Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Diabetes melitus yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau

penyakit gula darah merupakan golongan penyakit kronis yang ditandai dengan

meningkatnya kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia, ini terjadi akibat

adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh dimana organ pankreas tidak

mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (Smeltzer & Bare,

2001). Sedangkan menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013,

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya, penyakit ini berkaitan dengan faktor genetik dan perilaku

yang sering kali tidak terdeteksi (Smeltzer & Bare, 2001).

World Health Organization (WHO) tahun 2015 menyebutkan DM

merupakan penyebab utama untuk kebutaan, serangan jantung, stroke, gagal ginjal

dan amputasi kaki. Sebanyak 415 juta orang dewasa terkena diabetes 80%

kejadiannya dapat dilakukan dengan upaya pencegahan. Sedangkan International

Diabetes Federation (IDF) menyebutkan indonesia menempati peringkat ke-7

tertinggi di dunia setelah negara China, India, USA, Brazil, Rusia, dan Mexico

dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta (Riskesdas, 2015).

Diabetes Melitus disebut juga silent killer karena sering tidak sadari oleh

penyandangnya dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi. Dari hasil Riset
2

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan bahwa berdasarkan proporsi

dan perkiraan jumlah penduduk usia diatas 15 tahun Sumatera Utara merupakan

provinsi ke-6 tertinggi pasien dengan diabetes setelah DI Yogyakarta, DKI,

Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Jawa Timur dengan proporsi 1,8% dan

jumlah pasien penderita diabetes 160.913 orang (Kemenkes RI, 2013).

Banyaknya penderita DM tentu saja merupakan suatu kondisi yang perlu

mendapat perhatian, terlebih karena DM sering disebut sebagai the great

imitatator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan

menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejala yang sangat bervariasi, seperti

minum lebih banyak, buang air kecil lebih sering, berat badan menurun dan

keluhan lainnya berupa kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi pada pria, dll

(Misnadiary, 2006).

Pada kasus DM konsekuensi fisik dari gangguan kronis (seperti

komplikasi) menempatkan suatu batasan atau larangan terhadap kehidupan

individu. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah tetap normal

dan mencegah terjadinya komplikasi yang parah, selain itu pengendalian DM

tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama dan komplek. Akibatnya

pasien dapat mengubah gaya hidupnya sehari-hari sehingga dapat mempengaruhi

pandangan pasien terhadap dirinya (Asdi, 2000).

Konsekuensi fisik penyakit DM dapat menimbulkan berbagai perubahan

atau gangguan psikologis bagi pasien. Hal tersebut dapat menimbulkan

permasalahan misalnya pasien merasa lemah dan tidak berdaya. Akibatnya pasien

DM akan memandang dirinya secara negatif, misalnya pasien merasa putus asa
3

dan tidak dapat menerima keadaan sehingga dapat mempengaruhi konsep diri

pasien. Penilaian terhadap diri sendiri merupakan suatu konsep yang ada pada

setiap manusia yang disebut konsep diri. Pada penderita timbul prasangka bahwa

dirinya dengan keadaannya saat ini akan mendapat penolakan dari orang lain

disekitarnya. Keadaan itu membuat penderita cenderung mengalami gangguan

konsep diri dan menutupi diri dari kehidupan sosial (Respati, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sofiyana (2012) pada 30

orang pasien di ruang rawat inap di RSUD Arifin Achmad pekanbaru tentang

hubungan antara stress dengan konsep diri pada penderita pasien diabetes melitus

didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki konsep diri yang

negatif yaitu sebanyak 20 orang (66,7%).

Menurut suliswati (2005), menyatakan konsep diri merupakan semua

pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang

diri dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain. Konsep diri terdiri atas

gambaran diri, harga diri, ideal diri, peran dan identitas personal.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, diketahui bahwa jumlah pasien

dengan ulkus diabetik di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin dari

bulan Juni hingga November 2018 adalah sebnyak 56 orang. Hasil wawancara

peneliti dengan 5 orang pasien ulkus diabetik, mengatakan bahwa setelah

menderita ulkus diabetik mereka tidak dapat bekerja lagi, merasa sedih, putus asa,

malu, menjadi lebih sensitif dengan orang – orang di sekitarnya.


4

Berdasarkan data di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan perawatan kaki pada pasien ulkus diabetik dengan konsep diri

di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah “bagaimana hubungan perawatan kaki

pada pasien ulkus diabetic dengan konsep diri di ruang Rawat Inap RSU Bunda

Thamrin Tahun 2018”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan perawatan kaki pada pasien ulkus diabetic

dengan konsep diri di ruang Rawat Inap RSU Bunda Thamrin.

1.4. Hipotesis Penelitian

Adanya hubungan perawatan kaki pada pasien ulkus diabetic dengan

konsep diri di ruang Rawat Inap RSU Bunda Thamrin.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lanjutan

atauriset-riset keperawatan yang berkaitan dengan konsep diri dan

perawatan kaki padapenderita ulkus diabetik.


5

1.5.2. Bagi petugas kesehatan / institusi rumah sakit

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi bagi perawat

untukmenyusun langkah strategis dalam memberikan perawatan pada

penderita ulkusdiabetik.

1.5.3. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Flora

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan tambahan untuk menambah

wawasanpengetahuan khususnya tentang konsep diri dan perawatan kaki

pada penderita ulkusdiabetik sehingga dapat mengurangi angka amputasi.

1.5.4. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan, pedoman,

dalam melakukan perawatan kaki yang baik sehingga responden yang

menderita ulkus diabetik tidak mengalami gangguan konsep diri.


6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1. Pengertian diabetes mellitus

Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan terganggunya

metabolismekarbohidrat, lemak dan protein akibat sekresi insulin yang berkurang

atau penurunansensitifitas jaringan terhadap insulin (Guyton, 2007).

Ketika seseorang mengkonsumsi makanan maka akan terjadi

prosespembentukan glukosa di hati. Untuk mengendalikan jumlah glukosa yang di

produksisesuai kebutuhan tubuh, kelenjar pankreas memproduksi hormon insulin

yang dapatmengatur produksi glukosa dan penyimpanannya. Akan tetapi pada

pasien DM kadarglukosa tidak dapat dikendalikan akibat terjadinya retensi insulin

atau karena pankreastidak dapat memproduksi insulin (Smeltzer & Bare, 2001).

World Health Organization (WHO) dalam (Rubenstein, Wayne, Bradley.

2007)mengatakan bahwa penegakan diagnosis DM berdasarkanditemukannya

minimal dua diantara hal-hal berikut pada hari yang sama :

a. Gejala diabetes + kadar glukosa plasma sewaktu >11,1 mmol/L

b. Glukosa plasma puasa >7,0 mmol/L

c. Diabetes 2 jam postprandial >11,1 mmol/L (setelah pemberian glukosoral

7,5gram).

