika dapat diketahui bahwa perubahan momentum

selama periode waktu tertentu adalah sama dengan gaya yang diberikan. Dan dengan

demikian dapat dituliskan bahwa :

Fu .t = m ( c1 – c2 )

o
Fu = m ( c 1 – c 2 ) ……………… …………………………………………. (4.2)
Gambar 4.1 Semburan uap dari nosel

4.2 Analisis Aliran Uap Melalui Penempang Sudu Yang Bervariasi

Semburan uap yang mengalir melalui bentuk penampang sudu yang berbeda,

ternyata menghasilkan gaya dan energi yang berbeda pula. Artinya bentuk dari penampang

suatu sudu akan mempengaruhi bedar kecilnya energi mekanis yang akan dihasilkan.

Gambar 4.2 Prinsip aksi uap pada berbagai bentuk benda

Gambar 4.2 menunjukkan prinsip aksi uap pada berbagai bentuk benda.

Dapat ditunjukkan bahwa gaya Fu yang diberikan oleh uap pada berbagai bentuk benda

dengan
kondisi aliran yang serupa, tidak akan sama. Untuk jenis aliran yang berbeda

seperti ditunjukkan pada gambar 4.2, gaya-gaya ini dengan mudah dapat dievaluasi.

Misalkan kecepatan awal uap pada sisi keluar nosel untuk ketiga penampang

tersebut adalah sama, sama dengan c 1t , tetapi dalam arah yang berbeda sesuai dengan

permukaan yang menerimanya. Untuk hal khusus ini misalkan kecepatan c 1 sama dengan

100 m/s dan laju aliran massa uap adalah 5 kg/s.

Kasus (a)

Uap dengan kecepatan awal c 1t menubruk benda A dalam arah tegak lurus terhabap
o
permukaan yang menerimanya dan mengalami perubahan arah aliran sebesar 90 sewaktu

memencar ke segala arah di permukaan benda tersebut, sehingga proyeksi kecepatan

c 2 terhadap arah aksi gaya F1 semburan uap sama dengan nol. Dangan mensubstitusikan

kecepatan-kecepatan awal dan akhir uap c 1t dan c 2 , kita akan mendapatkan gsys

yang diberikan yang searah dengan kecepatan c 1t .

o
F1 = m ( c 1t – c 2 )

F1 = 5 kg/s (100 m/s – 0)

F1 = 500 N

Kasus (b)

Dengan mengabaikan kerugian akibat gesekan pada permukaan yang

melengkung, akan diperoleh

c 2 = – c 1t

Jadi gaya F 2 yang bekerja searah dengan kecepatan c 1t dari persamaan (4.2), akan

sama dengan :

o
F2 = m ( c 1t – c 2 )

F2 = 5 kg/s (100 + 100)m/s


F2 = 1000 N

Kasus (c)

Dengan tetap mengabaikan kerugian-kerugian pada permukaan sudu seperti

pada kasus (b), sekali lagi diperoleh

c 2 = – c 1t

Dalam hal ini semburan uap pada tempat masuk kepermukaan sudu tidak mengalir

dalam arah yang sejajar dengan arah gaya F3 yang brkerja pada benda tersebut. Dan oleh

sebab itu segera terbukti bahwa pada suku-suku kecepatan c 1t dan c 2 harus disubstitusikan

nilai-nilai

proyeksi kecepatan semburan uap tadi terhadap arah aksi gaya F 3


.

Komponen-komponen kecepatan c 1t dan c 2 yang searah dengan garis aksi F3 dengan

demikian adalah sama dengan :

c’1t = c 1t cos 30 = 100 (0,866) = 86,6 m/s

c’2 = c 2 cos 30 = -100 (0,866) = -86,6 m/s

jadi

o
F3 = m ( c’ 1t – c’ 2 )

F3 = 5 kg/s (86,6 + 86,6)

F3 = 866 N

Dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan di atas ternyata bahwa gaya maksimum

diperoleh untuk kasus (b) dimana semburan uap yang mengalir sepanjang permukaan sudu

o
mengalami pembalikan arah sebesar 180 . Akan tetapi dalam pembuatan turbin uap,

aliran uap yang bemikian itu tidak mungkin diperoleh, dan oleh sebab itu, seperti yang

ditunjukkan
pada kasus (c), semburan uap diarahklan dengan suatu besar sudut tertentu, baik dari sisi

keluar nosel diam maupun dari sudu gerak. Akan tetapi sudut kemiringan ini terhadap

bidang putar sudu-sudu dibuat sekecil mungkin.

