Anda di halaman 1dari 9

1.

ULKUS DEKUBITUS

A. DEFINISI ULKUS DEKUBITUS

Ulkus Dekubitus ialah ulkus yang terjadi akibat tekanan yang lama yang menyebabkan

terjadinya iskemia (Djuanda, 2013) Dekubitus termasuk penyakit yang paling sulit

didefinisikan ditandai dengan tidak konsistennya penggunaan istilah. Beberapa ahli

menyatakan dekubitus sebagai penyakit tanpa definisi. Ahli juga mengidentifikasikan ada 14

nomenclatur atau istilah yang sering digunakan berkaitan dengan dekubitus. Istilah yang

paling sering ialah bed sore, pressure ulcer, pressure sore, decubitus dandecubiti

(Campbell,Caren et al 2010). Istilah ulkus dekubitus (dari decumbereLatin, “berbaring”),

tekanan sakit, dan tekanan ulkus sering digunakan secara bergantian dalam komunitas medis.

Namun, seperti namanya, ulkus dekubitus terjadi pada situs atasnya struktur tulang yang

menonjol ketika seseorang berbaring. Oleh karena itu, bukan istilah yang akurat untuk borok

yang terjadi di posisi lain, seperti duduk berkepanjangan (misalnya, ischial tuberositas ulkus).

Karena denominator umum dari semua ulserasi tersebut adalah tekanan, tekanan ulkus datang

untukdipertimbangkan istilah terbaik untuk digunakan. Ulkus dekubitus umum terjadi pada

pasien rawat inap baik yang akut maupun kronis (Campbell,Caren et al2010).

B. TEORI DEKUBITUS

Ada 4 teori berkaitan dengan decubitus (Jan,Kotner et al 2009):

1. Teori Ischemia

Tekanan eksternal yang melebihi resistensi kapiler akan mengkakibatkan

penyempitan kapiler baik sebagian ataupun total yang berakhir pada iskemia 5

jaringan. Kondisiini mengakibatkan terganggunya metabolism, meningkatnya

permeabilitas kapiler mengakibatkan edema local dan infiltrasi seluler.

Peningkatan derajat dan durasi iskemia yang terjadi tidak hanya meningkatkan

permeabilitas membrane dan terjadinya ekstravasasi tetapi juga berdampak pada

nekrosis seluler dan reaksi inflamasi (Jan, Kotner et al 2009).

2. Teori reperfusi injury


Ketika aliran darah kembali normal maka terjadi peristiwa reperfusi. Reperfusi

merangsang pelepasan beberarapa radikal bebas yang menyebabkan respon

inflamasi dan memperparah kerusakan sel (Jan, Kotner et al 2009).

3. Teori kegagalan fungsi limfatik

Hipoksia yang terjadi akibat oklusi pembuluh darah juga berdampak pada

kerusakan pembuluh limfe, dimana motilitas pembuluh limfe dan aliran limfe

mengalami disfungsi. Akibatnya sisa-sisa produk metabolism terakumulasi dan

berakhir pada nekrosis jaringan. Sejumlah kecil tekanan pada awalnya akan

meningkatkan aliran limfe (kompensasi) namun setelah melampaui critical point

aliran limfe menjadi berkurang/dekompensasi (Jan, Kotner et al 2009).

C. FAKTOR RESIKO DEKUBITUS

1. Gangguan Input Sensorik

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan

beresiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit dari pada pasien yang

sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persepsi sensorik yang utuh terhadap

nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan

tekanan ataunyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan

berorientasi, mereka dapat mengubah atau meminta bantuan untuk mengubah

posisi (Potter&Perry 2005).

2. Gangguan Fungsi Motorik

Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi

terhadap dekubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi tidak mampu

untuk mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut.

Hal ini meningkatkan peluang terjadinya dekubitus. Pada pasien yang mengalami

cedera medulla spinalis diperkirakan sebesar 85% (Potter&Perry, 2005).

3. Perubahan Tingkat Kesadaran

Pasien bingung, disorientasi atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak

mampu melindungi dirinya sendiri dari luka dekubitus. Pasien bingung atau

disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami


bagaimana menghilangkan tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan

tekanan dan tidak mampu mengubah keposisi yang lebih baik. Selain itu pada

pasien yang mengalami perubahan tingkat kesadaran lebih mudah menjadi

bingung. Beberapa contoh adalah pasien yang berada di ruang operasi dan untuk

perawatan intensif dengan pemberian sedasi(Potter&Perry 2005).