8
7

2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi DM yang utama dibedakan menurut penyebab, perjalanan

klinik dan terapinya, diantaranya adalah :

a. DM tipe I

DM tipe I adalah suatu proses penghancuran sel-sel beta pankreas

akibatgangguan autoimun sehingga pankreas tidak dapat memproduksi

insulin(Rubenstein, Wayne, Bradley. 2007). Tanda dan gejala DM mulai tampak

jika lebih dari 90% sel-sel beta pankreas telah rusak. Pada kondisi yang

lebihburuk ketika seluruh sel beta telah rusak maka akan timbul gejala

insulinopeniadan kelainan metabolik lain yang berkaitan dengan defisiensi insulin

(Price &Wilson, 2005).

DM tipe I terjadi pada usia dibawah 30 tahun dan ketergantungan

insulinseumur hidup untuk mencegah ketoasidosis. Pasien DM tipe I biasanya

kurusakibat terjadinya penurunan berat badan dan sering ditemukan ketonuria

positifyang kuat (Rubenstein, Wayne, Bradley.2007). Smeltzer & Bare

(2001)menyebutkan beberapa faktor lain yang menyebabkan DM tipe I, antara

lain :

1) Faktor genetik : pasien DM tipe I mewarisi kecenderungan genetik

untukterjadinya diabetes, yaitu ditemukannya antigen HLA (human

leucocyteantigen).

2) Faktor imunologi : pada DM tipe I terjadinya proses autoimun, dimana

tubuhmenganggap sel-sel beta dan insulin pada pada pankreas sebagai benda
8

asing,kemudian melakukan proses destruksi pada sel tersebut sehingga insulin

tidakdapat diproduksi.

3) Faktor lingkungan : faktor-faktor eksternal seperti virus atau toksin

tertentuyang terdapat di lingkungan dapat memicu terjadinya proses autoimun.

b. DM tipe II

DM tipe II dikarakteristikkan oleh adanya resistensi insulin akibat

berkurangnya sensitifitas jaringan terhadap insulin, sehingga menyebabkan

peningkatan produksi glukosa di hati dan tidak diimbangi dengan penggunaan

yang adekuat sehingga mengakibatkan terjadinya hiperglikemia (Rubenstein,

Wayne, Bradley. 2007). Resistensi insulin disebabkan oleh faktor genetik seperti

kelebihan glukokortikoid, kelebihan hormon pertumbuhan dan keadaan yang

mempengaruhi seperti obesitas, penyakit ovarium polikistik serta mutasi reseptor

insulin (Guyton, 2007).

Selain itu juga terdapat faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan DM

tipe II, seperti usia, obesitas, riwayat keluarga dan kelompok etnik (Smeltzer &

Bare, 2001). ADA (2015) mengatakan bahwa pada orang dewasa dengan obesitas

dan mempunyai lebih dari 2 (dua) faktor resiko yang menyebabkan DM, harus

melakukan pemeriksaan dini walaupun belum mengalami tanda dan gejala dari

DM. Jika didapatkan hasil tes normal, maka 3 (tiga) tahun kemudian harus

melakukan pemeriksaan kembali.

c. DM gestasional

DM gestasional dialami oleh wanita hamil yang tidak menderita DM

ketikasebelum hamil, dimana 50% dari penderita DM gestasional akan kembali


9

kekondisi nondiabetes setelah melahirkan. Namun resiko untuk menderita DM

tipe IIakan lebih besar dibandingkan dengan orang normal.

DM gestasional disebabkan oleh adanya sekresi hormon oleh plasenta

yangmenghambat kerja insulin, biasanya terjadi pada trimester kedua atau

ketigakehamilan. Komplikasi perinatal dapat terjadi seperti makrosomia (bayi

yang secara abnormal berukuran besar), untuk mencegah hal tersebut maka ibu

hamilharus mengontrol kadar gula darah dengan cara diet dan penggunaan insulin

jikadiperlukan (Smeltzer & Bare, 2001).

2.1.3. Patofisiologi DM

a. Fisiologi normal

Smeltzer & Bare (2001) mengatakan sel-sel beta pada pulau Langerhans

pankreas memproduksi insulin yang berfungsi untuk menyimpan kalori. Ketika

seseorang makan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan glukosa ke

dalam sel-sel otot, hati serta lemak. Dalam sel-sel tersebut insulin menimbulkan

efek berikut :

1) Menstimulasi penyimpanan glukosa di hati dan otot (dalam bentuk glikogen)

2) Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adiposa

3) Mempercepat pengangkutan asam-asam amino (yang berasal dari

proteinmakanan) ke dalam sel.

b. Patofisiologi DM tipe II

Faktor obesitas sangat berpengaruh pada DM tipe II, dimana 80%

daripasien DM tipe II mengalami obesitas. Selain itu, faktor genetik juga


10

sangatberpengaruh. Jika orang tua menderita DM tipe II maka rasio anak

menderitadiabetes dan nondiabetes adalah 1:1 dan sekitar 90% merupakan carrier

DM tipe II (Price & Wilson, 2005).

DM tipe II disebabkan oleh dua masalah utama, yaitu resistensi insulin

dangangangguan sekresi insulin. Saat terjadi resistensi insulin maka pengambilan

glukosaoleh jaringan menjadi tidak efektif, sehingga kadar glukosa darah

meningkat danterjadi hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2001).

Hiperglikemia pada penderita DM tipe II dapat terjadi akibat adanya

kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini disebabkan oleh

berkurangnya reseptor pada membran sel yang responsif terhadap insulin

sehingga menyebabkan penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin

dengan sistem transport glukosa (Price & Wilson (2007).

2.1.4. Gejala klinis DM

Menurut Smeltzer & Bare (2001) gejala klinis pada penderita DM

diantaranya adalah :

a. Glukosuria, diakibatkan oleh konsentrasi glukosa dalam darah yang tinggi

sehingga ginjal tidak mampu menyerap kembali semua glukosa yang tersaring

sehingga akan dikeluarkan melalui urin.

b. Diuresis osmotik, ketika glukosa disekresikan berlebih di dalam urin, maka

cairan dan elektrolit juga akan ikut tertarik dan keluar bersama urin, keadaan

ini disebut dengan diuresis osmotik.