Untuk bisa mendapatkan kerja yang berguna dari aksi uap, adalah perlu bahwa

bwnda yang ditubruknya dapat bergerak leluasa. Bila kita andaikan bahwa benda-benda

A,B, dan C, akibat aksi uap berpindah searah dengan tanda panah, maka dengan

mengetahui kecepatan perpindahan u, kita dapat dengan mudah menghitung gaya F dan

kerja P. Anggap bahwa akibat aksi semburan uap benda-benda A,B, dan C berpindah

searah dengan gaya F, dengan kecepatan u yang sama. Maka gaya F pada ketiga kasus

tersebut akan ditentukan dari pertimbangan- pertimbangan berikut :

Kasus (a)

Kecepatan uap relatif terhadap benda A yang bergerak akan sama dengan
:

w1 = c 1t – u

Kecepatan w1 dikenalsebagai kecepatan relatif.

Kecepatan relatif uap sesudah perubahan arah aliran pada benda A akan sama dengan

w2 = c 2 = 0

Jadi gaya yang diberikan oleh uap ditentukan dari persamaan :

o o
F’ 1 = m ( w1 – w2 ) = m ( c 1t – u ) …………………………...…(4.3a)

Kasus (b)

Kecepatan relatif semburan uap yang menubruk permukaan benda B akan

sama dengan :

w1 = c 1t – u

Kecepatan relatif uap yang meninggalkan permukaan sudu B yang cekung akan sama dengan
w2u = w1u = – c 1t cos 30 + u

Oleh sebab itu gaya yang diberikan oleh semburan uap pada benda B adalah :

o o
F’ 2 = m ( w1 – w2 ) = 2 m ( c 1t – u ) …………………………………….(4.3b)

Kasus (c)

Proyeksi kecepatan relative semburan uap yang menubruk benda C yang

searah dengan kecepatan u akan sama dengan :

w1u = c 1t cos 30 – u

Komponen kecepatan relative uap yang meninggalkan permukaan sudu C akan

ditentukan dari persamaan

w2u = w1u = –c 1t cos 30 + u

dan gaya yang diberikan adalah :

o o
F’ 3 = m ( w1u – w2u ) = 2 m ( c 1t cos 30 – u ) …………………………......(4.3c)

Bila sekarang diandaikan bahwa kecepatan awal uap c 1 dan kecepatan perpindahan u

ketiga benda tersebut adalah sama yakni = 100 m/s dan u = 50 m/s, maka dengan
c 1t

mensubstitusikan kecepatan-kecepatan ini ke dalam persamaan-persamaan (4.3a), (4.3b),


dan

(4.3c), kita akan peroleh nilai gaya F’.

Untuk kasus (a) :

F’ 1 = 5 kg/s (100 – 50) = 250 N

Untuk kasus (b) :

F’ 2 = (2).5 kg/s (100 – 50) = 500 N

Untuk kasus (c) :

F’ 3 = (2).5 kg/s (100 cos 30 – 50)

F’ 3 = (2).5kg/s (100 . 0,866 – 50) = 366 N


Kerja yang dilakukan uap pada ketiga hal tersebut di atas yang memindahkan

ketiga benda tersebut dengan kecepatan u ditentukan oleh persamaan (4.1).

Untuk kasus (a) :

P u1 = F’1 . u = (250 N) (50 m/s) = 12500 J/s

Untuk kasus (b) :

P u2 = F’2 . u = (500 N) (50 m/s) = 25000 J/s

Untuk kasus (c) :

P u3 = F’3 . u = (366 N) (50 m/s) = 18300 J/s

Oleh sebab itu, dari persamaan (4.3c) ternyata bahwa gaya F’ 3 semburan uap

tergantung pada nilai cosinus sudut α 1. Dengan nilai yang minimum-nol, gaya F’ 3

akan mencapai nilai batasnya F’ 2. Dalam hal nilai sudut α 1 yang membesar, gaya yang

o
diberikan yang searah dengan arah putaran akan terus berkurang sampai pada nilai α 1 = 90 ,

gaya ini akan menjadi nol. Jadi, kecermatan harus diberikan sewaktu memilih nilai α 1

yang sesuai untuk nosel-nosel dan sudu-sudu turbin uap, biasanya yang diperbolehkan
o
adalah 11 sampai
o
20 (lit. 1 halaman 16).