4. Gips, Traksi, Alat Ortotik dan Peralatan lain

Gips dan traksi mengurangi mobilitas pasien dan ekstremitasnya. Pasien yang

menggunakan gips beresiko tinggi untuk mengalami ulkus dekubitus karena

adanya gaya friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada

kulit. Gaya mekanik berupa tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips

terlalu ketat atau jika ekstremitasnya yang bengkak (Potter&Perry, 2005).

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ULKUS

DEKUBITUS

1. Gaya gesek

Merupakan tekanan yang diberikan pada kulit dengan arah parallel terhadap

permukaan tubuh. gaya ini terjadi saat pasien bergerak atau memperbaiki posisi

tubuhnya di atas tempat tidur. pasien memperbaiki posisi tubuh dengan cara

didorong atau digeser ke bawah. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan

subkutan menempel pada permukaan tempat tidur dan lapisan otot dan serta

tulang beergeser sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien bergeser kea

rah kulit dan member gaya pada kulit. Kapiler jaringan yang berada dibawahnya

tertekan dan terbeban oleh tekanan tersebut yang akan menyebabkan

mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi, perdarahan dan nekrosis

pada lapisan jaringan(Potter&Perry, 2005).

2. Friksi

Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan saat kulit di geser pada

permukaan yang kasar seperti saat pergantian alas tempat tidur.tidak seperti

cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi mempengaruhi epidermis atau

lapisan kulit bagian atas. Friksi ini seringkali menyebabkan cedera abrasi pada
siku atau tumit. adapun cara yang dapat di lakukan untuk mencegah cedera ini

adalah dengan memindahkan pasien secara tepat dengan menggunakan teknik

mengangkat yang benar dan meletakkan benda-benda di bawah siku dan tumit

seperti balutan hidrokoloid untuk melindungi kulit dan menggunakan pelembab

untuk mempertahankan hidrasi epidermis (Potter&Perry, 2005).

3. Kelembaban

Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya kerusakan

integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko pembentukan

dekubitus sebanyak 5 kali. Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka,

keringat dan inkontinensia. Beberapa cairan tubuh seperti urine, feses dan

drainase luka menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan resiko terjadi ulkus

dekubitus pada pasien (Potter&Perry, 2005).

4. Nutrisi Buruk

Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan yang

serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan

diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan

meningkat pada jaringan tersebut (Potter&Perry, 2005).

5. Anemia

Penurunan hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan

oksigen serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia

juga mengganggu metabolism sel dan mengganggu penyembuhan luka

(Potter&Perry, 2005).

6. Obesitas

Obesitas ringan dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil

berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan.

Pada obesitas sedang ke berat jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang

buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada dibawahnya

semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemik(Potter&Perry, 2005).

7. Usia
Anak usia kurang dari 24 bulan lebih beresiko untuk mengalami luka tekan di

area oksipital (Potter&Perry, 2005).

E. EPIDEMIOLOGI ULKUS DEKUBITUS

Angka prevalensi ulkus dekubitus yang terjadi di Rumah Sakit di Jakarta pada tahun

2012-1013 yaitu 1,6%. Di Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta sebesar 40% dari 40 pasien

rawat inap mengalami ulkus dekubitus. Di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta didapatkan

angka kejadian ulkus dekubitus yaitu 38,18%. Dari hasil penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa angka kejadian dekubitus pada pasien rawat inap masih cukup tinggi dan

akan terus mengingkat bila tidak diberi perhatian khusus(Morrison, 2004)

F. PATOFISIOLOGI ULKUS DEKUBITUS

Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan. Semakin besar

tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan

dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tetapi pada tekanan eksternal terbesar daripada

tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan

sekitarnya.Jaringan ini menjadi hipoksi sehingga terjadi iskemia. Jika tekanan ini lebih besar

dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia maka pembuluh

darah akan kolaps dan thrombosis. Jika tekanan yang besar dihilangkan maka sirkulasi

padakulit dibawahnya normal kembali (Ignatavicius & Workman, 2006)

Pembentukan dekubitus juga disebabkan oleh gaya gesek yang terjadi pada saat

pasien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya dengan cara mendorong kebawah. Jika

terdapat gaya gesek maka kulit dari lapisan subkutan menempel pada permukaan tempat tidur

dan lapisan otot dan serta tulang bergeser sesuai dengan arah gerak tubuh. Tulang pasien

bergeser kearah kulit dan memberi gaya pada kulit. Jaringan kapiler yang berada dibawahnya

tertekan dan terbeban oleh tekanan tersebut yang akan menyebabkan mikrosirkulasi local

kemudian menyebabkan hipoksia, perdarah dan nekrosis pada lapisan jaringan(Jan, Kotner et

al 2009)
G. KLASIFIKASI ULKUS DEKUBITUS

1. Derajat I : Eritema tidak pucat pada kulit utuh,lesi luka kulit yang diperbesar.

Kulit tidak berwarna,hangat atau keras juga dapat menjadi indikator(Hockenberry

& Wilson,2009).