11

c. Penurunan berat badan, disebabkan oleh defisiensi insulin yang mengganggu

metabolisme protein dan lemak

d. Polifagia, disebabkan oleh menurunnya simpanan kalori

e. Luka pada kulit yang lama sembuh

f. Poliuria

g. Polidipsia

h. Kelemahan dan kelelahan

2.1.5. Komplikasi DM

DM jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik, maka akan

menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikrovaskular seperti

retinopati, nefropati, neuropati maupun makrovaskular seperti penyakit arteri

koroner, penyakit serebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer.

a. Komplikasi makrovaskular

1) Penyakit arteri koroner

Penyakit arteri koroner pada pasien DM tidak disertai gejala

iskemikyang khas, dan dapat menyebabkan peningkatan insiden infark

miokard.Faktor-faktor resiko yang menyebabkan aterosklerosis yaitu kadar

lemak darahyang tinggi, hipertensi, merokok, obesitas, kurang olahraga dan

riwayatkeluarga (Smeltzer & Bare, 2001).

2) Penyakit serebrovaskular
12

Penyakit serebrovaskular pada pasien DM sama dengan yang

tidakmenderita DM akan tetapi penderita diabetes beresiko dua kali lipat

terkena penyakit serebrovaskular (Smeltzer & Bare, 2001).

3) Penyakit vaskular perifer

Penderita DM mengalami penyakit oklusif arteri perifer akibat

adanyaperubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas

bawah,yang ditandai oleh nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan (Smeltzer

& Bare, 2001).

b. Komplikasi mikrovaskular

1) Retinopati diabetik

Retina merupakan bagian mata yang menerima bayangan dan

mengirimkan informasi tentang bayangan ke otak. Terdapat banyak

pembuluhdarah pada retina, jika terjadi perubahan dalam pembuluh darah

tersebut makaakan terjadinya retinopati diabetik. Terdapat 3 stadium utama

retinopati yaituretinopati nonproliferatif, retinopati praproliferatif dan

retinopati proliferatif (Smeltzer & Bare, 2001).

2) Nefropati

Nefropati diabetik merupakan suatu keadaan yang ditandai

olehalbuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal 2 kali

pemeriksaandalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan (Sudoyo, dkk. 2006).

3) Neuropati diabetes
13

Neuropati diabetes merupakan kelainan yang terjadi pada saraf,

baiksaraf perifer, otonom dan spinal (Smeltzer & Bare, 2001). Ketika

sarafterganggu, tanpa disadari pasien DM akan beresiko tinggi mengalami

lukaringan hingga menjadi ulkus diabetik (Singh, Pai, Yunhui. 2013).

Gejalaklinis pada neuropati diabetes antara lain mati rasa, kesemutan,

hipertensi beratdan nyeri.

2.2. Konsep Ulkus Diabetik

2.2.1. Pengertian Ulkus Diabetik

Canadian Diabetes Association (CDA) menyatakan setiap 10 detik

terdapatsatu penderita DM yang meninggal dunia dan setiap 20 detik terdapat satu

penderitaDM yang menjalani amputasi tungkai. Menurut Sudoyo (2006) di

Indonesia ulkusdiabetik masih menjadi masalah besar yang belum terkelola

dengan baik. Hal inidisebabkan karena hanya sedikit orang yang berminat

menggeluti ulkus diabetik dankarena belum adanya pendidikan khusus untuk

mengelola ulkus diabetik. Selain itujuga disebabkan karena kurangnya

pengetahuan masyarakat mengenai ulkus diabetikdan di dukung dengan mahalnya

biaya perawatan yang harus dikeluarkan.

Menurut International Best Practice Guidelines (2013) terdapat 3 (tiga)

macam ulkus kaki berdasarkan penyebabnya, yaitu ulkus kaki neuropati, ulkus

kaki iskemik dan ulkus kaki neuroiskemik. Berikut ini merupakan perbedaan

karakteristik dari 3 (tiga) macam ulkus kaki :

Tabel 2.1 Karakteristik ulkus kaki berdasarkan penyebab


14

Karakteristik Neuropati Iskemik Neuroiskemik


Sensasi Sensori berkurang Nyeri Sensori sedikit
Berkurang
Kalus/Nekrosis Terdapat kalus yang Mengalami Terdapat sedikit
Tebal nekrosis kalus dan akan
menjadi nekrosis
Keadaan luka Kemerahan dan Pucat dan Granulasi yang
mengalami mengelupas Buruk
granulasi, dikelilingi
dengan
oleh kalus granulasi yang
buruk
Suhu kaki dan Hangat dan terdapat Hangat dan Dingin dan tidak
Nadi denyut nadi terdapat ada
denyut nadi denyut nadi
Lokasi Pada daerah Ujung jari pinggir kaki dan
tumpuan berat pada kaki, tepi kuku jari
kaki seperti dan diantara kaki
metatarsal depan, jari kaki
tumit dan bagian dengan
punggung kuku kaki garis samping
kaki

Ciri lainnya Kulit kering dan Penyembuhan Resiko tinggi


pecah-pecah luka yang lama infeksi
Prevalensi 35% 15% 50%

2.2.2. Patofisiologi ulkus diabetik

Ulkus diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada penderita DM

yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Baik

neuropati sensorik, motorik maupun autonomik akan mengakibatkan berbagai

perubahan pada kulit dan otot, sehingga menyebabkan perubahan distribusi

tekanan pada telapak kaki dan mempermudah terjadinya ulkus. Terdapat

kerentanan infeksi dan aliran darah yang kurang pada penderita DM membuat

pengelolaan ulkus menjadi semakin rumit (Sudoyo, dkk. 2006).


15

2.2.3. Klasifikasi ulkus diabetik

Terdapat banyak klasifikasi dari ulkus diabetik untuk membedakan tingkat

keparahan dari ulkus tersebut, sehingga dapat diberikan tindakan sesuai dengan

tingkat keparahan dari ulkus tersebut. Berikut beberapa klasifikasi dari ulkus

diabetik:

a) Klasifikasi menurut International Working Group of Diabetic Ulcer (IWGDU)

membagi ulkus diabetik kedalam 4 kategori, yaitu:

Tabel 2.2 Klasifikasi ulkus diabetik menurut International Working Group of

Diabetic Ulcer (Sari.Y.2015)

Kriteria klinik Grade/keparahan


Tidak ada tanda-tanda klinis dari infeksi Grade 1
Luka jaringan superfisial, dengan tanda-tanda : Grade 2
- Hangat disekitar luka
- Eritema >0,5-2 cm disekitar ulkus
- Nyeri
- Bengkak lokal
- Terdapat purulen
- Eritema >2 cm Grade 3
- Infeksi menyertai struktur di bawah kulit atau jaringan
subkutan, misalnya abses dalam, osteomielitis.
- Tidak ada respon inflamasi sistemik (lihat grade 4)
- Suhu >39ᵒC atau <36ᵒC Grade 4
- Nadi >90bpm
- Pernapasan >20 kali/menit
- PaCO₂<32 mmHg
- Leukosit 12.000 mm³ atau <4.000 mm³
- 10% leukosit belum matang

b) Klasifikasi Wagner (1981) (dalam Singh, Pai, Yunhui. 2013) membagi ulkus

diabetik ke dalam 5 kategori, yaitu :