4.3 Perhitungan Data Survey

4.3.1 Data Hasil Survey Studi

Untuk membantu dalam penyelesaian skripsi ini, maka dilakukan survey studi ke Pabrik

Kelapa Sawit PTP Nusantara IV, yang dalam memenuhi kebutuhan energi listriknya

menggunakan turbin uap sebagai penggerak mula generator listrik. Dari survey

tersebut diperoleh beberapa informasi yang berkaitan dengan data-data yang dibutuhkan.
Data Turbin :

1. Daya turbin (Pu) : 630 kWatt

2. Diameter turbin (d) : 800 mm

3. Jumlah putaran turbin (n) : 3000 rpm


o
4. Sudut masuk uap ke turbin (  1 ) : 20

o
5. Sudut masuk sudu (  1) : 24

o
6. Sudut keluar sudu (  2 ) : 31

7. Sudut keluar uap (  2)


o
: 24

8. Pemasukan uap parsial (  ) : 0,25

9. Tinggi sudu (l) : 20 mm

10. Lebar sudu (b) : 15 mm

11. Jarak bagi sudu (t) : 12 mm

12. Jumlah sudu (z) : 209 buah

13. Kecepatan uap mutlak (c 1 ) : 714 m/s

14. Kecepatan tangensial turbin (u) : 125 m/s

15. Tekanan uap masuk (P 1 ) : 15 bar


o
16. Suhu uap masuk (T 1 ) : 240 C

17. Tekanan uap bekas turbin (P 2 ) : 3 bar

18. Kualitas uap (x) : 0,95


3
19. Spesific volume (v ) : 0,57413 m /kg
4.3.2 Perhitungan Data

Untuk mendapatkan besarnya gaya tangensial dan daya mekanis yang dihasilkan

turbin maka ditentukan terlebih dahulu variabel –variabel berikut :

a) Panas Jatuh
o
Pada tekanan uap masuk 15 bar dan temperatur 240 C, diperoleh :

h 1 = 2899,3 kJ/kg
3
v 1 = 0,1483 m /kg

Gambar 4.3 Diagram T-s siklus rankine

kemudian pada saat uap keluar pada tekanan 3 bar diperoleh :

h f = 560,34 kJ/kg

h fg = 2164, 52 kJ/kg
3
v f = 0,001073 m /kg
3
v fg = 0,603227 m /kg

maka

h 2 = h f + x h fg

h 2 = 560,34 kJ/kg + (0,95) 2164, 52 kJ/kg

h 2 = 2616,63 kJ/kg

v 2 = v f + x v fg
3 3
= 0,001073 m /kg + (0,95) 0,603227 m /kg
3
= 0,57413 m /kg

∆h = h 1 - h 2

= 282,66 kJ/kg

b) Perubahan Energi Thermal Menjadi Energi Kinetis

Dengan hukum kekekalan energi disebutkan bahwa energi sebelum dan sesudah nosel

harus sama, maka :

c o + p .v o + u o = c12t + p 1 .v 1 + u 1
2

o
2 2

; p.v + u = h, maka :

2
co + h c1t2 + h 1
o =
2 2

2
c1t co2 - h1
- = ho
2 2

1t
c = 2(ho  h1 )  2
………………kJ/kg
co

1t
c = 2.1000.(ho  h1 )  …….....J/kg2
co

1t
c = 44,72 .(ho  h1 )  c o
2

; jika c o = 0, maka

c 1t = 44,72 .(ho  h1 )

c 1t = 44,72 h (m/det)………………………………………………………………(4.5)

c) Kecepatan uap masuk turbin teoritis :


c 1t = 44,72 h = 44,72 282,66
= 751,8 m/s

d) Kecepatan mutlak uap masuk turbin :

Karena ada pengaruh koefisien kecepatan  = 0,95, maka

c 1 =  c 1t ;

= 0,95. 751,8 m/s

= 714 m/s

e) Laju Aliran Massa Uap :

Q  m.v

Q  A.c

Dari kedua persamaan tersebut didapat :

m.v = A.c

Dimana :

A= .d.l

Untuk mengetahui laju aliran masa uap, maka rumus luas penampang

juga dipengaruhi oleh sudut masuk uap (  1 ) dan pemasukan uap parsial (  ), sehingga

rumus di atas menjadi :

A= .d .l. .sin  1

Maka : m.v = ð .d .l. .c1 sin  1

ð .d .l. .c1 sin 1


m=
v

3,14(0,8)(0,02)(0,25)(714)
m=  5kg
0,57413 m3/kg
4.4 Perhitungan Kerja Turbin Berdasarkan Prinsip Aksi Uap.

Seperti penjelasan sebelmnya bahwa untuk menentukan variabel-variabel yang

mendukung performa turbin, semuanya merujuk kepada proses aliran uap yang terjadi

ketika memasuki sudu hingga meninggalkan sudu. Skema aliran tersebut ditunjukkan pada

gambar

4.4 berikut.