2. Derajat II : Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis.

Luka superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi,lecet atau lubang yang

dangkal(Hockenberry & Wilson, 2009).

3. Derajat III : Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau

nekrotik yang mungkin akan melebar ke bawah tapi tidak melampaui fascia yang

berada dibawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam atau

tampa merusak jaringan sekitarnya(Hockenberry & Wilson, 2009).

4. Derajat IV :Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis

jaringan atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan

pada jaringan epidermis,dermis,subkutanues,otot dan kapsul sendi (Hockenberry

& Wilson, 2009). Gambar 2.1 Tahapan Luka Tekan Sumber: NPUAP (2006)

H. MANIFESTASI KLINIS

(Djuanda, 2013)

1. Riwayat pengobatan sebelumnya

2. Riwayat operasi
3. Riwayat rawat inap

4. Status gizi dan perubahan berat badan

I. TEMPAT TERJADINYA ULKUS DEKUBITUS

Beberapa tempat yang paling sering terjadi dekubitus adalah: (Jan, Kotner et al 2009)

1. Pada penderita posisi telentang: pada daerah belakang kepala, daerah tulang belikat,

daerah bokong dan tumit.

2. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama daun telinga),

bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian atas jari-jari kaki.

3. Pada penderita dengan posisi tengkurap; dahi, lengan atas, tulang iga dan lutut. Bayi

premature (usia gestasi kurang dari 24 minggu), neonatus cukup bulan dan anak-anak

dengan usia kurang dari 2 tahun sebagian besar mengalami luka tekan pada bagian

oksipital (17%-19%) (Schindler,et al 2011). Hal ini disebabkan kepala memiliki berat

yang tidak proporsional yaitu presentasenya lebih besar dari berat badan total. Pada

anak-anak yang lebih besar (usia lebih dari 2 tahun) perkembangan luka tekan yang

menyerupai orang dewasa yang cenderung terjadi di daerah sacrum dan

tumit(Suddaby 2005,p.132-138)

Gambar 2.2 Area berkembangnya ulkus dekubitus pada berbagai posisi tubuh

Sumber: Stephen & Haynes (2006)


2. Posisi Miring

A. Definisi

Posisi miring kanan dan miring kiri merupakan posisi yang diberikan pada pasien

koma untuk mengurangi tekanan yang terlalu lama dan gaya gesekan pada kulit, di

samping itu juga mencegah terbentuknya dekubitus, kemudian mengubah posisi setiap

2 jam sekali (Effendi, 2011). Tujuan dari teknik merubah posisi adalah untuk

mengurangi penonjolan pada tulang serum dan trochanter mayor otot pinggang,

meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi, memasukkan obat

supositoria dan mencegah dekubitus (Eni Kusyati, 2006). Hasil dari jurnal penelitian

menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan pemberian posisi miring kanan dan

miring kiri untuk pencegahan terjadinya dekubitus. Posisi miring sangat efektif karena

dapat memperlancar sirkulasi darah terutama pada bagian tulang-tulang yang

menonjol yang mengalami penekanan yang terlalu lama (Effendi, 2011).

B. Langkah Prosedur

1) Fase Orientasi

a) Mengucapkan salam

b) Memperkenalkan diri

c) Menjelaskan tujuan

d) Menjelaskan langkah prosedur

e) Menempatkan alat di dekat pasien

f) Membuat kontrak waktu

g) Mencuci tangan

2) Fase Kerja

a) Menjaga privasi

b) Perawat berdiri di samping klien pada posisi yang di tuju

c) Menggeser klien ke sisi tempat tidur berlawanan dengan arah yang di tuju

(pasang pengaman tempat tidur)


d) Tangan kiri pegang bahu klien, tangan kanan pegang pinggang, satu kaki

berada di depan, dalam hitungan ketiga kaki ke belakang di tekuk dan jatuhkan

badan ke bawah.

e) Memastikan klien tidur setengah telungkup

f) Merapikan pasien

3) Fase Terminasi

a) Melakukan evaluasi tindakan

b) Mencuci tangan

c) Berpamitan

Gambar 2.2 Posisi miring mencegah dekubitus (Elizabeth, 2010).

Anda mungkin juga menyukai