(1) Grade 0 : Tidak ada ulkus pada kaki yang beresiko tinggi
16

(2) Grade 1 : Ulkus superfisial pada seluruh ketebalan kulit tapi tidak sampai

ke otot

(3) Grade 2 : Ulkus dalam, sampai ke ligament dan otot, tapi tidak sampai ke

tulang atau bernanah

(4) Grade 3 : Ulkus dalam beserta selulitis dan bernanah, sering juga disertai

dengan osteomyelitis

(5) Grade 4 : Gangren lokal

(6) Grade 5 : Gangren luas menjalar hingga ke seluruh kaki

c) Klasifikasi Texas (dalam Singh, Pai, Yunhui. 2013) membagi ulkus diabetik ke

dalam beberapa kategori sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi ulkus diabetik menurut Texas (dalam Singh, Pai, Yunhui.

2013)

Stage Grade
0 1 2 3 3
A Pre atau post Luka Luka penetrasi Luka penetrasi
ulkus pada superfisial sampai ke sampai ke
seluruh jaringan tendon tulang
epitel
B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
C Iskemi Iskemi Iskemi Iskemi
D Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan
Iskemi Iskemi iskemi Iskemi

Klasifikasi Wagner dan Texas, keduanya menyatakan bahwa semakin

tinggi grade dari ulkus maka semakin tinggi resiko amputasi dengan waktu

penyembuhan yang lama. Klasifikasi menurut Texas memiliki prediksi hasil yang

lebih baik, walaupun klasifikasi Texas tidak memperhitungkan tingkat keparahan


17

dari infeksi. Namun klasifikasi menurut Wagner lebih sering digunakan karena

pengklasifikasian yang lebih mudah dipahami dari klasifikasi Texas (Singh, Pai,

Yuhhui, 2013).

2.3. Konsep Perawatan Kaki pada Ulkus Diabetik

2.3.1. Pencegahan sekunder pada kaki diabetes

Pengelolaan kaki diabetes, sangat diperlukan kerjasama multi-

disipliner.Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar memperoleh hasil

maksimal dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Kontrol metabolik

Keadaan umum pasien harus dikontrol, mulai dari kadar glukosa darah

hingga status nutrisi juga harus diperhatikan. Kadar glukosa darah diusahakan

agar selalu dalam batas normal, gunakan insulin jika memang diperlukan untuk

memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat

penyembuhan luka (Sudoyo, dkk. 2006).

Status nutrisi juga harus diperhatikan seperti mengkonsumsi protein,

vitamin C, mineral dan asam amino dalam jumlah yang cukup. Asam amino

diperlukan untuk sintesis protein struktural seperti kolagen dan untuk melakukan

sintesa protein yang berperan di dalam respon imun. Ketika seseorang kekurangan

protein, maka tidak hanya akan memperlambat penyembuhan luka, tetapi juga

mengakibatkan luka sembuh dengan kekuatan regangan yang menyusut. Selain

protein, vitamin C dan mineral juga dibutuhkan untuk mempercepat proses

penyembuhan luka (Morison, 2003).


18

Hal lain yang harus diperhatikan adalah kadar albumin serum, kadar Hb

dan kadar oksigenasi jaringan (Sudoyo, dkk. 2006). Oksigen berperan penting

dalam pembentukan kolagen, kapiler-kapiler baru dan perbaikan epitel serta

pengendalian infeksi. Kebutuhan oksigen pada daerah luka sangat tinggi, dimana

pengiriman oksigen pada daerah luka dipengaruhi oleh tekanan parsial oksigen di

dalam darah, tingkat perfusi jaringan dan volume darah total. Terhambatnya

pengiriman oksigen dapat disebabkan oleh adanya gangguan respirasi, gangguan

kardiovaskular, anemia dan hemoragi (Morison, 2003).

b. Kontrol vaskular

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat penyembuhan luka.

Jika faktor-faktor penting dalam penyembuhan luka seperti oksigen, asam amino,

vitamin dan mineral sangat lambat mencapai luka karena lemahnya vaskularisasi,

maka penyembuhan luka akan terhambat, meskipun pada pasien dengan nutrisi

yang baik (Morison, 2003).

Terdapat bagian-bagian tubuh yang mempunyai suplai darah yang buruk

seperti daerah tibia, sehingga trauma kecil pun dapat menyebabkan ulkus tungkai

yang sulit dikelola dengan baik pada beberapa pasien (Morison, 2003).

Kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui warna dan suhu

kulit, perubahan arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta dengan

mengukur tekanan darah. Selain itu, saat ini juga telah tersedia berbagai fasilitas

untuk mengevaluasi tekanan pembuluh darah dengan cara non-invasif maupun

yang invasif dan semiinvasif seperti pemeriksaan ankle brachial index,


19

anklepressure, toe pressure, TcPO₂ dan pemeriksaan echodoppler serta

pemeriksaan arteriografi(Sudoyo, dkk. 2006).

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskular, dapat dilakukan

pengelolaan vaskular pada pembuluh darah perifer yang mengalami gangguan

yaitu dengan memodifikasi faktor resiko seperti berhenti merokok, memperbaiki

faktor resiko terkait aterosklerosis yaitu hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia

(Sudoyo, dkk. 2006).

c. Kontrol luka

Perawatan luka merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik danteliti

sejak pertama kali pasien datang. Perawatan luka yang baik dapat dilakukan

dengan pemilihan dressing (pembalut) dan debridement yang tepat.

Debridementyang baik dan adekuat akan membantu mengurangi jaringan nekrotik

yang harusdikeluarkan tubuh sehingga akan mengurangi produksi pus atau cairan

dari ulkus.Sebelum mengklasifikasikan luka ulkus, maka harus dilakukan

debridement yangadekuat untuk melihat kondisi luka secara jelas (Sudoyo, dkk.

2006).

Menurut International Best Practice Guidelines (2013) terdapat

beberapametode debridement yang digunakan untuk mengelola kaki diabetes

antara lain :

1) Sharp debridement : Merupakan prosedur invasif dimana

debridementdilakukan dengan menggunakan gunting, pisau bedah dan forceps.

Sharpdebridement merupakan teknik debridement yang paling baik.


20

2) Larval therapy : Tidak dapat mengangkat kalus sehingga tidak dapatdilakukan

pada ulkus kaki neuropati

3) Autolytic debridement : Menggunakan pembalut luka yang lembab

untukmelembutkan dan mengangkat jaringan.