   
 

 

Gambar 4.4 Impuls uap pada sudu

a) Kecepatan tangensial :

ð .d ð .(0,8.m)(3000.rpm)
u= =
.n 60
60

u = 125 m/s

 1
2
2  1

Gambar 4.5 Segi tiga kecepatan uap


b) Kecepatan relatif uap masuk sudu turbin :

w1 = c12 2  2  u  c1  cos  1
u

2 2
= 714,21  125  2  714,21  125  cos 20  m/s
598,27

c) Sudut relatif uap masuk sudu gerak :

w1 sin  1 = c 1 sin  1

c1 sin  1
sin  1=
w1

714.21 sin 20 = 0,4083


sin  1
= 598,27

 1= arc sin 0.4083 =


o
24

d) Sudut relatif keluar sudu gerak :

o
 2 = 1= 24

e) Kecepatan uap keluar sudu gerak :

Kecepatan uap keluar sudu gerak dipengaruhi oleh kerugian pada sudu-sudu   0,86

w2 =  w1

w2 = 0,86 . 598,27 = 514,5 m/s

f) Kecepatan uap mutlak keluar sudu turbin :

c 2 = w22  u 2  2  u  w2  cos  2

c 2 = 514,5 2  125 2  2  125  514,5  cos 24

c 2 = 403,52 m/s
g) Sudut mutlak uap keluar sudu gerak :

w2 sin  2 = c 2 sin  2

w2 sin 
sin  2 = 2

c2

514,5 sin 24 = 0,5186


sin  2 =
403,52

o
 2 = arc sin 0,5186 = 31,2

h) Gaya Tangensial turbin :

Fu = m (c 1 cos  1 - c 2 cos  2 )

= m (c 1 cos  1 – (- c 2 cos  2 ))

= m (c 1 cos  1 + c 2 cos  2 )

Jika :

c 1u = c 1 cos  1 = 714,21 cos 20 = 671 m/s

c 2u = c 2 cos  2 = 403,52 cos 31,2 = 345 m/s

maka :

Fu = m (c 1u + c 2u )

Fu = 5kg/s (671 + 345) = 5080 N

i) Daya Turbin

P u = m.u (c 1u - c 2u )

P u = m.u (c 1u – (- c 2u ))

P u = m.u (c 1u + c 2u )

P u = 125 m/s (5080 N) = 635000 Watt

P u = 635 kWatt
4.5 Hubungan Variasi  1 terhadap F u dan P u

Berdasarkan persamaan-persamaan sebelumnya diketahui bahwa besar α 1 akan

mempengaruhi nilai dari gaya tangensial (F u ) dan daya mekanis (P u ) turbin. Jika

α 1 divariasikan, maka nilai Fu dan P u juga akan ikut bervariasi. Berdasarkan literatur yang

ada dan juga data di lapangan, batas variasi sudu yang diperbolehkan itu adalah berkisar

antara
o o
11 s/d 20 .

Fu = m (c 1 cos  1 - c 2 cos  2 )

= m (c 1 cos  1 – (- c 2 cos  2 ))

= m (c 1 cos  1 + c 2 cos  2 )

Karena :

c 1 cos  1 + c 2 cos  2 = w1 cos  1 + w2 cos  2

; w2 =  w1

c 1 cos  1 + c 2 cos  2 = w1 cos  1 +  w1 cos  2

cos  2 w1 cos  1
= (1 + 
)
cos  1

;  1=  2

c 1 cos  1 + c 2 cos  2 = (1 +  ) w1 cos  1

; w 1 cos  1= c 1 cos  1 – u

c 1 cos  1 + c 2 cos  2 = (1 +  ) ( c 1 cos  1 – u)

jadi :

Fu = m (c 1 cos  1 + c 2 cos  2 )

Fu = m (1 +  ) ( c 1 cos  1 – u)

Dimana : m = 5 kg/s u = 125 m/s

 = 0,86 c1 = 714,21 m/s


jadi :

Fu = 5 (1,86)(714,21 cos  1 -125)

= 9,3 (714,21 cos  1 – 125)

Dan untuk daya :

Pu = m.u (c 1u + c 2u )

= m.u (c 1 cos  1 + c 2 cos  2 )

Pu = m.u (1 +  ) ( c 1 cos  1 – u)

Dengan menggunakan persamaan di atas diperoleh nilai F u dan P u yang berbeda-

beda jika  1 divariasikan, seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Pengaruh variasi sudut terhadap Gaya dan Daya turbin

1 F u (kN) P u (kW)
o
0 5,47965 684,956
o
5 5,45437 681,796
o
10 5,37874 672,342
o
15 5,25332 656,665
o
20 5,08008 635,085
o
25 4,85733 607,166
o
30 4,58977 573,721
1

