Anda di halaman 1dari 5

BAB 5.

PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Organoleptik Produk Tape


5.1.1 Warna
Pada praktikum pembuatan tape ini menggunakan tiga kemasan yang berbeda,
yaitu kardus, besek, dan besek dengan penambahan gula. Dari praktikum ini
diperoleh hasil pengamatan terhadap perubahan warna pada tape. Dari pengamatan
ini dilakukan penilaian dengan rentang skor 1-3, dimana nilai 1 berarti terang, 2
berarti agak gelap, dan 3 berarti gelap. Pada kemasan kardus diperoleh penilaian 2
yang berarti berwarna agak gelap. Pada kemasan besek diperoleh penilaian 1 yang
berarti berwarna terang. Pada kemasan besek dengan penambahan gula diperoleh
penilaian 1 yang berarti berwarna terang.
Menurut Sari (2009) fermentasi tapai akan berlangsung secara optimal apabila
dalam keadaan atau kondisi anaerob.
5.1.2 Tekstur
Pada praktikum pembuatan tape ini menggunakan tiga kemasan yang berbeda,
yaitu kardus, besek, dan besek dengan penambahan gula. Dari praktikum ini
diperoleh hasil pengamatan terhadap perubahan tekstur pada tape. Dari pengamatan
ini dilakukan penilaian dengan rentang skor 1-3, dimana nilai 1 berarti lunak, 2
berarti agak keras, dan 3 berarti keras. Pada kemasan kardus diperoleh penilaian 1
yang berarti bertekstur lunak. Pada kemasan besek diperoleh penilaian 2 yang
berarti bertekstur agak keras. Pada kemasan besek dengan penambahan gula
diperoleh penilaian 1 yang berarti bertekstur lunak.
Karakteristik kemasan dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu nilai densitas,
gramatur, O 2TR, CO2TR, dan WVTR. Setiap kemasan memiliki kemampuan yang
berbeda dalam menyerap gas dan uap air, tergantung dari jenis polimer
penyusunnya. Kemasan yang berbahan dasar polipropilen, memiliki kemampuan
menyerap gas dan uap air yang lebih rendah dibandingkan dengan kemasan yang
berbahan dasar polietilen. Kemampuan dalam menyerap gas dan uap air ke dalam
suatu bahan kemasan dapat dilihat dari nilai laju transmisinya. Semakin kecil nilai
laju transmisi yang diperoleh maka semakin rendah kemampuan suatu bahan
kemasan tersebut dalam menyerap gas dan uap air, begitu juga sebaliknya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi laju transmisi yaitu suhu, kelembaban udara, perbedaan
tekanan, ketebalan dan luas permukaan (Ratih, 2008)
Tekstur dipengaruhi oleh kadar air. Menurut Syarief dan Halid (1993), air
merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi
kekerasan, penampakan, citarasa, dan nilai gizinya. Pembentukan cairan selain
menyebabkan tekstur menjadi lunak, juga mengakibatkan penyusutan jaringan
yang selanjutnya menyebabkan kekeriputan (Jonsen, 1984).
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh
5.1.3 Aroma
Pada praktikum pembuatan tape ini menggunakan tiga kemasan yang berbeda,