4) Hydrosurgical debridement : Merupakan metode debridement

denganmenggunakan air atau salin normal, kemudian menyemprot dengan

kuatkearah luka sehingga jaringan terangkat.

Berikut beberapa keuntungan dari melakukan debridement

(InternationalBest Practice Guidelines, 2013) :

1) Mengangkat jaringan mati

2) Mengurangi tekanan

3) Memberikan inspeksi keseluruhan pada jaringan yang dalam

4) Membantu pembuangan dari sekresi pus

5) Menstimulasi penyembuhan luka

Kemudian hal lain yang harus diperhatikan pada perawatan luka

adalahdressing (pembalut). Saat ini terdapat berbagai macam dressing yang

dapatdimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka dan juga letak luka

tersebut.Hydrocolloid dressing dan dressing yang mengandung komponen zat

penyerapseperti carbonated dressing, alginate dressing digunakan pada luka yang

masihproduktif dan terinfeksi. (Sudoyo, dkk. 2006).

Penggunaan dressing juga harus diperhatikan untuk mengurangi

mikrobapada luka yaitu dengan menggunakan beberapa cairan untuk


21

membersihkan lukaseperti NaCl, iodine encer dan senyawa silver (Sudoyo, dkk.

2006).

d. Kontrol infeksi

Ketika lapisan pelindung dari kulit rusak, maka jaringan dibawahnya

akanterpapar terhadap bakteri seperti staphylococcus aureus dan β-

hemolyticstreptococci. Pada luka yang kronis, bakteri yang muncul akan semakin

banyakseperti aerobic gram negative rods dan anaerobes (Mendes & Neves,

2012).

Hasil penelitian di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo pada tahun

2004,didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan

gramnegatif seperti kuman anaerob pada luka yang dalam dan berbau. Sehingga

harusdiberikan antibiotik yang dapat membunuh kuman gram positif dan negatif

sertakuman anaerob (Sudoyo, dkk. 2006).

Menurut International Best Practice Guidelines (2013), salah

satupenanganan untuk mengontrol infeksi yaitu dengan menggunakan

topicalantimicrobial. Manfaat dari penggunaan topical antimicrobialadalah

mengurangi penetrasi jaringan misalnya pada pasien dengan suplai vaskular yang

kurang,selain itu juga bermanfaat pada pasien yang tidak memperlihatkan tanda

dangejala infeksi akan tetapi keadaan luka tak kunjung sembuh.

e. Kontrol mekanik/tekanan

Kaki merupakan tumpuan berat badan ketika seseorang berjalan.

Jikaterdapat luka pada kaki terutama pada bagian plantar akan sulit untuk

sembuhkarena selalu mengalami tekanan.Berbagai cara dapat dilakukan


22

untukmengurangi tekanan pada kaki seperti menggunakanremovable cast walker,

totalcontact casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair,

electrilcarts, dan cradled insoles (Sudoyo, dkk. 2006).

Selain itu, berbagai prosedur invasif juga dapat dilakukan

sepertidekompresi ulkus atau abses dengan insisi abses, prosedur koreksi bedah

sepertioperasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles

tendonlengthening, partial calcanectomy (Sudoyo, dkk. 2006).

f. Kontrol edukasi

Memberikan edukasi kepada penderita DM dan keluarga merupakan

halyang sangat penting dalam perawatan kaki diabetes. Karena dengan

adanyapengetahuan yang baik tentang perawatan kaki, maka penderita DM

maupunkeluarga dapat berkontribusi dalam mendukung perawatan kaki yang

optimalserta dapat mencegah terjadinya amputasi (Sudoyo, dkk. 2006).

Menurut Aalaa, Malazy, Sanjari, Peimani & Tehrani. (2012),perawatdapat

mengajak pasien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam perawatanserta

memberikan pengetahuan terkait pentingnya melakukan pemeriksaan darahdan

kondisi kaki yang rutin serta menjelaskan prinsip-prinsip dasar dalam perawatan

kaki.

Prinsip dasar dari perawatan kaki di klinik maupun kunjunganrumah

antara lain :

1) Pemeriksaan kaki harian untuk melihat perubahan warna, pembengkakan,kulit

yang mengelupas, nyeri dan mati rasa


23

2) Menggunakan metode pertolongan diri sendiri untuk membantu

pemeriksaankaki seperti menggunakan cermin

3) Menjaga kebersihan kaki (mencuci, mengeringkan kaki dengan hati-

hatiterutama pada celah-celah jari kaki)

4) Mengontrol suhu air sebelum mencuci kaki

5) Menghindari berjalan tanpa alas kaki atau memakai sepatu tanpa kaus kaki

6) Memilih sepatu dengan ukuran yang sesuai

7) Memotong kuku kaki secara langsung

8) Menjaga kelembaban kulit yang kering dengan menggunakan krim

pelembabkecuali pada celah-celah jari kaki

9) Meminta bantuan jika mengalami penurunan dalam ketajaman penglihatan

2.4. Konsep Diri

2.4.1. Pengertian Konsep Diri

Menurut Kozier (2010) konsep diri merupakan persepsi individu yang

dapatmempengaruhi hubungannya dengan orang lain meliputi penampilan, nilai

dankeyakinan. Terdapat empat dimensi dari konsep diri, yaitu pemahaman

diri:pengetahuan individu tentang dirinya, pengharapan diri: harapan individu

baikrealistis maupun tidak, sosial diri: penilaian masyarakat terhadap individu dan

evaluasi sosial: penilaian individu tentang hubungannya dengan orang lain,

kejadiandan situasi.
24

2.4.2. Komponen konsep diri

Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut :

a. Citra tubuh

Citra tubuh merupakan persepsi individu terhadap karakteristik

dankemampuan fisik yang dimilikinya baik secara internal maupun eksternal

(Potter, 2005). Citra tubuh terdiri dari aspek kognitif dan afektif. Aspek

kognitifmerupakan persepsi individu terhadap organ tubuhnya, sedangkan aspek

afektifmerupakan perasaan emosional yang dirasakan individu seperti senang,

letih, nyeri, dan gerakan fisik (Kozier, 2010).