1
Gambar 4.6 Grafik pengaruh perubahan sudut terhadap gaya tangensial

1

Gambar 4.7 Grafik pengaruh perubahan sudut terhadap Daya mekanis turbin

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa jika sudut semakin kecil maka

gaya tangensial dan daya mekanis turbin akan semakin besar, demikian juga

sebaliknya. Hal

tersebut disebabkan karena jika  1 semakin kecil (mendekati 0), maka dorongan/ semburan

uap yang diterima sudu akan semakin besar. Hal ini dikerenakan sumburan uap tersebut

lebih terserap sudu secara keseluruhan sehingga makin meminimalisir kerugian.


4.6 Hubungan u/c dengan besar sudut  1 dan pengaruhnya terhadap Efisiensi Turbin

Dari persamaan 3.20 diketahui bahwa :

cos  u u
  2   1         cos  
2
u
2

 cos
1
 1 c1  c1

Dari persamaan di atas ternyata bahawa besaran  u tergantung pada nilai u/c 1 , sudut nosel,

koefisien kecepatan, dan sudut

Hubungan u/c 1 agaknya merupakan karakteristik dasar tingkat turbin. Jika nilai-nilai

sudut  1 ,  1 , 2 dan koefisien kecepatan  dan  tetap konstan pada persamaan 3.20,

maka

nilai  u hanya tergantung pada rumus berikut.

 u u  u
2

u
 cos  1    cos  1    ……………...…………….(4.4)
 c1c c1  c 1 
1

Jika u/c 1 = 0 dan u/c 1 = cos α, rumus di atas akan menjadi nol dan akibatnya  u

adalah sama dengan nol. Untuk menentukan nilai optimum u/c 1 akoefisien turunan

(diferensial)

pertama sisi kanan persamaan 4.4 harus disamakan dengan nol.

 u  u 
2

d cos  1    
  c1 c
  1 
  0
 u
d 
 c1 

 u
cos  1  2  0
 c1 

 = 1 ....................................................................................(4.5)
 u cos 
 c  2
 1  opt

Dengan mensubstitusikan nilai u/c 1 dari persamaan 4.5 ke persamaan 3.20, maka

diperoleh nilaiefisiensimaksimum.

  cos  
 u. max

2
1
cos 
2
 
 cos 2 1 ………………………….…….(4.6)
1 

Jika :

 1 = 2 , maka


2   cos  ………………………………….....................(4.7
2
 u.max  1   1

4.7 Menentukan Sudut  1 Optimal

Dari analisis dan perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa besar sudut sudu

turbin sangat mempengaruhi besarnya gaya dan daya mekanis turbin tersebut. Namun

perlu diketahui satu besar sudut tertentu yang paling baik untuk perencanaan turbin. Hal

tersebut dapat ditentukan berdasarkan hubungan effisiensi turbin tersebut terhadap besar

sudut dan koefisien kecepatan (u/c 1 ).

Menurut Muin (1993) bahwa nilai koefisien kecepatan optimum (u/c 1 ) = 0,483.

Hal tersebut dapat terlihat dari table dan grafik berikut :


Table 4.2 Pengaruh (u/c 1 ) terhadap Effisiensi turbin

Koefisien kecepatan Efisiensi (η)

(u/c 1 )

0,000 0,000
0
0,100 0,3216

0,200 0,5671

0,300 0,7420

0,351 0,8016

0,400 0,8407

0,483 0,8663

0,500 0,8652

0,600 0,8154

G r af ik ef f is iens i s ebagi f ung s i u/ c

0 .9

0 .8
0 .7

ef0 .6
f 0 .5
is
ie0 .4
ns
0 .3

0 .2
0 .1

00 0 .1 0 .2 0 .3 0 .4 0 .5
0 .6 u /c

Gambar 4.9 Grafik nilai (u/c 1 ) optimum terhadap effisiensi

Hasil yang diperoleh dari tabel dan juga grafik di atas ditentukan

berdasarkan persamaan 3.20, yang menunjukkan hubungan efisiensi dengan keofisien

kecepatan.
Dari grafik dan tabel di atas menunjukkan bahwa hubungan koefisien kecepatan

dan efisiensi tidaklah linier dan ditemukan bahwa nilai optimum (u/c 1 ) = 0,483.

Berdasarkan

persaman 4.5 didapat :

 u
Cos α 1 = 2  
c
 1

 u
α 1 = arcos 2   = arcos (2. 0,483)
 c1 
o o
α 1 = 14,98 = 15

4.8 Analisis Dan Simulasi Dengan Bantuan Software Komputer

Menggunakan software computer dalam analisis ini dimakasudkan untuk

membantu mempermudah dalam menganalisis data-data yang diperoleh. Dalam hal

perhitungan data, digunakan sofware Matlab.