yaitu kardus, besek, dan besek dengan penambahan gula. Dari praktikum ini
diperoleh hasil pengamatan terhadap perubahan aroma pada tape. Dari pengamatan
ini dilakukan penilaian dengan rentang skor 1-3, dimana nilai 1 berarti tidak
beraroma alkohol, 2 berarti beraroma alkohol, dan 3 berarti sangat beraroma
alkohol. Pada kemasan kardus diperoleh penilaian 3 yang berarti sangat beraroma
alkohol. Pada kemasan besek diperoleh penilaian 2 yang berarti beraroma alkohol.
Pada kemasan besek dengan penambahan gula diperoleh penilaian 1 yang berarti
tidak beraroma alkohol.
Menurut Winarno (1997), aroma menentukan kelezatan dari suatu produk.
Aroma terjadi karena adanya sejumlah komponen volatil yang berasal dari produk
tersebut yang dapat terdeteksi oleh indera pembau. Aroma tape berhubungan
dengan total asam dan kadar alkohol yang dihasilkan. Asam-asam tersebut
dihasilkan pada proses fermentasi lebih lanjut seperti asam asetat dan asam-asam
organik lainnya. Selain itu ester yang dihasilkan dari esterifikasi asam dengan
alkohol juga mempengaruhi pernurunan aroma yang terjadi (Wood, 1998).
Berdasarkan kemasan yang digunakan semakin rapatnya suatu kemasan akan
semakin kuat aroma yang dihasilkan pada bahan yang disimpan. Hal ini dapat
melindungi sifat-sifat dari aroma yang memiliki sifat volatilisasi dapat terhindari
seminimum mungkin. Tape ketan yang disimpan masih mengalami fermentasi
sehingga rasa asam, aroma alkohol dan ester yang dihasilkan semakin banyak
walaupun tidak sebanyak pada saat sebelum disimpan dalam chiller (Ratih, 2008)
5.1.4 Rasa
Pada praktikum pembuatan tape ini menggunakan tiga kemasan yang berbeda,
yaitu kardus, besek, dan besek dengan penambahan gula. Dari praktikum ini
diperoleh hasil pengamatan terhadap rasa pada tape. Dari pengamatan ini dilakukan
penilaian dengan rentang skor 1-3, dimana nilai 1 berarti masam, 2 berartisedikit
manis, dan 3 berarti sangat manis. Pada kemasan kardus diperoleh penilaian 1 yang
berarti masam. Pada kemasan besek diperoleh penilaian 1 yang berarti masam. Pada
kemasan besek dengan penambahan gula diperoleh penilaian 3 yang berarti sangat
manis.
Menurut Widowati (1993), semakin lama penyimpanan, perubahan rasa yang
terjadi semakin besar yang disebabkan oleh hilangnya senyawa kimia penting
pembentuk rasa melalui volatilisasi, oksidasi, kondensasi, dan reaksi kimia lainnya.
Penurunan rasa manis dapat disebabkan masih adanya proses fermentasi pada saat
penyimpanan, sehingga rasa manis yang sudah terbentuk berubah menjadi rasa
asam, dan dipengaruhi oleh alkohol.
Semua kemasan yang digunakan sangat berpengaruh pada nilai laju transmisi
gas oksigen (O2TR), nilai laju transmisi gas karbondiokasida (CO2), dan nilai laju
transmisi uap air (WVTR) (Ratih, 2008).