Individu yang mengalami gangguan citra tubuh akan

menyembunyikan,tidak mau melihat atau tidak mau menyentuh bagian tubuh

yang telah berubahakibat penyakit atau trauma. Selain itu juga akan menunjukkan

sikap tidakberdaya, putus asa dan tidak mampu mengendalikan situasi (Kozier,

2010).

b. Ideal diri

Ideal diri merupakan pandangan individu berdasarkan standar, tujuan

ataunilai personal yang telah ditetapkan yang mempengaruhi sikap dan

perilakunya sehari-hari (Stuart, 2006).Menurut Mubarak (2007) terdapat beberapa

faktoryang mempengaruhi ideal diri, diantaranya :

1) Faktor budaya

2) Keinginan untuk sukses

3) Menetapkan kebutuhan yang realistis

4) Individu akan menetapkan ideal diri sesuai kemampuan


25

c. Harga diri

Harga diri merupakan penilaian individu tentang dirinya dan

bagaimanahubungannya dengan orang disekitar (Stuart, 2006).Harga diri tinggi

terjadiketika individu dapat menerima dengan baik kondisi dirinya, baik ketika

berbuatsalah, kalah maupun gagal dalam melakukan sesuatu. Sedangkan harga

diri rendahterjadi ketika individu kehilangan cinta dan penghargaan dari orang

lain (Stuart, 2009).

Harga diri terdiri dari dua jenis yaitu harga diri umum dan harga

dirispesifik. Harga diri umum adalah penerimaan individu terhadap dirinya

secarakeseluruhan. Sedangkan harga diri spesifik adalah penerimaan individu

terhadapbagian tertentu dari tubuhnya (Kozier, 2010).

d. Peran

Peran merupakan serangkaian perilaku yang dibentuk sejak individu

lahirmencakup harapan dan standar perilaku yang diterima oleh keluarga dan

orang-orang di sekitar (Potter, 2005). Peran dapat dibedakan menjadi peran

yangditetapkan dan peran yang diterima. Peran yang ditetapkan merupakan peran

yangdijalani individu tanpa mempunyai kesempatan untuk memilih. Sedangkan

peranyang diterima merupakan peran yang dipilih oleh individu tersebut untuk

dijalani (Mubarak, 2007).

Beberapa masalah yang berhubungan dengan peran dapat terjadi

sepertikonflik peran, ketegangan peran dan ambiguitas peran. Ketika peran yang

dijalaniindividu tidak sesuai dengan harapan maka akan terjadi konflik peran.

Keteganganperan terjadi ketika individu merasa tidak nyaman dengan peran yang
26

dijalani. Sedangkan ambiguitas peran terjadi ketika individu tidak mempunyai

harapanyang jelas dan tidak tau apa yang harus dilakukan (Kozier, 2010).

e. Identitas

Identitas merupakan hal unik dari setiap individu yang

membedakandirinya dengan individu lain, mencakup persepsi individu terhadap

dirinya danperan yang dijalani dalam berbagai situasi (Potter, 2005). Identitas

terdiridari identitas yang nyata dan tidak nyata. Identitas nyata meliputi nama,

pekerjaan,jenis kelamin, usia, ras dan karakteristik situasional lainnya seperti

pendidikan danstatus perkawinan. Sedangkan identitas tidak nyata meliputi nilai

dan keyakinan (Kozier, 2010).

2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Menurut Kozier (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

antaralain:

a. Perkembangan

Setiap individu membutuhkan perlakuan yang berbeda sesuai tahap

tumbuhkembang untuk membentuk konsep diri. Misalnya seperti bayi

membutuhkanlingkungan yang penuh kasih sayang

b. Keluarga dan budaya

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pembentukan konsep

diriseorang anak, dimana anak cenderung meniru perilaku yang diperlihatkan

olehorang tua. Selain itu, teman sebaya juga mempengaruhi konsep diri anak.
27

Anaksering kali menjadi bingung ketika berkonfrontasi membedakan harapan

darikeluarga, budaya dan teman sebaya.

c. Sumber daya

Setiap individu mempunyai sumber daya internal dan eksternal.

Sumberdaya eksternal meliputi dukungan masyarakat dan faktor ekonomi

yangmencukupi. Sedangkan sumber internal meliputi kepercayaan diri dan nilai-

nilaiyang ada.

d. Riwayat keberhasilan dan kegagalan

Pengalaman seseorang dapat mempengaruhi konsep diri, baik

pengalamanbaik maupun pengalaman buruk. Ketika seseorang pernah sukses di

masa lalumaka ia cenderung memiliki konsep diri yang positif

e. Penyakit

Kondisi fisik juga sangat berpengaruh dalam membentuk konsep diri.

Fisikyang tidak sehat akan cenderung membentuk konsep diri yang negatif,

sepertiwanita yang menjalani operasi mastektomi akan memandang dirinya

kurangmenarik dan berpengaruh pada cara ia menilai dirinya

f. Stressor

Stressor dapat membentuk konsep diri positif dan juga negatif

padaseseorang, bergantung pada bagaimana seseorang menghadapi stressor yang

ada.Jika seseorang dapat menghadapi stressor dengan baik maka akan

membentukkonsep diri positif. Sedangkan jika seseorang menarik diri dan tidak

mampumengahdapi stressor maka akan membentuk konsep diri negatif.


28

2.4.4. Rentang respon konsep diri

Respons konsep diri sepanjang rentang sehat-sakitberkisar dari

statusaktualisasi diri yang paling adaptif sampai status kerancuan identitas

sertadepersonalisasi yang lebih maladaptif (Stuart, 2006).

Gambar 2.1 Rentang respon konsep diri

RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon Adaftif Respon Maladaftif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Kerancunan Depersonalisasi

Dri Positif Rendah Identitas

Kerancuan identitas merupakan ketidakmampuan seseorang menyesuaikan

identitas masa kanak-kanaknya ke dalam kepribadiannya ketika dewasa.

Sedangkan depersonalisasi merupakan suatu keadaan seseorang merasa asing

dengan diri sediri. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas, panik dan

kegagalan dalam uji realitas. Individu merasa dirinya tidak nyata dan asing, dan

sulit untuk membedakan dirinya dengan orang lain (Stuart, 2006).


29

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Stuart (2001) konsep diri merupakan semua pikiran, keyakinan

dankepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan

mempengaruhihubungannya dengan orang lain. Komponen dari konsep diri terdiri

dari citra tubuh, idealdiri, harga diri, peran dan identitas diri.