Untuk memulai program Matlab ini, berikut akan dijelaskan

tahapan mengoperasikannya. Adapun langkah-langkahnya yakni :

Pilih Start > All Program >MATLAB,

Atau

Klik ganda ikon shortcut MATLAB pada desktop windows.


Setelah ditunggu beberapa saat akan muncul desktop Matlab seprti berikut.
Gambar 4.10 Layar tampilan Matlab

Kemudian akan muncul tampilan berikut.

Gambar 4.11 Layar kerja Matlab


4.8.1 Menghitung Gaya Tangensial dan Daya Mekanis Turbin dengan software
MATLAB
Perhitungan secara manual telah dilakukan pada analisis sebelumnya.

Untuk memperoleh akurasi yang lebih baik maka dilakukan perhitungan dan analisis

dengan

bantuan software MATLAB.

Gambar 4.12 Aliran uap melalui sudu

Kecepatan mutlak uap masuk turbin


>> A1=20;
>> k=0.86;
>> h=0.95;
>> m=5;
>> n=3000;
>> d=0.8;
>> c1t=751.8;
>> c1=h*c1t

c1 =

714.2100

Kecepatan tangensial
>> u=pi*d*n/60

u =

125.6637
Kecepatan relatif uap masuk sudu turbin
>> w1=sqrt(c1^2+u^2-2*c1*u*cos(A1*(pi/180)))

w1 =

597.6721

Sudut relatif uap masuk sudu gerak


>> sinB1=c1/w1*sin(A1*(pi/180))

sinB1 =

0.4087

>> B1=asin(0.4087)/(pi/180)
B1 =

24.1232
Sudut relatif keluar sudu gerak

>> B2=B1

B2 =

24.1232

Kecepatan uap keluar sudu gerak


>> w2=k*w1

w2 =

513.9980

Kecepatan uap mutlak keluar sudu turbin


>> c2=sqrt(w2^2+u^2-2*w2*u*cos(B2*(pi/180)))

c2 =

402.5980

Sudut mutlak uap keluar sudu gerak


>> sinA2=w2/c2*sin(B2*(pi/180))

sinA2 =

0.5218

>> A2=asin(0.5218)/(pi/180)

A2 = 31.4531
Gaya Tangensial dan Daya Mekanis Turbin

Fu = m (c 1 cos  1 - c 2 cos  2 )

= m (c 1 cos  1 – (- c 2 cos  2 ))

= m (c 1 cos  1 + c 2 cos  2 )

Jika :

c 1u = c 1 cos  1 = 714,21 cos 20 = 671 m/s

c 2u = c 2 cos  2 = 403,52 cos 31,2 = 345 m/s

maka :

Fu = m (c 1u + c 2u )

Fu = 5kg/s (671 + 345) = 5080 N

Daya Turbin

P u = m.u (c 1u + c 2u )

P u = 125 m/s (5080 N) = 635000 Watt

Perhitungan di atas tentunya merujuk kepada persamaan gaya tangensial dan daya

mekanis turbin yang diturunkan dari perhitungan analisis aliran kecepatan uap melalui sudu

tubin.

Untuk bisa melakukan perhitungan seperti diatas, maka data-data yang bersangkutan

dimasukkan ke program Matlab, dengan cara :

Ketik :

>> a1=20;
>> a2=31.2;
>> m=5;
>> c1=714.21;
>> c2=403.52;
>> u=125;
>> c1u=c1*cos(a1*(pi/180));
>> c2u=c2*cos(a2*(pi/180));
>> F=m*(c1u+c2u)
Enter

F =
5.0815e+003
>> P=u*m*(c1u+c2u)
P =
6.3518e+005

Gambar 4.13 Instruksi kerja Matlab


4.8.2 Analisis Variasi sudut terhadap F u dan P u

Ketik :

>> a=10:1:20;
>> m=5;
>> u=125;
>> c=714.21;
>> b=cos(a*(pi/180));
>> F=1.86*m*(c*b-u)
Enter.