5.2 Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Organoleptik Produk Tempe


5.2.1 Warna
Pada praktikum pembuatan tempe ini menggunakan tiga kemasan yang
berbeda, yaitu plastik tanpa lubang, plastik berlubang, dan daun pisang. Dari
praktikum ini diperoleh hasil pengamatan terhadap perubahan warna pada tempe.
Dari pengamatan ini dilakukan penilaian dengan rentang skor 1-3, dimana nilai 1
berarti terang, 2 berarti agak gelap, dan 3 berarti gelap. Pada kemasan plastik tanpa
lubang diperoleh penilaian 1 yang berarti berwarna terang. Pada kemasan plastik
berlubang diperoleh penilaian 3 yang berarti berwarna gelap. Pada kemasan daun
pisang diperoleh penilaian 2 yang berarti berwarna agak gelap.
Warna merupakan salah satu parameter yang membuat makanan terlihat lebih
menarik. Menurut Hidayat dkk (2006: 95), faktor utama yang menentukan bahwa
pembungkus dapat menghasilkan tempe yang baik ialah aerasi dan kelembaban.
Jika tempat pengemasan dapat menjamin aerasi yang merata secara terus menerus
dan sekaligus dapat menjaga agar kelembaban tetap tinggi tanpa menimbulkan
pengembunan maka miselium tempe akan tumbuh dengan sempurna sehingga
menghasilkan warna tempe yang putih merata.
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat perbedaan penilaian warna dari semua
perlakuan. Dari literatur yang diperoleh, warna yang baik pada tempe yakni
berwarna putih merata. Warna yang tidak merata pada setiap perlakuan dan ulangan
bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, aerasi dan kelembaban yang tidak
merata, kadar air yang terlalu tinggi disebabkan oleh proses pengeringan dan
penirisan yang tidak sempurna, pencampuran dan penyebaran ragi yang tidak
merata.
5.2.2 Jumlah Jamur
Pada praktikum pembuatan tempe ini menggunakan tiga kemasan yang
berbeda, yaitu plastik tanpa lubang, plastik berlubang, dan daun pisang. Dari
praktikum ini diperoleh hasil pengamatan terhadap jumlah jamur pada tempe. Dari
pengamatan ini dilakukan penilaian dengan rentang skor 1-3, dimana nilai 1 berarti
tidak ada jamur, 2 berarti sedikit jamur, dan 3 berarti sangat banyak jamur. Pada
kemasan plastik tanpa lubang diperoleh penilaian 1 yang berarti tidak ada jamur.
Pada kemasan plastik berlubang diperoleh penilaian 3 yang berarti sangat banyak
jamur. Pada kemasan daun pisang diperoleh penilaian 2 yang berarti sedikit jamur.
5.2.3 Tekstur
Pada praktikum pembuatan tempe ini menggunakan tiga kemasan yang
berbeda, yaitu plastik tanpa lubang, plastik berlubang, dan daun pisang. Dari
praktikum ini diperoleh hasil pengamatan terhadap tekstur pada tempe. Dari
pengamatan ini dilakukan penilaian dengan rentang skor 1-3, dimana nilai 1 berarti
lunak, 2 berarti agak keras, dan 3 berarti kersa. Pada kemasan plastik tanpa lubang
diperoleh penilaian 1 yang berarti bertekstur lunak. Pada kemasan plastik berlubang
diperoleh penilaian 3 yang berarti bertekstur keras. Pada kemasan daun pisang
diperoleh penilaian 2 yang berarti bertekstur agak keras.
Padatnya tekstur tempe disebabkan oleh pertumbuhan misellium tumbuh
menyebar dan merata pada permukaan biji dan membentuk suatu jaringan yang
padat sehingga terjadi pengikatan yang kompak diantara biji. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Karsono (2008) menyatakan bahwa tekstur tempe yang baik yaitu
tekstur tempe yang terikat padat dan tidak mudah hancur apabila dipegang dan
diremas.
Berdasarkan hasil praktikum dan penjelasan dari literatur, karakteristik tempe
yang berhasil adalah terdapat lapisan putih di sekitar kedelai dan pada saat dipotong
tempe tidak mudah hancur, serta daya simpan (masa over fermented) yang cukup
lama. Standar karakteristik produk tempe yang baik dari segi tekstur adalah dapat
dilihat dari tekstur yang lunak dan padat dengan kedelai terselimuti oleh hifa
Rhizopus sp. Kedelai yang dibungkus pada plastik tidak berlubang tidak ditumbuhi
jamur, karena tidak ada oksigen yang masuk sehinga jamur tidak tumbuh.
5.2.4 Rasa
Pada praktikum pembuatan tempe ini menggunakan tiga kemasan yang
berbeda, yaitu plastik tanpa lubang, plastik berlubang, dan daun pisang. Dari
praktikum ini diperoleh hasil pengamatan terhadap rasa pada tempe. Dari
pengamatan ini dilakukan penilaian dengan rentang skor 1-3, dimana nilai 1 berarti
masam, 2 berarti sedikt manis, dan 3 berarti sangat manis. Pada kemasan plastik
tanpa lubang diperoleh penilaian 1 yang berarti masam. Pada kemasan plastik
berlubang diperoleh penilaian 2 yang berarti sedikit manis. Pada kemasan daun
pisang diperoleh penilaian 3 yang berarti sangat manis.

Anda mungkin juga menyukai