Menurut Sudoyo, dkk. (2006) dalam pengelolaan kaki diabetes, kerjasama

multidisiplinersangat diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik

agarmemperoleh hasil yang maksimal, diantaranya kontrol metabolik, kontrol

vaskular,kontrol luka, kontrol infeksi, kontrol mekanik/tekanan dan kontrol

edukasi.Berdasarkan paparan tersebut, peneliti mencoba menyusun sebuah

kerangkapenelitian dalam upaya mengkaji sejauh mana hubungan dari konsep diri

denganperawatan kaki pada pasien ulkus diabetik. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat dari variabel independen dan dependen yang tergambar pada skema 2.1

berikut :

Skema 2.1 Kerangka konsep penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Perawatan kaki pada


pasien ulkus diabetik Konsep diri
30

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelatif, yaitu

suatumetode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mencari ada tidaknya

korelasi(hubungan) antara 2 (dua) variabel. Desain penelitian yang digunakan

adalah crosssectional study, yaitu penelitian untuk mempelajari kondisi antara

faktor resiko denganefek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan

data yang dilakukan sekaliguspada satu saat (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini

mengidetifikasi hubungan konsepdiri dengan perawatan kaki pada pasien ulkus

diabetik di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bunda

Thamrin Medan. Waktu penelitian ini bulan Januari 2019.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi merupakan salah satu subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pasien Diabetes Mellitus yang mengalamiulkus diabetik yang diRawat

Inap di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan. Dimana jumlah pasien ulkus

33
31

diabetik berdasarkan data pada buku registrasi kunjungan pasien dari bulan juni

hingga november 2018 yaitu sejumlah 56 orang.

3.3.2. Sampel

a) Ukuran sampel

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

memakairumus Slovin dikutip dari Notoatmodjo (2005) sebagai berikut :

N
𝑛=
1 + N (d)2

Keterangan :

N : Besar populasi

n : Besar sampel

d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (10%)

Berdasarkan rumus di atas, jumlah sampel yang diambil adalah :

N
𝑛=
1 + N (d)2

56
𝑛=
1 + 56 (0,1)2

= 35,8 dibulatkan menjadi 36 orang

b) Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat

olehpeneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoadmodjo, 2010).

Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah :


32

a. Kriteria inklusi

1) Pasien ulkus diabetik yang bersedia menjadi responden

2) Pasien ulkus diabetik grade 1, 2, 3, 4, dan 5.

b. Kriteria ekslusi

1) Pasien diabelitus mellitus yang tidak mengalami ulkus

2) Pasien diabelitus dengan ulkus grade 0

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data dalam penelitian yang menggunakan alat ukur untuk

memperkuat hasil penelitian (Hidayat, 2007). Penelitian ini menggunakan data

Primer yaitu data yang diperoleh atau di kumpulkan oleh peneliti secara langsung

dari sumber datanya.

Langkah – langkah tahap pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu :

a. Peneliti terlebih dahulu mendapatkan surat izin survei pendahuluan dari

kampus STIKes FLORA yang kemudian akan di serahkan ke tempat lokasi

survei. Setelah mendapat izin balasan dari lokasi penelitian, peneliti dapat

melakukan survei awal pendahuluan.

b. Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada ketua STIKes

FLORA, kemudian menyerahkan surat tersebut kepada bidang SDM RSU

Bunda Thamrin. Setelah mendapat surat izin penelitian peneliti melakukan

tahap pengumpulan data.


33

c. Peneliti mendatangi calon responden, kemudian memperkenalkan diri,

menjelaskan tujuan penelitian, dan meminta persetujuan pasien untuk dijadikan

responden, jika pasien bersedia dan memenuhi kriteria untuk dijadikan

responden maka peneliti meminta pasien mendatangani surat persetujuan

menjadi responden. Peneliti juga meyakinkan bahwa hal ini tidak akan

menimbulkan resiko atau bahaya bagi responden, serta kerahasian dari data

responden akan dijaga.

d. Setelah pasien setuju untuk dijadikan responden, peneliti memberikan lembar

kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan terdiri dari 3 bagian, bagian A

merupakan data demografi, bagian B merupakan kuesioner konsep diri, bagian

C merupakan kuesioner perawtan kaki.

e. Setelah data terkumpul peneliti kemudian melakukan pengolahan data dengan

menggunakan program SPSS.

3.5.Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1.Variabel Penelitian

1) Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab (yang

mempengaruhi) disebut juga variabel bebas. Yang menjadi variabel

independen dari penelitian ini adalah perawatan kaki pada pasien ulkus

diabetik.
34

2) Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi disebut juga variabel

terikat. Yang menjadi variabel dependen dari penelitian ini adalah Konsep

diri pada pasien ulkus diabetic, meliputi: citra tubuh, ideal diri, harga diri,

peran, dan identitas pribadi.

3.5.2. Definisi Operasional


Tabel 3.5 Definisi operasional
N Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur
O Dependen Operasional Ukur
1 Independent Suatu upaya Kuesioner Ordinal Baik = 33-44
Kurang = 22-32
Perawatan untuk merawat dalam bentuk
kaki pada dan memulihkan skala
pasien ulkus kondisi kaki dichotomous
diabetic pada ulkus terdiri dari
diabetik 26
pertanyaan
2 Dependent Semua pikiran, Kuesioner Nominal Positif =24 -40
Negatif = 10-24
Konsep Diri keyakinan dan dalam bentuk
Kepercayaan skala
yang dimiliki dichotomous
oleh penderita terdiri dari
ulkus diabetik 22
dan pertanyaan
mempengaruhi
hubungannya
dengan orang
lain, meliputi
citra tubuh, ideal
35

diri, harga diri,


peran dan
identitas

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini berdasarkan pada jawaban

responden terhadap pertanyaan yang telah disediakan dan disesuaikan dengan

skor yang ada aspek pengukuran (Arikunto, 2009). Aspek pengukuran dalam

penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden dan diisi

oleh responden dimana bagian dari kuesioner tersebut akan dijabarkan sebagai

berikut :

1. Bagian A merupakan data demografi yang meliputi : umur, jenis kelamin,

status perkawinan, alamat, pekerjaan, lama menderita DM, kejadian ulkus kaki

yang ke-. Dan grade ulkus.

2. Bagian B merupakan kuesioner perawatan kaki. Penelitian kuesioner B

dilakukan dengan menggunakan skala likert dengan empat alternatif jawaban

yaitu : selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Kuesioner B terdiri dari

10 pernyataan positif. Jawaban selalu diberi skor 4, sering diberi skor 3,

kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Maka nilai

tertinggi adalah 40 dan nilai terendah adalah 10

Penentuan alat ukur perawatan kaki dengan menggunakan rumus yang

disebutkan dalam Arikunto (2002) yaitu:


36

X
X =
n
40−10
=
2

= 15

Keterangan :

X : Mean atau rata - rata

n : Banyak nya subjek yang diteliti

X : Jumlah nilai mentah yang dimililiki subjek

Kategori perawtan kaki di katakan baik atau kurang apabila :

Baik = 25-40

Kurang = 10-24

3. Bagian C merupakan kuesioner konsep diri. Penelitian kuesioner B dilakukan

dengan menggunakan skala dichotomous dengan dua alternatif jawaban yaitu :

ya dan tidak. Kuesioner C terdiri dari 13 pertanyaan positif yaitu soal nomor 5,

6, 7, 8,9 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 20, dan 9 pertanyaan negatif yaitu soal

nomor 1, 2, 3, 4, 10, 13, 19, 21, dan 22. Setiap pertanyaan positif, jawaban

“ya” diberi skor 2 dan jawaban “tidak” diberi skor 1, sedangkan pertanyaan

negatif jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 2.