Akan muncul hasil seperti berikut

Gambar 4.14 hasil instruksi kerja Matlab


F =

1.0e+003 *

Columns 1 through 6

5.3787 5.3576 5.3345 5.3094 5.2824 5.2533

Columns 7 through 11

5.2223 5.1894 5.1546 5.1178 5.0791

Tabel 4.3 Pengaruh variasi sudut terhadap Gaya tangensial turbin

 1 F u (kN)

o
10 5,3787
o
11 5,3576
o
12 5,3345
o
13 5,3094

14o 5,2824

15o 5,2533

16o 5,2223
o
17 5,1894
o
18 5,1546
o
19 5,1178

20o 5,0791
Untuk melihat grafik, ketik :

>> plot(a,F)

Grafikubunga
h
sudutapmasuk n g
₁vs aya angensial
u
5400
u α t F

)n
t
5350
o
e 5300
w
N
(u 5250
F
ila
s
5200
e
n
g
n
5150
a
ta
a 5100
y
G
5050
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Sudutapmasuk₁ ( ..°
u α )
Gambar 4.15 Grafik hubungan sudut dengan Gaya tangensial
turbin

Kemudian untuk menghitung daya mekanis turbin dilakukan langkah berikut:

>>P=u*1.86*m*(c*b-u)
Enter

Akan muncul hasil seperti berikut

P =

1.0e+005 *

Columns 1 through 6

6.7234 6.6970 6.6681 6.6368 6.6029 6.5667

Columns 7 through 11

6.5279 6.4868 6.4432 6.3972 6.3489


Tabel 4.4 Pengaruh variasi sudut terhadap Daya mekanis turbin

 1 P u (kW)

o
10 672,34
o
11 669,70
o
12 666,81
o
13 663,68

14o 660,30

15o 656,67

16o 652,79
o
17 648,68
o
18 644,32
o
19 639,72

20o 634,89

Kemudian untuk melihat grafik, ketik:

>> plot(a,P)

Grafikubunga
sudutapmasuk
h ₁nvs ayamekanisu
675 u α d P
670

tt 665
)a
( 660
W
k
P 655
u
s
in 650
a
e
k
m 645
y
a 640
a
D
635

630
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Sudutapmasuk₁ (
u α ..°)

Gambar 4.16 Grafik hubungan sudut dengan daya mekanis turbin


4.8.3 Pengaruh Sudut dan Koefisien Kecepatan Terhadap Effisiensi

Table 4.5 Pengaruh (u/c 1 ) terhadap Effisiensi turbin

Koefisien kecepatan Efisiensi (η)

(u/c 1 )

0,000 0,000
0
0,100 0,3216

0,200 0,5671

0,300 0,7420

0,351 0,8016

0,400 0,8407

0,483 0,8663

0,500 0,8652

0,600 0,8154

Ketik :

>> X=[0 .1 .2 .3 .351 .4 .483 .5 .6];

>> ef=[0 .3216 .5671 .7420 .8016 .8407 .8663 .8652 .8154];

>> plot(X,ef)

enter

G r af ik ef f is iens i s ebagi f ung s i u/ c

0 .9

0 .8
0 .7

ef0 .6
f 0 .5
is
ie0 .4
ns
0 .3

0 .2
0 .1

00 0 .1 0 .2 0 .3 0 .4 0 .5
0 .6 u /c

Gambar 4.17 Grafik hubungan nilai (u/c 1 ) optimum terhadap effisiensi maksimum
Jika kita ingin melihat berbagai variasi effisiensi sebagai fungsi u/c jika sudut

juga divariasikan, maka langkah yang dilakukan adalah dengan mangetik :

fplot('[3.3573*(cos(0*(pi/180))-X)*X,3.3573*(cos(15*(pi/180))-
X)*X,3.3573*(cos(20*(pi/180))-X)*X]',[0,.6])
Enter

G r a f ik e f f isie n si vs
u/c
1

0.8
Ef
f
is 0.6
ie 0 derajat
n 15 derajat
s i 0.4 20 derajat
T
ur
0.2

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
0.6
u /c
Gambar 4.18 Grafik effisiensi sebagai fungsi u/c
Hubungan antara sudut masuk sudu dengan efisiensi turbin dapat juga dilihat seperti berikut

: Ketik :

>> fplot('[3.72*(cos(a*(pi/180))-
0.6)*0.6,3.72*(cos(a*(pi/180))-0.5)*0.5,3.72*(cos(a*(pi/180))-
0.483)*0.483,3.72*(cos(a*(pi/180))-0.25)*0.25]',[0,30])

Grafik efisiensi vs sudut masuk sudu


0.95 u/c1=0.6
u/c1=0.5
0.9
u/c1=0.483
0.85 u/c1=0.25

Efi 0.8
si
en
si
0.75
tur
bi 0.7
n
0.65

0.6

0.550 5 10 15 20 25 30
Sudut masuk sudu
Gambar 4.19 Grafik effisiensi dengan sudut uap masuk sudu

Grafik di atas menunjukkan bahwa efisiensi turbin juga akan semakin maksimal jika

 1 = 0. Namun hal tersebut tidak mungkin dilakukan. Jadi harus ditentukan  1 yang paling

o
optimal (mendekati ideal). Grafik di atas menunjukan bahwa grafik untuk 1 = 15 hampir

sama dengan grafik untuk  1 = 0.


Jika pengaruh variasi sudut turbin terhadap daya dan effisiensi turbin ditabelkan,

dan seluruh grafik yang diperoleh digabungkan dalam satu grafik, maka akan terlihat pada

sudut berapa sudu turbin yang paling efektif dan efisien. Hal tersebut dapat dilihat dari

tabel dan gambar berikut :

Tabel 4.6 Pengaruh variasi sudut terhadap Daya dan Effisiensi Turbin

  
 1 (.. )o
 2 (.. ) P u (kW)
o

u/c 1 = 0,6 u/c 1 = 0,5 u/c 1 = 0,483


0 0 684,95 0,8928 0,9300 0,9289
5 8 681,79 0,8843 0,9229 0,9220
10 20 672,34 0,8588 0,9017 0,9016
15 23,7 656,66 0,8167 0,8666 0,8677
20 31 634,88 0,7580 0,8178 0,8205
25 38,6 607,16 0,6836 0,7557 0,7605

2

110

100

90

80

70 u/ c 1=0. 5
u/ c 1=0.
60 483 u/ c
1=0. 6

50
0 5 10 15 20 25 30
1
Gambar 4.20 Grafik hubungan sudut dengan daya dan efisiensi turbin
4.9 Perbandingan Hasil Perhitungan Manual Dengan Simulasi

Dari hasil perhitungan yang dilakukan secara manual dan secara simulasi, maka

didapatkan hasil yang tidaka jauh berbeda antara kedua cara tersebut. Hasilanay dapat

dilihat pada tabel dan grafik berikut.

Tabel 4.7 Perbandingan hasil perhitungan manual dengan simulasi

Perhitungan manual Perhitungan simulasi

1 F u (kN) P u (kW) 1 F u (kN) P u (kW)


o o
0 5,4796 684,95 0 5,4797 684,96
o o
5 5,4543 681,79 5 5,4544 681,80
o o
10 5,3787 672,34 10 5,3787 672,34
o o
15 5,2533 656,66 15 5,2533 656,67
o o
20 5,0800 635,08 20 5,0791 634,89
o o
25 4,8573 607,16 25 4,8573 607,17
o o
30 4,5897 573,72 30 4,5898 573,72

Perbandingan perhitungan
daya manual dan simulasi
650

645

640
Da
ya
tur
bi 635
n
(k
W)
630

625

620
17 17.5 18 18.5 19 19.5 20 20.5 21 21.5 22
Sudut uap masuk (derajat)

Gambar 4.21 Grafik perbandingan hasil perhitungan daya manual dengan simulasi
Dari hasil perbandingan yang dilakukan terhadap perhitungan manual dengan

simulasi maka dapat diketahui bahwa keakuratan dengan cara simulasi lebih teliti daripada

dengan cara perhitungan manual. Namun perbedaan hasil yang didapatkan masih dapat

ditoleransi, karena masih sangat relatif kecil selisih perbedaan tersebut.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari proses analisis dan simulasi yang dilakukan terhadap data-data dan

spesifikasi turbin uap jenis impuls, maka didapatkan suatu kesimpulan bahwa :

Ø Gaya tangensial dan daya mekanis turbin akan semakin besar jika sudut uap masuk

(  1 ) semakin kecil.

Ø Gaya tangensial dan daya turbin yang besar belum tentu akan memperoleh

efisiensi dan efektifitas turbin yang baik dan maksimal.

Ø Besar sudut  1 yang paling optimal untuk mendapatkan performa turbin yang palilng
o
baik dan maksimal yakni pada sudut 15 .

Ø Hasil analisis secara manual dan simulasi menunjukkan hasil yang tidak jauh
berbeda.

Perhitungan secara simulasi sedikit lebih akurat dibanding perhitungan manual.

5.2 Saran

Skripsi ini disadari masih membahas sebagian kecil mengenai turbin uap yang

digunakan sebagai power plant, dan juga masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu

bagi mahasiswa yang hendak mengambil tugas skripsi dapat melanjutkan sekripsi ini

dengan pembahasan yang lain dan variasi yang berbeda. Hal tersebut sangat baik untuk

dilakukan, karena dengan demikian secara bertahap analisis yang dilakukan terhadap turbin

uap akan semakin sempurna.

Anda mungkin juga menyukai