Untuk penentuan alat ukur konsep diri dengan menggunakan rumus yang

disebutkan dalam Arikunto (2002) yaitu:


37

X
X =
n
44−22
=
2

= 11

Keterangan :

X : Mean atau rata - rata

n : Banyak nya subjek yang diteliti

X : Jumlah nilai mentah yang dimililki subjek

Kategori konsep diri di katakan baik atau kurang apabila :

Positif = 33-44

Negatif = 22-32

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas

3.7.1. Uji validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan suatu alat ukur benar

– benarmengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Semakin tinggivaliditas

suatu alat ukur, maka semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur.

Dalam penelitian ini, uji validitas yang digunakan adalah:

a. Content validity

Content validity atau disebut juga validitas isi merupakan suatu keputusan

tentang bagaimana instrumen dengan baik mewakili karakteristik yang ingin


38

dikaji. Sebuah kuesioner dikatakan memiliki validitas isi apabila dapat mengukur

tujuan khusus tertentu yang sesuai dengan materi atau konsep dalam materi

pelajaran yang ada (Arikunto, 2010).

Hasil uji conten validity terhadap kuesioner konsep diri, didapatkan hasil

berupa pengurangan 2 item pertanyaan, serta terdapat beberapa item pertanyaan

yang dilakukan revisi pada kalimatnya, yaitu pertanyaan no 4, 6, 8, 10,12,13, 17,

18, 19, 20, 21 dan 22. Sedangkan hasil uji conten validity terhadap kuesioner

perawatan kaki, didapatkan hasil berupa terdapat beberapa item pertanyaan yang

dilakukan revisi pada kalimatnya yaitu pertanyaan no 7,9, 10, 12, 13, 14, 15, 16,

18, 24, 25 dan 26.

3.7.2. Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat

pengukurdapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan

sejauh mana hasilpengukuran ini tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua

kali atau lebihterhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang

sama (Notoatmodjo, 2010).

Reliabilitas suatu kuesioner diketahui dengan membandingkan nilai r

hasildengan nilai r table product moment. Nilai r hasil adalah nilai perhitungan

denganmenggunakan rumus Cronbach’s Alpha melalui sistem komputerisasi. Bila

angkahasilnya (r hasil) sama atau lebih dari angka kritis (r tabel), maka alat ukur

atau kuesioner tersebut reliabel (Arikunto, 2010).


39

3.8. Pengolahan dan Teknik Analisa Data

3.8.1. Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka selanjutnya data tersebut

diolahdengan langka-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan berupa daftar pertanyaan

danmemeriksa kelengkapan jawaban pada kuesioner.

2. Coding

Yaitu memberikan pengkodean berupa angka-angka atau kode tertentu

padasetiap kuesioner yang diisi responden untuk memudahkan pengumpulan data.

Kodeyang digunakan dalam penelitian ini adalah kode responden yang diawali

dengan01 sampai dengan 036.

3. Transferring

Yaitu data yang telah diberi kode kemudian disusun secara berurutan

dariresponden pertama sampai dengan responden terakhir, kemudian dimasukkan

kedalam program komputer sesuai dengan subvariabel yang diteliti.

4. Tabulating

Merupakan pengorganisasian data sedemikan rupa agar dengan mudah

dapatdijumlah, disusun dan ditata untuk dianalisa.


40

3.8.2. Teknik Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi dan persentase dari setap variabel yang diteliti,. Bentuknya tergantung

dari jenis datanya. untuk data kategorik hanya dapat menjelaskan angka/nilai

jumlah dan persentase masing – masing kelompok, sedangkan untuk data numeric

digunakan nilai mean, median, standar deviasi dan lain – lain. Pada analisa

univariat dalam penelitian ini memusat tentang karakteristik responden.

2. Analisa bivariat

Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa analisa bivariat dilakukan

terhadap duavariabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Perhitungan

statistik untuk analisavariabel dilakukan dengan menggunakan program komputer

yang diinterpretasikandalam nilai probabilitas (p-value).

Analisa pada penelitian ini menggunakan uji chi-squaretest yaitu

ContinuityCorrection dengan tabel kontigensi 2x2 dan derajat kebebasan (df)= 1

serta tingkatkemaknaan (α) = (0,1). Pengambilan keputusan ada tidaknya

hubungan berdasarkannilai probabilitas (p-value) yang dibandingkan dengan nilai

tingkat kemaknaan.Apabila p-value lebih besar dari 0,1 maka Ho diterima,

sedangkan jika p-value lebihkecil dari 0,1 maka Ho ditolak (Arifin, 2009).

3.9. Etika Penelitian

Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian. Masalah etika yang perlu diperhatikan menurut Hidayat (2009)

adalah :
41

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan Informed

consent adalah meminta persetujuan kepada responden untuk menjadi sampel

penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan.

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Anonymity merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkannama responden pada lembar kuesioner. Peneliti hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentialitiy merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah – masalah lainnya.

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.


42

Kuesioner perawatan kaki

No Perawatan kaki Selalu Sering Kadang- Tidak


kadang pernah
1 Penderita DM mencuci kaki dengan
menggunakan sabun dan air hangat
(tidak panas) hingga kesela-sela jari
kaki
2 Penderita DM mengeringkan kaki
dengan menggunakan handuk
lembut yang kering
3 Penderita DM memberi
pelembab/lotion pada telapak pada
punggung kaki
4 Penderita DM memeriksa area kaki
setiap hari, seperti telapak kaki,
sela-sela jari kaki, bagian depan
kaki dan tumit
5 Penderita DM memotong kuku kaki
berbentuk lurus dan tidak terlalu
dekat dengan kulit
6 Penderita DM menggunakan kaos
kaki tebal dengan karet gelang yang
tidak terlalu kencang
7 Penderita DM menggunakan sandal
jepit
8 Penderita DM menggunakan alas
kaki di dalam/luar rumah
9 Penderita DM memeriksa
sepatu/sandal sebelum digunakan
10 Menggunakn jenis sepatu yang
terbuka bagian atas dan depannya

Keterangan

Selalu : setiap hari

Sering : 4-6 kali dalam seminggu

Kadang-kadang : 1-3 kali dalam seminggu

Tidak pernah : tidak pernah melakukan dalam seminggu

Anda mungkin juga menyukai